Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

valkyr1Avatar border
TS
valkyr1
Pernyataan Sikap BEM UI Soal Pembubaran FPI Bukan Pembelaan untuk FPI


DEPOK, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM- UI) menerbitkan pernyataan sikap soal pembubaran Front Pembela Islam ( FPI) sebagai organisasi kemasyarakatan ( ormas) oleh pemerintah tanpa melalui proses peradilan.

Dalam pernyataan sikap yang terbit Minggu (3/1/2021), BEM UI menyoroti SKB 6 Menteri yang dipakai untuk membubarkan FPI merujuk pada UU Ormas terbaru (UU Nomor 16 Tahun 2017) yang memang sudah menghapuskan mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas.

Ini beberapa poin pernyataan sikap BEM UI:

Mendesak negara untuk mencabut SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI;

Mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas;

Mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaan hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum;

Mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang; dan

Mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara.

BEM UI juga menyebut soal Maklumat Kapolri No.1/Mak/I/2021 yang dikhawatirkan dapat menjadi justifikasi bagi pembungkaman ekspresi.

"Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM," bunyi pernyataan itu.

"Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam ranah elektronik," lanjut pernyataan BEM UI tersebut.

Bukan pro-FPI

Ketua BEM UI Fajar Adi Nugroho membantah pihaknya membela FPI sehubungan dengan pernyataan sikap itu.

"Apa yang kami fokuskan terkait pembubaran ormas ini adalah bagaimana prosedurnya. Kami membicarakan landasan pembubaran organisasi kemasyarakatan (tanpa peradilan) dan hari ini kebetulan konteksnya FPI," ujar Fajar.

Ia menambahkan, sejak awal kepengurusannya, BEM UI konsisten terhadap prinsip negara hukum sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.

"Karena Indonesia negara hukum maka salah satu prinsipnya adalah perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, dan demokrasi. Selama 1 tahun ini kita bisa melihat, apa saja hal-hal yang bertentangan atau mendegradasi prinsip-prinsip yang ada dalam konsep negara hukum," kata Fajar.

"Dalam konteks ini, kita melihat bahwa pembubaran FPI sebagai organisasi kemasyarakatan menjadi pertanyaan bagi BEM UI, apabila kita kontekstualisasikan dengan Indonesia sebagai negara hukum," ujarnya.


Dalam kritiknya soal pembubaran ormas tanpa peradilan, BEM UI merujuk pada UUD 1945 yang menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan, di sisi lain, juga menjamin kebebasan berserikat.

BEM UI mengutip argumen pakar hukum Jimly Asshiddiqie soal 12 prinsip negara hukum, salah satunya bahwa "hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa".

"Hal ini menjadi ironi ketika SKB yang diterbitkan guna melarang kegiatan FPI juga memuat UU HAM dalam konsideran Mengingat. Padahal, dalam Pasal 3 Ayat (2) UU HAM diuraikan bahwa, 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum yang sama di depan hukum'," tulis BEM UI.

BEM UI menganggap pemakaian UU HAM bersamaan dengan UU Ormas, yang dapat membubarkan organisasi kemasyarakatan melalui Menteri Hukum dan HAM tanpa putusan pengadilan, sebagai sesuatu yang bertolak belakang.

"Dengan demikian, negara dapat secara sewenang-wenang membubarkan organisasi kemasyarakatan tanpa pengawasan atau proses pengadilan sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari prosedur pelarangan dan pembubaran FPI," demikian pernyataan BEM UI itu.

Fajar menyebut bahwa UU Ormas, yang memungkinkan pembubaran ormas tanpa peradilan, memberangus demokrasi.

"Perpu ormas yang kemudian menjadi UU Ormas yang mengubah UU Ormas sebelumnya, memang menjadi yang sudah kita sebut 'memberangus demokrasi'," ujarnya.

"Karena seakan-akan memberikan kekuasaan yang absolut bagi eksekutif untuk kemudian membubarkan organisasi kemasyarakatan atau ormas tadi," kata dia

https://megapolitan.kompas.com/read/...page=all#page2

Ah masa ??.. emoticon-Malu (S)

Kalo soal FPI bubar aja BEM UI ngomongin HAM.. tapi giliran FPI sweeping warteg dan bubarin ibadah orang yg bukan kewenangan nya dan tanpa proses peradilan.. congor lo pada diem2 aje tong.. emoticon-Malu (S)

Lom lagi soal LGBT, ahmadiyah dan syiah.. emoticon-Malu (S)


emoticon-Ngakak (S)emoticon-Ngakak (S)emoticon-Ngakak (S)
Diubah oleh valkyr1 05-01-2021 00:04
viniest
majorminor666
ashrose
ashrose dan 99 lainnya memberi reputasi
94
15.5K
384
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
54m5u4d183Avatar border
54m5u4d183
#18
Kampus tempatnya buat berdebat secara pemikiran, intelektual, dan negara ngak boleh terlalu mengatur kampus, di jaman Orde Baru saja rezim kala itu menghormati otonomi kampus, maka aparat di rezim kala itu bener² ngak berani masuk ke area kampus, cuman berdiri doang di depan pintu pagar kampus, kecuali ada perintah mendesak atas nama hukum, pengadilan.

Seorang mahasiswa harus bisa kritis menyikapi setiap persoalan, karena dia Maha Siswa, jangan cuman iya dan iya aja, jangan cuman meng-angguk² aja, Maha Siswa harus bisa kritis, harus bisa pandai berdebat secara pemikiran, harus bisa geleng² kepala ketika dosen nya dianggap dungu, apalagi terhadap kebijakan negara, pemerintah. Dosan apalagi, seorang dosen ngak bisa diberhentikan karena perbedaan pemikiran, perbedaan idiologi, perbedaan afiliasi politik, dosen hanya bisa diberhentikan jika dia ketahuan plagiat, melakukan kriminalitas. Seorang dosen meskipun dia berbeda pandangan tapi tetep ketika mengajar dia akan tetep profesional. Contoh nya Ade Armando.

Republik ini negara demokrasi bukan monarki, dalam demokrasi ada ruang kosong, maka bebas mengutarakan pemikirannya, dan negara, pemerintah, kekuasaan enggak bisa dan tidak boleh secara absolut menguasai ruang kosong di dalam demokrasi itu. Maka setiap 5 tahun sekali ada pergantian kekuasaan, kepemimpinan, rezim.

Yang dipertentangkan oleh BEM UI soal keputusan pemerintah atas pembubaran FPI yang sepihak, tidak melalui proses pengadilan. Dalam keputusan MK pun, ormas yang tidak terdaftar, tetep sebuah ormas masih bisa menyampaikan hak nya secara berserikat dan berkumpul, serta tidak bisa dianggap terlarang, cuman kalau tidak terdaftar di KemenkumHAM, maka tidak akan mendapat subsidi dari negara, itu aja.

UI itu banyak cebongnya, udah banyak yang nyebong. Bukan saja UI bahkan banyak kampus² yang sudah pada nyebong, cebongnisasi istilahnya. Yang lebih membahayakan itu kampus sudah dikuasai negara, lewat keputusan² rektor yang pro pemerintah, udah banyak dirasakan itu, sadar ngak sadar, soft power itu ngak berasa tapi ngeri.
redjupie
jalanancur
KurohinaM1911
KurohinaM1911 dan 28 lainnya memberi reputasi
25
Tutup