"Mba.. i..itu apa....?" Ujar Neng dengan mata terbelalak.
"Apaan sih Neng! Jangan bikin orang makin panik dong!"
"Sebentar, Mba jangan bergerak dulu!" Dengan jari jemari yang gemetar Neng mengambil sesuatu di bahuku.
"Liat nih, ko bisa ada beginian di bahu Mba? Dari tadi kan nggak ada apa-apa?" Ucapnya kebingungan.
Saat itu aku melihat tangan kanan Neng memegang sehelai rambut putih seperti uban yang panjangnya sekitar dua meter.
Aku terperangah melihatnya "Ya Allah ini apaan Neng? Kenapa bisa ada uban di bahuku? Dan ubannya ko panjang banget, uban siapa ini?
"Maka itu aku juga heran Mba. Dari tadi Neng perhatiin ko di bahu Mba seperti ada benang berwarna putih yang mengkilat, pas Neng amati dari dekat ternyata itu sehelai rambut berwarna putih. Rambut Mba kan pendek dan belum ubanan, nggak panjang kaya gini! Hiii..!" Serunya dengan wajah panik dan jijik.
"Pergi.. Pergi.. Jangan ganggu kami!" Ujarnya sambil membuang rambut tesebut ke lantai.
Kemudian Neng memberi saran untuk membawa Gendis ke toko mainan anak yang berada di ujung lantai empat dengan harapan tangisannya akan berhenti. Aku menyetujui usulnya namun perkiraan kami lagi-lagi salah. Tangisan Gendis tidak juga berhenti tapi malah semakin menjadi-jadi. Matanya menatap nanar ke sekelilingnya sambil terus menangis dan menjerit histeris.
Jantungku berdebar kencang disertai peluh yang mulai berjatuhan di pelipis mata. Aku sangat kelelahan karena menghadapi amukan Gendis. Jari jemarinya menjambak dengan kuat hijab biru yang aku pakai, kakinya juga terus melancarkan tendangan ke seluruh tubuhku. Dengan nafas terengah-engah aku mengajak Neng untuk segera turun ke lantai satu dengan harapan
sesuatu yang sedang dilihatnya tidak akan mengikuti lagi. Namun semua usaha kami tetap sia-sia!
Sesuatu itu tampaknya mendekat... dan semakin mendekat!
Gendis semakin histeris ketakutan, wajahnya selalu menengok ke belakang seperti melihat ada sesuatu yang sedang mengikuti kami. Bibirnya terlihat pucat dan bergetar diiringi suara tangisan yang sangat memilukan hati.
"Neng tolong telepon tante, buruan! Minta untuk segera jemput aku dan Ndis di lobi Utara! Aku sudah nggak kuat ngadepin amukan dan tangisan Gendis" pintaku dengan wajah memelas.
Nengpun langsung menelpon tante. Alhamdulillah ternyata saat itu beliau juga sedang menuju ke mall XX.
"Mba, kata tante langsung tunggu di lobi saja, sebentar lagi mereka sampai." Suara Neng terdengar ngos-ngosan karena harus setengah berlari mengikuti langkahku.
Diliputi oleh rasa ketakutan dan panik, kami bergegas menuruni setiap lantai menggunakan escalator. Semua mata pengunjung di setiap lantai memandang aneh ke arah Gendis. Mereka menatap keheranan karena mendengar suara tangisannya yang sangat kencang. Saat itu kami benar-benar menjadi pusat perhatian!
Begitu sampai di lobi, kulihat mobil tante sudah terparkir di sana. Aku langsung pamit sama Neng dan meminta maaf untuk peristiwa yang baru saja kami alami. Setelah masuk ke mobil, tangisan Gendis tetap tidak berhenti. Matanya terbelalak menatap ke atas, guratan wajahnya mengisyaratkan ketakutan yang teramat sangat.
"Ima.. Gendis kenapa? Kamu ngapain saja di mall sampai anakmu begini?" Tanya tante yang keheranan melihat tangisan Gendis.
Akhirnya kuceritakan semua tentang kejadian yang kami alami di mall.
"Sudah! Lain kali anakmu jangan dibawa kemana-mana! Lihat wajah anakmu sampai ketakutan begitu! Nangis sekejer ini tapi tidak ada air mata yang keluar sama sekali!"
Sepanjang perjalanan amukan Gendis semakin menjadi-jadi. Tubuh mungilnya meronta-ronta minta dilepaskan dari pelukan. Suara tangisan dan jeritan Gendis semakin membuat sakit telinga yang mendengarnya.
"Ciiit..!!!" Terdengar suara ban mobil di rem mendadak.
"Astagfirullah!! Ada apa Pak? Kenapa ngerem mendadak begini?" Tanya tante ke suaminya yang dari tadi hanya terdiam.
Tanpa banyak bicara, om langsung mengambil aqua yang terletak di samping pintu mobil. Mulutnya tampak komat kamit membaca doa.
"Ima, anakmu tolong gendong kesini sebentar" perintah om.
Segera kumajukan posisi Gendis ke arah om dan beliau langsung mengusapkan air putih yang telah didoakan ke wajah Gendis.
Alhamdulillah saat itu juga tangisan Gendis langsung berhenti. Matanya tampak bengkak dan sembab, bibir Gendis juga tampak bergetar karena terlalu lama menangis. Tubuhnya yang sempat mengejang perlahan-lahan mulai normal kembali. Segera kudekap tubuh mungilnya sambil kubelai rambut dan kuciumi pipinya "tenang nak, jangan takut lagi. Maafin mama ya! Gara-gara mama, Gendis jadi ketakutan begini." Bisikku pelan.
Om langsung mengemudikan mobilnya. "Untuk sementara Gendis jangan pernah diajak bepergian kemana-mana! Anakmu ini terlalu peka dengan mahluk halus, kasihan dia kalau hidupnya selalu dibayangi oleh ketakutan." Suara om terdengar menahan amarah.
Aku hanya mengiyakan ucapan om karena peristiwa tadi benar-benar membuatku trauma untuk mengajak Gendis bepergian!
Sesampainya di rumah, aku langsung ijin ke tante dan om untuk mengunjungi Eyang. Aku ingin menanyakan tentang peristiwa yang baru saja terjadi. Saat itu kulihat Bang Adi sedang menutup pintu garasi untuk supirnya Eyang yang baru saja tiba.
"Bang Adi.. Eyang ada di rumah tidak?" Tanyaku sambil menengok ke dalam rumah.
"Ada.. itu lagi duduk dekat kolam ikan yang ada di taman. Mau dianterin menemui Eyang?" Tanya Bang Adi ramah sambil tersenyum.
"Boleh Bang Adi! Ima takut nyasar kalau masuk sendirian ke dalam. Habis rumah Eyang besar banget!"
Akhirnya Bang Adi memanduku ke arah kolam ikan di taman. Dari kejauhan kulihat Eyang sedang asik menatap ikan-ikan yang berenang kesana kemari. Bibir beliau tersenyum sambil mengunyah makanan favoritnya singkong rebus! Eyang sepertinya menyadari kedatangan kami. Matanya yang dari tadi melihat ke kolam langsung menatap ke arahku dengan raut wajah menahan marah.
"Bang Adi itu muka Eyang kenapa? Ko seperti orang marah?" Tanyaku terkejut melihat perubahan raut wajahnya.
"Nggak tau Mba, perasaan tadi pas saya tinggal, Eyang lagi asik memberi makan ikan" jawab Bang Adi pelan.
Tiba-tiba Eyang berdiri dari kursi jati yang sedang ia duduki. Tangannya menuding tepat ke arahku "Kamu..! Siapa yang mengijinkan kamu masuk kemari tanpa ijin! Cepat pergi dari rumahku! Kehadiranmu tidak diterima disini!!" Terdengar suara bentakan dari mulut Eyang yang membuatku kaget setengah mati.
Tubuhku gemetar mendengar nada suara Eyang
"Ya Allah, aku salah apa sampai dibentak begini!" Batinku dalam hati.
Aku dan Bang Adi saling berpandangan dan terpaku melihat kelakuan Eyang.
"Eyang lagi marah sama siapa Bang? Perasaan aku baru sampai tapi kenapa sudah kena semprot?" Tanyaku dengan wajah polos.
Bang Adi hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak tau.
"Ima sini kamu! Eyang bukan marah sama Ima tapi marah sama yang lagi ngikutin kalian!" Akhirnya terdengar juga penjelasan dari mulut Eyang.
Aku dan Bang Adi serentak menoleh ke arah belakang tapi tidak ada seorangpun yang terlihat. Hanya ada semilir angin yang menerpa lembut wajahku.
"Ima sini duduk samping Eyang" ujarnya dengan nada suara yang mulai melembut.
Aku segera meraih kursi jati dan duduk di sampingnya.
"Adi tolong buatin Ima teh manis hangat, kasihan wajahnya terlihat pias karena mendengar bentakan Eyang."
Namun kutolak dengan halus tawaran Eyang karena aku tidak ingin berlama-lama di rumahnya.
Bang Adi lalu pamit masuk ke dalam rumah meninggalkan kami bertiga di taman.
"Kamu dari mana ndhuk? Kenapa sampai ada yang ngikutin begitu?" Tanya Eyang dengan suara yang ramah.
Kuceritakan semua peristiwa yang kualami di mall, termasuk rambut berwarna putih yang ditemukan Neng di bahuku. Eyang terdiam sambil memejamkan mata, kemudian menghela nafas.
"Itu mahluk penunggu outlet. Pemiliknya menaruh mahluk itu dengan tujuan biar dagangannya laris. Sayang pemiliknya terlalu bodoh! Dia tidak tau kalau mahluk yang dia taruh itu wujudnya sangat menyeramkan makanya outlet itu tidak ada pembelinya. Wong outletnya terlihat suram! Outletnya juga sepi dari pembeli karena pengaruh aura negatif dari mahluk tersebut! Mana ada pelanggan yang mau datang kalau aura outlet sangat gelap pekat! Lihat saja sebentar lagi outlet itu akan tutup dan bangkrut! Pegang ucapan Eyang!"
"Memang wujudnya seperti apa Eyang? Sangat menyeramkankah? Soalnya tadi Gendis tampak sangat ketakutan sampai suara tangisannya mengundang perhatian pengunjung di mall?" Tanyaku penasaran.
"Wujudnya seram ndhuk, tidak enak dilihat! Mahluk itu tinggi besar dengan rambut dan kuku yang panjang, mata merah menyala dan ada taring di sela-sela bibirnya. Untung rambut itu sudah dibuang kalau tidak mahluk itu akan terus mengikuti Gendis!"
"Alhamdulillah.. Terus mahluk tadi pergi kemana Eyang?"
"Mahluk itu sudah Eyang suruh kembali ke pemiliknya! Kasihan cucuku pasti tadi sangat ketakutan ya?" Eyang mengulurkan tangannya berusaha menggendong Gendis tapi tangan mungilnya menepis tangan Eyang dan mulai terdengar tangisan dari bibirnya.
"Waduh kenapa nggak mau digendong Eyang? Memang Eyang seram jugakah?" Serunya sambil terus berusaha ingin menggendong Gendis namun tidak berhasil.
"Kenapa mahluk itu mengikuti kami sampai kesini Eyang? Kamikan tidak mengganggu dia? Bukannya mahluk itu sudah ditugasin untuk menjaga outlet bukan malah menakut-nakuti pengunjung?"
"Aura anakmu ini bagai magnet untuk
mereka , membuat
mereka ingin mendekat. Aura Gendis sangat menyejukkan bagi
mereka namun sebaliknya, aura dan wujud
mereka malah membuat Gendis tidak nyaman dan takut."
Aku menghela nafas pelan, akhirnya aku sudah mendapatkan jawabannya! Diriku tidak akan penasaran lagi dengan kejadian tadi siang.
"Ya sudah Eyang, terima kasih untuk penjelasannya, Ima pulang dulu ya. Alhamdulillah kalau mahluk itu tidak mengganggu Gendis lagi."
"Kalau ada apa-apa langsung datang ke rumah saja ndhuk. Jangan sungkan-sungkan karena Gendis sudah Eyang anggap seperti cucu sendiri."
Akupun dan Gendis segera bergegas pulang ke rumah.
*****
Sesampainya di rumah, aku langsung mengirim pesan ke Neng. Kuceritakan semua yang Eyang ucapkan. Neng hanya membalas
"We'll see, yang penting Gendis tidak kenapa-kenapa Mba."
Aku juga mengirim pesan ke suamiku memberitahu tentang peristiwa yang terjadi di mall. Namun jawabannya malah acuh tak acuh.
"Gendis mungkin kurang suka diajak ke mall. Dia tidak nyaman karena itu pertama kalinya dia pergi ke pusat perbelanjaan makanya dia menangis terus!" Mas tampak tidak tertarik dan tidak peduli dengan kejadian yang menimpa anaknya.
"Huff.. Mas sampai kapan kamu tidak akan percaya kalau anakmu ini berbeda?" Sambil kuhempaskan tubuhku ke kasur. Aku berusaha memejamkan mata namun terasa sangat sulit.
Akhirnya kuraih handphone yang tergeletak di samping meja tempat tidur dan segera kubuka aplikasi KASKUS. Jariku mengetik tentang anak indigo. Aku penasaran ingin tau apa rasanya menjadi mereka, dunia mereka yang selalu bersinggungan dengan mahluk gaib. Mungkin dengan begitu aku bisa lebih memahami apa yang Gendis lihat dan rasakan. Dari semua kisah indigo yang kubaca, mayoritas mereka mendapat penolakan dari orangtua dan lingkungan sekitar. Banyak yang tidak mempercayai ucapan mereka bahkan ada juga yang dibawa ke psikiater oleh orangtuanya untuk mendapatkan bantuan medis. Yang sangat menyedihkan, mereka sering dianggap sakit jiwa ketika menceritakan apa yang mereka lihat.
Sedang asik browsing tiba-tiba ada satu threat yang menarik perhatianku, penulisnya menggunakan id
@jeniussetyo09. Dia menulis tentang tipe anak indigo beserta kemampuan dan masalah yang mereka alami. Wajahku berbinar, muncul secercah senyum di sudut bibirku!
Bingo, akhirnya aku menemukan bahan referensi untuk mendidik Gendis! Siapa yang menyangka itulah awal perkenalanku dengan seseorang yang bernama Mas Yus. Sesosok orang yang kemudian hari banyak membantuku untuk lebih memahami tentang Gendis. Kupandangi wajah Gendis yang saat itu tertidur pulas, kubisikan dengan lembut ke telinganya "Mama akan menjadi Ibu, teman sekaligus sahabat untuk Gendis. Tolong percaya sama mama ya sayang, jangan pernah menyimpan bebanmu sendirian."
Aku lantas tertidur di samping Gendis, tubuhku butuh istirahat untuk persiapan nanti malam begadang menemani putri kecilku.
Hari ini adalah hari keempat setelah peristiwa yang terjadi di mall, terdengar notif masuk ke handphoneku. Tertulis nama dilayar "Neng."
"Tumben ini anak mengirim pesan, ada apaan pikirku?"
Begitu ku cek ternyata Neng mengirim sebuah foto outlet makanan yang berdempetan dengan outlet petshop di mall XX. Ku perhatikan outlet makanan itu dulunya adalah bekas outlet yg penunggunya sudah membuat Gendis menjerit ketakutan, tapi kenapa sekarang malah berganti menjadi outlet makanan? Tidak lama terdengar pesan masuk.
"Mba bener kata Eyang, tuh outletnya udah tutup dan diganti sama outlet makanan! Jadi Gendis aman kalau diajak ke sini lagi" ketiknya sambil menyisipkan emoticon love.
"Eh iya ya Neng, outletnya udah diganti tapi dari kapan? Aku masih trauma Neng kalau harus ajak Ndis ke mall lagi. Aku masih takut dengan peristiwa kemarin."
"Nggak tau Mba dari kapan outletnya berganti kepemilikan. Ini aja aku kaget pas lagi jalan sama Aa ,nggak sengaja naik ke lantai empat mau ngeliat outlet yang sudah bikin kita semua panik . Eh, pas kulihat ternyata outletnya sudah tutup. Hebat tuh ramalannya Eyang! Sudah dulu ya Mba, aku mau lanjut jalan lagi." Balasnya singkat.
Hatiku bertanya
"ko bisa secepat itu outletnya tutup!" Sudahlah yang penting anakku selamat, tidak diganggu mahluk menyeramkan itu lagi!
Setelah dua minggu menginap di rumah tante, aku memutuskan untuk pulang ke rumah karena Mas memberi kabar kalau besok akan pulang. Kebetulan juga besok sore bertepatan dengan jadwal ruqyah Gendis.
Keesokan harinya ketika aku sedang berada di dalam mobil arah perjalanan pulang ke rumah, terdengar dering di handphoneku. Kulihat di layarnya tertulis nama "Mas". Segera kuangkat telephonenya karena takut ada sesuatu yang penting.
"Assalamu'alaikum Ma" terdengar suaranya dari seberang sana.
"Wa'alaikumsalam Mas, kamu lagi dimana? Kenapa terdengar hening?'
"Mas sudah di rumah Ma. Oh iya, Mas cuma mau memberitahu kalau Mas tadi menemukan ular hitam lagi di tangga. Posisinya sama persis seperti ular hitam yang kemarin" terangnya dengan suara yang tenang.
"Allahu Akbar.. pekikku terkejut. Kenapa bisa ada ular lagi?" Tanyaku keheranan.
"Entahlah Mas juga heran tapi tenang saja tidak ada kejadian aneh yang terjadi di rumah. Kebetulan tadi pas turun dari taxi ada Pak Tugiman lagi duduk di pos, dia yang membantu Mas mengangkat koper . Ya sudah langsung suruh mampir saja ke rumah sekalian cobain oleh-oleh. Nah, sehabis Mas cuci kaki di kamar mandi, terdengar suara desisan yang berasal dari arah tangga. Begitu disamperin ternyata ada ular hitam lagi. Akhirnya Mas minta tolong Pak Tugiman untuk mengambil dan membuangnya ke sungai." Ceritanya tanpa ada rasa panik dan takut.
"Ya Allah kenapa lagi ini, berarti sudah dua kali ada ular hitam masuk ke rumah. Semoga tidak ada peristiwa mengerikan yang akan terjadi ya. Memang ularnya tidak mencoba menyerang ketika ditangkap?"
"Alhamdulillah ularnya anteng dan tidak menyerang . Bismillah saja, ini Pak Tugiman masih di rumah. Kita lagi asik ngopi di teras sambil makan otak-otak yang terkenal dari Sulawesi" terdengar ada suara orang tertawa disamping suamiku.
"Alhamdulillah kalau tidak apa-apa. Ya sudah, aku lagi di mobil nih sebentar lagi sampai rumah" sahutku cepat.
"Assalamualaikum" aku segera mengakhiri pembicaraan.
Tante melirik ke arahku "Mama dengar tadi kalian bahas ular? Ular apaan lagi?" Tanyanya sambil terus menyetir.
"Iya Ma, Mas dan Pak Tugiman menemukan ular hitam lagi di tangga. Aneh banget nggak sih ma? Sudah dua kali rumah kemasukan ular hitam dan setiap ada kejadian ini selalu bertepatan saat aku dan Gendis sedang tidak berada di rumah?" Desisku pelan.
"Semua kejadian aneh yang menimpa kalian itu terjadi setelah lahirnya Gendiskan? Dulu tidak pernah ada kejadian aneh begini! Mama jadi penasaran sebenarnya anakmu ini kenapa?" Tanya tante sambil melirik sekilas ke arah Gendis yang sedang kupangku.
"Entahlah Ma, Ima juga bingung. Selalu saja ada kejadian aneh yang menimpa Gendis. Syukurnya sekarang Gendis tidak pernah menangis lagi setiap malam. Paling dia hanya melek dan ngoceh sendirian sampai subuh." Jawabku sambil mencium kepalanya.
Tiba-tiba aku teringat Eyang, segera kuraih handphone dan mengirim pesan ke nomer istrinya. Kuceritakan perihal ular yang tadi Mas temukan di tangga. Setelah menunggu selama sepuluh menit terdengar nada pesan di handphoneku yang berisi balasan dari istri Eyang.
"Mama Gendis kata Eyang tidak usah takut. Ular itu jelmaan dari yang menunggu di rumah Mama Gendis. Rumahnya dia memang di tangga. Eyang bilang Insya Allah sebelum meninggal akan datang ke rumah Mama Gendis. Yang sabar ya." Isi pesan dari Ibu S.
"Meninggal.. meninggal, kalimat itu terus yang sering Eyang ucapkan. Apa manusia bisa tau kapan ajal akan menjemput?" Tanyaku dalam hati.
Setibanya di rumah, tante menemui Mas dan Pak Tugiman di teras. Setelah berbasa basi sebentar, beliau segera pamit pulang.
"Waah Gendis sudah pulang, enak ya tinggal di rumah kakek dan nenek?" Suara Pak Tugiman heboh.
"Sini Gendis di gendong sama Ayah, Ayah kangen banget nak." Tangan Mas terulur ingin menggendong Gendis namun tangan kecilnya dengan sigap menepis uluran tangan Mas.
"Eh kok nggak mau di gendong sama Ayah? Padahal Ayah bawain oleh-oleh yang banyak untuk Gendis!" Ujar Mas yang berusaha mencium pipinya, namun lagi-lagi wajahnya melengos menolak untuk dicium ayahnya!
Pak Tugiman hanya tertawa melihat kelakuan Gendis yang selalu menghindari Mas.
"Mas Dedi, mungkin Gendis lupa sama sampeyan karena terlalu sering ditinggal pergi ke luar kota" kelakar Pak Tugiman berusaha mencairkan suasana.
Mas hanya tersenyum dan terus berusaha memeluk Gendis. Namun usahanya sia-sia. Hanya penolakan yang Mas dapatkan! Mata Gendis menatap tajam ke ayahnya, tatapannya penuh dengan rasa kebencian!
"Kenapa mata Gendis menatap ke Mas Dedi seperti sedang melihat musuh ya?" Tanya Pa Tugiman sambil terus menatap Gendis dengan wajah keheranan.
"Di badan Mas banyak jinnya kali makanya Gendis nggak mau di sentuh sama ayahnya" sahutku asal-asalan.
Terlihat perubahan di wajah Mas saat mendengar ucapanku. Dia langsung menunduk mengalihkan pandangan. Mungkin Mas merasa tersinggung! Tapi kenyataannnya memang seperti itu. Buktinya Gendis tidak mau disentuh sama sekali oleh ayahnya. Pasti ada hal aneh yang sedang Gendis lihat pada diri Mas!
Pak Tugiman kemudian pamit pulang sambil mengucapkan terima kasih untuk oleh-oleh yang sudah diberikan. Adzan ashar berkumandang, kami pun segera bersiap- siap untuk melakukan ruqyah.
Tepat ba'da ashar, Umi dan Pa ustad datang ke rumah. Setelah berbasa-basi, segera kuceritakan tentang ular yang tadi Mas temui di tangga serta peristiwa yang terjadi di mall.
Sambil menunduk Pa Ustad berkata "Tetap ikhtiar dan berserah diri kepada Allah. Jangan pernah putus asa dengan semua ujian yang menghampiri keluarga kalian. Insya Allah semua ada jalan keluarnya" nasehat beliau bijak.
Akhirnya proses ruqyah dimulai, Gendis mulai gelisah dan terus menolak saat ingin digendong oleh Mas. Tubuh kecilnya melakukan perlawanan. Dia tidak ingin tubuhnya disentuh sama sekali oleh ayahnya! Setelah bersusah payah akhirnya Gendis berhasil di gendong Mas. Suara tangisan langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan. Matanya menatap iba ke arahku dan tangannya berusaha menggapai meminta pertolongan. Aku hanya bisa menatapnya dengan perasaan sedih. Sebenarnya hatiku tidak rela mendengar tangisannya.
"Tolong yang kuat dan sabar ya Ndis..." bisikku pelan.
Bersambung