Garam, siapa sih yang ngga tau soal bumbu dapur yang satu ini. Eh, ada ding, tapi kalau pun ada yang suka keliru membedakannya antara garam, gula dan vetsin mungkin hanya nol koma sekian persen aja dari seluruh populasi di bumi ini ya kan? Bumbu dapur yang berasa asin jika dicicip dengan ujung lidah ini,  bagi masyarakat jaman now mungkin hanya seperti bumbu dapur biasa, tak ada yang istimewa.

Cukup dengan hanya mengeluarkan 2 lembar seribuan, di tempat ane udah dapet tuh satu plastik seberat kurang lebih 250gram kali ya? Dijual dengan berbagai macam merek dan kemasan. Dan untuk mencarinya pun bukan hal yang sulit. Mulai dari warung tetangga hingga supermarket besar selalu tersedia yang namanya garam.

Tapi tahukah agan sista jika garam ini pernah melalui perjalanan hidup yang terbilang fantastis? Bagaimana tidak, garam pada jaman Romawi kuno pernah hits banget, sampai-sampai harganya sundul sampe langit, diperkirakan hampir setara dengan harga emas.


Pada jaman Romawi kuno orang-orang memproduksi garam dengan membuat kolam-kolam yang terkena banyak sinar matahari langsung, keknya hampir sama kayak jaman sekarang kan ya? Tapi siapa pun yang mempunyai kolam garam pada masa itu bisa dipastikan dialah orang terkaya di komunitasnya.
Saking berharganya garam pada masa itu, hingga orang sering menyebutnya dengan emas putih.


Garam pernah juga menjadi barang komoditi yang sangat langka, sehingga pada tahun 1970an garam dipakai sebagi alat sebagai pembayaran upah bagi tentara Roma, dan di beberapa negara malah dijadikan sebagai mata uang, di Ethiopia contohnya.

Di negara itu garam dibentuk menjadi lempengan setebal 2inci dengan panjang 10inch, yang dinamai dengan amole.
Nilai 1 amole pada masa itu agan bisa membeli 5kg tembakau atau 10 ekor ayam, dan membeli seekor kuda dengan 3 amole. Bisa dibayangkan ngga gan, apa yang bisa dibeli dengan garam yang ada dirumah ente sekarang ini


Di Guerande, Prancis harga garam setara dengan harga perak. selain dipakai sebagai obat, garam juga dipakai untuk bahan pengawet daging dan ikan dalam amphora yang bisa menjadikan harga jualnya menjadi tinggi.

Dan Fleur de Sel adalah garam kualitas terbaik yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Selain untuk mengawetkan, garam tidak dipakai untuk memasak dan dipakai sebagai bumbu.


Sebuah fakta sejarah pasti dicari kebenarannya agar tidak berakhir sebagai sebuah omong kosong belaka. Begitu juga dengan asal muasal garam dan lokasi tempat petani garam jaman dulu memproduksi garam dengan cara kuno yang mereka lalukan.

Sebuah situs besar di mana garam pernah diproduksi pada jaman kuno, saat ini bisa agan sista temui di bawah kota modern bernama Vigo. Namun sebagian kecil tempat tersebut dikenal sebagai Salinae, yakni sebuah museum kecil yang termasuk ke dalam Museo do Mar (Museum Laut).

Museum Laut itu tertata dengan apik, informatif dan sangat terawat, sehingga pengunjung  merasa nyaman dan dapat dengan mudah memahami setiap proses mulai dari awal hingga tahap akhir bagaimana orang jaman dulu membuat garam.

Ada kolam yang dipakai sebagai tempat menghasilakan garam tampak dijaga dengan sangat baik, bebatuan yang digunakan untuk memisah dan mengurutkan, serta garam kuno. Dan Museo do Mar juga memiliki blok garam yang berasal dari fasilitas produksi.

Dalam pameran sementara terkait dengan aktivitas bangsa Romawi di dalam dan sekitar Vigo, pihak museum memjang sebuah amphora dan rekonstruksi amphora berisi ikan yang diawetkan dengan garam.

Sejarah perdagangan dunia, makanan, dan banyak aspek dalam kehidupan akan berbeda tanpa garam. Meski mengonsumsi terlalu banya garam tak baik untuk kesehatan, namun sejarah Eropa akan berbeda tanpa adanya fasilitas pembuat garam dan kemewahan para pemiliknya.

Dalam museum juga dipamerkan bagaimana aktifitas bangsa Romawi bertani garam pada masa, dengan memajang rekontruksi pengawetan ikan di dalam amphora dan alat-alat lain yang dipakai untuk menghasilkan garam.

Dan di masa sekarang, apa kabar dengan petani garam yang terus berjuang demi mensejahterakan diri? Di saat jaman semakin maju dan teknologi semakin canggih   kegunaan garam sebagai pengawet makanan perlahan mulai ditinggalkan, kecuali untuk ikan yang sengaja diasinkan dan pembuatan telur asin.

Saat ini garam mungkin tak "seberharga" dulu, tapi sampai kapanpun kita tetap perlu kehadiran garam dalam hidup kita.

Sekian dari ane, mudah-mudahan bermanfaat, sampai jumpa di thread selanjutnya