Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.7K
3.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#359
Pengobatan
 Siang harinya, bu Ningsih pulang dari pasar membawa belanjaan, buah mentimun dan satu kotak kuaci biji semangka permintaan Gita. Meskipun bu Ningsih juga belum percaya sama obat yang cuma berupa biji ketimun itu, tapi pemikirannya sama seperti pak Har, tidak ada salahnya mencoba, lagian ini juga permintaan Gita yang makin hari makin terlihat aneh saja tingkah lakunya.

 Dan yang pertama kali di buru Gita adalah kuaci itu, bahkan ketimunnya tidak digubris lagi. Sebentar kemudian dia udah sibuk menguliti kwaci dan memakannya. Bu Ningsih sampai geleng kepala penuh kesedihan melihat tingkah anaknya. Tapi kemudian Gita berhenti mengunyah, dan seperti diingatkan sesuatu, Gita langsung membongkar tas belanjaan ibunya.

Quote:


 Gita kembali disibukkan oleh kuacinya, dia duduk di kursi ruang tamu, memakan kuaci sambil menatap kedepan, tampak seperti orang bengong, tapi pandangan matanya sangat tajam, seperti sedang berpikir. Entah apa yang dipikirkan, cuma Gita yang tau. Ibunya cuma bisa mengelus dada dan beranjak ke dapur untuk memasak.

 Sampai saat Anggara dan Anggono pulang sekolah, kwaci sebanyak itu sudah habis ludes dimakan oleh Gita sendiri,dan dia mulai merengek minta dibelikan lagi. Dan kali ini Anggara lah yang disuruh ibunya untuk membeli, dan Anggara pun membeli 4 kotak kwaci lagi. 

 Gita kembali sibuk dengan kwacinya, seperti tidak peduli dengan keadaan sekeliling. Melihat Gita yang tampak makan kuaci dengan enak, Anggo jadi pengen juga. Dia pun mendekati kakaknya dan coba meminta, meski harus dengan cara menghiba-hiba. Sungguh suatu situasi yang sangat aneh, Anggo seakan sudah ketularan mbaknya.

Quote:


 Anggo terpaksa harus menelan ludah, dia juga nyesel dan ngerasa salah karena kemaren udah ngeledekin mbaknya. Bu Ningsih melihat adegan itu dengan hati miris, biasanya Gita tidak pernah se-pelit ini. Kalo dalam keadaan biasa, tingkah laku mereka itu sangat menggelikan, seperti dua anak kecil yang berebut permen. Tapi karena saat ini semua keadaannya serba aneh, maka Bu Ningsih cuma menghela napas prihatin, entah sampai kapan semua keanehan ini akan terjadi.

 Sore hari, Gita tengah melaksanakan sholat ashar di kamarnya, dilanjut berdoa pada Allah, memohon kesembuhan dengan segala kepasrahan. Saat Gita selesai berdoa, suatu bayangan putih samar tau-tau saja telah duduk bersila disebelahnya. Gita terkejut sampai berjingkat. Tapi setelah tau apa bayangan itu, Gita jadi tidak takut lagi. Bayangan samar itu adalah eyang Iman. Yang bikin Gita heran, bagaimana eyang Iman bisa muncul siang-siang gini? Dan seperti kemarin, eyang Iman berkomunikasi lewat pikiran saja.

Quote:


 Dalam pandangan Gita, sosok transparan eyang Iman itu tampak makin mengabur, hingga akhirnya menghilang begitu saja. Tanpa tunggu lagi Gita beranjak ke dapur, mengambil mentimun dan pisau, juga sebuah mangkok, lalu dia menuju ke kursi ruang tamu. Seluruh keluarga mengikutinya dengan penasaran, dan semua menanti dengan tegang.

 Gita membelah dua buah mentimun itu, mengeluarkan bijinya dan menampungnya dalam mangkok. Lalu dia meletakkan tangan kirinya di meja dengan telapak tangan terbuka menghadap ke atas. Lalu Gita mulai membaca surat Alfatihah tiga kali, disambung dengan ayat kursi tiga kali. Dia juga berdoa dengan pasrah, memohon kesembuhan pada Allah.

 Selesai berdoa, Gita mengambil semua biji mentimun itu dan membalurkannya ke tangan kiri sebelah atas, dilumurkan mulai pergelangan tangan sampai le sikunya secara merata hingga biji dari 2 buah ketimun itu habis, seperti semacam obat boreh luka luar.  Setelah itu Gita membalut tangan kirinya mulai dari pergelangan tangan sampai ke siku dengan perban, sampai terlihat seperti tangan patah yang dibalut.

 Semua yang dilakukan Gita itu tidak lepas dari perhatian seluruh keluarga. Mereka semakin heran, dari mana Gita bisa tau cara itu? Apakah eyang Iman yang memberitahu? Tapi sejak kapan? Tapi semua pertanyaan itu tidak pernah terjawab. 

 Dan setelah Gita selesai membalut tangannya itu, seakan tanpa dosa, Gita meraih kotak kwacinya dan mulai asyik memakannya, seperti tidak pernah ada kejadian apapun. Dan seluruh keluarga cuma bisa menggelengkan kepala. Dan Anggo kembali menelan ludah karena tidak diberi, padahal itu cuma kuaci.

 Jam tujuh malam, Gita sedang melaksanakan sholat isya yang  dilanjut doa, dan saat selesai doa itulah Gita merasakan gatal pada tangannya yang dibalut perban itu. Tanpa sadar Gita pun mengusapnya, tapi kemudian dia terpekik kaget, dan tau-tau aja jari tangannya terluka seperti digores benda tajam.

 Ketika dia meneliti balutan perban itu, dia menemukan sebatang kawat yang mencuat keluar menembus perban, dan ujung kawat sebesar lidi itu sangat tajam. Dia cepat beranjak mengambil perban dan melapisi lagi tangan kirinya, untuk menutupi kawat yang mencuat itu. Gita tidak mau keluarganya jadi kuatir ketika melihat kawat itu.

 Malam harinya, jam 10 lebih, para sesepuh sudah datang ke rumah Gita, duduk bersila membentuk lingkaran seperti biasanya. Anggita berada ditengah lingkaran, dan pak Rohani juga hadir dan bersila di belakang Gita. Suasana tampak tenang, mereka berbincang sambil menikmati minuman dan makanan ringan. Tetangga-tetangga pun juga sudah bergerombol di depan pintu dan juga pada melongok melalui jendela, mungkin dikiranya ini adalah pertunjukan debus gratis. emoticon-Hammer

 Pak Harjanto malah ngobrol dengan pak Rohani, menceritakan kemunculan eyang Iman, tentang semua maksud dan tujuan dari jin itu. Sesekali Gita menyahut mendengarkan. Pak Rohani pun berpendapat kalo eyang Iman ini adalah bangsa jin, tapi jin yang baik. Dan seluruh keluarga jadi lega, kini Gita punya pendamping yang selalu membantunya, meskipun wujudnya tak kasat mata.

 Sudah hampir jam 11 malam, tapi belum ada tanda-tanda kiriman serangan datang. Biasanya, datangnya kiriman serangan itu seperti suatu aba-aba bagi para sesepuh untuk mengawali lantunan surat ruqyah. Dan sampai saat itu Gita masih tenang-tenang saja, jadi para sesepuh pun menunggu. Kemudian tiba-tiba saja terdengar suara di dalam kepala Anggita.

Quote:


 Lalu Gita meminta tolong pada ibunya mengambilkan segelas air. Dan diapun mulai berdoa, memohon kesembuhan pada Allah, disambung dengan bacaan Alfatihah dan ayat kursi masing-masing sebanyak tiga kali. Selesai semua bacaan, Gita mulai membuka ikatan balutan perban di tangan kirinya dengan sangat perlahan.

 Semua mata tertuju pada Gita, dan semua orang jadi merasa tegang menunggu. Suasana seakan berubah jadi mencekam, tidak ada yang berani bersuara, bahkan menahan napas juga. Saat perban baru setengah dibuka, sudah ada belasan paku besar dan kecil dalam keadaan bengkok dan berkarat. Semua paku itu berjatuhan dari tangan Gita.

 Semakin terbukanya perban itu, makin banyak benda-benda berjatuhan dari tangan Gita, bercampur dengan biji-biji ketimun yang telah kering. Belasan paku, sekrup, kawat, peniti, silet pencukur, jarum-jarum, potongan besi cor, potongan seng kecil-kecil, potongan plat besi, dan semua dalam keadaan berkarat.

 Terdengar seruan-seruan tertahan dari semua orang yang berada disitu, mereka semua jadi bergidik ngeri, dan bulu tengkuk meremang, rasa takut merayapi diri masing-masing. Tidak pernah ada yang menyangka kalo benda-benda aneh dan sebanyak itu bisa berada dalam tubuh Gita.

 Saat perban itu hampir selesai dibuka, mendadak Gita membuat gerakan sangat cepat seakan menangkap sesuatu di depan dadanya. Tangannya tergenggam erat, dan saat dia membuka genggaman tangannya, tampak sebuah jarum yang berkarat, jadi ternyata Gita tadi sedang menangkap jarum yang melesat cepat ke arahnya! Lalu entah sadar atau tidak, Gita berkata seperti menggumam.

Quote:


 Kembali ruangan itu jadi riuh oleh seruan tertahan. Gita memasukkan jarum itu ke dalam gelas berisi air bening di depannya. Serta merta, air yang semula bening itu langsung jadi keruh menghitam, dan semua orang jadi tau kalo jarum itu sangat beracun! Suara seruan makin riuh terdengar. 

 Seakan tidak mendengar suara riuh itu, Gita meneruskan membuka sisa perban itu. Dan saat perban sudah terbuka, mendadak terdengar seruan keras dari Anggara, dia mengalihkan pandangan dari tangan Gita dan menutupi mukanya dengan dua telapak tangan, terlihat jelas kalau badannya gemetaran.

Quote:


 Perlahan Anggara membuka telapak tangan dari mukanya, dengan pandangan takut-takut dia melihat ke arah tangannya Gita. Nggak ada luka menganga seperti yang dia lihat tadi, nggak ada darah yang menyembur. Tangan Gita masih mulus, bahkan bekas luka pun tidak ada.

 Kengerian Anggara berubah jadi keheranan, tadi dia jelas-jelas melihat luka panjang menganga di tangan Gita, seperti habis dibelah dengan pisau besar. Tapi sekarang tangan itu masih mulus-mulus saja. Anggara jadi ragu dengan apa yang dilihatnya, apakah itu cuma ilusi saja? Bayangannya sendiri akibat dari rasa kuatirnya pada Gita?

 Tapi saat pandangan mata Anggara bertemu dengan mata Gita,dia melihat kalau adiknya sedang tersenyum, lalu Gita mengangguk seperti mengiyakan! Ini adalah pertanda kalau yang dilihat Anggara tadi benar-benar terjadi, tapi cuma dia dan Gita yang melihatnya. Anggara jadi lebih keheranan, kenapa cuma dia dan Anggita yang bisa melihat luka menganga dan darah yang tersembur itu?

 Lalu seakan nggak pernah terjadi apa-apa, Gita alihkan pandangan ke pergelangan tangannya, disitu masih ada dua benda lagi yang tidak ikut jatuh, sebuah silet dan sebuah peniti. Gita mengambil silet itu dengan ujung jarinya, dia acungkan silet itu ke depan sambil menggumam.

Quote:


 Anggita juga mencemplungkan peniti itu kedalam gelas berisi air tadi. Dan kini air dalam gelas itu benar-benar menjadi hitam pekat, bagaikan dicampuri dengan tinta hitam. Suara-suara berbisik-bisik mulai terdengar dari luar, tetangga-tetangga yang menonton mulai membicarakan apa yang mereka lihat tadi. Tapi seluruh keluarga malah merasa heran.

Quote:


 Meskipun Gita sudah menjelaskan, tapi pak Harjanto dan pak Rohani punya dugaan lain, mungkin saja eyang Iman yang memberitahu semua ini pada Gita. Lalu seakan tanpa dosa, Gita mengambil kotak kuacinya dan mulai ngemil kuaci yang asinnya luar biasa itu. Bu Ningsih sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya itu.

Quote:


 Meskipun Anggara juga punya kelebihan, tapi saat itu memang mata batinnya belum terbuka sepenuhnya, jadi dia belum mampu melihat makhluk-makhluk gaib. Dan setelah mendengar penjelasan dari pak Rohani, kini Anggara jadi ragu sendiri dengan rasa penasarannya sendiri. Mungkin sebaiknya tidak perlu tau soal makhluk-makhluk gaib itu.

 Jam 12 malam itu, semua 'kegiatan pengobatan'itupun selesai, tidak ada kiriman serangan, dan para tetua tidak jadi melantunkan surat-surat ruqyah. Mereka semua pun berpamitan, termasuk pak Rohani juga, dan para tetangga yang menonton pun ikut membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

 Seluruh keluarga memanjatkan rasa syukur yang sebesar-besarnya pada Allah. Kiriman serangan tenung itu telah berhenti, dan Gita dalam keadaan baik-baik saja. Tapi seluruh keluarga tetap berdoa minta perlindungan pada Allah,semoga nggak ada lagi kiriman serangan tenung pada Anggita.


Bersambung..



10


sulkhan1981
sampeuk
jondero
jondero dan 104 lainnya memberi reputasi
103
Tutup