- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Son of the Rich (Reborn)
TS
kawan.betina
Son of the Rich (Reborn)
Quote:
Lembaran pertama - Kota Malang
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Polling
0 suara
Terlepas dari plot kisah ini, ada di team manakah kalian?
Diubah oleh kawan.betina 16-10-2020 11:01
fernicos dan 153 lainnya memberi reputasi
138
373.2K
Kutip
1.9K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
kawan.betina
#852
[BOOK SPESIAL ][NEW EPISODE 8] ~ mendingin
Quote:
“Apa sih maunya si Fattah itu sama kita?” kata Ghea dengan suara bergetar, dia tampak mencoba menahan tangis. Kami dari divisi pendidikan berkumpul di sebuah warung yang tutup di dekat kantor kepala desa. Ghea mengajak kami kesana untuk berkumpul menghindar dari orang orang yang memojokkan kami.
“Mungkin lo pernah nolak dia Ghe, makanya dia sakit hati” kata Heri.
“Gua gak lagi becanda Her,” kata Ghea.
“Eh lo ngapain ikut kesini sih, padahal lo bukan anak pendidikan,” kata Gilang kepada Heri yang merupakan anggota Divisi ekonomi dan produksi.
“Hehehe Maaf maaf, soalnya di basecamp ada Fattah, gua heran dia sering banget nyuruh gua ini itu jadi gua ikut kalian aja,” kata Heri. “Kalian juga kan sohib gua yang paling baik.” kata Heri. Walaupun gua tahu Fattah melakukan itu sengaja kepada Heri karena faktor Vania.
“Kita sekarang harus ngapain?” tanya Chua Bingung.
“Gua takut mereka buat acara kita ikut berantakan juga,” kata Thomas.
“Mereka gak punya nyali kok buat melakukan itu,” kata gua.
“Ini fattah loh Ian, bisa aja dia berbuat kayak gitu,” kata Gilang.
“Bisa aja kalau dia mau berkorban nilai KKN dia dapat B+ atau B. Jelas dia mau nilai A kan? Sebenarnya dia gak jahat tapi dia gak bisa ngukur sejauh apa wewenang yang dia punya aja. Setelah ini gak akan ada yang aneh aneh ko, gua yakin 99%,” jawab gua.
“kalau ternyata ada?” tanya Thomas.
“Ya berarti peluang 1% itu yang terjadi,” jawab gua.
“Yailah, gua juga tahu kali ian,” jawab Thomas.
“Gua gak salah ngomong dong.” jawab gua.
“Ya gak salah sih tapi informasi gak penting aja,” balas Thomas.
“Gua akan coba buat selesaikan masalah ini, berdebat begini terus gak ada membuat KKN ini jadi berguna buat kita. Gua harap kalian gak ada dendam,” kata Gua.
“Yakin lo mau damai dama aja?” kata Ghea yang merasa sudah sangat kesal.
“Gua gak mau berada di situasi kayak tadi, menyebalkan. Kalau damai jelas lebih baik,” kata gua.
“Heran gua sama elo ian,” kata Ghea tampak kecewa.
Ditengah obrolan Kami tiba tiba Heri heboh dengan sendirinya.
“Eh itu tuh maksud gua yang gua bicarin tadi pagi,” kata Heri semangat.
“Apa sih her, heboh bener,” kata Gilang.
“Friska! Yang gua bilang Friska,” kata Heri menunjuk ke depan kantor Desa.
“Mana sih?” tanya Gilang penasaran,
“Itu yang pakai motor matik itu,” Tunjuk Heri.
Gua sempat termangu, Gua memicingkan mata untuk melihat sosok yang ditunjuk oleh heri. Walau gua gak bisa melihat keseluruhan wajah dari gadis itu tapi apa yang dikatakan Heri benar. Sosok yang ada di depan kantor kepala Desa itu jelas mirip sekali dengan Friska walau gadis ini mungkin menggunakan baju yang tak se kekinian seperti Friska yang fashionable.
“Bener kan kata gua? Itu Friska kan?” Kata Heri.
“Eh ian bener loh, itu Friska,” Sambut Gilang.
“Friska siapa sih?” tanya Chua bingung. “Perasaan pernah dengar,” Lanjut Chua.
“Mantan ian, anak biologi yang seangakatan sama Kita.” jawab Gilang.
Tiba tiba dari gedung kantor Desa keluar Bu retno yang tidak menggunakan seragam kerja, karena memang jam oprasional kantor desa sudah berakhir dua jam yang lalu.
“Eh anaknya Bu Retno mungkin tuh,” kata Thomas, “Yang mau dijodohon sama elo itu ian, ingat gak pas kita kesana sama Vania itu.” kata Thomas lagi. Ternyata suara ribut kami terdengar oleh bu Retno sehingga beliau mendapati kami sedang duduk berkumpul di depan warung yang tutup itu. Tiba tiba Bu Retno melambaikan tangan dengan memanggil gua.
“Adrian! sini bentar.” teriak Bu Retno.
“Eh ian, lo dipanggil tuh,” Dorong Gilang.
“Eh gua ikut ya gua ikut,” kata Heri panik.
“Eh diam di sini aja, Her. jangan ngerusak suasana. Lo kan udah ngejer Vania. Itu aja cukup kok.” kata Thomas.
“Yailah Vania mah nolak terus kalau gua ajak kemana-mana,” kata Heri.
“Sudah diam di sini aja,” kata Thomas memegang badan Heri biar gak ikut.
“Lepas Thom,” kata Heri.
“Diam di sini, lang bantu pegang playboy gak laku ini,” kata Thomas kepada Gilang.
Gua lalu berjalan menuju depan kantor desa tempat Bu Retno dan gadis mirip Friska itu berada.
“Selamat sore bu, tumben bu ke kantor desa sore sore begini,” tanya gua.
“Ya Mas adrian, ibu mau ambil surat buat pak Kades tadi kelupaan dibawa. nanti malam rencana mau kasih pak kades di rumahnya.” kata Bu Retno.
“Oalah bu, kenapa gak suruh Mas Yahya aja bu biar ibu gak repot repot,” kata gua.
“Gak usah, kasian yahya rumahnya jauh. Ibu juga gak ada kerjaan apalagi sekarang ibu udah ada ojek gratis di rumah,” kata Bu retno.
“Berarti ini putri ibu Zaza, yang ibu ceritakan kemarin,” tanya gua.
“Loh Adrian masih inget ternyata,” kata Bu Retno. “Ayo kenalan dulu Za,” lanjut Bu retno. gadis itu tampak malu malu dan memberi isyarat kepada ibunya seolah dia mengatakan ibu jangan gitu dong, gua malu.
“Dia lebih muda loh Za dari pada kamu,” Lanjut Bu retno.
“Saya aja yang kenalin diri bu, He. Saya adrian matematika Universitas wijaya semester 6 sekarang,” kata Gua.
“Eh Anu, saya zahra pendidikan biologi di universitas negeri di malang” kata Zaza pelan dan ragu.
“Anak ibu emang pemalu Mas Adrian hehe, padahal udah hampir lulus masih aja pemalu loh. Ibu aja heran,” kata Bu Retno.
“ya Bu, gak apa apa.” kata gua.
“Oh ya naik ian, nanti malam disuruh Pak Kades ke rumahnya, tadi telfon ibu lewat telfon rumah. Pak kades hari ini habis ke kantor bupati ada rapat mendadak masalah program kesehatan desa. Mungkin pak kades mau diskusi,” kata Bu Retno.
“Perlu saya ajak teman yang lain bu?” tanya gua.
“Kamu aja deh ian, ibu juga gak tahu tapi tadi pak kades bilang, suruh ian ke rumah aja,” kata Bu retno.
“Enggih bu kalau gitu, nanti malam saya kesana,” jawab Gua.
“Biak deh mas ian, Ibu pulang dulu ya. Kamu belum pernah main ke rumah kan? kamu wajib main kerumah loh, awas aja kalau selama KKN ini kamu gak pernah ke rumah ibu,” kata Bu Retno.
“Baik bu, insyaallah nanti saya berkunjung.” jawab gua.
“Ibu pulang dulu ya,” kata Bu Retno. “Ayo Za,” lanjut Bu Retno.
“hati hati bu,” kata Gua.
Gua kembali lagi ke tempat nongkrong gua tadi dengan perasaan yang aneh, wajah Heri tampak penasaran dengan apa yang dibicarkan gua dengan bu Retno.
“Bener itu anaknya bu Retno, Ian?” tanya Heri.
“Ya, namanya Zahra, mungkin dipanggil Zaza.” jawab gua.
“Mirip sama Friska kah ian dari dekat?” Gilang juga gak kalah penasaran.
Gua mencoba mengingat lagi, memang mereka memiliki air muka yang sama. Senyum yang mirip, namun zaza tampak lebih tinggi, dan lebih berisi dari Friska. Gua gak bisa mendeskripsikan mereka hanya mirip saja namun mudah dibedakan. Namun sekilas mereka memang tampak sangat mirip.
“Dari dekat keliatan beda kok,” kata Gua.
“tapi sama sama cakep sih ian, cewek ini kayaknya lebih berisi ya.” kata Gilang.
“Lo salah pakai kata Lang, ini mah bukan berisi. Kalo berisi mah kesannya gendut wong orangnya kurus begitu. Lebih tepatnya bohai, seksi,” kata Heri. “Jatuh cinta gua,” Lanjut heri.
“Mulai mulai si palyboy gak laku!” kesal thomas.
“Gimana? Lalau lo suka gak, ian?” tanya Chua.
“Loh kenapa ltanya gua begitu chua? lo penasaran ya sama perasaan gua.” goda gua kepada Chua.
“Ih kan gua nanya aja kalee,” kata Chua.
“Gua kan hatinya sama sama elo kali,” Goda gua kepada Chua.
“Ih mulai dah gombal, sorry ya. Lo itu bukan tipe gua,” kata Chua.
“Masak sih? tapi kenapa lo itu tipe gua banget,” goda gua lagi.
Wajah Chua memerah. Ghea langsung ikut nimbrung.
“Lo tuh jangan main main sama playboy ian, baper beneran tahu rasa.” kata Ghea.
“Eh iya lupa,”
“Kalau sama Heri mah bisa aja lo kayak gitu,” Lanjut Ghea.
“Emang gua kenapa? gua kan punya hak untuk mencintai,” kata Heri,
“Ya memang tapi orang lain punya kewajiban buat menolak elo!” sindir Ghea. “Elo pakai ngide aja deketin Vania, Vania itu gua rasa punya hubungan sama kordes kali,” Lanjut Ghea.
Gua kaget, apakah ghea tahu fakta itu?
“Ah masak?” Chua ikut penasaran.
“Vania sama fattah ada hubungan, serius loh Ghe?” tanya Heri bingung.
“Memang sekilas gak kelihatan tapi gua pernah ngegep mereka kelahi di belakang penginapan.” kata Ghea.
“Kelahi? bukannya malah musuh kalau kelahi.” Samber Thomas.
“Hei, Gua tahu kali mana kelahi yang kesal sama kelahi sepasang kekasih, yakin gua mereka punya hubungan. Makanya dia suruh Vania gak keluar desa, itu mungkin alasan Fattah nyuruh elo terus biar gak gangguin vania lagi. Sesering Fattah debat di forum sama Vania, mereka gak pernah sampai yang bikin Vania ngomongin fattah berlebihan kan? Malah dia kayak mencoba bikin fattah kesal aja. kayak orang pacaran.” analisis Ghea.
“Ih kurang ajar banget kalau gitu si Fattah,” kata Heri.
“Sudahlah, katanya lo mau deketin Zaza. kok masih mikir vania.” sela gua.
“Eh tapi ini gak bisa dibiarin dong, gua jadi korbang pembohongan publik,” kata Heri kesal.
“Lebih baik energi lo dipakai buat deketin zaza kali, daripada lo gedek sama fattah dan gua ambil kesempatan ini buat deketin zaza, gimana?” ancam gua kepada Heri.
“Eh jangan gitu dong ian, jangan bikin gua patah hati lagi,” kata Heri.
“makanya dibawa santai aja, gua dua hari lagi mau kerumah bu retno, elo mau ikut,”
“Ohh pasti dong, mantap emang elo ian, teman gua paling baik sejagat raya,” kata Heri.
Gua gak ingin ada masalah lagi di kelompok ini apalagi melibatkan fattah dan vania. Malam sebelum Evaluasi malam, gua pergi ke rumah Pak Kades sesuai instruksi bu Retno. Sesampainya di sana gua banyak mengobrol dengan Pak Kepala desa tentang hasil dari Rapat beliau di kantor bupati. Beliau juga bercerita tentang rapat mendadak tadi pagi yang membuatnya pergi mendadak. Samapai akhirnya gua memberikan usul tentang program sederhana yang bisa menjadi kegiatan Rutin di Kantor desa nantinya. Pak Kades sangat bersemangat mendengar usul gua, yang sebenarnya adalah ide dari team kesehatan yang dulunya tidak masuk list Proker kami di KKN ini.
“Eh Mas Adrian,” kata bu Retno saat gua keluar dari halaman rumah pak kades. Diskusi kami berlangsung tidak terlalu lama karena Pak kades tampak capek.
“Malam bu,” Sapa Gua sopan. Bu Retno datang dengena Zaza yang menggunakan jaket merah muda yang tampak cocok dengannya.
“Sudah selesai urusannya sama Pak kades,” tanya Bu Retno.
“Sudah bu, saya pamit lebih cepat karena Pak kades keliatan capek,” jawab Gua.
“Ya Mas adrian, ini aja ibu cuma mau kasih surat ini lalu pulang. kalau gitu Zaza tunggu di sini aja ya, Biar ada alasan ibu langsung pamit pulang. Titip bentar zaza ya Mas adrian,” kata Bu Retno yang langsung masuk halaman rumah Pak kades tanpa menunggu persetujuan dari Zaza.
“Berarti semester ini cuman skripsi aja?” tanya Gua mencoba basa basi untuk memecah kecanggungan gua dan Zaza.
“Ya sisa skripsi aja,” jawab Zaza pelan.
“Skripsinya tentang metode ajar atau?” tanya gua lagi.
“Gak kok, lebih ke modul dan media pembelajaran,” Jawab Zaza.
“Bagus dong jadi gak terlalu ribet, kalau metode pembelajaran kan biasanya harus penelitian agak panjang dan butuh ngolah data dari hasil siswa,” kata Gua. “Udah dapat sekolah buat bahan uji modulnya?” tanya Gua.
“Belum sih, Lo tahu banyak ya. padahal di Universitas wijaya kan matematikanya sains bukan pendidikan” kata Zaza.
“Kebetulan gua sering ngasih bimbel kesekolah sekolah dan ketemu mahasiswa PKL dan penelitian skripsi. Kalau lo mau, gua bisa kenalain sama wakasek tempat gua biasa ngasih bimbel, beliau biasanya open kalau ada mahasiswa penelitian,” saran gua.
“Serius? kebetulan tempat gua PKL kemarin lagi banyak mahasiswa jadi menolak dipakai buat penelitian mahasiswa.” kata Zaza.
“Maaf mas adrian saya suruh nunggu,” Bu Retno sudah kembali dari rumah pak kades.
“Ya gak apa apa bu,” jawab gua.
“Kalau gitu gua boleh minta nomor ponselmu,” kata Zaza.
“Loh Loh anak ibuk kenapa ini? tadi malu malu sekarang kok minta nomor ponsel cowok,” kata Bu Retno kaget.
“Ih ibu ini,” kata Zaza malu. “Adrian mau kenalain zaza sama sekolah di malang Bu, bukan minta nomor buat apa apa,” lanjut zaza membela diri.
“kalau buat apa apa juga gak apa apa kok za,” Lanjut Bu retno menggoda anaknya.
“Ibu mah gitu,” kata zaza merengek.
“Hmmm bu, Adrian balik dulu ya, masih ada rapat evaluasi.” Kata gua. “Ini kartu nama gua Mbak Zaza, kalau gua susah dihubungi bisa langsung ke alamat itu, tapi jangan lupa ajak temannya,” kata Gua memberi kartu nama usaha tempat makan gua di malang.
“Gua sering makan di sini,”
“Berarti gak susah nyari gua,”
“Mungkin lo pernah nolak dia Ghe, makanya dia sakit hati” kata Heri.
“Gua gak lagi becanda Her,” kata Ghea.
“Eh lo ngapain ikut kesini sih, padahal lo bukan anak pendidikan,” kata Gilang kepada Heri yang merupakan anggota Divisi ekonomi dan produksi.
“Hehehe Maaf maaf, soalnya di basecamp ada Fattah, gua heran dia sering banget nyuruh gua ini itu jadi gua ikut kalian aja,” kata Heri. “Kalian juga kan sohib gua yang paling baik.” kata Heri. Walaupun gua tahu Fattah melakukan itu sengaja kepada Heri karena faktor Vania.
“Kita sekarang harus ngapain?” tanya Chua Bingung.
“Gua takut mereka buat acara kita ikut berantakan juga,” kata Thomas.
“Mereka gak punya nyali kok buat melakukan itu,” kata gua.
“Ini fattah loh Ian, bisa aja dia berbuat kayak gitu,” kata Gilang.
“Bisa aja kalau dia mau berkorban nilai KKN dia dapat B+ atau B. Jelas dia mau nilai A kan? Sebenarnya dia gak jahat tapi dia gak bisa ngukur sejauh apa wewenang yang dia punya aja. Setelah ini gak akan ada yang aneh aneh ko, gua yakin 99%,” jawab gua.
“kalau ternyata ada?” tanya Thomas.
“Ya berarti peluang 1% itu yang terjadi,” jawab gua.
“Yailah, gua juga tahu kali ian,” jawab Thomas.
“Gua gak salah ngomong dong.” jawab gua.
“Ya gak salah sih tapi informasi gak penting aja,” balas Thomas.
“Gua akan coba buat selesaikan masalah ini, berdebat begini terus gak ada membuat KKN ini jadi berguna buat kita. Gua harap kalian gak ada dendam,” kata Gua.
“Yakin lo mau damai dama aja?” kata Ghea yang merasa sudah sangat kesal.
“Gua gak mau berada di situasi kayak tadi, menyebalkan. Kalau damai jelas lebih baik,” kata gua.
“Heran gua sama elo ian,” kata Ghea tampak kecewa.
Ditengah obrolan Kami tiba tiba Heri heboh dengan sendirinya.
“Eh itu tuh maksud gua yang gua bicarin tadi pagi,” kata Heri semangat.
“Apa sih her, heboh bener,” kata Gilang.
“Friska! Yang gua bilang Friska,” kata Heri menunjuk ke depan kantor Desa.
“Mana sih?” tanya Gilang penasaran,
“Itu yang pakai motor matik itu,” Tunjuk Heri.
Gua sempat termangu, Gua memicingkan mata untuk melihat sosok yang ditunjuk oleh heri. Walau gua gak bisa melihat keseluruhan wajah dari gadis itu tapi apa yang dikatakan Heri benar. Sosok yang ada di depan kantor kepala Desa itu jelas mirip sekali dengan Friska walau gadis ini mungkin menggunakan baju yang tak se kekinian seperti Friska yang fashionable.
“Bener kan kata gua? Itu Friska kan?” Kata Heri.
“Eh ian bener loh, itu Friska,” Sambut Gilang.
“Friska siapa sih?” tanya Chua bingung. “Perasaan pernah dengar,” Lanjut Chua.
“Mantan ian, anak biologi yang seangakatan sama Kita.” jawab Gilang.
Tiba tiba dari gedung kantor Desa keluar Bu retno yang tidak menggunakan seragam kerja, karena memang jam oprasional kantor desa sudah berakhir dua jam yang lalu.
“Eh anaknya Bu Retno mungkin tuh,” kata Thomas, “Yang mau dijodohon sama elo itu ian, ingat gak pas kita kesana sama Vania itu.” kata Thomas lagi. Ternyata suara ribut kami terdengar oleh bu Retno sehingga beliau mendapati kami sedang duduk berkumpul di depan warung yang tutup itu. Tiba tiba Bu Retno melambaikan tangan dengan memanggil gua.
“Adrian! sini bentar.” teriak Bu Retno.
“Eh ian, lo dipanggil tuh,” Dorong Gilang.
“Eh gua ikut ya gua ikut,” kata Heri panik.
“Eh diam di sini aja, Her. jangan ngerusak suasana. Lo kan udah ngejer Vania. Itu aja cukup kok.” kata Thomas.
“Yailah Vania mah nolak terus kalau gua ajak kemana-mana,” kata Heri.
“Sudah diam di sini aja,” kata Thomas memegang badan Heri biar gak ikut.
“Lepas Thom,” kata Heri.
“Diam di sini, lang bantu pegang playboy gak laku ini,” kata Thomas kepada Gilang.
Gua lalu berjalan menuju depan kantor desa tempat Bu Retno dan gadis mirip Friska itu berada.
“Selamat sore bu, tumben bu ke kantor desa sore sore begini,” tanya gua.
“Ya Mas adrian, ibu mau ambil surat buat pak Kades tadi kelupaan dibawa. nanti malam rencana mau kasih pak kades di rumahnya.” kata Bu Retno.
“Oalah bu, kenapa gak suruh Mas Yahya aja bu biar ibu gak repot repot,” kata gua.
“Gak usah, kasian yahya rumahnya jauh. Ibu juga gak ada kerjaan apalagi sekarang ibu udah ada ojek gratis di rumah,” kata Bu retno.
“Berarti ini putri ibu Zaza, yang ibu ceritakan kemarin,” tanya gua.
“Loh Adrian masih inget ternyata,” kata Bu Retno. “Ayo kenalan dulu Za,” lanjut Bu retno. gadis itu tampak malu malu dan memberi isyarat kepada ibunya seolah dia mengatakan ibu jangan gitu dong, gua malu.
“Dia lebih muda loh Za dari pada kamu,” Lanjut Bu retno.
“Saya aja yang kenalin diri bu, He. Saya adrian matematika Universitas wijaya semester 6 sekarang,” kata Gua.
“Eh Anu, saya zahra pendidikan biologi di universitas negeri di malang” kata Zaza pelan dan ragu.
“Anak ibu emang pemalu Mas Adrian hehe, padahal udah hampir lulus masih aja pemalu loh. Ibu aja heran,” kata Bu Retno.
“ya Bu, gak apa apa.” kata gua.
“Oh ya naik ian, nanti malam disuruh Pak Kades ke rumahnya, tadi telfon ibu lewat telfon rumah. Pak kades hari ini habis ke kantor bupati ada rapat mendadak masalah program kesehatan desa. Mungkin pak kades mau diskusi,” kata Bu Retno.
“Perlu saya ajak teman yang lain bu?” tanya gua.
“Kamu aja deh ian, ibu juga gak tahu tapi tadi pak kades bilang, suruh ian ke rumah aja,” kata Bu retno.
“Enggih bu kalau gitu, nanti malam saya kesana,” jawab Gua.
“Biak deh mas ian, Ibu pulang dulu ya. Kamu belum pernah main ke rumah kan? kamu wajib main kerumah loh, awas aja kalau selama KKN ini kamu gak pernah ke rumah ibu,” kata Bu Retno.
“Baik bu, insyaallah nanti saya berkunjung.” jawab gua.
“Ibu pulang dulu ya,” kata Bu Retno. “Ayo Za,” lanjut Bu Retno.
“hati hati bu,” kata Gua.
Gua kembali lagi ke tempat nongkrong gua tadi dengan perasaan yang aneh, wajah Heri tampak penasaran dengan apa yang dibicarkan gua dengan bu Retno.
“Bener itu anaknya bu Retno, Ian?” tanya Heri.
“Ya, namanya Zahra, mungkin dipanggil Zaza.” jawab gua.
“Mirip sama Friska kah ian dari dekat?” Gilang juga gak kalah penasaran.
Gua mencoba mengingat lagi, memang mereka memiliki air muka yang sama. Senyum yang mirip, namun zaza tampak lebih tinggi, dan lebih berisi dari Friska. Gua gak bisa mendeskripsikan mereka hanya mirip saja namun mudah dibedakan. Namun sekilas mereka memang tampak sangat mirip.
“Dari dekat keliatan beda kok,” kata Gua.
“tapi sama sama cakep sih ian, cewek ini kayaknya lebih berisi ya.” kata Gilang.
“Lo salah pakai kata Lang, ini mah bukan berisi. Kalo berisi mah kesannya gendut wong orangnya kurus begitu. Lebih tepatnya bohai, seksi,” kata Heri. “Jatuh cinta gua,” Lanjut heri.
“Mulai mulai si palyboy gak laku!” kesal thomas.
“Gimana? Lalau lo suka gak, ian?” tanya Chua.
“Loh kenapa ltanya gua begitu chua? lo penasaran ya sama perasaan gua.” goda gua kepada Chua.
“Ih kan gua nanya aja kalee,” kata Chua.
“Gua kan hatinya sama sama elo kali,” Goda gua kepada Chua.
“Ih mulai dah gombal, sorry ya. Lo itu bukan tipe gua,” kata Chua.
“Masak sih? tapi kenapa lo itu tipe gua banget,” goda gua lagi.
Wajah Chua memerah. Ghea langsung ikut nimbrung.
“Lo tuh jangan main main sama playboy ian, baper beneran tahu rasa.” kata Ghea.
“Eh iya lupa,”
“Kalau sama Heri mah bisa aja lo kayak gitu,” Lanjut Ghea.
“Emang gua kenapa? gua kan punya hak untuk mencintai,” kata Heri,
“Ya memang tapi orang lain punya kewajiban buat menolak elo!” sindir Ghea. “Elo pakai ngide aja deketin Vania, Vania itu gua rasa punya hubungan sama kordes kali,” Lanjut Ghea.
Gua kaget, apakah ghea tahu fakta itu?
“Ah masak?” Chua ikut penasaran.
“Vania sama fattah ada hubungan, serius loh Ghe?” tanya Heri bingung.
“Memang sekilas gak kelihatan tapi gua pernah ngegep mereka kelahi di belakang penginapan.” kata Ghea.
“Kelahi? bukannya malah musuh kalau kelahi.” Samber Thomas.
“Hei, Gua tahu kali mana kelahi yang kesal sama kelahi sepasang kekasih, yakin gua mereka punya hubungan. Makanya dia suruh Vania gak keluar desa, itu mungkin alasan Fattah nyuruh elo terus biar gak gangguin vania lagi. Sesering Fattah debat di forum sama Vania, mereka gak pernah sampai yang bikin Vania ngomongin fattah berlebihan kan? Malah dia kayak mencoba bikin fattah kesal aja. kayak orang pacaran.” analisis Ghea.
“Ih kurang ajar banget kalau gitu si Fattah,” kata Heri.
“Sudahlah, katanya lo mau deketin Zaza. kok masih mikir vania.” sela gua.
“Eh tapi ini gak bisa dibiarin dong, gua jadi korbang pembohongan publik,” kata Heri kesal.
“Lebih baik energi lo dipakai buat deketin zaza kali, daripada lo gedek sama fattah dan gua ambil kesempatan ini buat deketin zaza, gimana?” ancam gua kepada Heri.
“Eh jangan gitu dong ian, jangan bikin gua patah hati lagi,” kata Heri.
“makanya dibawa santai aja, gua dua hari lagi mau kerumah bu retno, elo mau ikut,”
“Ohh pasti dong, mantap emang elo ian, teman gua paling baik sejagat raya,” kata Heri.
Gua gak ingin ada masalah lagi di kelompok ini apalagi melibatkan fattah dan vania. Malam sebelum Evaluasi malam, gua pergi ke rumah Pak Kades sesuai instruksi bu Retno. Sesampainya di sana gua banyak mengobrol dengan Pak Kepala desa tentang hasil dari Rapat beliau di kantor bupati. Beliau juga bercerita tentang rapat mendadak tadi pagi yang membuatnya pergi mendadak. Samapai akhirnya gua memberikan usul tentang program sederhana yang bisa menjadi kegiatan Rutin di Kantor desa nantinya. Pak Kades sangat bersemangat mendengar usul gua, yang sebenarnya adalah ide dari team kesehatan yang dulunya tidak masuk list Proker kami di KKN ini.
“Eh Mas Adrian,” kata bu Retno saat gua keluar dari halaman rumah pak kades. Diskusi kami berlangsung tidak terlalu lama karena Pak kades tampak capek.
“Malam bu,” Sapa Gua sopan. Bu Retno datang dengena Zaza yang menggunakan jaket merah muda yang tampak cocok dengannya.
“Sudah selesai urusannya sama Pak kades,” tanya Bu Retno.
“Sudah bu, saya pamit lebih cepat karena Pak kades keliatan capek,” jawab Gua.
“Ya Mas adrian, ini aja ibu cuma mau kasih surat ini lalu pulang. kalau gitu Zaza tunggu di sini aja ya, Biar ada alasan ibu langsung pamit pulang. Titip bentar zaza ya Mas adrian,” kata Bu Retno yang langsung masuk halaman rumah Pak kades tanpa menunggu persetujuan dari Zaza.
“Berarti semester ini cuman skripsi aja?” tanya Gua mencoba basa basi untuk memecah kecanggungan gua dan Zaza.
“Ya sisa skripsi aja,” jawab Zaza pelan.
“Skripsinya tentang metode ajar atau?” tanya gua lagi.
“Gak kok, lebih ke modul dan media pembelajaran,” Jawab Zaza.
“Bagus dong jadi gak terlalu ribet, kalau metode pembelajaran kan biasanya harus penelitian agak panjang dan butuh ngolah data dari hasil siswa,” kata Gua. “Udah dapat sekolah buat bahan uji modulnya?” tanya Gua.
“Belum sih, Lo tahu banyak ya. padahal di Universitas wijaya kan matematikanya sains bukan pendidikan” kata Zaza.
“Kebetulan gua sering ngasih bimbel kesekolah sekolah dan ketemu mahasiswa PKL dan penelitian skripsi. Kalau lo mau, gua bisa kenalain sama wakasek tempat gua biasa ngasih bimbel, beliau biasanya open kalau ada mahasiswa penelitian,” saran gua.
“Serius? kebetulan tempat gua PKL kemarin lagi banyak mahasiswa jadi menolak dipakai buat penelitian mahasiswa.” kata Zaza.
“Maaf mas adrian saya suruh nunggu,” Bu Retno sudah kembali dari rumah pak kades.
“Ya gak apa apa bu,” jawab gua.
“Kalau gitu gua boleh minta nomor ponselmu,” kata Zaza.
“Loh Loh anak ibuk kenapa ini? tadi malu malu sekarang kok minta nomor ponsel cowok,” kata Bu Retno kaget.
“Ih ibu ini,” kata Zaza malu. “Adrian mau kenalain zaza sama sekolah di malang Bu, bukan minta nomor buat apa apa,” lanjut zaza membela diri.
“kalau buat apa apa juga gak apa apa kok za,” Lanjut Bu retno menggoda anaknya.
“Ibu mah gitu,” kata zaza merengek.
“Hmmm bu, Adrian balik dulu ya, masih ada rapat evaluasi.” Kata gua. “Ini kartu nama gua Mbak Zaza, kalau gua susah dihubungi bisa langsung ke alamat itu, tapi jangan lupa ajak temannya,” kata Gua memberi kartu nama usaha tempat makan gua di malang.
“Gua sering makan di sini,”
“Berarti gak susah nyari gua,”
bebyzha dan 51 lainnya memberi reputasi
52
Kutip
Balas
Tutup