- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Son of the Rich (Reborn)
TS
kawan.betina
Son of the Rich (Reborn)
Quote:
Lembaran pertama - Kota Malang
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Polling
0 suara
Terlepas dari plot kisah ini, ada di team manakah kalian?
Diubah oleh kawan.betina 16-10-2020 11:01
fernicos dan 153 lainnya memberi reputasi
138
373.4K
Kutip
1.9K
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
kawan.betina
#765
[BOOK SPESIAL ][NEW EPISODE 4] ~ Masalah Pertama
Quote:
“Vania itu cakep ya? padahal udah dua setengah tahun gua di MIPA baru tahu gua ada anak Fisika kayak Vania.” Kata Heri. Kami para cowok duduk bersama di teras depan penginapan untuk sarapan pagi dan sekedar minum Kopi. “Yang gua tahu tuh ada dulu anak biologi cakep banget tapi pindah kayaknya, karena gua gak pernah lihat lagi,” Lanjut Heri.
“Friska maksud lo?” tanya Gilang.
“Eh ya bener bener, Friska namanya. Lo kenal lang?” tanya Heri penasaran.
“Kenal gua, tuh mantannya,” Gilang menunjuk Gua.
“Ian? Bahaya kawan kita satu ini, lo mantannya si Friska itu?” tanya Heri.
“Ngawur lang. Friska cuman temen doang. Gua gak pernah pacaran sama dia,” Sanggah gua.
“Terserah anggapan elo ian tapi kalau dibawain makan, disamperin tiap hari, dijemput kuliah, ditemenin pas lagi sakit. Menurut lo her? udah lebih dari cukup kalau disebut pacaran kan?” Debat Gilang.
“Bener tuh, mantan gua aja gak seperhatian gitu.” jawab Heri. Gua memilih buat gak menanggapi mereka.
“ini gak ada yang demen sama Vania kan? Kalau ada, bilang dari sekarang nih biar gua mundur teratur?” tanya Heri.
Semua diam. Gua melirik Fattah, dia tampak cuek aja seraya meminum kopinya. Setahu gua mereka punya hubungan khusus, gua pernah gak sengaja memergoki mereka sedang duduk berpegangan tangan di gazebo kampus selepas rapat persiapan KKN. Waktu itu kunci kosan gua jatuh dan gua balik mencarinya di tempat gua rapat. Lalu gua gak sengaja memergoki mereka sedang bermesraan.
“Kalau gak ada, tolong yang lain yang mundur teratur ya?” Ancam Heri.
“Pede banget lo Her, Belum tentu Vania mau sama elo,” Sirik Thomas.
“Namanya juga usaha Thom, harus pede dong,” Kata Heri meyakinkan dirinya sendiri.
Gua sejak tadi tak berhenti memperhatikan ponsel gua. Sinyal di ponsel gua sama sekali tidak ada, kesal juga rasanya gak bisa menghubungi kawan kawan yang lain. Apalagi gua ingin tahu kabar dari Ipeh.
“Kok kalian belum pada siap siap sih!” Omel Kasih yang tiba tiba datang dengan suara menggelegar. “Kan udah dibilang jam 7.30 semua udah siap buat kegiatan, gak pakai briefing-briefing lagi.” Lanjut kasih. Teman teman cewek lain juga sudah datang berkumpul di teras depan.
“Kaget gua kasih!” kata Gilang. “kami udah siap kok, tinggal pakai almamater doang,” Sanggah gilang.
“Tuh kalian masih pada belum selesai makan! jadwal sarapan kan jam 6.30 sampai sekarang kalian masih makan! Dasar lelet!” kata kasih. Fattah dengan cepat mengalihkan pembicaraan.
“Kasih temenin gua ke rumah pak Kades, Vania dan Adrian juga biar agak ramai. Yang lain langsung kerjakan sesuai hasil rapat tadi malam ok?” kata Fattah.
“Kok mendadak?” tanya Kasih. Fattah tidak bicara apa apa dia hanya berjalan keluar halaman. Vania, Kasih dan Gua langsung mengikuti Fattah dari belakang. Kami Jalan kaki menuju rumah pak kades karena jaraknya tidak terlalu jauh. Di tengah jalan di depan lapangan kosong Fattah tiba tiba berhenti.
“Lo bisa gak jangan asal nyerocos kayak tadi!” kata Fattah kepada kasih. Kasih tampak kaget dan kebingungan.
“Lo tahu gak tadi ibu yang punya rumah denger omongan lo! Kami itu baru makan karena makananannya baru Jadi. Lo asal teriak gak lihat situasi! kalau pemilik rumah tersinggung gimana” kata Fattah dengan suara yang cukup keras dan penuh amarah.
“Ya, maaf kan gua gak tahu. kalian sih...” kata kasih.
“Kalian apa? lo itu gak bisa jaga congormu itu,” kata Fattah.
“Fattah!” Tegur Vania.
“Lo juga diem,” kata Fattah emosi.
“Diam? lo yang diem? Lo ini koordinator Desa harus lo bisa tenang. masak masalah begini aja pakai emosi!” Kata Vania.
“Biar kalian gak seenaknya, mulut dijaga!” kata Fattah. Gua mendekati fattah lalu mendorongnya dengan pelan menjauh dari kedua gadis itu.
“Lo kenapa pak kordes? Kalem tolong kalem. tenang,” kata gua.
“Mereka itu gak bisa jaga sikon, mereka kira ini masih di rumah mereka, masih di malang,” gerutu Fattah.
“Sikap lo tadi juga gak dewasa Pak, Gak harusnya lo tegur kasih sekeras tadi. Ini saran gua pak kordes. Pisahkan urusan pribadi sama urusan KKN ini,” kata gua. Fattah terdiam sejenak.
“Kalau lo khawatir dengan Vania, Vania gak akan mau sama cowok kayak Heri, tenang Pak Kordes,” kata gua. Kasih tampak berlinang air mata, Vania mencoba menenangkannya.
“Gimana? kita jadi ke Pak kades dengan kondisi begini?” tanya Vania. “Gimana Pak Kordes?” lanjut Vania. Fattah masih berfikir.
“Lo aja yang pergi Van sama Kordes, gua sama Kasih balik aja. Pak Kordes butuh sekertaris buat catat hasil rapat sama Pak kades nanti,” kata Gua.
Walau terlihat agak berat Vania akhirnya menyetujui Usul gua. Fattah pergi menuju Rumah pak kepala desa sedangkan Gua kembali dengan kasih menuju penginapan. Kasih tampak masih shock dengan ucapan kemarahan Fattah tadi. Sampai di penginapan cowok gua langsung ke dapur mengambilkan kasih minuman.
“Loh kok ada anak gadis nangis? ada apa?” kata Ibu pemilik penginapan. Ibu itu sudah cukup tua dan tinggal berdua dengan suaminya. Anak-anaknya sudah menikah dan punya anak di luar kota. Bu Dewi namanya.
“Aduh maaf b, tadi ada masalah sedikit, biasa bu cekcok anak muda” jawab gua karena Kasih masih tidak bisa menjawab.
“Baru hari pertama lo,” kata Bu dewi.
“Kasih habis dimarahi pak ketua Bu gara gara omongan kasih tentang sarapan yang terlambat, Pak ketua gak enak karena katanya ibu dengan ucapan Kasih,” kata Gua jujur. kasih tambah shock mendengar kejujuran itu. Dia menatap Bu dewi dengan rasa bersalah.
“Astaga anak anakku sayang, kalian sampai segitunya. Ibu lo gak apa apa, ibu gak marah dan tersinggung.” kata Bu dewi.
“Maafin ucapan kasih bu,” kata kasih dengan terbata bata.
“Gak perlu maaf maaf, wong ibuk lo gak marah. Aduh kok ibu malah seneng sekali ya,” kata Bu Dewi.
“Kok seneng bu?” tanya Kasih heran.
“karena ini menunjukan kalau kalian ini anak yang baik hatinya, lembut sifatnya, rasa sungkan menyakiti orang itu penting sekali untuk hidup kalian kedepannya,” nasihat bu Dewi. Bu Dewi lalu duduk di dekat Kasih dan memeluk gadis itu dengan erat.
“Sudah jangan nangis ya, kok ibu jadi ingat anak ibu yang sulung. Kayak kasih ini sifatnya. Keras vocalnya tapi lembut hatinya,” kata Bu dewi.
*************************************
Hari pertama KKN gua selanjutnya berjalan cukup baik, gua pergi ke sekolah sekolah untuk memulai program program di Divisi gua. Dari program bimbingan belajar sore, Les tambahan bahasa asing, kegiatan seni seperti bernyayi dan bermain drama serta ada juga sosialisasi cerdas cermat yang akan dilaksanakan di pertengahan KKN nanti.
Tak ada masalah yang berarti, semua berjalan sesuai Plan. Bahkan Plan Heri untuk mendekati Vania sudah terlihat walau seperti dugaan gua, Vania tampak mencoba menghindari Heri. Fattah juga tampak memberi heri banyak tugas sehingga cowok itu mulai sibuk dengan tugas tugasnya. Malam itu evalusi team berjalan cepat. kami dari Divisi pendidikan berkumpul seusai evaluasi.
“Kita kayaknya harus hilangkan salah satu proker deh, antara bernyanyi atau drama. Karena kita gak akan sanggup handel semuanya. Apalagi Pak kordes ada proker tari untuk team inti. Kita bisa kelabakan ngatur bocah bocah SD ini,” kata Ghea selalu ketua divisi.
“Kita pilih Nyanyi aja,” kata Chua. “ Ngajar nyanyi lebih gampang,” kata Chua kembali.
“Alat musiknya gak ada loh, nih sih gilang pas survey katanya ada piano” kata Thomas.
“maaf sih, kan memang ada piano di gudang sekolah. Gua gak tahu aja kalau pianonya sudah rusak bertahun tahun yang lalu” Balas gilang.
“Bisa diperbaiki?” tanya CHua.
“Bisa tapi semua Dana KKN kita habis buat itu, mau?” kata Gilang.
“Ogah!” balas Chua.
“Kita pertahankan Drama aja tapi pakai sistem kabaret aja. Konsepnya drama tapi dialog, vocal dan musiknya itu dari rekaman. jadi secara gak langsung seni nyanyi juga masuk kan? tinggal cari musik lalu kita rekam suara anak anak itu.” kata Gua.
Teman taman gua tampak setuju, kami mulai membahasnya lebih dalam lagi. Mengambangkan cerita dan mencoba memprediksi hal apa saja yang akan kami perlukan untuk mengeksekusi program kerja kami. Disaat itu tiba tiba Ponsel CHua berbunyi.
“Lo ada sinyal Chua?” tanya gua kaget.
“Ya kadang ada, ini sekarang ada walau sedikit,” jawab Chua.
“Gua boleh pinjem hape lo gak buat nelfon?” kata gua cepat.
“Boleh aja tapi pulsanya gak banyak,” kata Chua.
“nanti gua isiin yam boleh ya,”
“Boleh, ini.” kata chua memberikan ponselnya.
“Gua izin bentar ya,” kata gua semangat mencoba sedikit menjauh dari mereka namun tidak jauh jauh amat karena takut sinyalnya hilang.
“Hallo ehem! hem,” Suara itu terdengar agak serak. “hallo ini siapa? Bisa telfon nanti gak? karena masih evaluasi,”
“Peh? ini ian?”
“ian?” kata suara di balik telfon agak berbisik. “Eh izin bentar ya nyokap gua nelfon.” kata Ipeh keras. “Oke” kata suara di sebelah Ipeh.
“Mbel? di sana ada sinyal?” kata Ipeh semangat.
“Di ponsel gua gak ada, tapi di ponsel temen gua kebetulan ada,”
“Lo apa kabar? lo sehat kan?”
“Peh gua yang harus nanya? lo apa kabar? suara elo serak gini loh” kata gua.
“Gua sehat kok Mbel, kebanyakan ngomong aja kok makanya serak,” jawab Ipeh.
“Badan lo anget” kata gua.
“gak hanget kok,”
“maksud gua badan lo anget pas kemarin lo meluk gua. Yakin lo gak apa apa?”
“Mbel gua gak apa apa, kan emang gua ini menghangatkan mbel, masak sih lo baru tahu hehehe.” kata Ipeh bercanda.
“Lo itu masih sempatnya bercanda, gua serius lo,”
“Ya Mbel, gua sehat walafiat,”
“Syukurlah kalau gitu. Doni sama bobi pernah main kesana?” tanya gua.
“Besok mereka mau ke sini, di desa gua ada indomaret sama resto friedchiken gitu. “ kata Ipeh.
“lah kok enak banget sih, itu mah bukan KKN namanya,” kata gua.
“hehehe iya sih, tapi bagian rumah warganya agak dalam kok. kalau di jalan raya memang cukup modern sih. “ jawab ipeh. “hari ini kelompok lo aman kan?” tanya Ipeh.
“Sampai sekarang sih aman aman aja,” jawab gua.
“Seneng dengernya, lo juga terdengar bahagia Mbel,” kata Ipeh.
“Bahagia gua bisa nelfon elo,”
“Hahah lo mah, bisa gak lo terus kayak gini?” kata Ipeh.
“maksud lo peh?”
“Terus bahagia, gua seneng adrian yang semangat, ceria, berambisi dan selalu senyum dan optimis, walau gua sekarang gua gak bisa lihat lo ya tapi gua yakin lo lagi senyum,” kata Ipeh.
“Ya gua lagi senyum kok, kok tiba tiba lo ngomong begitu sih peh,”
“Gak ada sih cuman gua bahagia aja lo bisa lebih ceria. Gimana kalau lo janji lo gak boleh sedih di depan gua. Bosen gua hibur lo terus, putus sama ini, ditinggalin sama cewek itu. dasar gembel plaboy,” kata Ipeh.
“heheh, lo gak ikhlas ngehibur gua,”
“Ihlas sih tapi capek aja. janji ya lo jangan sampai sedih, nangis, di depan gua lagi. Jangan sampai lo di KKN ini deket sama cewek terus malah lo sedih karena cewek itu udah punya pacar terus lo patah hati dan nangis nangis lagi di depan gua.” kata ipeh. “ males gua bayanginnnya.” Lanjut Ipeh.
“Gak akan gitu kali peh, gua di sini niatnya KKN doang kok. janji deh gua gak akan pernah sedih di depan lo lagi seumur hidup gua. Kalau gua melanggar gua siap di ketekin,” kata Gua.
“hahaha berani juga, ya. Tapi Kalo diketekin doang mah elo udah kebal. Intinya lo gak boleh sedih di depan gua oke?”
“Siap Pak bos,” kata gua.
“Peh...?”
“Peh..?”
“Ah sial sinyalnya ilang,”
“Friska maksud lo?” tanya Gilang.
“Eh ya bener bener, Friska namanya. Lo kenal lang?” tanya Heri penasaran.
“Kenal gua, tuh mantannya,” Gilang menunjuk Gua.
“Ian? Bahaya kawan kita satu ini, lo mantannya si Friska itu?” tanya Heri.
“Ngawur lang. Friska cuman temen doang. Gua gak pernah pacaran sama dia,” Sanggah gua.
“Terserah anggapan elo ian tapi kalau dibawain makan, disamperin tiap hari, dijemput kuliah, ditemenin pas lagi sakit. Menurut lo her? udah lebih dari cukup kalau disebut pacaran kan?” Debat Gilang.
“Bener tuh, mantan gua aja gak seperhatian gitu.” jawab Heri. Gua memilih buat gak menanggapi mereka.
“ini gak ada yang demen sama Vania kan? Kalau ada, bilang dari sekarang nih biar gua mundur teratur?” tanya Heri.
Semua diam. Gua melirik Fattah, dia tampak cuek aja seraya meminum kopinya. Setahu gua mereka punya hubungan khusus, gua pernah gak sengaja memergoki mereka sedang duduk berpegangan tangan di gazebo kampus selepas rapat persiapan KKN. Waktu itu kunci kosan gua jatuh dan gua balik mencarinya di tempat gua rapat. Lalu gua gak sengaja memergoki mereka sedang bermesraan.
“Kalau gak ada, tolong yang lain yang mundur teratur ya?” Ancam Heri.
“Pede banget lo Her, Belum tentu Vania mau sama elo,” Sirik Thomas.
“Namanya juga usaha Thom, harus pede dong,” Kata Heri meyakinkan dirinya sendiri.
Gua sejak tadi tak berhenti memperhatikan ponsel gua. Sinyal di ponsel gua sama sekali tidak ada, kesal juga rasanya gak bisa menghubungi kawan kawan yang lain. Apalagi gua ingin tahu kabar dari Ipeh.
“Kok kalian belum pada siap siap sih!” Omel Kasih yang tiba tiba datang dengan suara menggelegar. “Kan udah dibilang jam 7.30 semua udah siap buat kegiatan, gak pakai briefing-briefing lagi.” Lanjut kasih. Teman teman cewek lain juga sudah datang berkumpul di teras depan.
“Kaget gua kasih!” kata Gilang. “kami udah siap kok, tinggal pakai almamater doang,” Sanggah gilang.
“Tuh kalian masih pada belum selesai makan! jadwal sarapan kan jam 6.30 sampai sekarang kalian masih makan! Dasar lelet!” kata kasih. Fattah dengan cepat mengalihkan pembicaraan.
“Kasih temenin gua ke rumah pak Kades, Vania dan Adrian juga biar agak ramai. Yang lain langsung kerjakan sesuai hasil rapat tadi malam ok?” kata Fattah.
“Kok mendadak?” tanya Kasih. Fattah tidak bicara apa apa dia hanya berjalan keluar halaman. Vania, Kasih dan Gua langsung mengikuti Fattah dari belakang. Kami Jalan kaki menuju rumah pak kades karena jaraknya tidak terlalu jauh. Di tengah jalan di depan lapangan kosong Fattah tiba tiba berhenti.
“Lo bisa gak jangan asal nyerocos kayak tadi!” kata Fattah kepada kasih. Kasih tampak kaget dan kebingungan.
“Lo tahu gak tadi ibu yang punya rumah denger omongan lo! Kami itu baru makan karena makananannya baru Jadi. Lo asal teriak gak lihat situasi! kalau pemilik rumah tersinggung gimana” kata Fattah dengan suara yang cukup keras dan penuh amarah.
“Ya, maaf kan gua gak tahu. kalian sih...” kata kasih.
“Kalian apa? lo itu gak bisa jaga congormu itu,” kata Fattah.
“Fattah!” Tegur Vania.
“Lo juga diem,” kata Fattah emosi.
“Diam? lo yang diem? Lo ini koordinator Desa harus lo bisa tenang. masak masalah begini aja pakai emosi!” Kata Vania.
“Biar kalian gak seenaknya, mulut dijaga!” kata Fattah. Gua mendekati fattah lalu mendorongnya dengan pelan menjauh dari kedua gadis itu.
“Lo kenapa pak kordes? Kalem tolong kalem. tenang,” kata gua.
“Mereka itu gak bisa jaga sikon, mereka kira ini masih di rumah mereka, masih di malang,” gerutu Fattah.
“Sikap lo tadi juga gak dewasa Pak, Gak harusnya lo tegur kasih sekeras tadi. Ini saran gua pak kordes. Pisahkan urusan pribadi sama urusan KKN ini,” kata gua. Fattah terdiam sejenak.
“Kalau lo khawatir dengan Vania, Vania gak akan mau sama cowok kayak Heri, tenang Pak Kordes,” kata gua. Kasih tampak berlinang air mata, Vania mencoba menenangkannya.
“Gimana? kita jadi ke Pak kades dengan kondisi begini?” tanya Vania. “Gimana Pak Kordes?” lanjut Vania. Fattah masih berfikir.
“Lo aja yang pergi Van sama Kordes, gua sama Kasih balik aja. Pak Kordes butuh sekertaris buat catat hasil rapat sama Pak kades nanti,” kata Gua.
Walau terlihat agak berat Vania akhirnya menyetujui Usul gua. Fattah pergi menuju Rumah pak kepala desa sedangkan Gua kembali dengan kasih menuju penginapan. Kasih tampak masih shock dengan ucapan kemarahan Fattah tadi. Sampai di penginapan cowok gua langsung ke dapur mengambilkan kasih minuman.
“Loh kok ada anak gadis nangis? ada apa?” kata Ibu pemilik penginapan. Ibu itu sudah cukup tua dan tinggal berdua dengan suaminya. Anak-anaknya sudah menikah dan punya anak di luar kota. Bu Dewi namanya.
“Aduh maaf b, tadi ada masalah sedikit, biasa bu cekcok anak muda” jawab gua karena Kasih masih tidak bisa menjawab.
“Baru hari pertama lo,” kata Bu dewi.
“Kasih habis dimarahi pak ketua Bu gara gara omongan kasih tentang sarapan yang terlambat, Pak ketua gak enak karena katanya ibu dengan ucapan Kasih,” kata Gua jujur. kasih tambah shock mendengar kejujuran itu. Dia menatap Bu dewi dengan rasa bersalah.
“Astaga anak anakku sayang, kalian sampai segitunya. Ibu lo gak apa apa, ibu gak marah dan tersinggung.” kata Bu dewi.
“Maafin ucapan kasih bu,” kata kasih dengan terbata bata.
“Gak perlu maaf maaf, wong ibuk lo gak marah. Aduh kok ibu malah seneng sekali ya,” kata Bu Dewi.
“Kok seneng bu?” tanya Kasih heran.
“karena ini menunjukan kalau kalian ini anak yang baik hatinya, lembut sifatnya, rasa sungkan menyakiti orang itu penting sekali untuk hidup kalian kedepannya,” nasihat bu Dewi. Bu Dewi lalu duduk di dekat Kasih dan memeluk gadis itu dengan erat.
“Sudah jangan nangis ya, kok ibu jadi ingat anak ibu yang sulung. Kayak kasih ini sifatnya. Keras vocalnya tapi lembut hatinya,” kata Bu dewi.
*************************************
Hari pertama KKN gua selanjutnya berjalan cukup baik, gua pergi ke sekolah sekolah untuk memulai program program di Divisi gua. Dari program bimbingan belajar sore, Les tambahan bahasa asing, kegiatan seni seperti bernyayi dan bermain drama serta ada juga sosialisasi cerdas cermat yang akan dilaksanakan di pertengahan KKN nanti.
Tak ada masalah yang berarti, semua berjalan sesuai Plan. Bahkan Plan Heri untuk mendekati Vania sudah terlihat walau seperti dugaan gua, Vania tampak mencoba menghindari Heri. Fattah juga tampak memberi heri banyak tugas sehingga cowok itu mulai sibuk dengan tugas tugasnya. Malam itu evalusi team berjalan cepat. kami dari Divisi pendidikan berkumpul seusai evaluasi.
“Kita kayaknya harus hilangkan salah satu proker deh, antara bernyanyi atau drama. Karena kita gak akan sanggup handel semuanya. Apalagi Pak kordes ada proker tari untuk team inti. Kita bisa kelabakan ngatur bocah bocah SD ini,” kata Ghea selalu ketua divisi.
“Kita pilih Nyanyi aja,” kata Chua. “ Ngajar nyanyi lebih gampang,” kata Chua kembali.
“Alat musiknya gak ada loh, nih sih gilang pas survey katanya ada piano” kata Thomas.
“maaf sih, kan memang ada piano di gudang sekolah. Gua gak tahu aja kalau pianonya sudah rusak bertahun tahun yang lalu” Balas gilang.
“Bisa diperbaiki?” tanya CHua.
“Bisa tapi semua Dana KKN kita habis buat itu, mau?” kata Gilang.
“Ogah!” balas Chua.
“Kita pertahankan Drama aja tapi pakai sistem kabaret aja. Konsepnya drama tapi dialog, vocal dan musiknya itu dari rekaman. jadi secara gak langsung seni nyanyi juga masuk kan? tinggal cari musik lalu kita rekam suara anak anak itu.” kata Gua.
Teman taman gua tampak setuju, kami mulai membahasnya lebih dalam lagi. Mengambangkan cerita dan mencoba memprediksi hal apa saja yang akan kami perlukan untuk mengeksekusi program kerja kami. Disaat itu tiba tiba Ponsel CHua berbunyi.
“Lo ada sinyal Chua?” tanya gua kaget.
“Ya kadang ada, ini sekarang ada walau sedikit,” jawab Chua.
“Gua boleh pinjem hape lo gak buat nelfon?” kata gua cepat.
“Boleh aja tapi pulsanya gak banyak,” kata Chua.
“nanti gua isiin yam boleh ya,”
“Boleh, ini.” kata chua memberikan ponselnya.
“Gua izin bentar ya,” kata gua semangat mencoba sedikit menjauh dari mereka namun tidak jauh jauh amat karena takut sinyalnya hilang.
“Hallo ehem! hem,” Suara itu terdengar agak serak. “hallo ini siapa? Bisa telfon nanti gak? karena masih evaluasi,”
“Peh? ini ian?”
“ian?” kata suara di balik telfon agak berbisik. “Eh izin bentar ya nyokap gua nelfon.” kata Ipeh keras. “Oke” kata suara di sebelah Ipeh.
“Mbel? di sana ada sinyal?” kata Ipeh semangat.
“Di ponsel gua gak ada, tapi di ponsel temen gua kebetulan ada,”
“Lo apa kabar? lo sehat kan?”
“Peh gua yang harus nanya? lo apa kabar? suara elo serak gini loh” kata gua.
“Gua sehat kok Mbel, kebanyakan ngomong aja kok makanya serak,” jawab Ipeh.
“Badan lo anget” kata gua.
“gak hanget kok,”
“maksud gua badan lo anget pas kemarin lo meluk gua. Yakin lo gak apa apa?”
“Mbel gua gak apa apa, kan emang gua ini menghangatkan mbel, masak sih lo baru tahu hehehe.” kata Ipeh bercanda.
“Lo itu masih sempatnya bercanda, gua serius lo,”
“Ya Mbel, gua sehat walafiat,”
“Syukurlah kalau gitu. Doni sama bobi pernah main kesana?” tanya gua.
“Besok mereka mau ke sini, di desa gua ada indomaret sama resto friedchiken gitu. “ kata Ipeh.
“lah kok enak banget sih, itu mah bukan KKN namanya,” kata gua.
“hehehe iya sih, tapi bagian rumah warganya agak dalam kok. kalau di jalan raya memang cukup modern sih. “ jawab ipeh. “hari ini kelompok lo aman kan?” tanya Ipeh.
“Sampai sekarang sih aman aman aja,” jawab gua.
“Seneng dengernya, lo juga terdengar bahagia Mbel,” kata Ipeh.
“Bahagia gua bisa nelfon elo,”
“Hahah lo mah, bisa gak lo terus kayak gini?” kata Ipeh.
“maksud lo peh?”
“Terus bahagia, gua seneng adrian yang semangat, ceria, berambisi dan selalu senyum dan optimis, walau gua sekarang gua gak bisa lihat lo ya tapi gua yakin lo lagi senyum,” kata Ipeh.
“Ya gua lagi senyum kok, kok tiba tiba lo ngomong begitu sih peh,”
“Gak ada sih cuman gua bahagia aja lo bisa lebih ceria. Gimana kalau lo janji lo gak boleh sedih di depan gua. Bosen gua hibur lo terus, putus sama ini, ditinggalin sama cewek itu. dasar gembel plaboy,” kata Ipeh.
“heheh, lo gak ikhlas ngehibur gua,”
“Ihlas sih tapi capek aja. janji ya lo jangan sampai sedih, nangis, di depan gua lagi. Jangan sampai lo di KKN ini deket sama cewek terus malah lo sedih karena cewek itu udah punya pacar terus lo patah hati dan nangis nangis lagi di depan gua.” kata ipeh. “ males gua bayanginnnya.” Lanjut Ipeh.
“Gak akan gitu kali peh, gua di sini niatnya KKN doang kok. janji deh gua gak akan pernah sedih di depan lo lagi seumur hidup gua. Kalau gua melanggar gua siap di ketekin,” kata Gua.
“hahaha berani juga, ya. Tapi Kalo diketekin doang mah elo udah kebal. Intinya lo gak boleh sedih di depan gua oke?”
“Siap Pak bos,” kata gua.
“Peh...?”
“Peh..?”
“Ah sial sinyalnya ilang,”
bebyzha dan 61 lainnya memberi reputasi
62
Kutip
Balas
Tutup