si.matamalaikatAvatar border
TS
si.matamalaikat
Mengapa Parasut Milik TNI Berlubang ?
Ada dua parasut yang ane ketahui digunakan oleh TNI dalam latihan penerjunan, pertama ada parasut free fall, parasut ini berbentuk kotak. Biasanya digunakan untuk misi infiltrasi, agar bisa mendarat di titik tertentu secara akurat. Karena di desain agar bisa mendarat secara tepat, maka parasut ini sepenuhnya dapat dikendalikan. Sementara untuk operasi lintas udara yang memerlukan penerjuanan pasukan dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat, maka digunakan parasut static.

Parasut ini terhubung dengan tali static yang diikatkan dengan kabel baja pada pesawat. Ketika penerjun melompat, tali ini secara otomatis akan membuka parasut. Bentuk parasut ini adalah bundar, mirip seperti mangkok terbalik. Parasut static tidak bisa dikendalikan secara maksimal seperti jenis parasut free fall, parasut static dikendalikan secara terbatas. Misalnya untuk menghindari tabrakan antar penerjun serta menghindari pohon saat akan mendarat.

Pada kesempatan kali ini ane akan membahas parasut static, karena desainnya yang unik, pasalnya parasut ini memiliki lubang. Jika agan dan sista pernah melihat aksi penerjunan TNI menggunakan parasut berbentuk bundar ini, maka kalian akan melihat sobekan, seolah parasut tersebut sudah robek di beberapa bagian. Lalu muncul pertanyaan, apakah TNI menggunakan parasut rusak untuk terjun payung ? Tentu saja jawabannya adalah tidak gan sist.





Parasut untuk terjun static berlubang dan berbentuk bundar.

Ilustrasi: majumapan.yolasite.com




Parasut free fall berbentuk kotak.

Foto: Antara/M Risyal Hidayat



Terjun payung adalah aksi yang berbahaya, faktor keselamatan tentu diutamakan. Peralatan utama yang digunakan dalam terjun payung, yaitu parasut, harus dalam kondisi sempurna, tidak boleh cacat sedikitpun. Selain kondisi peralatan yang tidak boleh cacat, ada cara khusus untuk melipat dan mengikat talinya. Setelah melakukan aksi terjun payung, para prajurit harus melipat parasutnya sendiri, hal tersebut hanya sekadar agar parasut bisa dimasukkan ke dalam wadahnya.

Namun, untuk melipat parasut sebelum digunakan, harus dilakukan oleh personel khusus yang memiliki kualifikasi untuk mengemas parasut sebelum digunakan. Personel khusus yang bertugas melipat, mengikat sekaligus mempersiapkan parasut ini dikenal sebagai "Rigger".Teknik melipat parasut tersebut akan memastikan parasut bisa terkembang (terbuka) saat terjun payung dilakukan. Prosedur yang dilakukan sebelum terjun payung, memastikan aksi terjun payung dapat dilakukan dengan aman. Jadi kondisi parasut yang berlubang bukan karena sobek atau usianya sudah tua, lubang-lubang tersebut memang sengaja dibuat. Dari pabrik pembuatnya sudah di desain seperti itu.




Rigger, inilah sosok personel dengan keahlian khusus untuk melipat dan mengikat parasut sebelum digunakan dalam latihan/operasi terjun payung.

Foto: Department of Defense USA


Parasut berlubang ini tidak hanya digunakan oleh TNI, pasukan militer di negara lain yang melakukan terjun static juga memakai parasut berlubang. Tetapi desain lubang parasut ini bermacam-macam. Berikut ini berbagai jenis desain parasut static dari Indonesia dan negara lain:


1. T-10



Ilustrasi: sky-shop.eu


Parasut ini digunakan oleh pasukan Amerika, memiliki celah dengan bentuk vertikal.


2. T-11



Ilustrasi: wikipedia.org


Parasut ini berbentuk kotak, sekilas mirip tahu Sumedang. Parasut ini juga digunakan oleh Amerika, memiliki sobekan di keempat sisi sudutnya serta sobekan horizontal di keempat sisinya.


3. D-10



Ilustrasi: roe.ru


Parasut ini digunakan oleh pasukan Rusia, memiliki dua sobekan yang terletak di bagian bawah.


4. MC-1



Ilustrasi: bisnis.com


Inilah parasut static yang digunakan oleh TNI, namanya adalah MC-1. Ada beberapa varian dari tipe MC-1 yang digunakan oleh TNI, mulai dari MC-1A, MC-1B dan MC-1C. Parasut MC-1 memiliki dua lubang vertikal dengan cabang mendatar di bagian atas, mirip seperti huruf "t kecil", dan juga lubang-lubang berbentuk kotak berjajar di bagian bawah. Parasut tipe MC-1 ini sudah diproduksi di dalam negeri oleh CV Maju Mapan dengan nama Garuda P-1 serta juga diproduksi oleh PT Langit Biru dengan nama LBP MC-1.



Fungsi Lubang Pada Parasut Static


Parasut berfungsi untuk memperlambat kecepatan jatuh dari penerjun, untuk itu parasut memiliki penampang yang luas. Penampang ini akan menghasilkan drag (hambatan udara) yang besar, sehingga kecepatan turun dari penerjun diperlambat dalam kecepatan yang aman. Berdasar Keputusan Kementerian Pertahanan NOMOR KEP:1281/XI/2014 Tentang Standar Militer Indonesia NOMOR: SMI-STD-8305-00001 tentang Payung Udara. Disebutkan bahwa kecepatan jatuh yang ditentukan antara 3 sampai 6 m/detik.

Pada saat digunakan, parasut static yang berbentuk bundar akan memerangkap udara di dalamnya. Namun, udara yang terperangkap ini harus keluar. Jika parasut rapat, artinya tidak diberi lubang sama sekali, maka udara akan keluar dari bagian bawah menuju ke arah samping ke semua arah. Aliran udara ini pada akhirnya akan membuat parasut bergoyang, mengakibatkan penerjun berayun seperti pendulum. Hal ini berbahaya, karena parasut tidak dapat dikendalikan. Saat mendarat, penerjun bisa terbanting keras ke tanah. Berikut ini sekilas ilustrasinya gan sist.




Parasut yang rapat(tanpa lubang), maka mengakibatkan udara akan keluar dari bagian bawah menuju ke arah samping ke semua arah.




Parasut yang rapat akan jadi sulit dikendalikan, sehingga penerjun akan begoyang layakanya pendulum (bandul). Hal ini berbahaya, karena akan mengakibatkan penerjun terbanting keras ke tanah saat akan mendarat.

Ilustrasi: Screen Shot Lycma Mil-Tech/Youtube



Untuk menstabilkan gerakan turun dari parasut, maka diberikan lubang-lubang pada parasut, lubang ini berfungsi sebagai tempat keluarnya udara. Lubang tersebut akan membuat udara lebih terkontrol, sehingga parasut bisa stabil. Umumnya lubang dibuat lebih banyak di bagian belakang penerjun. Hal ini akan memberi sedikit gaya dorong ke depan, sehingga pada saat mendarat, tubuh penerjun akan sedikit begerak ke arah depan. Dengan begitu, penerjun lebih mudah dalam menjaga keseimbangan. Jika saat mendarat, penerjun justru bergerak ke arah belakang, penerjun pasti akan jatuh terjengkang.






Dengan adanya lubang pada parasut static, penerjun bisa mendarat dengan aman, karena udara punya tempat untuk keluar dari penampang parasut.

Ilustrasi: Screen Shot Lycma Mil-Tech/Youtube




Lubang dibuat lebih banyak di bagian belakang penerjun, hal ini memberi sedikit gaya dorong ke depan. Sehingga pada saat mendarat, tubuh penerjun akan sedikit begerak ke arah depan. Hal ini membuat penerjun bisa mendarat dengan aman serta akurat, selain itu pennerjun tidak akan jatuh terjengkang ke belakang.

Ilustrasi: Latihan terjun static Yonif Para Raider 433 Kostrad/shootlinenews.com




Suasana saat terjun payung static yang dilakukan oleh pasukan Kostrad.

Ilustrasi: polewaliterkini.net



Nah sekian dulu sedikit penjelasan mengenai lubang pada parasut yang digunakan oleh TN, lubang tersebut di desain khusus agar penerjun bisa mendarat dengan selamat. Semoga pembahasan kali ini bisa menambah wawasan baru untuk agan dan sista di bidang penerjunan, sampai jumpa emoticon-Angkat Beer


Spoiler for Terjun Static TNI:






Referensi: 1, 2dan 3
Ilustrasi: google image dan berbagai sumber
Diubah oleh si.matamalaikat 16-06-2021 13:53
gargantuar89
yoseful
catros
catros dan 56 lainnya memberi reputasi
57
16.7K
120
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
mynameisantAvatar border
mynameisant
#5
Awalnya memang bermula dari Payung Sobek...

Begini kisah penerjunan pertama TNI - AU

Satu hari pada tahun 1946, Opsir Udara II Soedjono yang merupakan perwira staf khusus dan diperbantukan di Komandan Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta berkunjung ke Markas Tertinggi. Ia bertemu dengan salah satu petinggi Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) Komodor Muda Abdul Halim Perdanakusumah.
Keduanya bercakap dalam bahasa Belanda. Halim bukan orang asing bagi Soedjono, mereka sempat bertemu sebelumnya dan menempati kamar yang sama di Hotel Merdeka, Yogyakarta.
“Djon, Anda (akan) menjadi komandan paratroop,” kata Halim seperti diingat Soedjono—dalam lampiran suratnya yang bertanggal 29 Juli 1998 yang ditulis di Jakarta—dalam buku Baret Jingga (1999:36-41).
Soedjono mengiyakan saja ketika dirinya ditunjuk memimpin pasukan terjun payung (paratroop) itu, “baik,” katanya.
“Tetapi, sebagai komandan pasukan para kamu harus bisa loncat dulu dengan parasut,” kata Halim.
Soedjono mengiyakan dengan mengatakan “baik”.
Halim melanjutkan, “karena tidak ada yang dapat mengajarkan, kamu harus belajar loncat sendiri.”
“Baik,” jawab Soedjono. Otak Soedjono langsung bekerja untuk menyiapkan diri sebelum terjun payung. Ia menghubungi bagian pelipat payung yang dipimpin Opsir Udara III Amir Hamzah untuk mengetahui detail dari payung parasut untuk terjun. Selain parasut, dia memikirkan sepatu apa yang harus dia pakai. Tentu saja Soedjono berpikir keras bagaimana dan di mana dia harus melompat. “Saya ingat-ingat lagi hukum Newton tentang gravitasi Bumi dan kecepatan jatuhnya sesuatu benda, dalam hal ini tentunya orang (saya) dengan parasut. Diperkirakan, ketinggian berapakah yang teraman untuk meloncat?” katanya.
Masalah lain adalah tak ada buku soal teknik mendarat yang didapatnya kala itu. Beruntunglah ia bertemu dengan Soekotjo, prajurit Opsir Udara I di AURI. Soedjono mengenal Soekotjo saat mereka dibawa militer Belanda mengungsi di Australia saat tentara Jepang masuk ke Indonesia.
Soedjono awalnya opsir di militer Belanda, Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Sementara itu, Soekotjo dari Angkatan Laut Belanda, Koninklijk Marine (KM). Menurut Soedjono, sosok Soekotjo “sudah pernah dilatih dan dilemparkan in action behind enemy lines dengan parasut untuk silent operations. Dia mengajarkan saya kepada saya teknik pendaratan yang klasik, yakni dengan koprol.” Selain itu, Soekotjo berbagi ilmu soal bagaimana cara bersembunyi di daerah lawan setelah mendarat dari terjun payung.
Dari sini persiapan untuk memulai peristiwa penting percobaan operasi terjun payung prajurit AURI di tengah keterbatasan alat. Kala itu, AURI tak punya pesawat Dakota C-47 seperti yang dipakai pasukan penerjun Amerika-Inggris di akhir Perang Dunia II.
Komodor Muda Adisoetjipto—yang disapa Mas Tjip oleh Soedjono, hanya bisa menyiapkan pesawat kecil peninggalan Jepang, Curen.

Komodor Ign. Adisutjipto (kiri) dan Opsir Udara II Soedjono (Kanan)
Skenario kala itu, Adisoetjipto menerbangkan Soedjono. Sementara itu Kadet Udara I Gunadi akan menerbangkan Soekotjo. Sebelum naik pesawat, para atasan seperti Halim Perdanakusumah memberi arahan, begitu juga Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Soeriadi Soerjadarma, yang rupanya was-was akan percobaan terjun payung. Setelah itu terbanglah mereka, dan terjun pada ketinggian 700 meter.
Sebelum terjun, Soedjono melihat payung Soekotjo sobek, akan tetapi ia berhasil mengatasinya. Soedjono pun juga melompat. Ketika payungnya terbuka hatinya mulai plong. Soedjono bahkan berhasil mendarat sempurna tanpa harus koprol di rumput-rumput yang tinggi.
Setelah mendarat, Seodjono baru tahu bahwa Komodor Soerjadarma khawatir dengan aksinya itu, karena Soerjadarma tidak yakin dengan kondisi payung parasut yang tak terurus dengan baik saat dipakai untuk terjun. Uji coba penerjunan perintis AURI ini dilakukan pada Desember 1946 versi Soedjono seperti tercatat dalam buku Baret Jingga itu.

gokuza21
uray24
gargantuar89
gargantuar89 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Tutup