Pikiranku menerawang, mencoba mengingat kembali semua peristiwa yang sudah aku dan putriku lalui. Masih teringat jelas dalam ingatanku semua peristiwa tidak masuk akal yang selalu menjadi santapanku sehari-hari. Bersinggungan dengan peristiwa gaib yang hampir membuat otakku menjadi gila!
Malam itu terasa aura mistis yang berhembus sampai membuat bulu kuduk merinding. Suasana di dalam rumah terasa begitu mencekam dan menegangkan.
Suara itu... Ya suara itu!!!
Suara denting piano mulai terdengar menggema di seluruh ruangan, seingatku piano mainan putriku sudah kumatikan dari sebelum adzan magrib berkumandang. Gendis yang sedang tertidur lelap tiba - tiba terbangun, dirinya tampak gelisah dan mulai terdengar tangisan dari bibir mungilnya.
"Aaarrghh...!!! Kenapa kalian tidak pernah berhenti mengganggu anakku? Apa kesalahan putriku terhadap kalian?"
Kehidupanku dulu berjalan normal hingga kehadiran putriku membuat semuanya berubah. Mereka sangat menantikan kehadiranmu, mereka begitu menyambutmu! Apa yang membuat mereka begitu tertarik denganmu putri kecilku?
Gendis adalah nama yang kuberikan untuk putriku tercinta. Anak yang sudah kutunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Dari awal kelahirannya, banyak peristiwa aneh yang terjadi. Kehadiran Gendis seperti sudah sangat ditunggu oleh mereka. Putriku sangat rewel, dia selalu menangis dan menjerit histeris ketakutan setiap saat.
Bagaimanakah proses perjalanan hidup Gendis selanjutnya? Bisakah ia terbebas dari semua rasa ketakutan yang selalu menghantui dirinya? Akankah putriku bisa menjalani hidup normal seperti anak kecil lainnya? Dan kapankah semua ujian ini akan berakhir?
Ini kisah Gendis anakku yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku...
Thread ini aku dedikasikan untuk putriku tercinta yang bernama "Gendis". Semoga kelak ketika dirimu sudah tumbuh dewasa, kamu bisa membaca kisah yang mama tulis berdasarkan pengalaman yang kita lewati setiap harinya. Cerita ini merupakan kisah perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya yang indS E N S O R.
Dulu aku hampir menyerah, aku sudah terlalu lelah menghadapi semua peristiwa yang tidak masuk akal. Mentalku sudah tidak kuat menghadapi semua gangguan-gangguan itu sendirian. Namun aku salah! Ternyata aku lebih kuat dari dugaanku selama ini! Itu semua karena rasa kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya tercinta.
Pesan mama untuk Gendis "Jika saatnya tiba tolong pergunakan kemampuanmu untuk membantu sesama". Enjoy the process dan ingat kamu tidak pernah sendirian! Mommy loves u!
Terima kasih ya Ndis sudah mengijinkan mama untuk menuliskan kisahmu.
Quote:
Doa dari Mas Yus untuk Gendis
Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang aku dan Gendis alami.
Untuk update diusahakan setiap hari Senin dan Kamis ( dikondisikan dengan RL).
Mohon maaf kalau susunan kalimatnya kurang enak dibaca. Karena ini pertama kalinya aku menulis cerita.
Selamat menikmati thread ini, jangan lupa ratenya, komen n ... Terima kasih.
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini Tanpa Seijin Gendis. Terima kasih
Otakku langsung berpikir cepat. Aah.. tanteku! Pasti beliau biang keladinya yang telah mengundang suamiku untuk datang berkunjung dan menginap disini! Tanteku pasti lagi memikirkan bagaimana caranya agar kami bisa rujuk!
Seharian Gendis melepas rindu bersama ayahnya. Pertemuan antara seorang ayah dengan anak perempuannya setelah berpisah selama berbulan-bulan lamanya.
Mas berusaha memenangkan hati putrinya dengan memeluk dan mencium kepala serta wajah Gendis. Suamiku juga membelikan mainan mobil-mobilan untuk Gendis. Dengan riang Gendis mengendarai mobil berwarna pink diiringi tawanya yang renyah. Meninggalkan aku sendirian dalam kamar yang bingung harus melakukan apa.
Bagiku semuanya terasa aneh. Setelah sekian lama tak bersua, hari ini aku harus melihat kembali anakku bercengkrama bersama pria yang sudah menghancurkan hatiku.
Walau tidak bisa kupungkiri, di sudut hatiku yang paling dalam, aku tersenyum tatkala melihat putriku tertawa bahagia saat sedang bercanda dengan ayahnya. Bertubi-tubi mas menghujani ciuman di wajah putriku diiringi gelak tawa Gendis disertai matanya yang memancarkan binar bahagia.
Setelah lelah bermain, Gendis tampak kelelahan dan langsung tertidur pulas. Mas menggendong putri kecilnya dan meletakkannya di ranjang tempat tidur.
"Selamat tidur putri kesayangan ayah. Ayah senang sekali bisa bermain sama Gendis. Anak ayah pintar dan cantik banget..!!" Tatap mas dengan wajahnya yang teduh mempwrhatikan putrinya yang mulai mendengkur halus.
"Ayah sayang Gendis....!!! Sayang bangeeeeeeeett.....!!! Gendis hati dan cintanya ayah...!!!" Bisiknya merdu seraya tangannya membelai rambut panjang anakku disertai sebuah kecupan hangat di keningnya.
Suamiku berdiri mematung di tepi ranjang. Ia seperti tenggelam dalam luapan suka cita saat tengah mengamati wajah anaknya yang sedang terbaring.
Mas melirik sekilas ke arahku yang sedang asik memainkan jemariku di layar ponsel.
"Kamu jangan khawatir, aku tidak akan tidur di kamar ini. Mas akan tidur di ruang tamu" ujarnya sambil berlalu meninggalkan kamar.
Sudut mataku berkerut, bagaimana mungkin orang yang paling kubenci selalu bisa membaca pikiranku???
Aku tidak membalas perkataan mas. Indra penglihatakanku tetap asik membaca kisah diary mata indigo di aplikasi KASKUS.
"Hooaammm....!!" Aku menguap dan menutup mulutku. Mataku mulai terasa berat.
Aku memandang wajah Gendis yang sedang tertidur lelap. Jemariku merapikan rambut ikalnya yang tampak basah terkena keringat. Puas memandangi wajah putriku, akupun merebahkan diri di sampingnya.
Cukup lama aku dan putriku tertidur pulas. Sampai akhirnya...
"Eeeh.. Eeehh" gumam putriku yang sedang terlelap sambil menggemeretakkan giginya.
Kuperhatikan tubuh putriku meringkuk dan bergetar diiringi suara mengigau. Terlihat peluh membasahi keningnya. Anakku terlihat gelisah.
Segera kucek remote ac, aku takut jika putriku merasa kegerahan. Suhu kamar 26°c, ruangan juga terasa sejuk dan dingin terkena hembusan ac.
"Ndis..Ndis" perlahan kucoba menggoncangkan lengan putriku agar segera tersadar dari mimpinya.
Aku tersentak.
Tubuh Gendis terasa begitu panas! Segera kuraba dahi dan telapak kaki anakku, semuanya panas!
Dengan panik segera kuambil thermometer yang berada dalam tas P3K dan segera mengukur suhu tubuh anakku yang terus meracau karena demam.
"Biip..!" Thermometer digital berbunyi menunjukkan bahwa hasil pengukuran suhu sudah bisa dibaca.
Mataku terbelalak melihat hasil yang tertera.
"42°c!"
Kulihat waktu menunjukkan pukul lima belas lewat lima menit, dengan tergesa-gesa aku mencari tante dan suamiku yang suaranya terdengar sedang mengobrol di teras.
"Ma..!! Ma..!! Gendis panas! Suhunya 42°c!! Sambil kuperlihatkan hasil suhu tubuh Gendis ke mereka.
"Loh kok bisa??" Sahut tante dan mas serentak dengan wajah terkejut.
"Ima kurang tau kenapa ma. Tadi Ima perhatikan Gendis tidurnya gelisah dan mengigau terus. Pas Ima pegang, badan Gendis panas banget!"
"Ada stock obat penurun panas?" Tanya mas dengan mimik tegang.
"A-ada mas."
"Ya sudah jangan buang waktu! Cepat kasih Gendis obat! Lalu segera kita bawa Gendis ke RS! Jangan sampai Gendis kejang!" Ujar mas dengan wajah yang tampak cemas.
"Ma, kamu jangan panik! Yang tenang!! Bangunkan Gendis pelan-pelan dan langsung ganti pakaiannya. Biar mas segera menyiapkan kendaraan!"
Aaah.. di saat-saat genting begini, suamiku masih saja memahami sifatku yang panikan dan ceroboh.
Dengan rasa kalut segera kubangunkan anakku satu-satunya.
Mata tajamnya tampak mengerjap-ngerjap saat kutepuk perlahan pipinya.
"Mama..mama" rengeknya dengan bibir memucat dan terlihat kering.
"Ndis, bangun.. minum air putih dulu yuk" seraya kutopang tubuhnya untuk duduk dan segera kuberikan segelas air putih ke bibirnya yang tampak bergetar.
"Gleek.. gleekk" alhamdulillah putriku masih mau meminum air yang kuberikan sampai tandas.
"Sekarang minum obat ini dulu ya, biar tubuh Gendis tidak terlalu panas lagi. Sambil kuberikan obat penurun panas rasa jeruk ke mulutnya."
"Ndis, badan Gendiskan lagi panas tinggi. Sekarang, mama dan ayah mau bawa Gendis ke rumah sakit. Nanti disana biar dicek sama dokter. Tolong kerja samanya ya Ndis!" Aku berusaha memberi penjelasan ke anakku.
Segera kuganti kaos putriku yang basah bersimbah peluh dengan sweater dan celana panjang abu-abu.
Anakku tampak melamun, mulutnya tampak menganga dan mengeluarkan hawa panas dari dalam mulutnya. Dengan rasa membuncah di dada, segera kubopong tubuh putriku ke dalam mobil. Aku benar-benar panik. Aku takut sesuatu menimpa putriku.
Mas mengangguk dan tersenyum tipis. Tersirat dari raut wajahnya kalau suamiku sedang berusaha menutupi rasa khawatirnya.
"Mama... Ayah" racau Gendis sambil bergantian menatap ke mataku dan ayahnya.
"Iya Ndis ini ayah dan mama. Kita ada di sini bersama Gendis" jawab mas sambil menggenggam tangan kanan Gendis.
Sepanjang perjalanan menuju RS, aku terus mendekap erat tubuh putriku. Ku genggam tangannya serta kuciumi keningnya.
"Tolong bertahan Ndis! Mama mohon Gendis harus kuat! Mama tidak mau Gendis kenapa-kenapa!" Ucapku sambil terisak-isak.
Aku membayangkan semua kemungkinan terburuk yang bisa menimpa putriku satu-satunya.
Mas menatapku dan membelai pucuk kepalaku yang saat itu mengenakan hijab biru muda.
"Kamu jangan mikir yang macam-macam! Gendis ini anak yang kuat! Putri kita itu jagoan!" Gumam suamiku sambil terus menyetir.
"Ma.. Ma.. Bird.. Bird" tunjuk Gendis ke atas langit.
Aku melihat ke arah yang Gendis tunjuk tapi tidak satupun burung yang kulihat. Hanya hamparan langit sore yang terlihat begitu cerah. Aku memandang wajah putriku.
"Apa dia sedang mengigau?"
"Bird.. Big bird..Bye..!! Bye!!" Celotehnya lagi sambil melambaikan tangannya ke langit.
"Ma..!! Bird cayang Dis!" Tuturnya seraya menunjuk memegang dadanya.
"Ooh.. Birdnya bilang begitu sama Gendis?" Aku berusaha memahami apa yang putriku lihat dan rasakan.
Entah anakku sedang meracau karena demam atau memang penglihatannya telah menembus batas dimensi lain.
Gendis langsung memeluk erat tubuhku.
"Dis..!! Mama!!" Gumamnya dengan gigi gemeretak.
"Iya sayang.. Gendis dan mama selamanya" bisikku lembut.
Tampaknya sore itu keberuntungan sedang berpihak kepada kami. Di jalan raya, kendaraan tampak begitu lenggang. Mobil kami terus berpacu di jalanan yang bebas hambatan.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, akhirnya kami sampai di RS.
Aku langsung turun di lobi dan menuju ke lantai 4 menggunakan lift. Kukihat mas langsung menyusulku dan dengan sigap segera mengurus semua keperluan administrasi.
Aku segera menuju ke ruangan dokter spesialis anak yang letaknya di ujung koridor lantai 4.
"Mama.. tuyun" pintanya dengan mata nanar dan merah. Menandakan tubuh kecilnya saat ini tengah berjuang keras berusaha melawan rasa panas yang menerjangnya.
"Ndis.. Gendis sekarang lagi di RS. Sebentar lagi Gendis mau diperiksa sama dokter. Anteng ya Ndis" pintaku pada anakku yang nafasnya nampak terengah-engah.
Beberapa kali kuperhatikan tubuhnya yang memakai sweater terlihat menggigil. Tapi Gendis tampak aktif. Begitu kuturunkan dari pelukanku, anakku mulai asik berlarian di lorong RS sambil tertawa-tawa. Seolah-olah dirinya tidak merasakan hawa panas yang sedang mendera tubuhnya.
"Putrinya sakit apa bu?" Tanya perawat yang sedang bertugas.
"Sakit panas sus."
"Sudah dicek suhunya?"
"Sudah sus! Tadi pas di rumah, saya cek suhunya 42°c!"
"Haaah..!! Suhunya setinggi itu? Sudah diminumkan obat penurun panas?" Matanya tampak melebar saat mendengar perkataanku.
"Sudah sus, tadi di rumah sudah saya berikan temp**."
Perawat yang kulihat di id cardnya bernama Yuyun tampak mengamati putriku yang masih terus berlarian di koridor RS.
"Dengan suhu setinggi ini tapi putri Ibu masih terlihat aktif ya? Tidak lemas sama sekali seperti anak lainnya?"
"Ya begitulah sus! Gendis memang tidak bisa diam" sahutku sambil terus mengamati wajah suster di hadapanku.
Gendis menghampiriku. Rupanya dia tertarik dengan thermometer berbentuk lebah yang tergeletak di atas meja.
"Bee.. Dis love bee."
"Iihh, kamu pinter banget. Sini suster cek dulu suhu tubuhnya" dengan cekatan, perawat bernama Yuyun segera mengukur suhu tubuh putriku.
"Bu, suhu putrinya sudah turun. Suhunya sekarang 40°c. Putrinya diare tidak bu?"
"Nggak sus! Gendis cuma panas saja!"
"Baik Bu!" Sahut suster sambil menulis di secarik kertas.
"Tolong tunggu sebentar ya Bu" pinta suster seraya masuk ke ruang praktek dokter spesialis anak.
"Gendis..!!" Tanpa menunggu lama terdengar suara perawat memanggil nama putriku.
Aku dan Mas segera memasuki ruang dokter. Mata Gendis berbinar saat memasuki ruangan dokter. Iris coklat mudanya melihat begitu banyak mainan di sudut ruangan.
"Sore dok" sapaku ke dokter yang masih terlihat muda dan cantik.
"Sore Bu, Pak! Mari silahkan duduk" pintanya ramah.
"Ma..ma.. giraffe" ujar Gendis kegirangan. Sambil menunjuk ke arah meja yang penuh dengan boneka.
"Ya Allah!! Badan anaknya panas banget Bu!! Tapi kok anteng ya? Nggak rewel seperti anak lainnya?" Tanyanya dengan raut wajah tercengang.
"Ya begitulah Gendis. Mungkin dia tidak merasakan sakitnya dok!"Jawabku sambil tersenyum tipis.
"Putrinya tolong segera dibaringkan di kasur biar saya periksa dulu." Perintah dokter kepadaku.
Aku segera membaringkan tubuh Gendis di atas kasur dengan ranjang motif kereta api.
"Gendis sekarang mau dicek dulu sama Ibu Dokter. Tolong anteng ya sayang."
Mata anakku memandang ke arah plafon bercat merah jambu. Mungkin dia merasa asing dengan ruangan ini.
Dengan cepat, perawat pendamping dokter segera mengukur kembali suhu tubuh Gendis. Kali ini putriku memberontak ketika tubuhnya dipegang oleh dokter dan suster. Anakku meronta-ronta diringi tangisan histeris dan mengiba memanggil namaku.
"Bu..! Pak..! Tolong bantu pegangi putrinya" pinta dokter dan perawat yang kewalahan menghadapi tendangan dan pukulan anakku.
Segera kubelai kepala Gendis " Jangan berontak sayang, cuma diperiksa sebentar sama dokter. Nggak akan sakit kok."
Sementara suamiku memegang kedua kaki anakku. Dan suster memegang tangan Gendis.
Namun usaha kami tampaknya sia-sia. Tenaga Gendis luar biasa kuatnya. Dia terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Peluh mulai terlihat muncul dari pelipis suamiku dan perawat.
"Tenaga anaknya kuat juga ya Bu, padahal usianya baru satu tahun!" Ucap perawat sambil mengelap butiran peluh yang membasahi keningnya.
Aku hanya tersenyum kecut mendengar ucapannya.
Setelah pemeriksaan yang penuh perjuangan akhirnya dokter memberi kami surat rujukan untuk segera memeriksakan darah Gendis di laboratorium. Dokter ingin memastikan apa penyebab putriku bisa panas sampai 42°. Berasal dari virus atau bakteri.
"Kamu tunggu di sini saja, biar Gendis ke Lab sama mas." Pinta suamiku agar aku menunggu mereka di depan ruang tunggu praktek dokter.
"Tapi kalau nanti Gendis berontak lagi gimana?"
"Sudah kamu tenang saja. Di ruang Lab pasti banyak suster yang membantu" mas berusaha menenangkan diriku.
Kugenggam jemari Gendis dan kutatap matanya. "Ndis tolong anteng ya kalau nanti di ambil darahnya sama perawat. Jangan ngamuk seperti tadi. Be good oke?"
Gendis melingkarkan jemarinya di leher ayahnya dan merebahkan kepalanya di bahu mas.
Ia menatap ke arahku "Bye ma!" Putriku melambaikan tangannya sambil tersenyum.
Akhirnya aku pasrah dengan keputusan mas. Aku terjebak ketakutan dikarenakan harus menunggu di ruangan yang terlihat sepi.
Dengan bergegas mas segera menggendong tubuh Gendis menuju ke ruang laboratorium.
Aku menggerak-gerakkan kaki kananku. Berkali-kali kulap tanganku yang mulai berkeringat. Padahal suhu di ruang tunggu hawanya begitu dingin.
"PRRRRAAANGG..........!!!"
Terdengar suara barang berjatuhan dari arah Lab.
Mataku dan beberapa pasang mata pasien lainnya segera memandang ke arah Lab.
"Gendis....!!!" Aku harus memastikan kalau kondisi putriku baik-baik saja!
Dengan nafas memburu aku segera berlari menuju ruangan Lab. Untung saja saat itu koridor RS tampak lenggang sehingga aku tidak begitu malu jika putriku sudah membuat kegaduhan.
"Tok..tok..tok" aku mengetuk pintu Lab. Kuputar gagang pintu dan mendorongnya ke dalam.
"MAMA..MAMA..!!" Pekik Gendis saat melihat wajahku muncul dari balik pintu. Tangannya berusaha menggapai ke arahku meminta perlindungan.
Tampaknya apa yang ku khawatirkan menjadi kenyataan. Kulihat meja Lab tampak berantakan dan beberapa barang jatuh berceceran di lantai.
Mas menatapku dengan wajah datar dan tersenyum kecil.
"Anaknya tadi ngamuk lagi Ma!"
"Tapi sudah selesai ambil darahnya? Gendis tidak apa-apakan?" Tanyaku dengan raut wajah khawatir.
"Alhamdulillah sudah selesai. Lihat ni hasilnya? Padahal sudah dibantu dipegangi sama tiga suster tapi anak kita masih bisa bikin ruangan Lab hancur berantakan!" Mas tertawa kecil.
"Maaf ya sus..!!" Dengan wajah tidak enak aku meminta maaf kepada para perawat yang bertugas di Lab.
"Nggak apa-apa Bu" Balas para perawat ramah.
"Ibu dan Bapak sudah bisa menunggu di luar. Nanti kalau hasil tes darahnya sudah selesai akan segera kami panggil" pinta perawat dengan senyum terpaksa.
"Baik sus, terima kasih banyak ya. Dan mohon maaf kalau Gendis sudah merepotkan." Sahutku tulus.
Kamipun segera keluar ruangan Lab. Dengan antusias, mas langsung menceritakan kejadian di Lab.
"Kacau banget tenaga anaknya..!!! Berontaknya parah..!! Mas kaget lihat tenaga Gendis pas ngamuk...!!! Semua yang bisa dia raih langsung dibanting. Kakinya juga menendang perawat yang memegangi tubuhnya. Untung jarum suntiknya tadi tidak patah..!!! Kata mas sambil tersenyum.
"Anak ayah hebat nih tenaganya kaya anak cowok!!' Mas terlihat bangga dengan stamina Gendis.
"Yah.. ain..ain" tunjuk Gendis ke ruang tempat bermain anak.
"Gendis mau main perosotan? Atau mau beli perosotan untuk di rumah? Biar nanti langsung ayah belikan?" Mas menuntun putriku ke ruang bermain anak. Berkali-kali kulihat mas tampak membelai rambut ikal putriku.
Walau suhu tubuhnya masih panas tapi tidak mengurungkan niatnya bermain. Wajahnya tampak tersenyum bahagia ditemani ayahnya bermain di playground. Sesekali wajah mungilnya menoleh ke arahku seraya melambaikan tangannya.
"MAMA......!!!" Teriaknya sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.
Aku tersenyum dan membalas lambaian tangannya.
"Gendis....!!!" Suara perawat menyentakkan diriku.
"Mas, Gendis sudah dipanggil" aku berteriak pelan ke suamiku yang masih mengawasi Gendis bermain.
Dengan sigap, mas langsung menggendong tubuh Gendis dan menuju ke ruang praktek dokter.
"Halo.. kita ketemu lagi. Katanya tadi ada yang ngamuk ya pas diambil darahnya?" Dokter Eli memamerkan senyumnya yang terbingkai lipstick berwarna merah muda.
"I-iya dok ! Kata mas tadi Gendis sempat berontak saat mau diambil darah" Jawabku gugup.
"Sekarang kita lihat hasil Lab nya ya" Dokter terlihat membaca angka-angka yang tertera di secarik kertas berwarna putih.
"Pak ..!! Bu ..!! Kalau dari hasil labnya semua normal. Tapi untuk jaga-jaga, saya akan memberikan obat antibiotik dan penurun panas. Jika dalam tiga hari panasnya selalu naik turun sampai melewati suhu 40°c. Tolong anaknya segera dibawa ke RS untuk dirawat! Tapi kalau suhunya naik turun sampai dikisaran 39°c, itu tidak apa-apa. Yang penting jangan sampai ada diare dan muntah. Tolong sering diberi minum air putih biar putrinya tidak dehidrasi." Papar dokter seraya memperlihatkan hasil Lab ke kami.
"Baik dok!" sahutku cepat.
"Cepat sembuh Gendis. Saya salut sama fisiknya yang masih aktif walau sedang panas tinggi" senyum dokter Eli mengembang saat melihat Gendis yang tengah asik melihat mainan di sudut ruangan.
"Gendis.. kemari nak. Ayo bilang apa sama Ibu dokter karena sudah memeriksa Gendis?" Aku segera meraih tangan putriku dan bersiap membawanya meninggalkan ruangan dokter.
"Thank you! Bye..!!! See You...!!" Gendis melambaikan tangannya ke arah dokter dan perawat.
Sambil menunggu obat yang sedang diracik oleh apoteker, Gendis terus bermain di ruang playground. Aku mengernyitkan kening memandang ke arahnya. Kenapa tubuhnya tidak terlihat lemas sama sekali? Aku saja kalau sedang demam tidak akan sanggup untuk bergerak dan lebih memilih meringkuk di atas pembaringan. Sedangkan putriku kenapa ia tidak merasakan lemas sedikitpun...???
***
Sesampainya di rumah, Gendis segera makan ayam goreng kesukaannya dan langsung aku beri minum obat. Sepertinya obat yang diberikan oleh dokter mengandung obat tidur. Tanpa menunggu lama, Gendis langsung terlelap dalam mimpinya.
"Ma, kamu istirahat saja. Biar mas yang menjaga Gendis. Nanti kalau mas cape baru kita gantian menjaganya."
Aku menatap mata suamiku dengan ragu-ragu.
"Huuuufff" aku menghela nafas panjang.
Apa ini petanda akan ada perdamaian antara aku dan suamiku?
Akhirnya akupun menyetujui saran mas. Karena kelelahan aku langsung tertidur pulas di samping putriku.
Dalam keadaan setengah sadar, aku merasakan belaian hangat di rambutku. Diiringi sebuah kecupan mesra di keningku.
"Tolong maafin mas kalau terlalu sering membuatmu menangis dan sedih."
Aku merasakan keningku basah terkena air mata yang tampaknya jatuh dari pelupuk mata suamiku.
Jantungku berdegub kencang tapi aku tetap pura-pura tertidur.
"Tuluskah air matamu ini mas? Haruskah aku mempercayai semua ucapanmu? Bisakah kita memulai semua dari awal lagi walau hanya demi Gendis?" Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam batinku.
Semalaman aku dan mas bergantian menjaga dan mengecek suhu Gendis. Alhamdulillah suhunya tidak pernah menyentuh angka 40°c. Kekompakan aku dan mas benar-bernar teruji di saat putri kami sakit.
"Gendis.. mungkin benar yang alm. Eyang katakan. Kamulah yang akan menjadi pemersatu orangtuamu..." desisku dalam hati.
***
Mentari pagi bersinar malu-malu. Cahayanya terhalang awan hitam yang berarak di angkasa. Alhamdulillah pagi harinya suhu Gendis sudah kembali normal.
Putriku tampak asik bermain bola di teras bersama ayahnya. Aku dan keluarga tante tertawa melihat tingkahnya yang sangat lucu. Rambut ikalnya terlihat bergerak kesana kemari mengikuti gerakannya saat tengah menendang bola.
"GOOLL..!! Pekiknya kegirangan sambil mengangkat ke dua tangannya.
Bola memantul ke arah meja pingpong yang ditaruh dekat pot bunga.
Tatapan tajam putriku mengarah ke meja itu. Ia melangkah mendekat dan wajahnya melihat ke arah belakang meja. Dengan senyum mengembang, putriku tampak menyapa seseorang...
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.