- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#766
Chapter 2.24
Spoiler for Ronde pertama:
Gemuruh langkah kaki ratusan jin hitam terdengar semakin cepat berderap kian mendekat kearah hutan ditepi bukit hutan Pujakerana. Tidak memakan waktu lama mereka pada akhirnya sampai dibibir hutan dan mendapati sang naga hitam telah terbang tinggi meninggalkan mereka menembus awan hitam diatas langit yang kelam.
Sang kapten dari para jin hitam berdecak sombong kepada para jin hitam lain, "Hahahaha, lihatlah! Naga itu saja lari kocar kacir ketakutan melihat kehebatan pasukan dari baginda Gundara! Sekarang ayo kita bantai monyet-monyet pengecut itu," Serunya lantang sembari menunjuk lurus kearah dalam hutan.
"HIIIYAAAAAH!!" Teriak para jin hitam sembari masuk kedalam hutan.
Berbondong-bondong mereka berlari melewati pohon-pohon dan semak belukar menuju kearah cahaya obor-obor yang menyala kian temaram, dengan penerangan seadanya para jin hitam mendapati bahwa tidak ada satupun jin-jin kera dari desa Raksa yang berada di tempat obor.
"Kapten mereka sudah tidak ada!" Seru salah satu prajurit jin hitam, obor-obor itu bertengger tengah terikat diranting-ranting pohon seakan ada segerombolan pasukan tengah menunggu para jin hitam.
Sang kapten jin hitam mengepalkan tangannya seraya memukul sebuah batang pohon, kapten jin hitam geram dengan situasi yang ia alami sekarang, "Kita akan berpencar menyelusuri sekitaran daerah ini!" Seru sang kapten jin hitam.
"Ta..tapi kapten, ini semua terasa seperti jebakan," pungkas salah satu jin hitam.
"Heh! Dengar baik-baik! Lebih baik kita semua terkena jebakan jin kera sialan itu daripada harus memberitahukan kepada paduka Gundara bahwa kita gagal membunuh para jin kera itu!! Palingan hanya segelintir dari kita yang terjebak, jumlah kita kan ratusan bahkan mendekati ribuan sedangkan mereka hanya puluhan, seharusnya mereka yang takut dengan kita!! Paham kau bodoh!!" Culas sang kapten dengan nada meremehkan.
Para jin hitam saling berpandangan dengan penuh keraguan yang terlukis diwajah mereka.
"KENAPA KALIAN MASIH DIAM SAJA!! BERPENCAR SEKARANG!" Geram sang kapten jin hitam.
Ratusan jin hitam itu segera berpencar kesegala penjuru hutan sedangkan sang kapten hanya berdiri ditempat obor-obor menyala, ia menunggu para pasukan bawahannya menemukan sesuatu didalam hutan.
Tiba-tiba..
Tidak memakan waktu yang lama sebuah teriakan berpendar dari kejauhan.
"Aaaaaaaa!"
Sang kapten jin tersenyum puas, "bagus .. bunuh mereka semua, jangan kasih ampun!" Gumamnya senang dengan langkah kaki pelan menuju arah suara teriakan.
Namun senyuman yang terukir indah dibibir sang kapten jin hitam itu segera berganti menjadi tatapan heran tatkala para pasukan jin hitam miliknya berlarian tunggang langgang dengan wajah ketakutan melewati dirinya.
"Hei! Ada apa? Hei!! Apa yang terjadi!" Tanya sang kapten heran.
Tanda tanya dikepala sang kapten jin hitam segera berganti menjadi tanda seru dipenuhi ketakutan tatkala disaat ia melihat sesosok mahluk tinggi berbulu putih yang berlari kearahnya dengan seringai berhiaskan darah hitam yang menetes-netes membasahi tanah, bukan hanya seekor akan tetapi lebih dari selusin Gondel berbulu putih menyergap mereka dari gelapnya hutan.
"Go..GONDEEELL!!" Teriak sang kapten histeris, ia segera berbalik arah dan mengambil langkah seribu mengikuti pasukan jin hitam yang lebih dulu melarikan diri melewati dirinya.
Dari balik awan hitam Zil menukik turun kearah bibir hutan, naga hitam itu menukik tajam dengan kepulan api yang tersimpan di dalam kerongkongannya dan seketika...
-Blaaaaaaar-
Sebuah nafas api panjang menyembur dari mulut sang naga dan membakar pohon-pohon disepanjang bibir hutan, membuat para jin hitam yang berlarian hendak keluar dari hutan terperangkap dan kebingungan.
Dilain tempat.
Gundara menatap nanar dari tanah lapang diantara kerajaan Pujakerana dan hutan tersebut, ia melihat kepulan asap hitam membumbung tinggi dari bibir hutan tempat para pasukannya berada sedangkan digerbang depan kerajaan, bendera Pujakerana terdahulu sudah berkibar disepanjang tembok menandakan kerajaan miliknya sudah ditaklukkan oleh para pasukan pembebas Pujakerana, tatapan nanarnya beralih menatap pemuda yang tengah tersenyum puas didepannya.
"Apakah kau tahu bahwa gondel berbulu putih memiliki sifat yang sama seperti serigala?! tidak seperti gondel merah yang berburu sendirian mereka berburu secara berkelompok dan uniknya ketika mereka mencium darah gondel putih lainnya akan mengamuk untuk balas dendam dan menyerang apapun yang berada di sana," seru Surya dengan senyum miring tersungging di bibirnya sembari memperlihatkan botol kosong bekas ia menaruh darah seekor gondel berbulu putih.
"Jadi ini rencanamu bocah sialan, menjebak pasukanku didalam hutan serta menduduki kerajaan milikku secara diam-diam dengan memancing ku kesini ... hehehehehahahahaGYAHAHAHA! " Seru Gundara diiringi dengan tawa lepasnya.
Surya tersenyum seraya merapal doa, sekejap bola cahaya berwarna putih mulai tercipta di telapak tangan kanannya, "permainan berakhir sekarang Gundara, aku telah menang dan kau sudah kalah telak," seru Surya sembari menggenggam erat bola cahaya tersebut hingga membentuk sebuah pedang cahaya yang berpendar disela-sela telapak tangannya.
"Kemenangan milikmu ini hanya sebuah ilusi bocah … majulah," balas Gundara dengan kuda-kuda dan gada besar miliknya yang siap bertahan dari serangan Surya.
-Tap-
-Tap-
-Tap-
Surya mulai melangkah kedepan, langkah demi langkahnya semakin cepat diiringi desir angin yang kian berhembus kencang menerpa wajahnya.
-HIAAAT-
-SLaaaaaSH-
Surya melesat melewati tubuh jin kera putih itu, sementara Gundara terdiam tanpa bisa bertahan sembari menahan sakit di tangan kanannya.
-Creeet-
Tangan kanan Gundara yang tengah menggenggam gada terputus dari lengannya dan langsung menyemburkan darah hitam pekat yang berceceran di tanah.
"AAAAAAARGGGHHH!!!" teriakan Gundara menggelegar seantero Padang sabana, ia segera bertekuk lutut sembari menahan sakit di lengan kanannya.
Setelah menebas tangan kanan Gundara Surya berbalik arah seraya berjalan perlahan kearah sang jin kera, Surya berjalan sembari menyeka percikan darah hitam yang mengenai pipi di wajahnya.
-DEG-
Tiba-tiba darah Gundara yang terciprat itu menguap menjadi sebuah asap berwarna hitam pekat dan segera menyelimuti tubuh Surya.
"Cih!!" Runtuk Surya sembari berusaha menebas energi hitam berbentuk asap yang tengah menyelimuti dirinya.
Gundara yang bersimpuh membelakangi Surya mulai berdiri dengan perlahan dan kemudian membalikkan tubuhnya seraya menatap Surya dengan tatapan dan senyuman penuh kemenangan.
Dengan pelan Gundara kembali merapalkan mantera dari balik bibirnya dan seketika darah hitam yang berceceran ditanah yang berasal dari lengannya menguap menjadi sebuah asap hitam yang pekat dan langsung menyergap tubuh Surya, membuat pemuda itu semakin terselimuti oleh energi hitam milik Gundara.
"Terima kasih kau sudah dengan mudahnya masuk kedalam jebakanku Surya, energi hitam ini disebut ajian darah hitam penjara jiwa sebuah ajian terlarang yang diberikan oleh nenekmu kepada ku tangan kanan beliau, tanpa kekuatan ini aku tidak akan mungkin menggulingkan tahta raja Pujakerana … sebentar lagi mantera ini akan merasuk kedalam tubuhmu dan kau akan sepenuhnya dalam kendaliku, hehehehe … HAHAHAHAHAHAHA!!" Seru Gundara penuh kemenangan.
Kepulan asap hitam kian menyelimuti tubuh Surya namun pemuda itu hanya berdiri terdiam dengan sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya.
"ROAAAAR!!" Sebuah raungan menggelegar diatas kepala Gundara, Zil sang naga hitam menukik tajam dan seketika membias lalu merasuk kedalam tubuh Surya bersamaan dengan kepulan asap hitam milik Gundara.
Seketika tubuh Surya kehilangan kesadaran dan terjatuh bersimpuh diatas tanah sembari menundukkan kepala, Gundara melangkah kearah senjata gada besarnya dan mengambil gada tersebut dengan tangan kirinya. Langkah demi langkah ia berjalan kehadapan Surya seakan-akan waktu berjalan perlahan dan mulai mengangkat gada besarnya keatas.
"Ratu Evelin memberikan perintah untuk membawa mu kehadapannya, namun … sepertinya ia lupa untuk menyuruhku membawamu hidup-hidup. Wahai manusia laknat, perjalananmu berakhir disini!!" Seru Gundara dengan senjatanya yang siap menerjang kearah kepala Surya.
-BAAM-
Suara dentuman keras terdengar kencang seiring dengan debur debu yang berterbangan menutupi pandangan mata, sebuah cekungan diikuti sebuah retakan besar perlahan terlihat di tanah tempat Surya berada.
Gundara mengangkat palu gadanya kembali keatas tubuhnya dan mendapati Surya sudah tidak berpijak ditempat tadi ia berada, kera putih itu menoleh cepat kekanan dan kekiri mencari keberadaan pemuda itu namun dirinya hanya menemukan kepulan debu yang menutupi pandangannya.
"KEPARAAAAT!! KEMANA LAGI BOCAH ITU PERGI!!" Dengan penuh amarah yang membuncah Gundara berteriak sekuat-kuatnya, ia mengayun-ayunkan senjata miliknya kekanan dan kekiri hingga membuat kepulan debu yang menutupi pandangannya itu tersapu pergi.
-FOOSH-
-FOOSH-
-FOOSH-
-FOOSH-
Empat bola api melesat kearah Gundara namun dengan cepat kera berbulu putih itu memutar gada besarnya dan menghempaskan keempat bola api itu dengan mudahnya, pandangan mata Gundara menatap lurus kearah bola api itu berasal dan mendapati sesosok pemuda berdiri dengan nafas terengah-engah dengan kobaran api merah menyala menyelimuti kedua kepal tangan milik sang pemuda.
"Apa yang telah kau lakukan kepada Surya!? JAWAB!!!" Tanya sang pemuda kepada Gundara dengan penuh amarah.
Gundara terdiam melihat perubahan dari pemuda didepannya dan mulai menyadari Surya yang sedari tadi melawan dirinya sudah tidak ada, atau lebih tepatnya sudah berganti dengan sosok pemuda lain, "Hehehehe … halo Senja, senang bertemu denganmu, Surya sudah MATI dan sebentar lagi kau juga akan menyusul dirinya," seru Gundara dengan seringai menghiasi bibirnya.
#Bersambung.
Sang kapten dari para jin hitam berdecak sombong kepada para jin hitam lain, "Hahahaha, lihatlah! Naga itu saja lari kocar kacir ketakutan melihat kehebatan pasukan dari baginda Gundara! Sekarang ayo kita bantai monyet-monyet pengecut itu," Serunya lantang sembari menunjuk lurus kearah dalam hutan.
"HIIIYAAAAAH!!" Teriak para jin hitam sembari masuk kedalam hutan.
Berbondong-bondong mereka berlari melewati pohon-pohon dan semak belukar menuju kearah cahaya obor-obor yang menyala kian temaram, dengan penerangan seadanya para jin hitam mendapati bahwa tidak ada satupun jin-jin kera dari desa Raksa yang berada di tempat obor.
"Kapten mereka sudah tidak ada!" Seru salah satu prajurit jin hitam, obor-obor itu bertengger tengah terikat diranting-ranting pohon seakan ada segerombolan pasukan tengah menunggu para jin hitam.
Sang kapten jin hitam mengepalkan tangannya seraya memukul sebuah batang pohon, kapten jin hitam geram dengan situasi yang ia alami sekarang, "Kita akan berpencar menyelusuri sekitaran daerah ini!" Seru sang kapten jin hitam.
"Ta..tapi kapten, ini semua terasa seperti jebakan," pungkas salah satu jin hitam.
"Heh! Dengar baik-baik! Lebih baik kita semua terkena jebakan jin kera sialan itu daripada harus memberitahukan kepada paduka Gundara bahwa kita gagal membunuh para jin kera itu!! Palingan hanya segelintir dari kita yang terjebak, jumlah kita kan ratusan bahkan mendekati ribuan sedangkan mereka hanya puluhan, seharusnya mereka yang takut dengan kita!! Paham kau bodoh!!" Culas sang kapten dengan nada meremehkan.
Para jin hitam saling berpandangan dengan penuh keraguan yang terlukis diwajah mereka.
"KENAPA KALIAN MASIH DIAM SAJA!! BERPENCAR SEKARANG!" Geram sang kapten jin hitam.
Ratusan jin hitam itu segera berpencar kesegala penjuru hutan sedangkan sang kapten hanya berdiri ditempat obor-obor menyala, ia menunggu para pasukan bawahannya menemukan sesuatu didalam hutan.
Tiba-tiba..
Tidak memakan waktu yang lama sebuah teriakan berpendar dari kejauhan.
"Aaaaaaaa!"
Sang kapten jin tersenyum puas, "bagus .. bunuh mereka semua, jangan kasih ampun!" Gumamnya senang dengan langkah kaki pelan menuju arah suara teriakan.
Namun senyuman yang terukir indah dibibir sang kapten jin hitam itu segera berganti menjadi tatapan heran tatkala para pasukan jin hitam miliknya berlarian tunggang langgang dengan wajah ketakutan melewati dirinya.
"Hei! Ada apa? Hei!! Apa yang terjadi!" Tanya sang kapten heran.
Tanda tanya dikepala sang kapten jin hitam segera berganti menjadi tanda seru dipenuhi ketakutan tatkala disaat ia melihat sesosok mahluk tinggi berbulu putih yang berlari kearahnya dengan seringai berhiaskan darah hitam yang menetes-netes membasahi tanah, bukan hanya seekor akan tetapi lebih dari selusin Gondel berbulu putih menyergap mereka dari gelapnya hutan.
"Go..GONDEEELL!!" Teriak sang kapten histeris, ia segera berbalik arah dan mengambil langkah seribu mengikuti pasukan jin hitam yang lebih dulu melarikan diri melewati dirinya.
Dari balik awan hitam Zil menukik turun kearah bibir hutan, naga hitam itu menukik tajam dengan kepulan api yang tersimpan di dalam kerongkongannya dan seketika...
-Blaaaaaaar-
Sebuah nafas api panjang menyembur dari mulut sang naga dan membakar pohon-pohon disepanjang bibir hutan, membuat para jin hitam yang berlarian hendak keluar dari hutan terperangkap dan kebingungan.
Dilain tempat.
Gundara menatap nanar dari tanah lapang diantara kerajaan Pujakerana dan hutan tersebut, ia melihat kepulan asap hitam membumbung tinggi dari bibir hutan tempat para pasukannya berada sedangkan digerbang depan kerajaan, bendera Pujakerana terdahulu sudah berkibar disepanjang tembok menandakan kerajaan miliknya sudah ditaklukkan oleh para pasukan pembebas Pujakerana, tatapan nanarnya beralih menatap pemuda yang tengah tersenyum puas didepannya.
"Apakah kau tahu bahwa gondel berbulu putih memiliki sifat yang sama seperti serigala?! tidak seperti gondel merah yang berburu sendirian mereka berburu secara berkelompok dan uniknya ketika mereka mencium darah gondel putih lainnya akan mengamuk untuk balas dendam dan menyerang apapun yang berada di sana," seru Surya dengan senyum miring tersungging di bibirnya sembari memperlihatkan botol kosong bekas ia menaruh darah seekor gondel berbulu putih.
"Jadi ini rencanamu bocah sialan, menjebak pasukanku didalam hutan serta menduduki kerajaan milikku secara diam-diam dengan memancing ku kesini ... hehehehehahahahaGYAHAHAHA! " Seru Gundara diiringi dengan tawa lepasnya.
Surya tersenyum seraya merapal doa, sekejap bola cahaya berwarna putih mulai tercipta di telapak tangan kanannya, "permainan berakhir sekarang Gundara, aku telah menang dan kau sudah kalah telak," seru Surya sembari menggenggam erat bola cahaya tersebut hingga membentuk sebuah pedang cahaya yang berpendar disela-sela telapak tangannya.
"Kemenangan milikmu ini hanya sebuah ilusi bocah … majulah," balas Gundara dengan kuda-kuda dan gada besar miliknya yang siap bertahan dari serangan Surya.
-Tap-
-Tap-
-Tap-
Surya mulai melangkah kedepan, langkah demi langkahnya semakin cepat diiringi desir angin yang kian berhembus kencang menerpa wajahnya.
-HIAAAT-
-SLaaaaaSH-
Surya melesat melewati tubuh jin kera putih itu, sementara Gundara terdiam tanpa bisa bertahan sembari menahan sakit di tangan kanannya.
-Creeet-
Tangan kanan Gundara yang tengah menggenggam gada terputus dari lengannya dan langsung menyemburkan darah hitam pekat yang berceceran di tanah.
"AAAAAAARGGGHHH!!!" teriakan Gundara menggelegar seantero Padang sabana, ia segera bertekuk lutut sembari menahan sakit di lengan kanannya.
Setelah menebas tangan kanan Gundara Surya berbalik arah seraya berjalan perlahan kearah sang jin kera, Surya berjalan sembari menyeka percikan darah hitam yang mengenai pipi di wajahnya.
-DEG-
Tiba-tiba darah Gundara yang terciprat itu menguap menjadi sebuah asap berwarna hitam pekat dan segera menyelimuti tubuh Surya.
"Cih!!" Runtuk Surya sembari berusaha menebas energi hitam berbentuk asap yang tengah menyelimuti dirinya.
Gundara yang bersimpuh membelakangi Surya mulai berdiri dengan perlahan dan kemudian membalikkan tubuhnya seraya menatap Surya dengan tatapan dan senyuman penuh kemenangan.
Dengan pelan Gundara kembali merapalkan mantera dari balik bibirnya dan seketika darah hitam yang berceceran ditanah yang berasal dari lengannya menguap menjadi sebuah asap hitam yang pekat dan langsung menyergap tubuh Surya, membuat pemuda itu semakin terselimuti oleh energi hitam milik Gundara.
"Terima kasih kau sudah dengan mudahnya masuk kedalam jebakanku Surya, energi hitam ini disebut ajian darah hitam penjara jiwa sebuah ajian terlarang yang diberikan oleh nenekmu kepada ku tangan kanan beliau, tanpa kekuatan ini aku tidak akan mungkin menggulingkan tahta raja Pujakerana … sebentar lagi mantera ini akan merasuk kedalam tubuhmu dan kau akan sepenuhnya dalam kendaliku, hehehehe … HAHAHAHAHAHAHA!!" Seru Gundara penuh kemenangan.
Kepulan asap hitam kian menyelimuti tubuh Surya namun pemuda itu hanya berdiri terdiam dengan sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya.
"ROAAAAR!!" Sebuah raungan menggelegar diatas kepala Gundara, Zil sang naga hitam menukik tajam dan seketika membias lalu merasuk kedalam tubuh Surya bersamaan dengan kepulan asap hitam milik Gundara.
Seketika tubuh Surya kehilangan kesadaran dan terjatuh bersimpuh diatas tanah sembari menundukkan kepala, Gundara melangkah kearah senjata gada besarnya dan mengambil gada tersebut dengan tangan kirinya. Langkah demi langkah ia berjalan kehadapan Surya seakan-akan waktu berjalan perlahan dan mulai mengangkat gada besarnya keatas.
"Ratu Evelin memberikan perintah untuk membawa mu kehadapannya, namun … sepertinya ia lupa untuk menyuruhku membawamu hidup-hidup. Wahai manusia laknat, perjalananmu berakhir disini!!" Seru Gundara dengan senjatanya yang siap menerjang kearah kepala Surya.
-BAAM-
Suara dentuman keras terdengar kencang seiring dengan debur debu yang berterbangan menutupi pandangan mata, sebuah cekungan diikuti sebuah retakan besar perlahan terlihat di tanah tempat Surya berada.
Gundara mengangkat palu gadanya kembali keatas tubuhnya dan mendapati Surya sudah tidak berpijak ditempat tadi ia berada, kera putih itu menoleh cepat kekanan dan kekiri mencari keberadaan pemuda itu namun dirinya hanya menemukan kepulan debu yang menutupi pandangannya.
"KEPARAAAAT!! KEMANA LAGI BOCAH ITU PERGI!!" Dengan penuh amarah yang membuncah Gundara berteriak sekuat-kuatnya, ia mengayun-ayunkan senjata miliknya kekanan dan kekiri hingga membuat kepulan debu yang menutupi pandangannya itu tersapu pergi.
-FOOSH-
-FOOSH-
-FOOSH-
-FOOSH-
Empat bola api melesat kearah Gundara namun dengan cepat kera berbulu putih itu memutar gada besarnya dan menghempaskan keempat bola api itu dengan mudahnya, pandangan mata Gundara menatap lurus kearah bola api itu berasal dan mendapati sesosok pemuda berdiri dengan nafas terengah-engah dengan kobaran api merah menyala menyelimuti kedua kepal tangan milik sang pemuda.
"Apa yang telah kau lakukan kepada Surya!? JAWAB!!!" Tanya sang pemuda kepada Gundara dengan penuh amarah.
Gundara terdiam melihat perubahan dari pemuda didepannya dan mulai menyadari Surya yang sedari tadi melawan dirinya sudah tidak ada, atau lebih tepatnya sudah berganti dengan sosok pemuda lain, "Hehehehe … halo Senja, senang bertemu denganmu, Surya sudah MATI dan sebentar lagi kau juga akan menyusul dirinya," seru Gundara dengan seringai menghiasi bibirnya.
#Bersambung.
ariefdias dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas
Tutup