Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
[OPEN DISCUSS] Memahami G30S dan Pembantaian Massal 1965-1967 Dengan Pikiran Jernih
Opening Statement TS ada di bawah.

Apabila thread ini melanggar ketentuan Forsex dan Forum Edu, agar agan-agan membantu untuk request delete thread ini.

Sengaja tidak ane posting di tanggal 30 September kemarin, supaya tidak mengundang kaskuser lainnya yang tidak berniat tulus untuk belajar sejarah.

Terima kasih. Selamat berdiskusi.
Diubah oleh tyrodinthor 23-10-2020 10:24
ffsuperteam
pakisal212
diknab
diknab dan 9 lainnya memberi reputasi
8
4.4K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
#14
hallo puh @yoseful emoticon-Big Grin
selamat bergabung, gw suka kalo ada pro-kanan yang kayak om yos gini emoticon-Ngakak (S) mungkin perlu mengundang om @mamorukun biar makin rame emoticon-Embarrassment

kita diskusi aja ya om, gak perlu tegang urat syaraf, maklum, ane suka kumat kelenjar getah beningnya kalo tegang hahahaa emoticon-Ngakak (S)

Quote:


kalo dibilang keterbatasan jumlah personil agak berlebihan deh. faktanya AD sudah menguasai media massa. dengan terus memviralkan G30S, akan terus membangkitkan sentimen anti-komunis begitu tinggi, yah semacam pembentukan opini untuk memancing hysteria massal. bahkan gak segan-segan isi beritanya ada yang direkayasa seperti tari telanjang Gerwani, pesta seks Lubang Buaya, penyiletan penis, pipi, dan tubug para jenderal korban, dll. selalu mengungkit-ungkit rekayasa tsb sampai publik pun kebakar amarahnya.

yang perlu diperhatikan bukan sentimen anti-komunis tsb sebenarnya. tapi bagaimana gerak-gerik RPKAD dalam pembantaian massal yang terjadi saat itu. dengan jumlah personil terbatas bukan sebuah alasan yang layak diterima akal sehat ketika itu terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia secara berkala. memang benar, ada beberapa daerah yang sudah melakukan aksi pembantaian lebih dulu, misalnya Bali. sejak November 1965, mereka sudah gorok-gorokin simpatisan PKI dan/atau Soekarnois, dan terus berlanjut sampai tahun 1966. RPKAD datang ke Bali di bulan Desembernya, ya you know lah abis itu RPKAD ngapain: ikut-ikutan bantai. yaa logika sehat aja sih, kalo memang sentimen anti-komunis itu respon alami sehingga membuat massa marah dan bertindak sendiri, ngapain akhirnya RPKAD ikut-ikutan bantai? emoticon-Big Grin

sebenarnya yang diincar RPKAD itu jelas, menumpas sisa-sisa G30S dan memburu para terduga yang terlibat G30S. sampai tahun 1966 itu, tokoh yang saat itu diduga berperan inti dalam G30S (meskipun ternyata bukan otaknya) yang masih dalam perburuan adalah eks-Brigjen. Supardjo yang terus lolos dalam persembunyian dan penggrebekan. amarah massal di daerah-daerah terpencil sudah pasti bukan terpancing oleh media massa, tapi oleh RPKAD sendiri yang masuk ke desa-desa mencari-cari -salah satunya- Supardjo. sudah cukup kebayang sebenarnya akhirnya terjadi pembantaian massal, mungkin RPKAD sendiri sudah merasa Supardjo memakai nama samaran, tinggal di pemukiman dalam, berbaur dengan masyarakat, dsbnya. dengan bantuan massa, terutama yang terorganisasi dalam bentuk paramilisi, mudah saja bagi RPKAD untuk meminta warga di suatu desa untuk menciduk siapapun yang dianggap kiri.

ane setuju apa yang terjadi dalam fakta G30S terkait pembunuhan jenderal adalah cara yang biadab, dan sangat tidak etis apabila ternyata itu semua dilatarbelakangi rasa takut berlebihan terhadap isu para jenderal ingin melakukan kup. di satu sisi, apa yang telah menjadi fakta kebiadaban peserta G30S tidak dapat ditoleransi dari sudut pandang apapun, apalagi didukung tensi politik Perang Dingin, segala kekerasan yang dilakukan tentu dilatarbelakangi faktor politik ini. tapi di sisi lain, menimbang banyaknya "fakta semrawut" pada saat terjadinya G30S, sebenarnya peristiwa ini gak bisa dikategorikan sebagai suatu makar besar. makar iya, tapi besar sih nggak. nyaris menang, mungkin. karena memang pada pagi harinya komplotan G30S masih di atas angin. tapi karena gak ada perencanaan matang, semua serba dadakan, bisa kita lihat hasilnya, yaitu "fakta semrawut". nah, "fakta semrawut" ini sebenarnya bukan benar-benar semrawut. tapi kita akan mikirnya semrawut karena asumsi awal kita: G30S direncanakan matang dan tunggal oleh PKI.

padahal, rencana G30S sama sekali gak matang. rencana asli G30S cuma menculik. gak ada rencana selanjutnya, gak ada juga plan B, C, dstnya. banyaknya miskom yang terjadi di kalangan peserta G30S juga membuktikan tidak hanya tidak memiliki perencanaan yang baik, tapi juga tidak memiliki tujuan yang jelas. abis diculik, terus diapain? gak jelas. Sjam dalam hal ini menganggap penculikan itu seperti sumbu mercon. yang diperlukan adalah nyalakan sumbunya. lalu biarkan merconnya meledak. dia terlalu menyepelekan sumbu mercon, alih-alih dengan harapan dengan cara menculik lalu mengumumkan agitasi atas nama "penyelamatan terhadap Presiden/Pangti/PBR", maka akan dengan sendirinya rakyat akan mendukung. mungkin, yang ada dalam bayangan Sjam dan para perwira progresif itu adalah penculikan dalam arti terhormat, sebagaimana tradisi culik-menculik yang kerap terjadi pada saat revolusi nasional (penculikan Rengasdengklok atau penculikan 3 Juli 1946, entah yang mana yang mau dijadikan contoh, dugaanku sih mereka ingin mencontoh penculikan Rengasdengklok, yang diculik adalah angkatan tua sayap kanan, yang menculik adalah angkatan muda sayap kiri). tapi karena tidak ada rencana selanjutnya, akhirnya semua di luar bayangan mereka. 3 jenderal mati, 3 jenderal sisanya dianggap gak penting, 1 jenderal berhasil lolos. kalo udah begini, mau berhenti juga gak bisa.

Quote:


kalo ane sih lebih percaya hasil sidang IPT 65. jumlah rata-rata minimalnya 500.000 yang tewas, diperkirakan lebih. tapi selama tidak ada penelitian khusus yang terbuka diadakan tentang pembantaian massal ini, kita hanya bisa menduga-duga saja. barangkali 1 sampai 3 juta bisa berlebihan, tapi kalo cuma puluhan ribu juga gak masuk akal. PKI sudah gak punya ruang untuk beraktifitas dan bergerak.

Quote:


kalo ini sih menurutku gak ada hubungannya yah. BK sendiri memang sudah kehilangan pengaruh. hampir seluruh pengaruh politik ada di tangan PH. dan dengan bargaining power yang sudah lebih kuat dari BK itu, PH secara perlahan merongrong BK, dan BK udah gabisa semena-mena lagi kayak sebelum G30S.

Supersemar menurutku asli, meskipun pasti ada bargaining dari PH yang merongrong BK, entah itu katanya sambil ditodong dll. tapi seluruh isi Supersemar itu BK pasti sudah baca, sudah memahami, dan tampaknya meskipun draf awalnya dari pihak PH, tapi setidaknya ada unsur BK juga di dalamnya. terutama yang dia sebutkan berulang-ulang saat pidato ucapan terima kasih kepada PH: "SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Pengamanan jalannya ini pemerintahan. Demi kukatakan dalam pelantikan kabinet. Kecuali itu, juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengamanan ajaran Presiden. Perintah Pengamanan beberapa hal". apa yang diulang-ulang BK itu menunjukkan satu unsur yang tampaknya ditambahkan dari BK sendiri, yaitu yang ada di poin 1 Supersemar: "..... mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris M.P.R.S. ....... melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi". unsur lainnya adalah berkas draf awal yang diajukan ke BK sebelum ditandatangani.

Quote:


setuju puh.

Quote:


setuju. BK sendiri sebenarnya sudah cukup senang begitu gerakan ini akhirnya timbul: "ini biasa, biasa dalam sebuah revolusi". karena dia sendiri juga gak suka sama pimpinan AD Letjen. Yani dkk. bagi dia, kalo ini udah beres, yaudah cukup.

perlu diketahui bahwa para organisator G30S (kecuali Sjam) sebenarnya justru patuh sama BK. begitu BK gamau memberi dukungan dan menyuruh G30S distop, mereka semua sudah stop. itu distop sebelum pengumuman kedua RRI dibunyikan. dan ini cukup bisa menjawab kenapa:

pengumuman pertama kontradiksi dengan pengumuman kedua.

pengumuman pertama (yang menyatakan telah menyelamatkan Presiden) berbeda dengan pengumuman kedua (yang menyatakan kabinet Dwikora demisioner). yang pertama menyelamatkan, yang kedua malah menggulingkan.

pengumuman kedua itu dibikin dadakan setelah BK nyuruh stop. saat itu Supardjo (yang jadi penghubung kelima gembong G30S dengan BK) jadi saksi ketika Sjam berdebat dengan Untung, Latief, dan Soejono, Pono mungkin gak ngeluarin pendapat. Untung dkk ingin patuh sama BK, yaitu di stop saja. Supardjo sendiri sih gak masalah mau distop apa terus aja, yang penting cepat diputuskan. tapi karena gak ada keputusan jelas, dia melihat suara mayoritas ada di kelompok Untung dkk, maka dia mengambil langkah stop. tapi Sjam masih aja ngotot, dan akhirnya dia gerak sendiri dan mengumumkan pengumuman kedua itu. ketika BK mendengar pengumuman kedua itu, dia langsung ngamuk. dia segera memanggil Pranoto (yang sebelumnya sudah diangkat jadi Menpangad sementara menggantikan Yani) ke Halim untuk dipertemukan dengan G30S dan menyelesaikan masalah ini secara politis. tapi Pranoto gabisa kemana-mana karena dilarang Soeharto yang sudah mengambil alih sementara Menpangad. ada miskom di sini antara Halim dan Kostrad.

Quote:


kalo ini sih yang perlu diperhatikan adalah bagaimana para organisator ini menentukan mana jenderal yang harus diculik. dan mereka cuma mengandalkan kabar burung, bukan penelitian. sasarannya cuma pimpinan tertinggi AD (dan Menko-Hankam/KASAB). Soeharto dan Umar kan bukan petinggi AD. meskipun sama-sama jenderal, tapi mereka tidak menjabat sebagai Pimpinan AD. Soeharto cuma Pangkostrad, Umar cuma Pangdam Jaya. yang diincar G30S cuma:
1. Menko-Hankam/KASAB (Nasution).
2. Menpangad (Yani).
3. SUAD.


yang diwarnai merah adalah para jenderal yang diculik


makanya Soeharto memang tidak jadi target penculikan. organisator G30S ini cuma utak atik gathuk, alih-alih istilah "Dewan Djenderal", maka yang ada di kepala mereka ya cuma oknum jenderal pimpinan AD yang dianggap tidak loyal sama BK. cukup lucu sih, dan mungkin ini bisa menjawab kejanggalan yang puh yos sebut di poin 3, bahwa:

  1. Soeharto tidak dianggap berbahaya, karena Pangkostrad gak punya pasukan apa-apa, cuma dalam keadaan tertentu Kostrad baru ngambil pasukan dari Kodam-kodam dll. ada semacam menyepelekan gitu lah dari kalangan organisator G30S.
  2. rekam jejak Soeharto sampai G30S tidak dikenal sebagai seorang jenderal yang anti-kom, juga tidak pro-kom. dia cukup dianggap Soekarnois.
  3. ada semacam harapan agar Soeharto bergabung ke G30S. makanya Kol. Latief mengabarkan langsung ke Mayjen. Soeharto yang saat itu di RSPAD bahwa dia dkk akan bergerak malam ini. ya mungkin miskom juga ketika Soeharto cuma diam saja, dianggap Latief sebagai lampu hijau.


dan bisa menjawab juga kenapa Soeharto diam saja.

karena Soeharto adalah oportunis. sebagai seorang oportunis, lebih baik diam dan lihat kemana arahnya, lalu kalo ada kesempatan caper, ambillah kesempatan itu.

Quote:


setuju. bahkan usai G30S, CIA bahkan tidak benar-benar membantu. dari laporan-laporan tsb, CIA cuma memberikan saluran/jalan bagi AD (Soeharto) untuk berhubungan dengan diplomat AS. dan beberapa laporan pemantauan aktifitas pendanaan.

Quote:


setuju. sejauh ini memang tidak ada dari postingan ane yang mengatakan bahwa asing menjadi dalang G30S. asing terlibat pasca G30S, paling cepat mungkin tanggal 4 Oktober, atau sebelum KAP-Gestapu dibentuk tanggal 12 Oktober.

Quote:


setuju juga. KGB Cekoslovakia membuat dan menyebarkan, tapi tidak dalam rangka mendalangi G30S, ataupun dalam agenda terselubung BC/PKI. isu-isu begitu memang untuk mendiskreditkan lawan politik dan mengagitasi tensi curiga-mencurigai. yaa mungkin gerakan semacam G30S itulah yang diharapkan akan terjadi dengan disebarkannya isu itu.

perlu dipertimbangkan juga faktor lain, mungkin malah faktor utama, dari disebarkannya isu "Dewan Djenderal" adalah karena Dubes AS untuk Indonesia yang ditugaskan adalah Marshall Green pada bulan Juli 1965. sebelumnya, Green adalah Dubes AS untuk Korsel pada tahun 1961. dan baru 2 bulan saja menjabat sebagai Dubes di Korsel, Jenderal Park Chung Hee (jenderal sayap kanan pro-AS) melancarkan kup terhadap pemerintahan sipil Chang Myon yang sayap kanan tapi tidak pro-AS. Jendral Hee kemudian menggantikannya dengan pemerintahan semi-militer. KGB mungkin mencurigai peran serta Green dalam kup di Korsel, dan mereka khawatir Green akan berbuat yang sama di Indonesia. tensi politiknya pun agak mirip antara Chang Myon dengan Soekarno (Demokrasi Terpimpin) yang mana keduanya dianggap sering merintangi kepentingan AS di Indonesia. sangat mungkin KGB sengaja menyebarkan isu Dewan Djenderal dengan harapan agar pemerintah Soekarno mewaspadai Green.

Quote:


PKT sendiri tampaknya cuma sebatas memberikan bantuan pucuk senjata cuma-cuma. mungkin secara terselubung mereka menyerahkan langkah politik selanjutnya kepada PKI sendiri.

CMIIW.

pada intinya sih prinsipku sederhana om. tidak ada manusia yang superpower banget di muka bumi ini, dengan segala kejeniusannya, merancang sesuatu yang jahat, ataupun yang baik.

makanya, anggapan bahwa G30S itu makar luar biasa adalah cacat analisa dan bertentangan dengan fakta G30S itu sendiri. anggapan bahwa G30S didalangi pun juga cacat secara logika. baik itu yang bilang dalangnya PKI, atau Aidit, atau Sjam, atau Soekarno, atau Soeharto, atau para perwira progresif, semuanya tidak logis dan lemah bukti. inisiator jelas ada, peran utama/major role juga ada, organisator juga pastinya ada, tapi tidak ada single mastermind yang merancang G30S. dan ini sangat sesuai tidak hanya dengan konteks zaman, namun juga konteks budaya dan tradisi. kalo melihat misalnya para perwira itu memutuskan stop atas perintah BK, atau Yon 530 yang memutuskan bergabung ke Kostrad, itu semua menunjukkan adanya tradisi patriarkal yang segan sama orang yang derajatnya lebih tinggi, yang dianut bangsa Indonesia. dan ini sering luput dari perhatian bagi penggemar sejarah G30S.

termasuk ketika kita katakan Soeharto sebagai dalang pembantaian massal pun, aku masih menganggapnya omong-kosong. jika dikatakan dia sebagai salah satu dalang, itu sih pasti. pembantaian massal 1965-1966/1967 itu harus dilihat sebagai fase konsolidasi kekuatan politik bersama antara Soeharto dengan AD, dan antara AD dengan ormas-ormas sipil non-komunis, dan antara sesama ABRI (AD, ALRI, AURI, AKRI).
Diubah oleh tyrodinthor 08-11-2020 08:43
silent.keeper
comrade.frias
bontakkun
bontakkun dan 3 lainnya memberi reputasi
4