- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Dendam Cinta Dari Masa Silam
TS
beqichot
Dendam Cinta Dari Masa Silam
WARNING!!!!
Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian, semua hanyalah kebetulan belaka.
Khusus untuk usia 17++
Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian, semua hanyalah kebetulan belaka.
Khusus untuk usia 17++
Prolog
Hai...namaku Aji, lengkapnya Bayu Satriaji.
Aku baru saja pulang dari PETUALANG MASA LALU
Terakhir yang kuingat, aku beserta Zulaikha dan Menik, dua jin cantik.yang selalu mendampingiku selain dari Sang Pamomong, baru saja keluar dari portal yang membawa kami pulang dari masa lalu ratusan tahun silam.
Aku memgerjapkan mataku yang silau oleh cahaya yang menyorot di atas mataku.
Ah...rupanya cahaya lampu.
Perlahan, pandangan mataku menjadi semakin jelas. Kulihat langit-langit kamar yang putih dengan lampu yang menyilaukan mataku tadi.
Di mana aku gerangan? Bukankah aku baru saja keluar dari portal yang menghubungkan masa kini dan masa lalu?
"Mas Aji.... Kau sudah sadar?" sebuah suara menyapaku.
Aku menoleh ke arah suara yang menyapaku itu. Seraut wajah cantik dengan mata yang berair, menatapku.
"Desi...?"
"Iya mas... Ini aku!" jawabnya.
"Mas Aji...!" sebuah suara lain menyapaku.
Aku menoleh ke asal suara itu..
"Anin...? Kamu kok di sini? Aku di mana?" tanyaku.
"Sebentar mas, biar aku kasih tahu bapak dan dokter.kalau kamu sudah sadar!" katanya sambil beranjak pergi.
Bapak? Dokter?
Kok bapak juga ada di sini? Dokter? Berarti aku di rumah sakit...
Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa aku ada di rumah sakit?
"Des...ini di rumah sakit?"
"Iya Mas...!"
"Kok aku bisa disini?"
"Ssttt...mas istirahat saja dulu. Kita tunggu dokter dulu!" sahutnya sambil mengelus-elus tanganku.
Saat itulah pintu terbuka, dan dua wanita dengan pakaian serba putih menghampiriku. Seorang diantaranya memeriksa nadiku, menyenteri mataku, dan menempelkan stetoskop di dadaku.
"Bagaimana dokter?" sebuah suara yang berat terdengar beetanya.
"Keadaannya normal pak! Mungkin butuh pemulihan sebentar, dan 2 atau 3 hari kemudian sudah bisa pulang!" kata bu dokter.
'Syukurlah...!" kata Bapak.
"Bapak.....!" panggilku.
"Hai..cah bagus... Bikin panik orang tua saja kamu!" kata bapak sambil mengacak-acak rambutku.
"Maaf pak... Sudah bikin khawatir bapak..!" ucapku.
"Sudahlah. Yang penting kamu sudah ga papa sekarang!" ujar bapak.
"Apa yang sebenarnya terjadi pak?" tanyaku.
"Kamu ditemukan orang terbaring di jalanan setelah hujan. Lalu dibawa ke rumah sakit ini. Lalu orang itu membuka kontak hpmu dan menghubungi bapak. Bapak dsn Anin segera kemari. Dan kamu baru sadar setelah 3 hari pingsan!" kata bapak.
Hah.3 hari? Padahal aku ada di masa lalu selama 35 hari.
Jadi apakah kejadian di masa lalu itu hanyalah mimpi di saat aku tak sadar?
Kalau memang hanya mimpi, syukurlah...
Dan aku berharap itu semua memang hanya mimpi.
Aku menoleh pada Zulaikha dan Menik yang sedari tadi berdiri di samping ranjangku.
Mereka cuma mengangkat bahu dan menggeleng. .
Yah...semoga saja semua itu hanya mimpi belaka. Kembang tidur di saat aku pingsan. .
Semoga....
Aku masih dirawat selama 2 hari, dan Desi setia memungguku jika sudah pulang kuliah.
Sementara, bapak dan Anin jika malam istirahat di kostku.
Setelah dirasa sehat, aku diperbolehkan pulang.
Bersama bapak dan Anin, kami nakk taksi menuju kostan.
Zulaikha dan Menik melayang di samping mobil.
Di kostan sudah ada pacar tersayang dan adiknya yang menunggu kedatangan kami....
Yah...aku kembali berada di jamanku. Pengalaman di masa lalu itu, entah nyata ataukah sekedar mimpi belaka?
Only time will tell.....
INDEX:
Prolog
The Begining
Naning
The Truth
Lanjutan
Naning Lagi....
Melati's Pov
Godaan Nenek Bohai
Menik's Pov
Tukang Ojek
Masalah Cewe Dino
Di Rumah Firda
Menolong Naning....
One By One
Pulang....
Di Madrasah 1
Di Madrasah 2
It's Begin...
Bingung
Masih Di Rumah Naning
Menik's Pov
Pengakuan Firda
Desi Cemburu
Pertempuran
Bendera Perang Sudah Dikibarkan
Masalah mulai bertambah
Firda's Pov
Liburan Semester
Kejadian Di Kamar Kost.....
Di Gazebo..
Tekad Naning
Pov nya Kunyil
Balada Lontong Opor
Kunyil Ember
Ditinggal.....
Pengusiran
Pulang....
Nenek Tua
Mimpi
RSJ
Pertempuran Seru
Serangan Susulan
Menuju Sumber....
Lanjutannya..
Kurnia
Sebuah Pengakuan
Interogasi
Menepati Janji
Malam Minggu
Piknik....
Di Curug
Ki Sarpa
Berlatih
Ketiduran
Kejadian Aneh
Kyai Punggel
Pagi Absurd
Pov: Naning
Latihan Di Gunung
Wejangan
Aku Dipelet?
Lebih Hebat Dari Pelet
Terusan Kemarin
Tante Fitri Yang....
She's Back
Bros
Makhluk Paling Absurd
Makhluk Absurd 2
Part Kesekian
Cowo Tajir
Jangan Buat Naning Menangis
Surprise
Kejadian Aneh
Quote:
Menghentikan Perang
Ahaha ..
Jatuh Bangun
Selaras
Mulai Dari Awal
Kembali
Rencana Bapak
Gadis Galak
Pengobatan
Sang Dukun
Sandra
A Little Bonus: Sandra's Pov
Pulang Ke Kost
Nenek Tukang Pijat
Upgrade
Si Galak Sakit
Fight....
Proyek Besar
Kesurupan Massal
Kalahkan Biangnya
Kosong
Dreamin'
About Renita
Kenapa Dengan Sandra?
Teluh
Serangan kedua
Gelud Lagi...
Hadiah Nyi Rambat
Kembalinya Trio Ghaib
Kepergian Zulaikha
Kurnia's Pov
Lanjutan Indeks
Diubah oleh beqichot 18-09-2021 12:54
xue.shan dan 199 lainnya memberi reputasi
190
389.6K
12.1K
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
beqichot
#1761
Siluman Tikus
Suara kentongan dipukul bertalu-talu terdengar di seluruh penjuru desa. Malam yang sunyi berubah menjadi sangat ramai.
Sesaat kemudian, sinar lampu senter tampak menerangi gelapnya malam.
"Ada apa ini? Kok mendadak kentongan dibunyikan dari berbagai arah?" gumamku.
"Entahlah... Mari kita lihat apa yang terjadi." ajak Sekar sambil menyeret tanganku.
Bagaimana aku harus menolak tangan halus yang menyeretku ini?
Yah, dinikmati aja deh...
Dengan dibonceng Sekar, kami menuju batas desa...
Belum lagi kami sampai ke tapal batas Desa, kami sudah melihat para peronda berlarian sambil memukuli kentongan bambu...
TUNG...TUNG..TUNG...
Mereka tampak panik, dan hampir saja mereka menabrak kami. Sekar memencet klakson berkali-kali, baru mereka berhenti.
"Ada apa Lik Diman?" tanya Sekar pada salah seorang dari mereka.
"Ada ..ada....itu..itu...!"
"Ada tikus banyak sekali...!" jawab yang lain.
"Dimana? Berapa banyak?" tanyaku.
"Di. .di sana... Di pategalan(ladang)"
"Buanyak banget...ga keitung....!"
"Iya...banyak banget.. Hiii...serem...!"
"Baik-baik, silahkan lapor pada pak Bayan dan pak Kades, biar kami memeriksa...!" kata Sekar.
Para peronda kemudian lari kembali ke arah desa sambil terus memukul kentongan tak henti-hentinya.
Sekar menarik tuas gas dalam-dalam, motor sempat melonjak dan aku hampir jatuh...
Untung aku segera meraih pinggang Sekar dan memeluknya hingga tak sampai teejatuh.
Dengan lincah, Sekar mengarahkan motornya ke arah ladang penduduk.
Tapi belum sampai ke tempat tujuan, mendadak Sekar menginjak rem dengan keras, dan motor hampir saja terpeleset karena direm mendadak.
Kepalaku membentur kepala Sekar...
JDUAGH....
"Aduhhh..... Bisa bawa motor ga sih?" tanyaku sambil mengelus-elus dahiku yang sakit.
"Ji...ji....apa itu Ji.....?????" tanyanya panik.
Aku melongok lewat atas bahu Sekar. Di bawah sorot lampu motor, aku melihat bayangan hitam sejajar tanah bergerak gerak maju menuju ke arah kami.
Apa itu?
Kutajamkan penglihatanku...
Astaghfirullah, iru tikus... Iya, tikus...
Dengan jumlah yang sangat....sangat...banyak...! Ada ratusan..eh...bukan...ribuan tikus berbagai ukuran yang berlarian ke arah kami...
Sekar tampak menggigil, mungkin ketakutan melihat sedemikian banyaknya tikus.
"Sekar..pindah belakang. Biar aku yang bawa motor...!" seruku sambil turun dari motor.
Tak ada reaksi.... Aku maju dan memandang Sekar. Badannya menggigil dan matanya melotot melihat ke arah barisan tikus itu.
Kutepuk pundaknya, dan Sekar terkaget...
"Hiii...sereemmm....!" keluhnya.
"Mundur, biar aku yang bawa motor...!" sahutku.
Sekar beringsut ke jok belakang. Pasukan tikus semakin dekat dengan posisi kami.
Aku segera naik ke atas motor, menarik tuas gas, dan secepat mungkin memutar arah motor. Setelah motor berbalik arah...
"Pegangan....!!!" seruku.
Reflek, tangan Sekar memeluk pinggangku. Kutarik tuas gas dalam-dalam. Motor dengan cepat melaju kembali ke desa.
Sesampai di rumah pak Kades, sudah banyak orang berkumpul.
Semua membawa obor yang menyala.
Begitu kami turun, kami disambut pak Kades.
"Bagaimana kondisi di sana?"
"Parah pak... Tikus berjumlah ribuan menyerbu pak."
"Wah...desa kita sudah diserbu tikus dari semua penjuru. Mungkin jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan. Bagaimana baiknya ini?" tanya pak Kades.
"Ini sudah benar pak... Kita bagi warga menuju 4 arah. Jika ada pasukan tikus, kita halangi mereka dengan api. Bawa barabg yang mudah dibakar, untuk memblokir pergerakan tikus-tikus itu agar tidak semakin maju." kataku.
"Ya, lebih baik kita coba cara itu... Lalu, selanjutnya?"
"Saya yakin, pergerakan tikus ini ada yang mengendalikan pak. Saya akan mencari sumbernya, dan mencoba bernegosiasi...!" jawabku.
"Baiklah...kita tentukan begitu saja. Para Bayan, harap memimpin warganya. Cari cara terbaik untuk menghadang laju tikus-tikus itu...!" kata pak Kades.
Semua berteriak, siap bertempur melawan pasukan tikus.
Ini benar-benar perang melawan tikus...yang jumlahnya tak terhitung
Entah darinana datangnya tikus-tikus sebanyak itu .. Aku merasakan gelagat bahwa kejadian ini pasti ada sumbernya. Ada yang menggerakkan tikus-tikus ini untuk menyerbu desa.
Mungkin ini bentuk balas dendam para tikus, karena bangsanya sudah dibantai oleh para warga dengan sadis.
Siapa benar siapa salah, tak lagi jelas.
Yang penting sekarang, adalah mencari sang pemimpin barisan tikus ini.
Dan itu menjadi tugasku... Sekar ga mampu diharapkan. Dia begitu shock melihat tikus sebanyak itu..
Maka kuserahkan Sekar pada teman-teman cewe yang berkumpul bersama bu Kades, lalu aku pergi bersama yang lain. Di tempat yang agak sepi, aku melipir dan meninggalkan rombonganku.
Di bawah sebuah pohon aku mengheningkan cipta, mohon petunjuk pada Allah SWT darimana sumber petaka ini berasal.
Dan muncul sebuah gambaran suatu tempat di luar desa, di sebelah Selatan desa, ada sosok yang besar dan hitam nampak berdiri di sana.
Tapi bagaimana caranya menuju ke sana, jika seluruh jalan tertutup.oleh barisan tikus-tikus sedemikian banyak? Masa iya aku harus berjalan melewati tikus-tikus itu?
Atau aku ke sana menggunakan sukma saja? Tapi ribet juga... Kalau ragaku ketahuan orang-orang, bagaimana?
Aku menggaruk kepalaku yang agak gatal. Mencari sebuah solusi...
Hei..kenapa ga minta tolong Menik dan Kurnia untuk membawaku ke sana saja..?
Aku segera memanggil Menik dan Kurnia. Mereka segera muncul di sampingku.
"Ada apa mas?" tanya Menik.
"Aku mau minta tolong, boleh???" tanyaku.
"Ya boleh lah mas... Apapun itu.. Ya kan Kur?"
"Iya den... Selama kami bisa...!"
"Baiklah, bawa aku ke selatan desa... Mau jalan kaki kok penuh tikus jalannya...!" kataku.
"Dih...udah gedhe kok takut sama tikus...hihi...!" ejek Menik.
"Lha tikusnya aja segitu banyak lho.. Emang kamu ga geli apa?"
"Ah...cuma segitu mah, biasa mas ..!
"Udah ah, mau nolongin apa nggak nih?" tanyaku.
"Iya mas... Sabar... Sewot amat sih...?" gerutu Menik.
Mereka segera meraih tanganku dan...,ZAAPP..
Dalam hitungan detik, kami sudah sampai di selatan desa.
Di situ, aku mulai merasakan aura yang aneh. Ini bukan aura jin... Ini aura siluman.
Hmm...asalnya dari sana.
Aku melesat ke arah asal aura tersebut. Menik dan Kurnia membayangiku di samping kanan dan kiriku.
Sampailah kami di sebuah gundukan tanah yang cukup tinggi...atau batu? Aku kurang jelas, karena gelap sekali.
Aku menyalurkan energiku ke arah mata untuk memperjelas penglihatanku.
LHADALAHHH.....ada sosok.hitam, tinggi, besar berdiri di atas gundukan itu.
Aku melihat ke atas... Matanya menyala merah, wajahnya seperti tikus, tubuhnya seperti manusia, tapi mempunyai ekor seperti ekor tikus. Di tangannya memegang cambuk...
Siluman Tikus.... Inilah sumbernya.
Setiap kali dia melecutkan cambuknya, entah darimana muncul ribuan tikus yang langsung menuju ke arah desa.
Kalau ga dihentikan, bisa penuh tikus desa Weru nantinya...
"Heii...hentikan....!!!" teriakku.
Eh...ga digubris. Nengok aja kagak... Aku dicuekin...
Segera kulambarkan energiku pada teriakan kedua...
"HEI....HENTIKAN......!!!!! DENGER GA SIH....???" teriakku.
"Hei...siapa itu? Berisik banget...cit..ciittt....!"
Eh, bisa ngomong tapi berakhir dengan suara cicitan tikus...hiii...geli.
"Hei...hentikan ulahmu ini. Apa salah kami sehingga kau kirim begitu banyak tikus...?" teriakku lagi.
"Ciitt..ciittt....kalian manusia sudah membunuhi bangsa kami....ciittt...ciittt...!"katanya.
" Salah kalian sendiri, merusak tanaman kami dengan seenaknya. Jangan salahkan kami kalau akhirnya kami marah...!!!"
"Ciitt...bangsa kami butuh makan, dan tak bisa menanam. Jadi kami terpaksa merusak tanaman kalian." katanya lagi.
"Kenapa kalian ga cari makan di hutan...?" tanyaku.
"Ciitt....makanan di hutan tak cukup.untuk kami semua....ciittt...!"
"Hmmm...hentikan serbuan ini, kalau tak ingin anak buahmu terbasmi...!" kataku.
"Tak akan.... Anak buahku tak terbatas. .ciiitt... Kalian manusia bisa apa menghadapi pasukan kami...ciittt...ciittt...!"
Hmmm....ga bisa dibilangin nih siluman. Untung gedhe, kalau kecil udah tak injek dari tadi...
"Jadi...apa mau kalian...?" aku masih mencoba bernegosiasi.
"Ciitt...membalas dendam, merusak dan mengambil sisa makanan yang ada... Biar manusia juga merasakan kelaparan...hahaha...ciittt..ciiittt...!"
Wah, jawabannya makin bikin emosi saja nih siluman.
Aku segera menghimpun seluruh energiku, mengeluarkan senjata andalan tombak pendek hitam..Kyai Cemeng, yang nampak berkilat dalam pekatnya malam.
Aku bersiap untuk menggempurnya...
Saat aku hendak menyerangnya, aku dikagetkan oleh sesuatu yang muncul di depanku.....
Ki Sardulo Seto, hadir tanpa diundang.. Tumben amat yak? Dan bikin aku terkaget-kaget melihat kemunculannya yang tiba-tiba.
"Asem....!" seruku.
"Hahaha...maaf den kalau bikin kaget...!"
Aku tambah shock... Baru kali ini kulihat Ki Sardulo Seto ketawa.
Ga ada ganteng-gantengnya... Malah serem, karena gigi taringnya jadi kelihatan semua.
"Ada apa Ki?" tanyaku setelah menata degup jantungku.
"Den Aji diam saja di sini, biar aku yang menghadapi siluman Tikus jelek ini. Khan tikus kalahnya sama kucing?" kata Ki Sardulo.
'Ki Sardulo kan macan, bukan kucing...!" sahutku.
"Yah...sebelas dua belas lah den...!"
"Tapi tikusnya gedhe banget lho Ki!"
"Ga masalah den... Silahkan.den Aji melihat saja, bagaimana aku mengalahkannya...!"
"Baiklah Ki...hati-hati...!" kataku sambil mundur menjauh dan duduk di atas swbongkah batu.
Ki Sardulo menghadapi tikus itu...
"Ciittt...kucing kecil, bakal.kulumat kau kalau berani menghalangiku...ciitt...!"
"Tikus kecil...jangan sombong. Sekarang siapa yang kecil...?" tanya Ki Sardulo Seto.
Mendadak tubuhnya bergoyang dan membesar hingga 4 kali lipat ukuran.normal.
Siluman tikus itu jadi lebih kecil sekarang, tapi tetap sajq jauh lebih besar dariku.
"Jangan kau kira aku takut padamu...ciitt...sementara kita bertarung di sini, bahan makanan para manusia...ciittt..ciitt...akan habis....hahaha...ciiitttt....!" katanya dengan jumawa.
Ah..., benar juga. Aku ga berpikir sampai di situ.
"Jangan senang dulu... Lihatlah ke sana....!" kata Ki Sardulo.
Aku ikut menengok ke arah desa..
Eh...busyet...darimana ribuan kucing dan harimau itu datang?
Tikus-tikus yang di sana kebingungan. Di depan mereka, warga membakar kayu dan dedaunan, sehingga tak bisa maju, di belakang ada kucing dan macan yang siap memangsa
Ki Sardulo memang joss lah...ahaha.
'Baj***an...!!! Kubunuh kau...ciitt...!"
Dengan penuh kemarahan, siluman tikus itu menyerang Ki Sardulo.
Sesaat kemudian, sinar lampu senter tampak menerangi gelapnya malam.
"Ada apa ini? Kok mendadak kentongan dibunyikan dari berbagai arah?" gumamku.
"Entahlah... Mari kita lihat apa yang terjadi." ajak Sekar sambil menyeret tanganku.
Bagaimana aku harus menolak tangan halus yang menyeretku ini?
Yah, dinikmati aja deh...
Dengan dibonceng Sekar, kami menuju batas desa...
Belum lagi kami sampai ke tapal batas Desa, kami sudah melihat para peronda berlarian sambil memukuli kentongan bambu...
TUNG...TUNG..TUNG...
Mereka tampak panik, dan hampir saja mereka menabrak kami. Sekar memencet klakson berkali-kali, baru mereka berhenti.
"Ada apa Lik Diman?" tanya Sekar pada salah seorang dari mereka.
"Ada ..ada....itu..itu...!"
"Ada tikus banyak sekali...!" jawab yang lain.
"Dimana? Berapa banyak?" tanyaku.
"Di. .di sana... Di pategalan(ladang)"
"Buanyak banget...ga keitung....!"
"Iya...banyak banget.. Hiii...serem...!"
"Baik-baik, silahkan lapor pada pak Bayan dan pak Kades, biar kami memeriksa...!" kata Sekar.
Para peronda kemudian lari kembali ke arah desa sambil terus memukul kentongan tak henti-hentinya.
Sekar menarik tuas gas dalam-dalam, motor sempat melonjak dan aku hampir jatuh...
Untung aku segera meraih pinggang Sekar dan memeluknya hingga tak sampai teejatuh.
Dengan lincah, Sekar mengarahkan motornya ke arah ladang penduduk.
Tapi belum sampai ke tempat tujuan, mendadak Sekar menginjak rem dengan keras, dan motor hampir saja terpeleset karena direm mendadak.
Kepalaku membentur kepala Sekar...
JDUAGH....
"Aduhhh..... Bisa bawa motor ga sih?" tanyaku sambil mengelus-elus dahiku yang sakit.
"Ji...ji....apa itu Ji.....?????" tanyanya panik.
Aku melongok lewat atas bahu Sekar. Di bawah sorot lampu motor, aku melihat bayangan hitam sejajar tanah bergerak gerak maju menuju ke arah kami.
Apa itu?
Kutajamkan penglihatanku...
Astaghfirullah, iru tikus... Iya, tikus...
Dengan jumlah yang sangat....sangat...banyak...! Ada ratusan..eh...bukan...ribuan tikus berbagai ukuran yang berlarian ke arah kami...
Sekar tampak menggigil, mungkin ketakutan melihat sedemikian banyaknya tikus.
"Sekar..pindah belakang. Biar aku yang bawa motor...!" seruku sambil turun dari motor.
Tak ada reaksi.... Aku maju dan memandang Sekar. Badannya menggigil dan matanya melotot melihat ke arah barisan tikus itu.
Kutepuk pundaknya, dan Sekar terkaget...
"Hiii...sereemmm....!" keluhnya.
"Mundur, biar aku yang bawa motor...!" sahutku.
Sekar beringsut ke jok belakang. Pasukan tikus semakin dekat dengan posisi kami.
Aku segera naik ke atas motor, menarik tuas gas, dan secepat mungkin memutar arah motor. Setelah motor berbalik arah...
"Pegangan....!!!" seruku.
Reflek, tangan Sekar memeluk pinggangku. Kutarik tuas gas dalam-dalam. Motor dengan cepat melaju kembali ke desa.
Sesampai di rumah pak Kades, sudah banyak orang berkumpul.
Semua membawa obor yang menyala.
Begitu kami turun, kami disambut pak Kades.
"Bagaimana kondisi di sana?"
"Parah pak... Tikus berjumlah ribuan menyerbu pak."
"Wah...desa kita sudah diserbu tikus dari semua penjuru. Mungkin jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan. Bagaimana baiknya ini?" tanya pak Kades.
"Ini sudah benar pak... Kita bagi warga menuju 4 arah. Jika ada pasukan tikus, kita halangi mereka dengan api. Bawa barabg yang mudah dibakar, untuk memblokir pergerakan tikus-tikus itu agar tidak semakin maju." kataku.
"Ya, lebih baik kita coba cara itu... Lalu, selanjutnya?"
"Saya yakin, pergerakan tikus ini ada yang mengendalikan pak. Saya akan mencari sumbernya, dan mencoba bernegosiasi...!" jawabku.
"Baiklah...kita tentukan begitu saja. Para Bayan, harap memimpin warganya. Cari cara terbaik untuk menghadang laju tikus-tikus itu...!" kata pak Kades.
Semua berteriak, siap bertempur melawan pasukan tikus.
Ini benar-benar perang melawan tikus...yang jumlahnya tak terhitung
Entah darinana datangnya tikus-tikus sebanyak itu .. Aku merasakan gelagat bahwa kejadian ini pasti ada sumbernya. Ada yang menggerakkan tikus-tikus ini untuk menyerbu desa.
Mungkin ini bentuk balas dendam para tikus, karena bangsanya sudah dibantai oleh para warga dengan sadis.
Siapa benar siapa salah, tak lagi jelas.
Yang penting sekarang, adalah mencari sang pemimpin barisan tikus ini.
Dan itu menjadi tugasku... Sekar ga mampu diharapkan. Dia begitu shock melihat tikus sebanyak itu..
Maka kuserahkan Sekar pada teman-teman cewe yang berkumpul bersama bu Kades, lalu aku pergi bersama yang lain. Di tempat yang agak sepi, aku melipir dan meninggalkan rombonganku.
Di bawah sebuah pohon aku mengheningkan cipta, mohon petunjuk pada Allah SWT darimana sumber petaka ini berasal.
Dan muncul sebuah gambaran suatu tempat di luar desa, di sebelah Selatan desa, ada sosok yang besar dan hitam nampak berdiri di sana.
Tapi bagaimana caranya menuju ke sana, jika seluruh jalan tertutup.oleh barisan tikus-tikus sedemikian banyak? Masa iya aku harus berjalan melewati tikus-tikus itu?
Atau aku ke sana menggunakan sukma saja? Tapi ribet juga... Kalau ragaku ketahuan orang-orang, bagaimana?
Aku menggaruk kepalaku yang agak gatal. Mencari sebuah solusi...
Hei..kenapa ga minta tolong Menik dan Kurnia untuk membawaku ke sana saja..?
Aku segera memanggil Menik dan Kurnia. Mereka segera muncul di sampingku.
"Ada apa mas?" tanya Menik.
"Aku mau minta tolong, boleh???" tanyaku.
"Ya boleh lah mas... Apapun itu.. Ya kan Kur?"
"Iya den... Selama kami bisa...!"
"Baiklah, bawa aku ke selatan desa... Mau jalan kaki kok penuh tikus jalannya...!" kataku.
"Dih...udah gedhe kok takut sama tikus...hihi...!" ejek Menik.
"Lha tikusnya aja segitu banyak lho.. Emang kamu ga geli apa?"
"Ah...cuma segitu mah, biasa mas ..!
"Udah ah, mau nolongin apa nggak nih?" tanyaku.
"Iya mas... Sabar... Sewot amat sih...?" gerutu Menik.
Mereka segera meraih tanganku dan...,ZAAPP..
Dalam hitungan detik, kami sudah sampai di selatan desa.
Di situ, aku mulai merasakan aura yang aneh. Ini bukan aura jin... Ini aura siluman.
Hmm...asalnya dari sana.
Aku melesat ke arah asal aura tersebut. Menik dan Kurnia membayangiku di samping kanan dan kiriku.
Sampailah kami di sebuah gundukan tanah yang cukup tinggi...atau batu? Aku kurang jelas, karena gelap sekali.
Aku menyalurkan energiku ke arah mata untuk memperjelas penglihatanku.
LHADALAHHH.....ada sosok.hitam, tinggi, besar berdiri di atas gundukan itu.
Aku melihat ke atas... Matanya menyala merah, wajahnya seperti tikus, tubuhnya seperti manusia, tapi mempunyai ekor seperti ekor tikus. Di tangannya memegang cambuk...
Siluman Tikus.... Inilah sumbernya.
Setiap kali dia melecutkan cambuknya, entah darimana muncul ribuan tikus yang langsung menuju ke arah desa.
Kalau ga dihentikan, bisa penuh tikus desa Weru nantinya...
"Heii...hentikan....!!!" teriakku.
Eh...ga digubris. Nengok aja kagak... Aku dicuekin...
Segera kulambarkan energiku pada teriakan kedua...
"HEI....HENTIKAN......!!!!! DENGER GA SIH....???" teriakku.
"Hei...siapa itu? Berisik banget...cit..ciittt....!"
Eh, bisa ngomong tapi berakhir dengan suara cicitan tikus...hiii...geli.
"Hei...hentikan ulahmu ini. Apa salah kami sehingga kau kirim begitu banyak tikus...?" teriakku lagi.
"Ciitt..ciittt....kalian manusia sudah membunuhi bangsa kami....ciittt...ciittt...!"katanya.
" Salah kalian sendiri, merusak tanaman kami dengan seenaknya. Jangan salahkan kami kalau akhirnya kami marah...!!!"
"Ciitt...bangsa kami butuh makan, dan tak bisa menanam. Jadi kami terpaksa merusak tanaman kalian." katanya lagi.
"Kenapa kalian ga cari makan di hutan...?" tanyaku.
"Ciitt....makanan di hutan tak cukup.untuk kami semua....ciittt...!"
"Hmmm...hentikan serbuan ini, kalau tak ingin anak buahmu terbasmi...!" kataku.
"Tak akan.... Anak buahku tak terbatas. .ciiitt... Kalian manusia bisa apa menghadapi pasukan kami...ciittt...ciittt...!"
Hmmm....ga bisa dibilangin nih siluman. Untung gedhe, kalau kecil udah tak injek dari tadi...
"Jadi...apa mau kalian...?" aku masih mencoba bernegosiasi.
"Ciitt...membalas dendam, merusak dan mengambil sisa makanan yang ada... Biar manusia juga merasakan kelaparan...hahaha...ciittt..ciiittt...!"
Wah, jawabannya makin bikin emosi saja nih siluman.
Aku segera menghimpun seluruh energiku, mengeluarkan senjata andalan tombak pendek hitam..Kyai Cemeng, yang nampak berkilat dalam pekatnya malam.
Aku bersiap untuk menggempurnya...
Saat aku hendak menyerangnya, aku dikagetkan oleh sesuatu yang muncul di depanku.....
Ki Sardulo Seto, hadir tanpa diundang.. Tumben amat yak? Dan bikin aku terkaget-kaget melihat kemunculannya yang tiba-tiba.
"Asem....!" seruku.
"Hahaha...maaf den kalau bikin kaget...!"
Aku tambah shock... Baru kali ini kulihat Ki Sardulo Seto ketawa.
Ga ada ganteng-gantengnya... Malah serem, karena gigi taringnya jadi kelihatan semua.
"Ada apa Ki?" tanyaku setelah menata degup jantungku.
"Den Aji diam saja di sini, biar aku yang menghadapi siluman Tikus jelek ini. Khan tikus kalahnya sama kucing?" kata Ki Sardulo.
'Ki Sardulo kan macan, bukan kucing...!" sahutku.
"Yah...sebelas dua belas lah den...!"
"Tapi tikusnya gedhe banget lho Ki!"
"Ga masalah den... Silahkan.den Aji melihat saja, bagaimana aku mengalahkannya...!"
"Baiklah Ki...hati-hati...!" kataku sambil mundur menjauh dan duduk di atas swbongkah batu.
Ki Sardulo menghadapi tikus itu...
"Ciittt...kucing kecil, bakal.kulumat kau kalau berani menghalangiku...ciitt...!"
"Tikus kecil...jangan sombong. Sekarang siapa yang kecil...?" tanya Ki Sardulo Seto.
Mendadak tubuhnya bergoyang dan membesar hingga 4 kali lipat ukuran.normal.
Siluman tikus itu jadi lebih kecil sekarang, tapi tetap sajq jauh lebih besar dariku.
"Jangan kau kira aku takut padamu...ciitt...sementara kita bertarung di sini, bahan makanan para manusia...ciittt..ciitt...akan habis....hahaha...ciiitttt....!" katanya dengan jumawa.
Ah..., benar juga. Aku ga berpikir sampai di situ.
"Jangan senang dulu... Lihatlah ke sana....!" kata Ki Sardulo.
Aku ikut menengok ke arah desa..
Eh...busyet...darimana ribuan kucing dan harimau itu datang?
Tikus-tikus yang di sana kebingungan. Di depan mereka, warga membakar kayu dan dedaunan, sehingga tak bisa maju, di belakang ada kucing dan macan yang siap memangsa
Ki Sardulo memang joss lah...ahaha.
'Baj***an...!!! Kubunuh kau...ciitt...!"
Dengan penuh kemarahan, siluman tikus itu menyerang Ki Sardulo.
arinu dan 75 lainnya memberi reputasi
76
Tutup