Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

open.mindedAvatar border
TS
open.minded
ILLUSI
Quote:


Quote:


Quote:
Polling
0 suara
menurut penghuni kos disini.. kalian mau kisah gw kaya gimana? (bisa milih banyak!!)
Diubah oleh open.minded 08-01-2022 11:27
junti27
gocharaya
muhammadabiyyu
muhammadabiyyu dan 202 lainnya memberi reputasi
191
2M
5.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
open.mindedAvatar border
TS
open.minded
#4304
Her Human
“Di, gamasuk kerja lo?” tanya Recht di chat HP gw

“Nyet(Gak). Dirumah. Istirahat. Relaxing.” Balas gw ke chat dia

“Ohh. Padahal ada yang mau meeting ama lo hari ini.”

“Tunda besok.”

“Okay Brod.”

“......”

“Jarang jarang lo stress kaya gini. Mau gw pinjemin escort gw? Namanya Lika, a model, high quality shit, dan akan menerima apapun yang lo mau lakuin ke dia”

“Fuck off.”

Gw tutup aplikasi chat dan gw lempar hp ini ke samping gw. Kalau masalah perempuan dan entertainment, Recht memang juaranya, dan si sialan ini terkadang peka di saat yang salah. Gw sandarkan punggung gw ini lalu menghisap cerutu yang sudah gw nyalakan 15 menit yang lalu. Ahhh, sebuah Hoyo de Monterrey, import langsung dari cuba, memang sesuai dengan harganya, dapat melepaskan tekanan yang menekan kepala gw sejak kedatangan keluarga nyokap yang tiba tiba ini.

Gw tatap cerutu yang gw apit di jari tangan kanan gw ini. Sudah berapa lama sejak gw menghisap sebatang Monterrey? Terakhir yang gw ingat adalah saat ayah dan bokap nya Timur sedang berkumpul di Tanjung Pinang. Gw ingat sekali hari itu, tepatnya pada malam hari, di pinggir pantai, dihangatkan oleh api unggun dari tong kosong yang dalamnya dibakar, ayah yang seang asiknya menikmai cerutu ini, menawarkannya ke gw, gw masih ingat ekspresi ayah dan yang lain saat tertawa melihat eksperi gw yang tersedak asap cerutu ini. Good times.

Gw lupa apa yang gw rasakan saat itu, namun gw yakin, hari hari yang gw jalani itu penuh dengan penantian dan ambisi yang tak terduga. Sekarang? Apa yang gw rasakan? Gw pun tidak mengerti. Jika ini yang disebut orang – orang sebagai sebuah kehampaan, mungkin ini lah rasanya. Buat apa gw bekerja? Siapa yang gw kejar? Buat apa gw hidup?.....

Hening

Gw gelengkan kepala gw sekencang kencang nya. Selalu, setiap bertemu nyokap, pikiran gw kacau kaya gini. Ditambah dengan tadi pagi nyokap lebih memilih Valli yang menjadi guide di hari terakhir mereka di Moscow. Jadilah sekarang kegiatan gw hanya duduk di balkon apartment memandangi pemandangan Moscow yang terguyur hujan sangat deras ini diemani oleh 1 kotak cerutu.

Terdengar suara pintu depan apartmen gw terbuka. Mungkin Anastasya sudah pulang dari sekolahnya, berarti sudah hampir 5 jam gw duduk seperti ini tanpa melakukan hal apapun. Gw hembuskan asap yang gw hisap lalu meneguk coke yang berada di samping kiri gw ini sambil berkata untuk Anastasya.

“se vozvrachenim (Selamat datang.). Gimana harimu di sekolah?” ucap gw tanpa melihat ke belakang.

Tidak ada jawaban, yang ada hanya suara langkah kaki yang menuju ke arah tempat gw terduduk disini. Sesaat kemudian gw merasakan goncangan di sofa gw, menandakan ada orang yang duduk di samping kanan gw. lalu tiba tiba, tubuh gw diserang oleh hangatnya pelukan manja seseorang, Valli.

“Valli disini.” ucapnya terpendam di dada gw

“Hm? Baru kira kira 5 jam sejak aku ninggalin kamu dengan mamah. Mereka lanjut sendiri?”

“Nay. Mereka sudah masuk ke bandara.” balasnya masih menekan kepalanya ke dada gw.

“Serius? Dikit banget dong yang dikunjungin? Kan ada banyak tempat di kota ini, seenggaknya bisa makan waktu seharian, sampai malam.”

“..mmhhmmm... kamu tau ga? Tempat apa aja yang dikunjungi mamahmu?”

“tempat bersejarah sih biasanya. Mamah suka relic of the past.”

“Mungkin. Tapi hari ini mamahmu hanya mengunjungi tempat tempat yang kamu kunjungi setiap hari.”

“Maksudmu?”

“Universitasmu, gedung tempat kerja mu, taman tempat kamu sering duduk sendiri, tempat kita pertama kali berkencan, tempat Anastasya sekolah, apartmentku tempat kamu sering nginep. Restoran sandwhich dan kebab kesukaanmu. Semuanya tentangmu Di.”

Gw terdiam mendengar penjelasan yang ia berikan. Benar kata Ayah, apapun yang terjadi, mamah pasti akan terus mempedulikan gw. Tapi kenapa? Kenapa hati dan otak gw terus menolak atas realita itu, apa yang ada di hati dan otak gw simpan adalah bagaimana ayah telah dikhianati oleh mamah karena menceraikan ayah. Sebuah dosa yang tidak termaafkan, sebuah tabu yang tidak akan hilang. Kenapa cara pikir seperti ini tidak bisa gw ubah?

“Apa yang ibu kamu lakukan sehingga kamu bisa sebenci itu dengan dia Adi?” tanya Valli

Gw menatap ke bawah, terlihat rambut kecoklatan dia yang mulai gw usap. Valli perlahan, melonggarkan pelukannya, ia mengangakat kepalanya, membuat tatapan mata abu abu bertemu dengan mata gw. Oh betapa indahnya tatapan matanya. Namun ada sebuah emosi yang belum pernah gw rasakan terpancar dari dia saat ini. Sebuah ketakutan.

“Apa kamu bisa membenciku sebesar itu? Apa yang harus aku hindari agar kamu tidak membenci aku seperti kamu membenci ibumu?”

Mata abu abu nya mulai memerah perlahan. Gw memejamkan mata sejenak untuk menghela nafas tenang. Kenapa Valli sangat memikirkan hal ini? kepala gw bertanya tanya.

“Apakah kamu akan membunuh ibuku?” tanya gw.

“APA!? Maksudku, tentu saja tidak, tapi pertanyaanmu sangat ran-“

“Apakah kamu akan menyakiti Anastasya? Timur? Dan orang orang yang dekat denganku?” tanya gw lagi

“NO! Tidak akan!”

“Kalau begitu aku tidak akan pernah membencimu seperti itu. Tidak akan.”

“.....”

“Dan Valli..”

“Ya?”

“Jika kamu sudah merasa aku tidak mempedulikanmu, jika kamu merasa tidak puas dengan perlakuanku selama ini, jika kamu merasa tersiksa dengan hubungan ini. Jangan ragu untuk pergi, dan putuskan hubungan ini. Kamu tidak perlu terikat dengan orang yang membuat mu tidak nyaman dan merasa tersiksa.” Ucap gw sambil mengusap rambutnya kembali.

Mata Valli terbuka lebar. Terlihat betapa terkejutnya dia dengan perkataan gw. Pupil abu-abunya bergetar. Air mata mulai menetes dari mata indahnya itu. Emosinya pun berubah, dari takut, terkejut, sedih, dan yang terakhir, amarah. Tangan Valli yang melingkar didada gw, mulai berpindah ke arah kerah kaos yang gw kenakan. Ia menggenggamnya sangat erat, gw bisa rasakan leher gw mulai tercekik. Valli mengangkat kepalanya, terlihat mata abu-abunya dengan penuh amarah. Dan tanpa gw sangka, iya mengayuhkan kepalanya kebelakang, lalu menghantamkan kepalanya dengan kepala gw.

Sejenak mata gw hanya bisa melihat sinar putih, otak gw seperti di reboot, antara, kaget, trauma, dan sakit menyerang secara bersamaan. Momen selanjutnya, Valli menarik kerah gw ke arah kepalanya lagi, namun kali ini, tidak sampai hantaman kepala seperti yang gw perkirakan. Kepala kami hanya berhadapan antara satu sama lain, dahi kami bersentuhan, jarak antara mata gw dan mata dia mungkin hanya 2-3cm. Dan yang paling penting gw bisa merasakan amarah Valli yang begitu besar, amarah yang belum pernah ia keluarkan selama gw mengenalnya.

“Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu!?”
“Kamu pikir apa yang kurasakan ini hanya hal semu yang tidak nyata hah?!”
“Apa yang kamu pikirkan Di!? Apa?!”
“Kamu pikir, aku hanya seorang wanita yang murahan yang bisa ganti ganti laki-laki jika aku tidak suka dengannya?!”
“Aku cinta kamu Di! Aku cinta kamu!! Apakah kamu punya perasaan yang sama?!”
“Tau ga?! Apa yang kusadari setelah mengantar ibumu seharian tadi?! Aku sadar, aku sadar, kalau aku hanya tau kamu dalam permukaan saja! Aku tidak tau apa perasaanmu, aku tidak tau apa yang kamu pikirkan, aku tidak tau apa yang kamu takuti, aku tidak tau apa yang kamu impikan.”
“Aku tidak tau apa yang kamu pikir tentang diriku!”
“Apa kamu cinta padaku Di?! Apa kamu punya rasa yang sama apa yang aku rasakan ke kamu?!

Bertubi tubi pertanyaan dari mulut Valli menyerang gw. Air matanya mulai membasahi muka gw. Gw juga bisa merasakan, sebuah rasa kecewa dari intonasi nada bicara yang Valli keluarkan. Gw pun tidak tau kenapa keadaan bisa menjadi seperti ini, namun gw berusaha membiarkan Valli untuk melepaskan semua emosi yang ia pendam terlebih dahulu.

“Jawab Di! Jawab!”

Teriakan Valli menyadarkan gw dari pikiran gw sendiri. Gw tatap matanya, untuk memastikan apakah ia masih mempunyai kata kata yang ingin dikeluarkan. Setelah memastika memang dia membutuhkan jawaban, Gw menarik nafas dalam dalam untuk menenangkan pikiran gw.

“Pertama tama, aku tidak bermaksud untuk merendahkan mu Valli, kalau kamu merasa seperti itu. Aku minta maaf.”
“sebagai pria, aku berusaha sebisa mungkin untuk melaksanakan tugas ku sebagai pasangan yang baik.”
“Sebagai pria aku berusaha sebisa mungkin membuat pasanganku nyaman dan tidak terganggu.”
“Namun, semua itu hanyalah dari perspektifku saja, aku tidak tau jika apa yang nyaman dimataku, berarti tidak nyaman di matamu.”
“Aku hanya berharap, jika kamu merasa sudah tidak nyaman berada disisiku, aku ingin kamu tau, kamu tidak punya obligasi apapun untuk tetap bertahan.”

Mata Valli terbuka lebar, rasa terkejutnya sangatlah besar, sampai gw bisa merasakan tangannya bergetar di kerah gw. Air matanya menetes kembali. Kali ini gw benar benar tidak mengerti kenapa semua ini bisa terjadi. Bukankah apa yang gw katakan benar? Gw berikan dia kebebasan untuk datang dan pergi jika sudah merasa tidak nyaman di sisi gw.

“Omong kosong apa yang kamu katakan, Dii?!”
“Omong kosong macam apa ini?!”
“Kamu kira hubungan ini adalah pekerjaan yang harus kamu kerjakan dengan benar?!”
“Kamu kira adalah pekerjaanmu untuk memfasilitasi aku dan kenyamanan ku dalam hubungan ini?”
“Kamu kira, dalam hubungan ini, tugasmu hanya memberi, memberi dan memberi!?”
“Kamu sadar ga?! Apa yang kamu katakan tadi hanya betapa kamu harus berusaha untuk membuatku nyaman?!”
“Kamu sadar ga? Apa yang kamu katakan tadi, tidak ada satupun ekspektasi apa yang kamu harus dapatkan dari aku?”
“Hubungan ini bukan satu sisi Di!”

Valli menggoyang goyangkan kerah gw dengan kencang. Sepertinya memang apa yang gw katakan salah baginya. Step selanjutnya mungkin gw harus meminta maaf atas semua perkataan gw yang membuat dia sedih seperti ini.

“Kamu cinta aku gak sih Di?”

“Omong kosong macam apa yang kamu katakan? Tentu saja aku cinta kamu Val.”

“Definisikan ‘Cinta’ dalam kamus seorang Adi.”

“Rasa percaya terhadap seseorang, rasa bahwa orang yang kusuka adalah partner yang tepat untuk hidup kedepan, rasa bahwa orang yang kusuka pantas untuk dipertahankan.”

“... itu... bukan lah cinta, Adi. Itu hanya logika mu yang berbicara. Hubungan ini bukan bisnis....”

“Itu yang kurasakan, bukankah cinta itu luas? Hm?”

“Apa yang kamu harapkan dariku?”

“...... Aku... hanya mengharapkan kamu saja...”

“Lebih spesifik, apa yang kamu harapkan dari aku dalam hubungan ini?”

“...............”

“Ha..... hahahahaha.... lihatkan Di? Inilah yang kamu rasakan kepadaku. Tidak ada!”

“..............”

“Apakah kamu seorang manusia Di?Karena aku tidak pernah bertemu manusia sekosong dirimu.” Ucap Valli.

Valli melepaskan genggaman eratnya dari kerah gw. Ia menatap gw untuk terakhir kalinya dengan mata abu-abunya itu. Valli membalikkan badannya lalu mengambil tas kecilnya diikuti dengan langkah cepatnya untuk keluar dari apartment gw. Terdengar suara pintu tertutup dengan keras.

Gw pun menyandarkan badan gw ke sofa ini. Apakah ini akhir dari hubungan kita? My first break up?


wakazsurya77
bonita71
sormin180
sormin180 dan 38 lainnya memberi reputasi
39
Tutup