juneldiAvatar border
TS
juneldi
The First Kiss - Ciuman pertama selalu mematikan
  
  Sumber : Pixabay.com
The First Kiss

 

            You can have thousands kisses, but only the first one stays forever.

***

Kutaruh tubuh wanita berkulit pualam ini dengan hati-hati di sebuah ranjang empuk. Tak ada respon apa-apa, bahkan ia tak bergerak sedikit pun. Hanya napas pelan yang keluar dari hidungnya, menjadi tanda bahwa si cantik ini masih hidup. Aku beri sedikit dorongan agar tubuh itu dapat telungkup. Hatiku merasa tergerak untuk membelai lembut lehernya yang jenjang.

“Maaf, Sayang. Ini terpaksa kulakukan,” bisikku pelan di telinganya.

Sebenarnya, aku tahu ia tidak akan mampu bereaksi. Meskipun jika ia mau. Obat bius yang kusuntikkan tadi bekerja terlalu sempurna. Namun, tetap saja, aku merasa seperti berhutang penjelasan padanya. Bagaimanapun juga, ia pernah menjadi warna terindah dalam hidupku.

“Setelah dulu kau mendadak meninggalkanku, Riry adalah wanita pertama yang mampu mengobati sakit hati ini. Dia juga yang menerima ciuman pertamaku. Sesuatu yang tak pernah ada di antara kita. Apa kamu pikir, aku akan membuangnya hanya demi sebuah nostalgia usang?” Mulut ini mulai mengoceh, sambil memasang sarung tangan latexdan baju pelindung.

            Gergaji listrik kecil sudah menyala di genggaman tangan. Pekerjaan ini harus cepat diselesaikan karena masih ada beberapa hal lain lagi yang harus kulakukan. Seketika, suara deru mesin terdengar memenuhi ruangan. Tak butuh waktu lama, sprei yang awalnya berwarna putih, kini berubah menjadi merah pekat. Percikan darah juga mengenai dinding kamar vila. Setelah memastikan kepalanya benar-benar sudah terputus dari leher, langsung kumasukkan ke dalam sebuah tas olahraga.

            Kaki ini melangkah ke kamar mandi, untuk membersihkan percikan darah di tubuh. Sarung tangan latexdan baju pelindung kutaruh dalam kantong plastik. Begitu semua sudah beres, aku bergegas menuju pintu depan, dengan menenteng tas olahraga yang lebih berat daripada biasanya.

“Aku tahu apa yang harus kulakukan dengan isi tas ini.A man’s gotta do what a man’s gotta do,” gumamku.

Sesampai di luar vila, mataku berpendar ke sekeliling. Suasana sepi tak ada suara sedikit pun. Jarak satu vila dengan vila terdekat, hampir 300 meter. Tak salah lagi, lingkungan ini memang cocok bagi para pejabat untuk menyembunyikan gundik mereka.

Aku berlari kecil menuju mobil van cokelat muda yang terparkir agak jauh. Kulirik pergelangan tangan kiri, waktu menunjukkan setengah jam lewat tengah malam. Setelah berada di dalam, kulempar tas olahraga tadi ke kursi samping.

Sepertinya masih sempat untuk menguburkan ini, pikirku seiring melajukan van menuju tempat tujuan terakhir malam ini.

***

Dua puluh tahun yang lalu, saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Seorang siswi pindahan sangat menarik perhatianku. Kebetulan, kami duduk bersebelahan. Aku sendiri tak bisa menjabarkan bagian mana dari dirinya yang menyita perhatianku, yang jelas mata ini selalu terpaku memperhatikan tiap polah tingkahnya.

“Iqbal,” kataku, sambil menyodorkan tangan mengajak ia berkenalan.

Senyuman di bibir pun kubuat semanis mungkin. Berharap gadis tomboi itu membalas manja. Ternyata, harapan tak sesuai kenyataan. Ia malah melotot ke arahku

“Sakit lu, ya? Gue udah sebulan duduk di sebelah lu. Jangan perlakukan gue kayak anak baru mulu. Sialan!” bentak Rosee.

Sorry, aku cuma ngajak bercanda aja, kok,” jelasku.

“Gaya becanda lu itu aneh tau!”

You know me! I’m the wierdo in our class.

“Kenapa, sih, lu nggak bisa becanda normal kayak anak cowok lainnya? Emangnya mesti gitu, ya, jadi anak paling aneh?”

“Kalau aku gak aneh seperti ini, mungkin kamu gak bakal menyadari, kalau aku ada.”

Kali ini, kuukir senyuman lebih manis dari yang pertama tadi. Akhirnya, ada balasan senyum simpul di bibir tipis itu. Hati ini jadi berbunga-bunga.

“Apaan, sih, lu?”

Rona kemerahan di wajah Rosee tak bisa disembunyikan. Ia tampak seperti salah tingkah di depanku. Hal yang membuatnya jadi tambah menggemaskan.

“Udah, ah, nggak usah lebay gitu, deh. Gue malu, tau!”

“Tapi aku makin suka lihat wajahmu begitu. Makin naksir.”

Tiba-tiba, Kugenggam erat telapak tangannya. Ia terkejut, meski tetap membiarkan tangannya berada di genggamanku. Tak ayal, parasnya memerah seperti lobster rebus. Rosee semakin salah tingkah.

***

Tak bisa kujelaskan awal jalinan hubungan ini bermulai. Sungguh, aku sendiri pun bingung. Kadang aku bertanya dalam hati, kenapa gadis secantik dia, bisa mau. Lelaki ceking dengan level kegantengan di bawah rata-rata, ditambah kemampuan keuangan yang menyedihkan.

Ah, sudahlah, yang penting ia menerima aku apa adanya, pikirku.

Begini saja aku sudah merasa beruntung sekali. Sejak kepindahannya, hari-hariku di sekolah jadi semakin menyenangkan. Pokoknya, selama Rosee masih ada, aku menjadi murid paling bahagia. Kehidupan cintaku dengannya juga berjalan indah dan menyenangkan. Tiada hari kami lewati tanpa canda tawa, serasa seperti hidup di Surga. Hingga suatu hari naas, saat kelulusan SMP kami.

“Iqbal, gue pengen ngomong sesuatu ke lu. Empat mata,” ujarnya.

Sambil menarik tanganku menjauh dari teman-teman, ia mengajak ke belakang gedung sekolah. Aku pasrah saja mengikuti langkahnya dari belakang.

“Gue harap, lu jangan heboh dulu dengan berita yang bakal gue sampaikan nanti. Kalem aja nanti bisa, kan?”

“Ada apa, sih? Serius banget kelihatannya,” tanyaku balik.

Aku mulai merasa khawatir.

“Janji dulu, kalau lu nggak bakalan drama di sini!” Rosee mulai menaikkan nada suaranya.

“Cepetan ngomong! Caramu begini malah bikin aku jadi panik.”

“Gue nggak bakal ngomong, kalau lu gak janji dulu.”

“Iya, iya, aku janji nggak bakal heboh. Ayo, cepet ngomong!”

“Pokoknya, lu harus tenang. Dengerin gue sampai selesai ngomong.”

Rosee masih saja bicara berputar-putar. Situasi mendebarkan ini yang malah buat aku jadi panik. Jantungku serasa sudah jatuh, masuk ke lambung.

“Gue hamil!” Rosee menatap mataku tajam.

“APAA!”

Bagai dihantam godam, kalimat yang keluar dari bibir tipisnya membuatku oleng. Aku mundur beberapa langkah dan tersandar pada dinding gedung. Badanku terasa tak bertulang, terduduk di lantai.

“Hanya karena pegangan tangan?” tanyaku memastikan.

Sebelum sempat dijawab, “Baiklah, tak usah dipikirkan. Aku akan bertanggung jawab. Ternyata benar ya, pacaran itu bisa bikin hamil.”

Aku merasa lemas sekali, dahi ini mulai mengucurkan keringat dingin. Terlalu berat rasanya, kubaringkan tubuh di lantai. Sekelabat, terbayang di pikiranku kehilangan masa depan.

“HAHAHAHAHA ... “

Spontan, aku melotot ke arah Rosee yang sedang tertawa, hingga terbungkuk-bungkuk. Masih belum bisa kucerna, perubahan sikapnya.

“Lu tu ye! Jadi cowok kok cupu amat, sih. Gampang amat dikibulin.”

Gadis tomboi itu tak merasa bersalah sedikit pun, setelah membuatku hampir jantungan.

“Ya ... gak mungkin lah gue hamil, cuma gara-gara pegangan tangan doang. Lu bolos, ya, waktu pelajaran Biologi?”

Setan berwajah manis ini, semakin menjadi-jadi menertawakanku. Ia bukannya minta maaf, malah tidak berhenti mengejek.

“Sialan! Kamu itu becanda, kira-kira dong. Hampir mati aku tadi membayangkan baru tamat SMP, udah jadi seorang ayah. Ya sudahlah, kita balik yuk!”

Walaupun kesal, hati ini lega, saat mengetahui kemungkinan terburuk itu hanyalah sebatas guyonan. Kuajak ia pulang, karena sepertinya memang tak ada lagi yang hendak disampaikannya.

“Hei, nanti dulu! Gue emang mau ngomong penting tentang kita,” cegahnya.

Rosee menggenggam tanganku erat. Raut wajahnya tampak serius sekarang. Beda dengan yang tadi. Aku curiga, kalau kelegaan ini hanya akan bertahan sesaat.

“Papi ngirim gue ke Bandung, ke rumah Opa. Sekalian lanjutin kuliah di sana. Gue gak bisa nolak kemauan Papi. Jadi, kita harus putus. Gue gak yakin bisa LDR-an.”

Benar saja, berita yang ia sampaikan, bagai misil meluncur kencang ke arahku. Sesaat, jantungku berhenti berdetak. Kalimat dan tatapan tajamnya menghancurkan hati.

“Gue ngomong gini, bukan minta persetujuan lu. Keputusan gue udah bulat. Gue cuma minta lu untuk mengerti. Itu aja!”

Palu hakim sudah diketuk dan keputusan itu pun final. Vonis mustahil dapat berubah. Papi Rosee adalah tipikal orangtua yang keras. Tak ada satu orang pun yang berani menentang keinginannya. Jelas tiada yang dapat kulakukan lagi untuk membuat ia berubah pikiran.

“Baiklah! Walaupun masih ada secercah harapan dalam hatiku, akan ada sebuah keajaiban yang membuat dirimu tetap di sini. Tapi, kudoakan kamu baik-baik saja nanti di Bandung.” Hatiku tersayat saat mengucapkan kalimat ini. Perih.

Kami berpelukan lebih lama dari biasanya. Kami tumpahkan semua perasaan dalam sebuah pelukan perpisahaan. Karena, bisa saja ini akan jadi pelukan terakhir bagi kami.

***

            Akhir pekan lalu, aku mendapatkan undangan reuni akbar SMA dari Tomi, ketua alumni sekolahku. Katanya, dalam rangka merayakan ulang tahun emas sekolah. Ia memaksaku agar datang. Aku terpaksa berjanji akan menghadiri acara itu. Lagipula, sudah lama juga tidak bertemu dengan teman-teman lainnya.

Tiba-tiba saja, aku jadi teringat pada Rosee. Dua puluh tahun sudah berlalu, sejak pelukan terakhir kami dulu. Selama itu pula, aku melanjutkan hidup tanpa mengetahui perkembangan kabar Rosee.

Bahkan, kini sudah berkeluarga. Aku menikah dua belas tahun yang lalu dan memiliki tiga orang anak. Febry adalah nama wanita yang mampu mengobati luka hatiku. Sejak dirinya mampu menghapus bersih semua kenangan indah tentang Rosee di benakku. Meski, kami baru berkenalan selama beberapa bulan, cintaku tumbuh semakin subur. Tak butuh waktu lama, lantas aku memutuskan untuk meminang. Aku begitu yakin, wanita bernama Febry ini adalah jodohku.

***

            “baik! Wanita jalang sialan!” rutukku menutup panggilan telepon. Kulampiaskan kekesalan dengan menendang dinding kantor berkali-kali. Setelah tenang, kuhempaskan bokong ke sofa.

            Wanita sialan yang kumaksud adalah Rosee. Ia mengancam akan membongkar perselingkuhan kami pada istriku, jika menolak untuk ikut bersamanya pindah ke Bandung. Reuni akbar terkutuk tiga hari yang lalu, menjadi pintu baginya untuk mendapatkanku kembali. Aku yang terlalu bodoh tidak membaca semua gerakan pendekatan yang dilakukannya..

            Berawal hanya ingin bertukar kabar, obrolan kami berlanjut ke kamar hotel tempat ia menginap. Ia bercerita tentang kariernya yang melejit pesat, tetapi harus ditebus mahal dengan kegagalan rumah tangga yang ia bina. Suaminya merasa, ia terlalu larut dalam kesuksesan karier. Melupakan kewajiban sebagai istri, hingga mengabaikan kebutuhan sang suami.

Saat menceritakan itu, Rosee menangis sesenggukkan di dadaku. Dalam pembelaannya, alasan ia melakukan itu semua, justru demi memajukan ekonomi keluarga. Agar kelak, jika Tuhan menganugerahi mereka punya anak, tidak ada lagi kesusahan masalah uang. Namun, suaminya sudah merasa tidak tahan lagi. Ia kemudian menceraikan Rosee.

“Seandainya gue nikah ama lu, tentu gue bakal bahagia. Cuma lu yang bener-bener ngerti gimana gue,” bisiknya.

Rosee memandang sendu, sambil mendekatkan bibirnya ke arahku. Terbawa suasana nostalgia indah, aku menyambut sapuan lembut bibirnya dengan ciuman. Kutekan rasa bersalah dan membiarkan perselingkuhan itu terjadi.

Mungkin sekali ini tak akan membahayakan. Demi mengenang masa lalu,batinku.

***

Ternyata bagi Rosee, peristiwa malam itu bukan sekedar perselingkuhan biasa. Ia menyangka, diriku juga tidak bahagia dengan pernikahanku. Walaupun aku sudah berulang kali menjelaskan sebaliknya. Ia tak percaya, malah kini ia semakin nekat mendekatiku. Puncaknya adalah, saat ia menyuruh meninggalkan keluargaku dan pindah ke Bandung untuk hidup bersamanya.

Aku harus membereskan masalah ini sebelum semakin membesar. Istriku tak boleh sampai tahu. Kuraih iPhone dari kantong celana dan menghubungi Rosee.

“Aku minta maaf, tadi sempat meledak. Izinkan aku menebus kesalahanku. Bagaimana menurutmu, jika akhir pekan ini kita berlibur ke vila?” Aku tersenyum licik.

 

Selesai
wanitatangguh93
anton2019827
Rohmatullah212
Rohmatullah212 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
4K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
bukhoriganAvatar border
bukhorigan
#2
nice.
juneldi
juneldi memberi reputasi
1
Tutup