Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

.Boyo.Avatar border
TS
.Boyo.
Mamat Anak Betawi (BB17)


#Prolog

Disebuah sudut dari Ibukota Jakarta, nampak seorang anak sedang terengah-engah menendang bola, larinya bagaikan Lionel Messi yang meliuk ke kanan dan ke kiri demi mencapai sebuah tujuan yaitu kemenangan.

"Mat kiri... mat kiri," teriak kawannya agar bola itu dioper ke arahnya.

Mamat segera mengoper bola itu, Heri segera saja merangsek ke dalam pertahanan lawan. Mamat mengambil posisi lebih aman tepat di depan gawang, Heri langsung mengoper bola lambung yang disundul sempurna oleh Mamat.

"Goall... " teriak anak-anak itu senang dengan hasil yang mereka raih.

Mamat beraksi dengan berlari ke arah teman-temannya dan berpelukan, seperti pemain profesional saja.

Baju orange kebanggaannya pun nampak kotor dengan cipratan tanah merah, sebuah baju kebanggan orang Jakarta dengan nomor punggung 20 sebagai legenda sepakbola bagi Jak Mania. Mamat sangat mengidolakan Bambang Pamungkas dari ia kecil, sosok yang membawa perubahan pada Persija.

Hari semakin sore, nampaknya pertandingan sudah berakhir. Satu persatu anak-anak itu pun segera pulang. Mamat dan Heri masih terdiam di atas gundukan tanah merah, seraya memandang tiang pancang yang sudah gagah tertancap disana.

Jakarta, gencar membuat pembangunan. Hingga tak terasa tanah lahirku menjadi semakin terdesak berganti dengan gedung-gedung tinggi yang hanya di huni oleh mereka yang punya uang saja.

"Mat sebentar lagi kita lulus, sepertinya aku sudah akan jarang main lagi. Kenalan Bapakku sudah minta gw langsung masuk kerja Mat. Kamu sendiri bagaimana?"

"Belum tahu Her, masih bingung gw mau kerja dimana! Paling ntar gw minta tolong lo aja dah masukin gw kerja," sambil tersenyum penuh arti.

"Semprul lo Mat."

Mereka berdua pun saling berangkulan, sebuah persahabatan di tengah kota metropolitan. Kota yang menyajikan banyak kesenangan namun sekaligus juga penderitaan.

Polusi dari asap kendaraan yang tinggi membuat Jakarta sesak untuk menghirup udara segar, dilema hidup di kota besar. Harus berpacu dengan waktu, siapa yang kuat dia yang bertahan. Siapa yang lemah, siap-siap untuk tersingkir dan punah.

Matahari perlahan mulai terbenam, kedua sahabat ini pun beranjak untuk pulang. Berusaha untuk menggores tinta kehidupan yang lebih baik.

Sinar kota Jakarta perlahan mulai meredup berganti dengan cahaya lampu malam dan kendaraan yang lalu lalang di pinggir jalan.

#Bersambung.


Index

Part 1

Part 2

Part 3

Part 4

Part 5

Part 6

Part 7

Part 8

Part 9

Part 10

Part 11

Part 12

Part 13

Part 14

Part 15

Part 16

Part 17

Part 18

Part 19

Part 20

Part 21

Part 22

Part 23

Part 24

Part 25

Part 26

Part 27

Part 28

Part 29

Part 30

Part 31

Part 32

Part 33

Part 34

Part 35
Diubah oleh .Boyo. 09-12-2020 07:03
andikarauf
kedubes
f4r1ds
f4r1ds dan 32 lainnya memberi reputasi
31
26.3K
297
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
.Boyo.Avatar border
TS
.Boyo.
#82
Part 30


"Mat...mat...bangun lo...ngapa tiduran di mari, mana berantakan gini lagi..."

Ibunya berkali kali membangunkan, disangkanya Mamat ketiduran.

"Mmmmhhh...uucchhh...nyak...ko nyak ada di mari..."

Mamat pun tersadar namun pikirannya belum menyatu.

"Busettt...Mat lo ngigo ya...lo pake tiduran disini mana album foto pada berantakan lagi..."

"Iye nyak...maaf...maaf...."

Mamat pun merapikan beberapa album foto yang berserakan, ia pun merahasiakan apa yang ia ketahui takut ibunya kecewa dan mengusir Wati, yang ternyata anak dari bapaknya.

Ia sengaja menutup rahasia itu rapat2 yang jelas ia punya seorang kakak, yang ada di pikirannya kenapa ibunya bisa jadi istri muda bapaknya.

Mamat semakin membenci sosok itu seorang pria yang tidak bertanggung jawab pada keluarga.

******************

Seminggu setelah pemakaman mak Ida, Mamat lebih sering berada di tempat barang bekas.

Waktu itu ia hanya berdua dengan Wati tak terasa obrolan mereka akhirnya membuka status Budi.

"Mat...lo bisa jaga rahasiakan..."

"Kenapa memangnya kak..." Beberapa hari ini Mamat sengaja memanggil Wati dengan sebutan Kakak.

"Tentang Budi Mat...dia sebenarnya bukan anak mak Ida..."

Mamat pun kaget dengan ucapan Wati, ternyata banyak yang disembunyikan tentang asal usul keluarga mereka.

"Lalu Budi itu anak siapa..."

"Ibunya Budi bernama Retno....Dia ponakanku Mat..."

"Maksudnya....gue jadi bingung kak..."

"Cucunya mak Ida anak dari abangku Mat....tapi hingga hari ini aku ga tahu siapa abangku...emak hanya bilang namanya Ajie..."

Dalam hati Mamat ketika tahu akan hal itu jadi Ajie sudah punya anak?

Mamat pun terdiam, rahasia ini membuat dirinya bingung sekaligus kaget begitu kompleks kah masalah keluarga mereka sampai bapaknya masuk dalam permainan.

"Hahhh....yang bener kak..."

"Ya ..Mat tapi kumohon kamu jaga rahasia ini kasian Budi...kalau tahu yang sebenernya.."

"Ya ..kak..."

Hari itu tabir rahasia sedikit demi sedikit semakin terbongkar, Mamat pun sedikit lega dirinya dapat membantu orang lain yang ternyata masih sedarah. Biarlah ia menutup tabir dari keluarganya yang serba misteri, ia akan pastikan jalan yang dihadapinya lebih baik dari bapaknya.


*************************

Di sebuah cafe berlantai dua Mamat tampak sibuk membantu meracik kopi, saat ini Pak Broto langsung yang meminta Mamat menghandle cafe mereka selama Sinta (Nisa) sebentar lagi menikah. Brand untuk cofe shop itu bernama mini cafe.

"Bang...ada apa katanya manggil Wawan ya..."

"Ya..tuh ada yang nyari kayanya produser rekaman..."

"Yang bener bang.. "

"Udahhh lo samperin sana ... sukses...ya "

"Ohhh..iya dah...makasih nih bang" Wawan pun berjalan ke arah meja no 10 ada dua orang tamu yang dari tadi sudah menunggu.

Mamat terkenang ketika saat bertemu Wawan si pengamen jalanan, suaranya memang bagus kini Wawan menjadi salah satu penyanyi untuk cafe ini, seperti yang ia janjikan dolo ke Wawan.

Ia pun melanjutkan uji coba racikannya untuk menambah variasi kopi yang sudah ada.

Di depan memang di pajang beberapa biji kopi yang belum diolah, dan mesin pengolah sederhana pun diperlihatkan di cafe ini jadi pengunjung bisa tahu cara2 mengolah kopi.

Saat ini Mamat sedang ujicoba meracik kopi biji salak dengan mesin kecil sederhana yang baru di belinya.

Biji-biji salak itu ia sudah siapkan dari rumah, ia sudah mengeringkan biji2 itu dengan bantuan penjemuran sinar matahari selama seminggu.

Ia pun meminta salah satu pegawai biasa dipanggil barista untuk melakukan sangrai dengan wajan tanpa minyak yang panasnya perkiraan 90°c.

"Tolong nanti sangrainya sampai berwarna hitam pekat, tapi jangan sampai gosong ya...nanti bisa pahit kopinya kalau gosong"

"Ya kak..." ujar pegawai di cafe itu.

Mamat pun memasang alat baru penumbuk kopi, walau sudah ada beberapa yang lama tapi Mamat memang mengkhususkan satu alat penumbuk untuk satu variasi kopi, agar bubuk kopi yang dihasilkan tak bercampur dengan bubuk kopi yang lain.

"Kak sudah nih....lalu apalagi..." tampak warna biji salak itu sudah hitam pekat.

"Kamu tiriskan saja dulu sekitar 10 menit...saya lagi pasang alat penumbuknya dulu..."

"Ya kak.."

Alat itu pun akhirnya terpasang permanen disebuah meja yang sudah disiapkan dengan menghadap ke arah pengunjung, jadi pengunjung bisa melihat langsung cara pembuatan kopi yang mereka nikmati. Walau agak bising tapi hal itu sangat menarik pengunjung. Karena meja2 mereka letaknya jauh dari bagian meracik, dan untuk suasana nyaman serta di manjakan live music ada di lantai 2.

Mamat kemudian memasukkan biji2 salak yang sudah disangrai tadi ke mesin penumbuk kopi, kemudian disatu mesin itu ada penyaringan kembali hingga menjadi bubuk2 yang lebih halus.

Mamat menaruh ke sebuah kotak kaca bubuk2 itu dan siap untuk dihidangkan, karena ini ujicoba Mamat melakukan gebrakan hasil bubuk kopi biji salak gratis kepada pengunjung.

Respon yang diberikan pun cukup positif, seduhan dari kopi biji salak bisa ditambahkan cream dan susu serta gula, khasiat kopi ini bisa menurunkan darah tinggi/hipertensi.

Tak hanya itu Mamat pun mempunyai beberapa barista yang handal, untuk membuat coffe latte dengan seni yang sudah umum digunakan untuk coffe shop kelas menengah atas, untuk itu Mamat mempunyai mesin milk frother untuk membuat susu menjadi microfoam.

Microfoam ini adalah susu yang mengurai prosesnya disebut denaturasi, Susu terdiri dari lemak, gula dan protein. Ketika susu diuapkan maka lemak mengurai dan memecah gula yang ada padanya dan membuat susu terasa lebih manis. Nah, susu yang telah menghasilkan microfoam
inilah yang dituangkan barista ke dalam espresso dan bisa dibentuk menjadi berbagai desain dalam latte art.

Barista2 ini akan membuat seni latte art dengan senjatanya milk jug, tak hanya itu kadang juga menggunakan Motta Latte Art Pen yang berguna menghias latte menjadi lebih indah.

Tak hanya itu setiap selasa dan kamis para pengunjung bisa belajar membuat latte art dengan dipandu pengajar latte art profesional, memang tidak gratis ada biaya tambahan tapi ternyata ini lah yang menghidupkan caffe ini dengan pengunjung yang semakin hari semakin banyak.

" Bang....aku ditawari rekaman, dan bikin album.." Wawan terlihat gembira.

"Wahhh sukses ya...tapi kalau dah jadi artis kamu ga nyanyi disini lagi dong..."

"Tenang bang...pastinya saya akan ada untuk cafe ini..."

"Biasanya naik nih bayarannya..." Mamat tersenyum.

"Ihhh...kaya sama siapa aja abang ini..."

"Ya sudah...tolong cari gantinya yang bisa nyanyi nanti kalau kamu dah sibuk Wan..."

"Ok siappp beres bang...aku pamit dolo ya bang...ada yang mau di urus...persiapan tanda tangan kontrak..."

" Ok Wann...hati2 lo..."

Wawan meninggalkan cafe itu dengan senyuman, Mamat pun merasa ada beberapa bisnis yang cukup menarik di matanya, bisnis hiburan entertaint bisa menjadi langkah bisnis selanjutnya atau menanggapi bisnis produksi yang akan dibantu Ajie.

"Ahhh...liat saja nanti.." ia berguman dalam hatinya.

"Kakkk.....sukses dari beberapa sample menyukai kopi biji salak kita..." ucap seorang barsta.

"Wahhhh....ok besok kita mulai produksi kopi ini....ehhh pak Sarmin kemana ya..."

"Di dalam ruangannya kali kak..."

"Ok....ya sudah kamu lanjutkan ambil sample masih ada beberapa bubuk yang tersisa hari ini kita service customer dengan kopi gratis..."

Pak Sarmin adalah visual merchandise di cafe ini, tanpa adanya visual yang menjual cafe ini tak bisa besar seperti sekarang.

Mamat menyuruh Pak Sarmin membuat beberapa banner dan flayer untuk kopi biji salak masalah design Mamat tidak turut campur, VM pengalaman ini punya ribuan kreatif design di otaknya.

Setelah selesai dengan tugas untuk mensuport cafe pak Broto Mamat pun pulang ke rumahnya, ia memang ada saham di cafe ini tapi tak banyak hanya 20% saja kadang ia sempat terfikir untuk membuat sistem franchise tapi entahlah apa pak Broto mau dengan sistem itu.

Dengan sistem franchise ekspansi pasar akan semakin meluas, brand yang kita kembangkan akan banyak dikenal orang tidak hanya di kota besar bahkan ekspansi untuk seluruh daerah terbuka luas.

Mamat pun menaiki motor matic yang sudah tua umurnya kembali membelah keramaian jalan, ditemani kepulan asap dari kendaraan.

#bersambung
Diubah oleh .Boyo. 27-09-2020 09:11
bobbob107
rinandya
itkgid
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup