Siang itu aku mendapat kabar kalau suamiku sedang dalam perjalanan pulang setelah tugas di luar kota selama tiga minggu. Hatiku sangat senang mendengarnya. Akhirnya di rumah, aku tidak cuma berdua bersama Gendis. Aku berharap dengan kepulangan Mas, suasana di rumah tidak terlalu menyeramkan lagi.
Akhirnya Mas tiba di rumah diantar oleh taxi bandara. Sambil menggendong Gendis, kusambut suamiku. Begitu kami masuk ke dalam rumah, terlihatlah pemandangan ayunan Gendis yang sedang bergerak-gerak sendiri. Aku langsung berkata "Tuh, Mas lihat sendirikan kalau ayunan sebesar itu bisa gerak-gerak sendiri?"
Mas cuma melirik sekilas ke arah ayunan yang posisinya saat itu saya taruh di ruang tamu "Aaah.. cuma ketiup angin itu makanya bisa goyang-goyang sendiri. Sudah kamu jangan mikir yang aneh-aneh! Mulai sekarang coba ubah pola pikirmu pakai logika!"
Saat itu aku cuma terdiam karena diriku lagi malas berdebat, tetapi dalam hatiku berkata "Loh pada awalnya aku juga pakai logika tapi kalau kejadiannya seperti ini setiap hari ya tandanya ada yang ga beres!"
Gubraaak.. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara yang sangat kencang dari lantai atas. Suara benda jatuh atau tepatnya dibanting. Aku langsung meminta Mas untuk mengecek ke ruangan di atas. Aku terlalu takut mendekati anak tangga dan naik ke atas, bagiku wilayah daerah tangga hawanya sangat menyeramkan!
Dengan langkah tak bersemangat Mas langsung menuju ke tangga dan menuju ke lantai dua. Tidak lama kemudian ia turun dan berkata "Ngga ada apa-apa di atas, tidak ada barang yang jatuh. Semua masih tersusun rapi dan bersih."
Dahiku mengerenyit mendengar ucapannya. "Terus itu tadi suara apa Mas? Suaranya kenceng banget kaya benda jatuh, kamu juga dengarkan?"
Sambil duduk di kursi ruang tamu, Mas berucap "Mungkin itu suara jendela yang tertiup angin, angin di luar kan lagi kencang banget".
Hatiku membatin "angin.. Angin katanya? Jelas-jelas jendela di lantai atas selalu dibiarkan tertutup dan terkunci rapat.'
Lagi-lagi aku mengalah jika harus beradu argumen dengan Mas, kulakukan ini biar tidak terjadi pertengkaran. Rasanya aneh kalau baru ketemu malah harus bertengkar. Setelah itu suasana di rumah berjalan tanpa ada gangguan sama sekali sampai malam tiba.
Saat itu menjelang Magrib dan Mas sedang menemani Gendis di kamar utama dan aku sedang shalat di kamar belakang. Tiba-tiba mulai terdengar suara dari mainan mobil-mobilan yang berjalan, diikuti dengan suara musik yang keluar dari baby walker.
Aku yang baru selesai shalat langsung menuju ke ruangan tempat mainan-mainan tersebut berada. Bulu kudukku meremang, terasa ada semilir angin mengelus lembut tengkukku! Suasana di rumah auranya mulai berbeda. Tiba-tiba terdengar suara cekikikan anak kecil yang tertawa girang, kulihat mainan boneka Gendis yang disusun di tiang mulai berayun-ayun sendiri. Awalnya gerakannya sangat pelan tapi semakin lama semakin kencang diiringi suara cekikikan yang semakin membuat jantung berdegub kencang.
Disaat aku sedang mengamati aktivitas mereka, dari dalam kamar terdengar suara tangisan Gendis dan terdengar suara braaak... Seperti suara benda yang terjatuh. Aku bergegas menuju ke kamar dan segera menggendong Gendis yang saat itu berada di kasur, aku berusaha menenangkan tangisannya.
Setika itu sudut mataku melihat ke arah sapu lidi yang biasanya berada di atas lemari, tiba-tiba sudah tergeletak di lantai.
"Mas ko bisa sapu lidinya terjatuh ke lantai? Kan posisinya tadi di atas lemari?" Tanyaku penuh keheranan.
"Tau tuh tadi tiba-tiba saja sapu lidinya jatuh dari atas lemari, mungkin ketiup angin", ujarnya tanpa menoleh sedikitpun.
"Tidak mungkin Mas, masa sapu lidi bisa jatuh sendiri karena tertiup angin? Berat loh sapunya!" Tungkasku memberi argumen.
"Ya mungkin saja! Sudah kamu jangan sampai berpikir macam-macam, apalagi kalau sampai berpikir sapu itu jatuh karena setan! Jangan mulai lagi membahas hal yang tidak masuk akal, hal yang tidak penting bagi saya!"
"Ta.. Tapi tadi Mas mendengarkan suara cekikikan anak kecil yang sepertinya sedang asik bermain? Suaranya terdengar dari ruang tengah, di tempat mainan Gendis berasal. Mas juga dengarkan suara mainan mobil-mobilan dan suara musik dari baby walker?" Ujarku penasaran.
Suamiku menatap ke arahku dengan pandangan sinis sedangkan saat itu aku sibuk harus menenangkan tangisan Gendis. Mas menarik nafas panjang... "Harus berapa kali aku harus bilang ke kamu untuk merubah pola pikirmu? Iya Mas memang mendengar suara mainan yang bunyi, mungkin mainan itu rusak? Jangan apa-apa semua disangkut pautkan dengan hal gaib! Kalau suara tawa anak-anak, Mad malah tidak dengar sama sekali, mungkin itu cuma halusinasi kamu saja, kamu mungkin terlalu lelah makanya selalu berfikir yang macam-macam!"
"Tapi Mas kalau mainan itu rusak kenapa mainan itu cuma berbunyi setiap menjelang maghrib dan tengah malam? Kenapa seperti ada yang memainkannya? Dan suara tawa anak-anak kecil itu aku dengar dengan sangat jelas! Aku memang cape tapi tidak mungkin aku sedang berhalusinasi! Aku tidak suka menghayal!" Pekikku tertahan.
"Sudahlah kalau kamu tidak mau mendengar suara mainan Gendis , besok biar semua mainannya akan Mas sumbangkan ke orang lain saja. Biar otakmu tidak berpikir macam-macam lagi. Mas itu pulang ingin istirahat bukan untuk mendengarkan cerita aneh." Ujarnya dengan nada yang mulai tinggi. Akhirnya akupun terdiam, aku malas ribut!
Saat itu bukan hanya mainan mobil-mobilan dan musik dari baby walker yang berbunyi tapi semua mainan yang ada di ruang tv dan ruang tamu serempak berbunyi semua.
Sambil terus menggendong Gendis yang terus menjerit histeris, aku melangkah tergesa menuju ke ruang tv. Mataku nanar mengamati semua mainan satu persatu. Emosiku mulai tersulut dengan dada terasa sesak menahan emosi yang siap meledak! Aku menggigit bibir, mengumpulkan keberanian.
"Rese lw!! Ganggu anak gw aja, emang salah anak gw apa sama lw!! Teriakku lantang!
Kalau mau pinjem mainan ya pinjem aja tapi jangan bikin anak gw nangis!"
Percuma, teriakanku tak mereka gubris! Aku sangat berharap mereka mau mendengar ucapanku saat itu dan segera menghentikan aktifitasnya tetapi tetap saja mainan itu asik mengeluarkan bunyi khasnya masing-masing, diiringi tangisan dan lengkingan Gendis yang meraung-raung.
Mungkinkah aku hanya berhalusinasi seperti ucapan Mas? Tidak, tidak mungkin! Mas juga bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri!
Malam harinya suasana di rumah semakin mencekam. Seperti biasa menjelang pukul dua puluh tiga lewat lima menit, mulai terdengar suara tangisan dari bibir anakku dan kali ini diiringi suara mainan yang berbunyi dari arah dapur.
Suamiku yang saat itu sedang tertidur pulas sampai terbangun. Dia sangat marah mendengar tangisan Gendis. Tangisannya dibilang mengganggu waktu istirahatnya, "Berisik, mas cape pengen tidur tau!" Ketusnya sengit.
Saat itu juga aku langsung lawan ucapannya " Kalau nggak mau mendengar tangisan Gendis ya sudah kamu bisa tidur depan tv atau di kamar belakang" , balasku tak kalah sengit. Namun Mas tidak bergeming, masih dengan posisi tiduran, ia malah membelakangi kami sambil menutup kupingnya dengan bantal.
Sakit.. Hati ini sakit mendengar ucapan dan sikapnya. Tidak bisakah kamu berempati sedikit kepada puterimu? Seandainya Gendis bisa bicara, dia pasti juga tidak menginginkan hal ini terjadi. Gendis pasti juga lelah karena harus terus menangis. Gendis pasti juga mau istirahat, ingin tidur dengan nyenyak tanpa menghadapi gangguan dari mereka. Hati Gendis pasti juga sedih karena melihat mamanya yang tidak bisa beristirahat karena harus selalu menenangkan tangisannya setiap saat.
Gendis.. Gendisnya mama.. Mama kuat karena rasa sayang mama begitu besar ke kamu. hanya kamu yang bikin otak mama tetap waras. Kalau bukan sama mama terus siapa yang mau merawat kamu puteriku? Gendis cuma mau digendong sama mama, kamu cuma merasa nyaman berada di pelukan mama...
Dan malam itu akhirnya aku memutuskan untuk tidur di ruang tamu bersama Gendis. Ki banting pintu kamar dengan kencang, dalam hati ku berkata "Bodo amat kalau tetangga mendengar pertengkaran kami, aku tidak peduli jika besok harus menjadi omongan mereka lagi"! Saat itu rasa takutku berubah menjadi amarah. Aku benar-benar tidak peduli lagi dengan gangguan-gangguan mereka.
"Kenapa kalian hanya mengganggu Gendis? Kenapa tidak mengganggu suamiku? Aku persilahkan kalian untuk menampakan wujud kalian ke suamiku! Dan tolong bikin Mas ketakutan.. ketakutan yang sama seperti yang putriku rasakan" batinku.
Tapi permintaanku tidak berhasil, mereka tampaknya lebih tertarik dengan Gendis dari pada harus menakut-nakuti Mas! Hal itu malah membuat hatiku menjadi semakin kesal! Padahal aku sangat berharap agar saat itu mereka mau mengganggu suamiku. Menunjukkan eksistensinya kalau mereka itu ada, mereka itu nyata!
Alhamdulillah tidak lama kemudian pikiranku mulai kembali normal dan aku tersadar. Kalau fokusku seharusnya untuk Gendis bukannya malah berpikir yang macam-macam. Kemudian terlintas dipikiranku, bagaimana caranya agar membuat Gendis tetap merasa aman, nyaman dan disayangi. Cuma aku yang lebih paham tentang perasaannya karena akulah Ibunya. Malam itu seperti biasa kulewati sambil menggendong dan memeluk Gendis yang terus menangis sampai adzan subuh berkumandang.
Keesokan paginya Mas pamit harus pergi ke kantor karena ada beberapa data yang harus dia serahkan ke pihak HRD. Tapi aku tak menggubris ucapannya, aku terlalu asik memandangi wajah Gendis yang saat itu sedang tertidur lelap.
Hatiku masih diliputi rasa amarah karena kejadian semalam. Ditambah lagi pagi ini Mas tidak menunjukkan empatinya sama sekali. Tidak ada permintaan maaf yang terucap dari bibirnya sama sekali atas kejadian semalam.
Saat itu aku cuma bisa berdoa agar secepatnya Mas segera tugas ke luar kota. Toh percuma juga ia berada di rumah tapi tidak pernah peduli dengan aku dan anaknya.
Mas boleh berkata apapun tentangku, aku akan menerima semua ucapannya dengan senang hati. Tapi kalau sampai mas cuek dengan Gendis. Tidak peduli dengan semua kejadian aneh di rumah yang selalu membikin Gendis menangis, maka dia akan menjadi musuhku! Sedihnya saat itu pikiran Mas hanya diisi oleh pekerjaan, Mas tenggelam dalam dunianya sendiri! Tenang Gendis, kamu tidak akan pernah sendirian! Mama akan selalu ada disampingmu untuk mendengarkan semua ketakutan-ketakutanmu.
Siang itu setelah Mba Ani menyelesaikan pekerjaannya. Tinggallah aku berdua Gendis di rumah.
]Huufff... Semoga hari ini tidak ada kejadian aneh ya Ndis, gumamku dalam hati. Aku mempunyai kebiasaan setiap hari wajib membacakan Gendis buku cerita, dan siang itu di ruang tamu, aku asik membacakan kisah-kisah Nabi ke anakku tersayang.
Gendis asik mendengarkan ceritaku sambil sebentar-sebentar terdengar celotehnya yang tidak jelas, dia juga menatapku dengan tatapan matanya yang tajam. Kemudian dia tersenyum, senyumnya terlihat sangat menawan. Senyumnya bisa membuatku melupakan amarah di hati.
Sedang asik-asiknya membacakan buku tiba-tiba mataku menatap keanehan. Boneka itu.. Boneka barbie yang berada tepat disamping kepala Gendis.
Bukannya tadi kepalanya menatap ke arah depan? Kenapa sekarang berubah? Se-sepertinya kepala boneka itu bergerak? Aku semakin mempertajam penglihatanku ke arah boneka barbie tersebut.
Apa aku salah lihat? Apa benar kata suamiku kalau aku selalu berhalusinasi? Tidak!! Tidak mungkin aku gila! Tidak mungkin aku halu! Otak ini masih waras dan aku sadar betul kalau saat ini sedang melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kepala boneka barbie itu benar-benar bergerak. Kepalanya mulai bergerak secara perlahan-lahan menyeringai ke arahku!!!
Bersambung