Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.2K
3.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#416
Teror
 Lebih dari tiga  minggu sejak terakhir keluarnya benda-benda tenung dari tubuh Gita, suasana aman dan tentram masih terasa di rumah keluarga pak Haryanto. Mereka mengira kalau kiriman tenung itu sudah benar-benar berakhir. Gita sempat masuk sekolah beberapa hari, dan kesibukan selanjutnya di rumah dia sibuk nyemilin kuaci dan juga merawat taman kecilnya.

 Kini taman itu bertambah satu pohon lagi, yaitu tanaman markisa, sejenis tanaman merambat yang buahnya seperti labu, dengan biji yang bentuknya sangat unik, mirip manusia yang memakai rok. Gita sendiri yang meminta pada bapaknya untuk mencarikan bibit markisa itu, dan entah dari mana, ternyata pak Harjanto bisa juga mendapatkan bibit itu.

 Empat tanaman itu bisa tumbuh dengan baik dan subur, hingga membuat bu Ningsih terheran-heran. Dulu dia pernah dan sering menanam cabai dan jahe ditempat yang sama, tapi tidak pernah bisa tumbuh dengan baik, bahkan mati sebelum sempat berbuah. Dan kini Anggita malah berhasil menanam disitu, tumbuh subur pula.

 Sore menjelang maghrib itu, Anggita sedang menyiram tanamannya dengan air dalam gayung, ditemani oleh Anggo. Entah kenapa Anggo mau-maunya nemenin orang yang lagi menyiram tanaman, tingkah keduanya seakan makin aneh saja, dan kadang tingkah mereka membuat keluarga geleng kepala.

Quote:


 Adzan maghrib menghentikan kegiatan mereka, maka mereka pun masuk ke rumah untuk maghriban. Dan setelah itu Anggita beranjak menuju ke kamar mandi umum yang jaraknya 30 meteran dari rumah. Gita sengaja menunggu sampai maghrib agar tidak ngantri dulu sebelum mandi, karena memang kamar mandi umum itu juga digunakan oleh beberapa keluarga di sekitarnya.

 Dan benar saja, kamar mandi itu kini dalam keadaan kosong, dan Anggita pun langsung masuk begitu saja. Tapi sebelum mandi, Anggita keramas lebih dulu. Lelehan shampoo telah membuat matanya pedih hingga dia harus merem. Dan selesai keramas, tangannya meraba-raba pinggiran bak mandi untuk mencari gayung.

 Tapi kemudian yang terpegang olehnya adalah semacam serat seperti rambut panjang, tangan Gita menelusuri rambut itu, dan tangannya merasakan suatu benda lonjong sebesar bola. Benda itu terasa licin, dan ada sesuatu yang lengket tertinggal di telapak tangan Gita. 

 Saat itulah Gita mencium suatu bau anyir dan busuk yang sangat menyengat hidung. Maka dengan penasaran, sambil menahan pedih akibat shampoo, Gita membuka matanya. Untuk dua detik selanjutnya, Gita pun tertegun. Dan ternyata yang dipegangnya tadi bukanlah gayung, tapi sebuah kepala!

 Cuma terlihat kepala saja yang tergeletak di pinggiran bak mandi, badannya tidak ada. Sebuah kepala perempuan berambut panjang awut-awutan, mulut dan hidungnya hancur tak berbentuk lagi, bahkan giginya pun tidak ada, kulit pipi mengelupas-ngelupas hingga memperlihatkan daging pipi yang merah dan melelehkan darah. Pipi sebelah kiri tampak melesak ke dalam, seperti bekas tergilas suatu benda atau mungkin suatu ban, memanjang dari dagu sampai ke dahi.

 Matanya tidak memiliki kelopak, hingga bola matanya tampak melotot seperti mau melompat keluar. Bagian ubun-ubun seperti ada retakan besar menganga, dan dari retakan itu keluar suatu cairan putih kental yang menutupi rambut di ubun-ubun. Cairan kental putih itu adalah otak yang bercampur darah!

 Lalu suara tawa mulai terdengar, sebuah tawa cekikikan yang nyaring melengking hingga membuat telinga Gita jadi sakit. Tapi tawa itu malah menyadarkan Gita dari ketertegunannya. Maka keluarlah suatu jeritan keras dari mulut Gita. Reflek Gita meraih handuk dan membelitkan ke tubuhnya, lalu dia keluar kamar mandi dan berlari pulang. Masih untung dia sempat kepikiran buat meraih handuk itu.

 Gita tiba di rumahnya dengan rambut yang masih belepotan shampo. Semua baju dan peralatan mandi dia tinggalkan di kamar mandi itu. Badan gemetaran hebat, bulu kuduk merinding. Dan suara isak tangisnya pun mulai terdengar. Semua pertanyaan dari keluarga tidak ada yang dijawabnya.

 Meskipun akhir-akhir ini Gita sudah sering melihat makhluk-makhluk yang aneh dan menyeramkan, tapi yang dilihatnya di kamar mandi itu jauh lebih seram dari yang pernah dia lihat dan bayangkan. Selama ini Gita belum pernah melihat makhluk yang seram luarbiasa seperti itu, hingga rasa ketakutan yang teramat sangat menguasai dirinya, bahkan dia hanya bisa menangis, tanpa bisa ngomong apa-apa.

Quote:


 Pak Har dan Anggara langsung terdiam. Anggono datang membawakan segelas air putih buat Gita yang segera diminumnya sampai habis. Bu Ningsih menuntun putrinya masuk ke kamar, membersihkan sisa shampo di rambut Gita, dan memakaikan pakaiannya. 

 Bu Ningsih tidak bertanya apa-apa, karena sampai saat itu badan Gita masih gemetaran dengan hebat, dia terus menangis. Wajah hancur mengerikan itu seakan terpatri dalam ingatannya, seakan bayangan kepala itu terus terlihat di matanya, seperti sebuah hipnotis yang merasuk dan memaksanya untuk terus mengingat wajah itu.

 Sore itu Gita tidak jadi mandi. Meskipun dia tidak bercerita, tapi seluruh keluarga sudah bisa menduga, Gita telah melihat sesuatu yang sangat menakutkan di kamar mandi, dan yang jelas, yang dilihatnya bukanlah manusia. Beruntung seluruh keluarga sudah mandi. Cuma tinggal Anggono yang belum, dan kini Anggono pun jadi memikirkan dirinya sendiri, dan dia tidak mungkin berani datang kamar mandi itu, dia memang paling penakut diantara tiga bersaudara itu. Dan akhirnya diapun ikut-ikutan nggak mandi.

 Tidak lama setelah Gita keluar dari kamar mandi sambil lari ketakutan, gantian pak Wirya tetangga sebelah pak Harjanto yang mengantri mandi di kamar mandi itu juga. Pintu kamar mandi itu tertutup, dan terdengar gemericik air dari dalam, pertanda ada orang yang sedang mandi. Pak Wirya pun mengantri dengan sabar.

 Tapi setelah satu jam lebih menunggu, orang yang mandi itu belum selesai juga. Kesabaran pak Wirya mulai menipis. Dan kini malah terdengar suara perempuan sedang menyanyi dari dalam kamar mandi itu. Pak Wirya jadi tambah jengkel saja, ditungguin dari tadi kok malah enak nyanyi-nyanyi.

 Maka pak Wirya pun mengetuk pintu kamar mandi itu. Dan suara nyanyian perempuan itu langsung terhenti. Pak Wirya menunggu beberapa saat, dan dia mengetuk pintu itu lagi. Tidak ada jawaban, bahkan suara gemericik air itu pun juga sudah tidak terdengar lagi. Dan untuk ketiga kalinya pak Wirya mengetuk pintu itu.

 Tapi sebelum tangannya menyentuh dan pintu, mendadak saja pintu itu terbuka dengan sendirinya. Pak Wirya pun menjauh sedikit untuk memberi jalan. Tapi setelah ditunggu-tunggu, nggak ada seorangpun yang keluar dari kamar mandi itu. Dengan penasaran pak Wirya melongok kedalam kamar mandi. Kosong!!

 Pak Wirya dipenuhi keheranan besar, dia berdiri di ambang pintu kamar mandi. Jelas-jelas tadi terdengar suara ada orang yang mandi sambil nyanyi-nyanyi, tapi ternyata tidak ada orang sama sekali di dalam kamar mandi itu. Tidak mungkin orang itu telah melewati pak Wirya tanpa terlihat. 

 Lalu tiba-tiba saja seperti ada suatu hembusan angin sangat dingin yang lewat di samping pak Wirya. Bulu kuduk pak Wirya langsung berdiri, dia merasa sangat ketakutan. Dan diapun langsung sadar kalo yang tadi mandi di kamar mandi itu bukanlah manusia. Sontak saja pak Wirya balik kanan dan langsung jalan sangat cepat menuju rumahnya kembali. Dia sudah tidak ada keinginan buat mandi malam itu.

 Malam itu seluruh keluarga pak Harjanto tidur berkumpul di ruang tamu lagi, ini atas permintaan Gita yang masih saja ketakutan akibat kejadian di kamar mandi tadi. Jam sepuluh malam itu seluruh keluarga sudah rebahan di tikar yang tergelar di ruang tamu, mereka bersiap-siap tidur. Kecuali Anggara yang belum pulang main dari isya tadi.

 Saat itu Anggara sedang nongkrong di warung angkringan di pertigaan, seratus meter dari rumahnya. Banyak remaja-remaja kampung itu yang nongkrong disitu juga. Obrolan mereka tampak seru dan penuh canda tawa. Hingga tanpa terasa malam telah larut. 

 Mereka baru sadar saat warung angkringan itu mau tutup. Jadi semua orang yang nongkrong di situ pun pada pulang, termasuk Anggara juga. Dia berjalan pulang sendirian, karena rumah teman-temannya berbeda arah dengan rumahnya. Tapi baru jalan lima puluh meter dari angkringan…

 Srek.. srek.. srek… srek..

 Dari arah belakangnya terdengar suara langkah kaki yang diseret. Anggara hentikan langkahnya, dan suara langkah itu ikut berhenti. Anggara menunggu sebentar, tapi tidak ada satu suarapun. Maka dia kembali langkahkan kakinya. Dan suara langkah yang diseret itu ikut berjalan kembali.

 Sampai dua kali Anggara menghentikan langkahnya, dan suara langkah kaki itu juga berhenti dua kali. Anggara tidak berani menoleh kebelakang, karena dia kuatir kalo yang dilihatnya nanti akan membuatnya ketakutan. Dan akhirnya Anggara punya sebuah ide, dia membungkukkan badan dan melihat ke arah belakang melewati tengah-tengah antara dua kakinya.

 Anggara melihat sepasang kaki keriput memakai sandal jepit. Kaki itu dibalut dengan jarik batik coklat sampai ke betisnya. Dan yang membuat Anggara lega, sepasang kaki itu menapak tanah, berarti yang mengikutinya itu adalah manusia, mungkin seorang perempuan tua warga sini juga. Maka dengan tenang Anggara kembali tegak berdiri dan melanjutkan langkahnya.

 Tapi ternyata sepasang kaki itu masih saja mengikutinya. Anggara jadi berpikir, kenapa perempuan itu mengikuti dia? Anggara mempercepat langkahnya, perempuan itu ikut mempercepat langkah juga. Dan mendadak saja bulu kuduk Anggara jadi meremang, dia merasa sangat takut, meskipun tanpa alasan yang jelas. 

 Rumahnya sudah kelihatan, jadi tanpa ragu lagi dia pun berlari secepat-cepatnya menuju ke rumah, dia tidak memperdulikan suara langkah kaki itu lagi. Hingga akhirnya Anggara sampai di depan pintu rumahnya, dan untung aja pintu itu belum dikunci. Anggara pun membuka pintu dan memasuki rumahnya. Tapi saat mau menutup pintu, otomatis dia harus balik badan dan menghadap keluar rumah. Saat itulah dia melihat sesosok makhluk yang luar biasa mengerikan.

 Makhluk itu berwujud perempuan, memakai baju kebaya dan kain jarik batik coklat sampai ke betis. Rambutnya panjang awut-awutan. Hidung dan mulutnya hancur, dua mata membelalak besar karena tidak ada kelopaknya, kulit wajah gosong keriput dan mengelupas-ngelupas. 

 Bagian kiri wajahnya tampak melesak kedalam seperti habis digilas ban. Rambut di bagian ubun-ubunnya tampak tertutup semacam cairan putih yang ternyata adalah otak bercampur darah. Sosok itu adalah makhluk yang kepalanya dilihat Anggita di kamar mandi tadi sore! Dan kini sosok itu menampakkan diri beserta badannya!

 Jantung Anggara seakan berhenti berdetak, seluruh tubuhnya merinding hebat, tubuhnya gemetar ketakutan, dia merasakan kengerian yang teramat sangat. Tapi Anggara malah seakan berdiri terpaku, bahkan untuk bersuara saja dia tidak mampu, apalagi untuk menggerakkan badannya.

 Tiba-tiba saja daun pintu itu bergerak menutup dengan sendirinya, dan Anggara pun tidak melihat sosok mengerikan itu lagi, kini dia bisa menggerakkan badannya. Perlahan tubuhnya mengelosoh ke lantai, napasnya tersengal-sengal,gemetar hebat masih dia rasakan, lalu terucap  istighfar bekali-kali dari mulutnya seperti sedang berdzikir.

 Memang pandangan mata makhluk itu seakan mempunyai suatu daya magis yang bisa membuat Anggara tidak bisa bergerak dan bisa membuatnya merasakan ketakutan yang luar biasa. Seperempat jam Anggara dalam posisi mendeprok di lantai, dia bahkan tidak memikirkan kenapa pintu itu sampai bisa tertutup dengan sendirinya.

 Setelah dirasa gemetar badannya agak mereda, Anggara bangkit berdiri dan menarik napas panjang. Jam dinding menunjuk di angka setengah 12 malam. Lalu secara tiba-tiba dia punya keinginan untuk sholat lail, mungkin dengan melaksanakan sholat, dia bisa jadi tenang kembali.

 Anggara melangkah masuk ke ruang dalam, dia hendak mengambil air wudhu di pancuran gentong belakang rumah. Tapi sebelum sampe dapur, Anggara melewati sebuah lemari yang pintunya ada cerminnya. Lalu seperti ada yang memaksanya untuk menoleh ke arah cermin itu, diapun menurutinya dengan melihat ke arah cermin, tapi kemudian dia kembali terpaku.

 Dia melihat bayangan tubuhnya sendiri di cermin itu, tapi wajah itu bukan wajahnya, itu adalah wajah hancur dari sosok perempuan yang dilihatnya di depan rumah tadi! Secepat kilat Anggara balik badan dan berlari kembali ke ruang tamu dan langsung merebahkan diri di tikar, lalu menutupi kepalanya dengan bantal. Keinginan untuk sholat lail telah menghilang, karena bayangan wajah hancur itu seakan tidak mau hilang dari matanya.

 Mulut Anggara terus mengucap istighfar. Dia merasa menyesal karena dulu pernah bertanya pada pak Rohani tentang wujud makhluk halus, dengan bertanya begitu, sama saja dia punya keinginan untuk melihat, dan ternyata sekarang keinginannya benar-benar terkabul. Malam itu Anggara tidak dapat memicingkan mata barang sekejap pun.

 Satu hal yang tidak diketahui Anggara, saat itu sebenarnya seluruh keluarga belumlah tidur, mereka semua memejamkan mata, tapi tidak ada yang bisa tidur. Mereka memikirkan yang terjadi pada Anggita di kamar mandi tadi, dan mereka kuatir, akankah ada kiriman tenung itu lagi? Rasa was-was selalu menghantui.

 Saat itulah bu Ningsih menggeragap kaget, dia seperti mendengar sebuah suara sangat keras yang seakan berada tepat di dekat telinganya. Seperti suara dua buah batu yang dipukulkan satu sama lain dengan sangat keras. Bu Ningsih memandang berkeliling, dia melihat seluruh keluarga masih memejamkan mata seakan tidak ada yang terganggu dengan suara keras itu. Bu Ningsih menjadi heran, apa cuma dia sendiri yang mendengarnya?

 Lalu suara itu terdengar lagi, kali ini nggak begitu keras kayak tadi, tapi terdengar terus menerus tak berkeputusan, seperti ada orang yang memegang dua buah batu yang dipukulkan satu sama lain secara terus menerus tanpa henti. Bu Ningsih kembali merebahkan diri, menutupi kedua telinganya dengan bantal, tapi suara pukulan dua batu itu masih saja terdengar terus menerus, hingga membuat bu Ningsih benar-benar tidak bisa tidur.

 Disaat yang sama, Anggita ternyata juga membuka matanya, tapi dia cuma diam tak bergerak. Dia merasakan kalau ada beberapa makhluk halus yang mondar-mandir di samping rumahnya. Bahkan suara langkah kaki mereka terdengar jelas oleh Gita, suara kaki yang menginjak tanah yang berlapis batu kericak.

 Tapi ternyata tidak cuma Anggita saja yang mendengarnya, pak Harjanto dan Anggono pun ikut membuka mata karena mendengar suara langkah kaki yang terdengar sangat jelas itu. Bulu kuduk mereka merinding hebat, tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain membaca ayat kursi dan beristighfar berulang-ulang.

 Malam itu seluruh keluarga tidak ada yang bisa tidur, tapi mereka tidak mengetahui satu sama lain kalo ternyata mereka semua tidak bisa tidur, masing-masing mengira kalo cuma dirinya sendiri lah yang terbangun. Mereka semua tidak bisa tidur karena teror itu, yang anehnya, satu sama lain mengalami teror yang berbeda.

 Anggita masih merasakan beberapa makhluk halus yang berjalan muter-muter mengelilingi rumahnya. Bu Ningsih masih mendengar suara dua buah batu yang dipukulkan satu sama lain dengan gencar. Pak Har dan Anggono masih mendengar suara langkah kaki beberapa orang di samping rumah. Dan di pelupuk mata Anggara masih terbayang wajah sosok perempuan yang sangat mengerikan itu.

 Hingga saat adzan subuh terdengar, mereka masih belum bisa tidur  juga. Dan anehnya, setelah adzan subuh terdengar, semua teror suara itu menghilang dengan tiba-tiba. Bahkan bayangan wajah hancur perempuan itu juga hilang dari benak Anggara. Dalam hati mereka berucap syukur pada Allah. Sungguh suatu malam yang terasa sangat panjang.

 Mereka beranjak duduk hampir berbarengan, dan langsung saling pandang dengan keheranan. Kini semua jadi tau kalo malam itu tidak ada yang tidur sama sekali, tapi tidak ada yang membicarakannya sama sekali. Tanpa suara, mereka beranjak mengambil air wudhu secara bergantian, lalu melaksanakan subuhan berjamaah.


Bersambung..


12


sulkhan1981
sampeuk
jondero
jondero dan 98 lainnya memberi reputasi
99
Tutup