- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Son of the Rich (Reborn)
TS
kawan.betina
Son of the Rich (Reborn)
Quote:
Lembaran pertama - Kota Malang
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Polling
0 suara
Terlepas dari plot kisah ini, ada di team manakah kalian?
Diubah oleh kawan.betina 16-10-2020 11:01
fernicos dan 153 lainnya memberi reputasi
138
372.6K
Kutip
1.9K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
kawan.betina
#829
[BOOK SPESIAL ][NEW EPISODE 7] ~ Peradilan tersangka
Quote:
Hanya dengan berkomunikasi lewat ponsel sudah cukup membuat hari ini menjadi hari yang cukup bahagia buat gua. Benar kata orang, semakin kita jarang bertemu maka kita akan semakin menghargai sebuah pertemuan walau ini hanya melewati alat bantu handphone. Perasaan lega dan bahagia ini ingin gua jaga lama lama untuk membangun mood gua selama KKN ini berlangsung. Sepanjang perjalanan pulang menuju Desa, gua bersenandung riang mencurahkan hati gua yang rasanya berbinar binar. Gilang pun sama, dia tampak cukup bahagia walau gua gak tahu apa alasan gilang semangat seperti ini.
Namun senandung gua terhenti saat gua sampai di basecamp, tepatnya di teras depan penginapan cewek. Seingat gua, kami gak ada jadwal rapat besar hari ini kecuali nanti saat evaluasi di malam hari. Namun Siang menjelang Sore itu semua anggota kelompok berkumpul di teras depan, bahkan tampak masih ada Naya yang masih berbicara dengan kordesnya.
Saat gua tiba, Chua memberikan isyarat agar gua pergi dari sana. Tapi di lain sisi Ghea tampak menyuruh gua untuk masuk ke dalam Forum. Gua mencoba menganalisa apa yang terjadi. Dari wajah mereka sepertinya ada hal yang buruk telah terjadi selama gua tidak ada di sana. Di pojok teras tampak ketua Divisi kesehatan, Marta berlinang Air mata di sampingnya ada Zai anggotanya yang tampak kesal dengan apa yang terlah terjadi.
“Seminar ini Program Kerja Utama kami! Harusnya hal ini jadi prioritas kita bersama, tapi kenapa jadi berantakan seperti ini! Kalian bilang kita harus sinergi! kalian bilang kita harus kompak, tapi giliran kami bekerja kenapa yang lain hanya menjadi penonton bahkan gak ada yang ikut membantu!” Teriak Zai marah.
“Kalian semua egois! kalian hanya memikirkan program kerja kalian saja!” kata Zai.
“Kenapa kalian gak bisa profesional!” Kini Fattah ikut bicara. “Ghea! tadi malam gua sudah tegur divisi kalian agar lebih fokus lagi bukan hanya ongkang ongkang kaki saja!” Marah Fattah.
“Gua gak ongkang-ongkang kaki Pak Kordes, tamu rapat gua aja masih di sini. Gua ada agenda juga hari ini.” Kata Ghea membela diri. Naya tampaknya sudah merasa tidak nyaman. Entah kenapa dia masih di sana dan tidak pergi.
“Anggota pendidikan ada banyak tapi kemana semuanya hari ini? sekarang bahkan ada yang baru nongol celingak celinguk gak paham apa apa,” Sindiri Fattah.
“Ada apa sih thom,” tanya Gilang ke Thomas berbisik.
“Nanti aja gua jelasin, kalian kemana aja sih?” kata Thomas.
“Pak kordes, kami sudah menawarkan bantuan tadi malam tapi divisi lain bilang bisa handel sendiri. Kami juga pagi ini ikut briefing pagi tapi divisi kalian sibuk sendiri. kami bukan mentalis yang bisa baca fikiran orang.” Balas Ghea karena dia merasa anggotanya dipojokkan.
“Walau tidak ada ucapan secara lisan harusnya kalian juga ada di sana,” kata fattah.
“Lalu kenapa saat program kerja kami kalian selalu tak pernah ada, bahkan hanya sekedar jadi guru les tambahan untuk anak SD. Satupun gak ada yang bantu kami, padahal kami minta. Apa kami pernah protes? enggak. Apa kami pernah marah marah? enggak. Sekarang kami seolah jadi tersangkat utama.” balas Ghea.
“Ini bukan kompetisi ghea, bukan siapa divisi paling baik, mana yang paling hebat. tapi ini kerja team. Gua ada di sini agar semua kordinasi berpusat kepada gua.” kata Fattah.
“Gua jelaskan lagi apa yang terjadi biar kalian tahu bahwa ini bukan masalah main main. Acara seminar ini adalah satu dari tiga proker utama kita. Proker ini akan kita presentasikan nanti di ujian KKN di kampus. Syaratnya harus dihadiri oleh kepala Desa, lalu hari ini kepala Desa gak ada. Adrian elo hari ini kemana?” tanya Fattah.
“Adrian habis kedesa sebelah sama gua, pak,” jawab Gilang.
“Emang kalian ini senang banget melanggar aturan yang dibuat, gua sudah bilang bahwa elo tugasnya di dalam desa. Lo yang bertugas menyambung komunikasi dengan desa. Hari ini pak kepala desa gak ada, gak datang. Acara jadi berantakan, gak ada yang tahu kepala desa dimana. Semua jadi molor bahkan acara ini menjadi tidak sah karena syarat dari laporan kita nanti harus ada dokumentasi dari kepala desa.” kata Fattah.
Semua terdiam tak ada yang berani berbicara, gua hanya mencoba menganalisa semua yang terjadi.
“Lalu LCD projektor punya kantor desa yang dipakai anak pendidikan kemarin tidak langsung diserahkan ke anak kesehatan, alhasil tadi kami harus mencari lama dan ternyata rusak. Kami hanya menggunakan LCD Projektor yang kita bawa dari kampus yang kalian tahu sendiri kalau projektor itu bermasalah dan agak buram. Jelas ini menganggu dan bikin malu kita dihadapan dinas kesehatan.” kata Fattah.
“Kalian anak pendidikan hilang gak ada yang nampak satupun kecuali Thomas yang bantu bantu divisi ekonomi produksi. Harusnya kami bisa fokus dengan rundown acara malah kami harus sibuk dengan teknis teknis tidak penting seperti itu, Hancur sudah semua!” Marta si ketua Divisi akhirnya angkat bicara dibarengi dengan suara tangis.
“Gua sudah kasih tugas buat elo Adrian dan Vania untuk ada di dalam Desa. Untuk atur komunikasi dengan pihak desa. Hanya Vania yang ada di sini dan sedang sibuk dengan prokernya. sedangkan elo ian malah jalan jalan senang senang keluar,” kata Fattah.
“Gara gara ulah orang lain divisi kami jadi berantakan.” kata Zai.
“Kenapa kegagalan kalian malah dilimpahkan ke kami semua,” Protes Ghea.
“Karena memang semua itu karena kesalahan divisi pendidikan gak tidak bertanggung jawab dengan alat dan melanggar aturan yang dibuat kita bersama,”kata Zai.
“Gak bisa gitu juga memyalahkan kami,” kata Ghea.
“Sebelumnya gua minta maaf karena keluar dari desa gak pakai izin. ini pertama kalinya gua pakai handphone gua setelah 10 hari lebih. Gua cuman mau merasakan kenikmatan yang kalian rasakan yang kalau gilang bilang, kalian mungkin sudah 4 atau 5 kali minta diantarkan untuk mencari sinyal di perbatasan desa.” kata Gua.
“harusnya gua gak cari alasan tapi intinya gua minta maaf,” kata gua. Tidak ada yang menimpali, semua hanya diam.
“Gua akan menjawab masalah LCD projektor dulu, atau ada yang mau bicara sebelum gua menjelaskan?” kata gua. “Dari divisi kesehatan mungkin yang kemarin bicara sama gua?” tanya gua.
“Kemarin sih adrian bilangnya LCD punya desa gak boleh dibawa kepenginapan jadi setelah dipakai harus ditaruh di kantor desa lagi,” kata Rani salah satu anggota divisi kesehatan yang gua ajak ngomong kemarin masalah LCD Projektor.
“jadi jelas kan alasannya kenapa gua gak kasih divisi kesehatan?” jawab gua.
“Terus kamu balikin dengan kondisi rusak? dan sekarang jadi tanggung jawab kami? Bukan berarti kamu dekat dengan pengurus Desa terus kamu melempar kesalahan kepada kami,” kata Marta.
“Gua belum selesai bicara sama Rani, bu ketua divisi,” jawab gua. “Lo masih inget gua bilang apa lagi?” tanya gua kepada Rani. Rani diam.
“Jelas kamu lupa karena kemarin kamu bilang, beres kok ian. Besok dah semua gua atur. Lalu Kamu buru buru pulang karena mau kerjakan jurnal harian KKN kamu kan? ingat gak gua kasih tahu elo apa?” tanya gua kembali. Rani menggeleng ragu.
“Gua ajak elo ke kantor desa, gua mau jelaskan gimana prosedur peminjamannya, dimana letak LCD projektornya disimpan, terus sekalian gua mau kenalkan dengan operator kantor desa. Lo malah bilang beres kok besok. Gua ajak lo juga kan, ingat?” Tunjuk gua kepada teman Rani yang juga divisi pendidikan.
“Seharusnya lo punya tanggung jawab hari ini untuk memberi tahu divisi kesehatan, karena kemarin info yang lo berikan tidak lengkap.” kata Fattah memojokkan gua.
“Sekarang gua punya tanggung jawab untuk mengingatkan tanggung jawab orang lain? banyak sekali tugas gua?” tanya gua.
“Di sini bukan menbandingkan siapa yang paling hebat tapi saling membantu. saling sinergi.” kata Fattah. “kalau dirasa ada yang kurang lo ingatkan bukan membiarkan sampai ada kesalahan,” kata fattah.
“Tadi pagi sudah gua tawarkan juga tapi lagi lagi di jawab bentar ian, masih sibuk sama dekor-dekor tempat seminar. dan untuk LCD rusak? ya memang LCD itu Rusak,” jawab gua.
“Lo memang mau jebak kami kan? karena kami banyak pro sama Fattah dan elo banyak kontra bersama Vania dan yang lain,” kata Marta.
“LCD itu rusak karena memang rusak, ingat gak bu ketua divisi kalau tadi pagi gua udah bilang ke anda kalau jangan salah ambil LCD, karena Desa ada LCD baru ada LCD projektor yang sudah rusak. Mungkin anda lupa karena entah apa yang anda fikirian pagi tadi. Karena anda jawabnya oke ian nanti dulu masalah itu, gua lagi ribet masalah ini, jangan tambah bikin ribet” jawab gua.
Semua terdiam, mereka mulai mengingat kejadian tadi pagi saat beriefing pagi. Gua cukup banyak ngomong secara personal kepada divisi kesehatan untuk program kerja mereka tapi seolah mereka lupa dengan apa yang sudah gua lakukan.
“Kepala Desa bukan tanggung jawab gua. Kepala desa adalah tanggung jawab elo, elo dan elo. Elo. Elo dan Elo,” kata gua menunjuk berurutan dari koordinator desa, Fattah, sekertaris, bendahara dan ketiga kepala divisi termasuk Ghea. “Gua ini anggota KKN divisi pendidikan. Gua datang kesini sekitar 10 atau 11 hari yang lalu. Kalian pengurus inti survey kesini lebih dulu, bicara dengan kepada desa lebih dulu, akrab dengan beliau dari dulu, bahkan di jobdes kalian lah yang punya tanggung jawab.” kata gua bela diri.
“Tapi gua kan sudah bilang, Elo dan Vania bertanggung jawab untuk masalah kordinasi dengan desa. Gua di proker ini juga ada tugas sepeti yang gua jelaskan dulu. Lalu lo dan Vania yang ada diluar divisi ini yang gua mandatakan untuk menjalin komunukasi dengan pihak desa,” kata Fattah.
“Apa gua yang anter undangan?” tanya gua. “Marta jawab! Gua yang antar undangan.”
“Bukan, anggota gua.” jawab martha.
“Lalu dia ngasih siapa? pernah dia kordinasi ke gua agar gua mastiin kepala desa harus datang?”
“Kepala desa bilang dia mau datang tapi tadi pagi kepala desa gak ada di tempat, beliau tidak ada di rumah dan di kantor juga gak ada.” kata orang yang ditugaskan mengirim undangan.
“Kenapa gak minta diganti sama bu retno pengurus di desa, gak harus kepala desa kan? pernah dulu ditanyakan saat pembekalan kalau syarat sahnya kegiatan inti ya boleh perwakilan desa kalau kepada desa gak bisa,” jawab gua.
“Emang bisa gitu?” tanya si pengirim surat.
“Bisa! Laporan KKN angakatan sebelumnya juga ada yang gak pakai kepala desa tapi perangkat desa yang ada bisa mewakili,” jawab gua.
“Oke, gua gak mau perpanjang masalah ini. kalau kalian mau salahkan gua silahkan. laporakan gua ke dosen pembina boleh, ke ketua KKN boleh. Laporkan dah fakta-fakta kalian ini. Gua siap tanggung konsekuansi kalau memang ini salah gua. Bahkan kalau kalian mau pakai aturan KKN mengenati rapat istimewa yaitu mengeluarkan anggota KKN dengan syarat 80% vote setuju, pakai saja. Gua gak akan melawan atau gak akan membela diri. Gua akan diam dan menerima.” kata gua.
Terjadi keheningan yang panjang hampir 5 menit. gak ada yang tampak ingin bicara sampai akhirnya.
“Anu...e gua boleh izin masuk gak mau ambil kunci motor” Kata Naya yang tampaknya sudah ingin pergi dari forum yang bukan menjadi kewajibannya.
“Oke,” jawab fattah.
“Hendra si kordes akhirnya masuk mengambil kunci motor, Naya lalu berjalan menuju jalan. Motor yang gua pakai tadi menghalangi motor Naya sehingga gua berinsitaif memindahkannya.
“Lang kunci motor, ngalangin tuh,” kata gua. Gilang lalu melempar kunci motor kepada gua. Gua lalu memindahkan motor yang dipakai kami tadi ke tempat lain.
“Sabar,” kata naya.
“ya?” kata gua gak fokus.
“Sabar,” kata Naya lagi. “Sabar ini ada dua arti, pernyataan dan harapan. Pernyataan kalau elo sudah menghadapi masalah ini dengan sabar dan harapan agar lo tetap sabar dan jangan sampai terpancing emosi,” kata Naya.
“Thanks.” jawab gua.
“Gua tahu fattah dan cara elo ini sudah sangat tepat buat hadapin dia,” Bisik Naya.
“Thanks, gua dapat pujian dari kepala divisi yang kelompoknya berharap ketuanya pacaran sama kordes, itu gosip di kelompok lo ya, damai banget” kata gua.
“hahaha bisa bisanya lo bencanda di saat begini,” kata Naya.
Sesaat kemudian Naya pergi meninggalkan desa. Sementara kelompok KKN gua bubar satu persatu setelah fattah mengumumkan untuk rapat dilanjutkan nanti malam pukul delapan seperti biasa. Tidak ada penyelesaian, tidak ada tanggapan dari ide gua tadi.
Namun senandung gua terhenti saat gua sampai di basecamp, tepatnya di teras depan penginapan cewek. Seingat gua, kami gak ada jadwal rapat besar hari ini kecuali nanti saat evaluasi di malam hari. Namun Siang menjelang Sore itu semua anggota kelompok berkumpul di teras depan, bahkan tampak masih ada Naya yang masih berbicara dengan kordesnya.
Saat gua tiba, Chua memberikan isyarat agar gua pergi dari sana. Tapi di lain sisi Ghea tampak menyuruh gua untuk masuk ke dalam Forum. Gua mencoba menganalisa apa yang terjadi. Dari wajah mereka sepertinya ada hal yang buruk telah terjadi selama gua tidak ada di sana. Di pojok teras tampak ketua Divisi kesehatan, Marta berlinang Air mata di sampingnya ada Zai anggotanya yang tampak kesal dengan apa yang terlah terjadi.
“Seminar ini Program Kerja Utama kami! Harusnya hal ini jadi prioritas kita bersama, tapi kenapa jadi berantakan seperti ini! Kalian bilang kita harus sinergi! kalian bilang kita harus kompak, tapi giliran kami bekerja kenapa yang lain hanya menjadi penonton bahkan gak ada yang ikut membantu!” Teriak Zai marah.
“Kalian semua egois! kalian hanya memikirkan program kerja kalian saja!” kata Zai.
“Kenapa kalian gak bisa profesional!” Kini Fattah ikut bicara. “Ghea! tadi malam gua sudah tegur divisi kalian agar lebih fokus lagi bukan hanya ongkang ongkang kaki saja!” Marah Fattah.
“Gua gak ongkang-ongkang kaki Pak Kordes, tamu rapat gua aja masih di sini. Gua ada agenda juga hari ini.” Kata Ghea membela diri. Naya tampaknya sudah merasa tidak nyaman. Entah kenapa dia masih di sana dan tidak pergi.
“Anggota pendidikan ada banyak tapi kemana semuanya hari ini? sekarang bahkan ada yang baru nongol celingak celinguk gak paham apa apa,” Sindiri Fattah.
“Ada apa sih thom,” tanya Gilang ke Thomas berbisik.
“Nanti aja gua jelasin, kalian kemana aja sih?” kata Thomas.
“Pak kordes, kami sudah menawarkan bantuan tadi malam tapi divisi lain bilang bisa handel sendiri. Kami juga pagi ini ikut briefing pagi tapi divisi kalian sibuk sendiri. kami bukan mentalis yang bisa baca fikiran orang.” Balas Ghea karena dia merasa anggotanya dipojokkan.
“Walau tidak ada ucapan secara lisan harusnya kalian juga ada di sana,” kata fattah.
“Lalu kenapa saat program kerja kami kalian selalu tak pernah ada, bahkan hanya sekedar jadi guru les tambahan untuk anak SD. Satupun gak ada yang bantu kami, padahal kami minta. Apa kami pernah protes? enggak. Apa kami pernah marah marah? enggak. Sekarang kami seolah jadi tersangkat utama.” balas Ghea.
“Ini bukan kompetisi ghea, bukan siapa divisi paling baik, mana yang paling hebat. tapi ini kerja team. Gua ada di sini agar semua kordinasi berpusat kepada gua.” kata Fattah.
“Gua jelaskan lagi apa yang terjadi biar kalian tahu bahwa ini bukan masalah main main. Acara seminar ini adalah satu dari tiga proker utama kita. Proker ini akan kita presentasikan nanti di ujian KKN di kampus. Syaratnya harus dihadiri oleh kepala Desa, lalu hari ini kepala Desa gak ada. Adrian elo hari ini kemana?” tanya Fattah.
“Adrian habis kedesa sebelah sama gua, pak,” jawab Gilang.
“Emang kalian ini senang banget melanggar aturan yang dibuat, gua sudah bilang bahwa elo tugasnya di dalam desa. Lo yang bertugas menyambung komunikasi dengan desa. Hari ini pak kepala desa gak ada, gak datang. Acara jadi berantakan, gak ada yang tahu kepala desa dimana. Semua jadi molor bahkan acara ini menjadi tidak sah karena syarat dari laporan kita nanti harus ada dokumentasi dari kepala desa.” kata Fattah.
Semua terdiam tak ada yang berani berbicara, gua hanya mencoba menganalisa semua yang terjadi.
“Lalu LCD projektor punya kantor desa yang dipakai anak pendidikan kemarin tidak langsung diserahkan ke anak kesehatan, alhasil tadi kami harus mencari lama dan ternyata rusak. Kami hanya menggunakan LCD Projektor yang kita bawa dari kampus yang kalian tahu sendiri kalau projektor itu bermasalah dan agak buram. Jelas ini menganggu dan bikin malu kita dihadapan dinas kesehatan.” kata Fattah.
“Kalian anak pendidikan hilang gak ada yang nampak satupun kecuali Thomas yang bantu bantu divisi ekonomi produksi. Harusnya kami bisa fokus dengan rundown acara malah kami harus sibuk dengan teknis teknis tidak penting seperti itu, Hancur sudah semua!” Marta si ketua Divisi akhirnya angkat bicara dibarengi dengan suara tangis.
“Gua sudah kasih tugas buat elo Adrian dan Vania untuk ada di dalam Desa. Untuk atur komunikasi dengan pihak desa. Hanya Vania yang ada di sini dan sedang sibuk dengan prokernya. sedangkan elo ian malah jalan jalan senang senang keluar,” kata Fattah.
“Gara gara ulah orang lain divisi kami jadi berantakan.” kata Zai.
“Kenapa kegagalan kalian malah dilimpahkan ke kami semua,” Protes Ghea.
“Karena memang semua itu karena kesalahan divisi pendidikan gak tidak bertanggung jawab dengan alat dan melanggar aturan yang dibuat kita bersama,”kata Zai.
“Gak bisa gitu juga memyalahkan kami,” kata Ghea.
“Sebelumnya gua minta maaf karena keluar dari desa gak pakai izin. ini pertama kalinya gua pakai handphone gua setelah 10 hari lebih. Gua cuman mau merasakan kenikmatan yang kalian rasakan yang kalau gilang bilang, kalian mungkin sudah 4 atau 5 kali minta diantarkan untuk mencari sinyal di perbatasan desa.” kata Gua.
“harusnya gua gak cari alasan tapi intinya gua minta maaf,” kata gua. Tidak ada yang menimpali, semua hanya diam.
“Gua akan menjawab masalah LCD projektor dulu, atau ada yang mau bicara sebelum gua menjelaskan?” kata gua. “Dari divisi kesehatan mungkin yang kemarin bicara sama gua?” tanya gua.
“Kemarin sih adrian bilangnya LCD punya desa gak boleh dibawa kepenginapan jadi setelah dipakai harus ditaruh di kantor desa lagi,” kata Rani salah satu anggota divisi kesehatan yang gua ajak ngomong kemarin masalah LCD Projektor.
“jadi jelas kan alasannya kenapa gua gak kasih divisi kesehatan?” jawab gua.
“Terus kamu balikin dengan kondisi rusak? dan sekarang jadi tanggung jawab kami? Bukan berarti kamu dekat dengan pengurus Desa terus kamu melempar kesalahan kepada kami,” kata Marta.
“Gua belum selesai bicara sama Rani, bu ketua divisi,” jawab gua. “Lo masih inget gua bilang apa lagi?” tanya gua kepada Rani. Rani diam.
“Jelas kamu lupa karena kemarin kamu bilang, beres kok ian. Besok dah semua gua atur. Lalu Kamu buru buru pulang karena mau kerjakan jurnal harian KKN kamu kan? ingat gak gua kasih tahu elo apa?” tanya gua kembali. Rani menggeleng ragu.
“Gua ajak elo ke kantor desa, gua mau jelaskan gimana prosedur peminjamannya, dimana letak LCD projektornya disimpan, terus sekalian gua mau kenalkan dengan operator kantor desa. Lo malah bilang beres kok besok. Gua ajak lo juga kan, ingat?” Tunjuk gua kepada teman Rani yang juga divisi pendidikan.
“Seharusnya lo punya tanggung jawab hari ini untuk memberi tahu divisi kesehatan, karena kemarin info yang lo berikan tidak lengkap.” kata Fattah memojokkan gua.
“Sekarang gua punya tanggung jawab untuk mengingatkan tanggung jawab orang lain? banyak sekali tugas gua?” tanya gua.
“Di sini bukan menbandingkan siapa yang paling hebat tapi saling membantu. saling sinergi.” kata Fattah. “kalau dirasa ada yang kurang lo ingatkan bukan membiarkan sampai ada kesalahan,” kata fattah.
“Tadi pagi sudah gua tawarkan juga tapi lagi lagi di jawab bentar ian, masih sibuk sama dekor-dekor tempat seminar. dan untuk LCD rusak? ya memang LCD itu Rusak,” jawab gua.
“Lo memang mau jebak kami kan? karena kami banyak pro sama Fattah dan elo banyak kontra bersama Vania dan yang lain,” kata Marta.
“LCD itu rusak karena memang rusak, ingat gak bu ketua divisi kalau tadi pagi gua udah bilang ke anda kalau jangan salah ambil LCD, karena Desa ada LCD baru ada LCD projektor yang sudah rusak. Mungkin anda lupa karena entah apa yang anda fikirian pagi tadi. Karena anda jawabnya oke ian nanti dulu masalah itu, gua lagi ribet masalah ini, jangan tambah bikin ribet” jawab gua.
Semua terdiam, mereka mulai mengingat kejadian tadi pagi saat beriefing pagi. Gua cukup banyak ngomong secara personal kepada divisi kesehatan untuk program kerja mereka tapi seolah mereka lupa dengan apa yang sudah gua lakukan.
“Kepala Desa bukan tanggung jawab gua. Kepala desa adalah tanggung jawab elo, elo dan elo. Elo. Elo dan Elo,” kata gua menunjuk berurutan dari koordinator desa, Fattah, sekertaris, bendahara dan ketiga kepala divisi termasuk Ghea. “Gua ini anggota KKN divisi pendidikan. Gua datang kesini sekitar 10 atau 11 hari yang lalu. Kalian pengurus inti survey kesini lebih dulu, bicara dengan kepada desa lebih dulu, akrab dengan beliau dari dulu, bahkan di jobdes kalian lah yang punya tanggung jawab.” kata gua bela diri.
“Tapi gua kan sudah bilang, Elo dan Vania bertanggung jawab untuk masalah kordinasi dengan desa. Gua di proker ini juga ada tugas sepeti yang gua jelaskan dulu. Lalu lo dan Vania yang ada diluar divisi ini yang gua mandatakan untuk menjalin komunukasi dengan pihak desa,” kata Fattah.
“Apa gua yang anter undangan?” tanya gua. “Marta jawab! Gua yang antar undangan.”
“Bukan, anggota gua.” jawab martha.
“Lalu dia ngasih siapa? pernah dia kordinasi ke gua agar gua mastiin kepala desa harus datang?”
“Kepala desa bilang dia mau datang tapi tadi pagi kepala desa gak ada di tempat, beliau tidak ada di rumah dan di kantor juga gak ada.” kata orang yang ditugaskan mengirim undangan.
“Kenapa gak minta diganti sama bu retno pengurus di desa, gak harus kepala desa kan? pernah dulu ditanyakan saat pembekalan kalau syarat sahnya kegiatan inti ya boleh perwakilan desa kalau kepada desa gak bisa,” jawab gua.
“Emang bisa gitu?” tanya si pengirim surat.
“Bisa! Laporan KKN angakatan sebelumnya juga ada yang gak pakai kepala desa tapi perangkat desa yang ada bisa mewakili,” jawab gua.
“Oke, gua gak mau perpanjang masalah ini. kalau kalian mau salahkan gua silahkan. laporakan gua ke dosen pembina boleh, ke ketua KKN boleh. Laporkan dah fakta-fakta kalian ini. Gua siap tanggung konsekuansi kalau memang ini salah gua. Bahkan kalau kalian mau pakai aturan KKN mengenati rapat istimewa yaitu mengeluarkan anggota KKN dengan syarat 80% vote setuju, pakai saja. Gua gak akan melawan atau gak akan membela diri. Gua akan diam dan menerima.” kata gua.
Terjadi keheningan yang panjang hampir 5 menit. gak ada yang tampak ingin bicara sampai akhirnya.
“Anu...e gua boleh izin masuk gak mau ambil kunci motor” Kata Naya yang tampaknya sudah ingin pergi dari forum yang bukan menjadi kewajibannya.
“Oke,” jawab fattah.
“Hendra si kordes akhirnya masuk mengambil kunci motor, Naya lalu berjalan menuju jalan. Motor yang gua pakai tadi menghalangi motor Naya sehingga gua berinsitaif memindahkannya.
“Lang kunci motor, ngalangin tuh,” kata gua. Gilang lalu melempar kunci motor kepada gua. Gua lalu memindahkan motor yang dipakai kami tadi ke tempat lain.
“Sabar,” kata naya.
“ya?” kata gua gak fokus.
“Sabar,” kata Naya lagi. “Sabar ini ada dua arti, pernyataan dan harapan. Pernyataan kalau elo sudah menghadapi masalah ini dengan sabar dan harapan agar lo tetap sabar dan jangan sampai terpancing emosi,” kata Naya.
“Thanks.” jawab gua.
“Gua tahu fattah dan cara elo ini sudah sangat tepat buat hadapin dia,” Bisik Naya.
“Thanks, gua dapat pujian dari kepala divisi yang kelompoknya berharap ketuanya pacaran sama kordes, itu gosip di kelompok lo ya, damai banget” kata gua.
“hahaha bisa bisanya lo bencanda di saat begini,” kata Naya.
Sesaat kemudian Naya pergi meninggalkan desa. Sementara kelompok KKN gua bubar satu persatu setelah fattah mengumumkan untuk rapat dilanjutkan nanti malam pukul delapan seperti biasa. Tidak ada penyelesaian, tidak ada tanggapan dari ide gua tadi.
bebyzha dan 61 lainnya memberi reputasi
62
Kutip
Balas
Tutup