Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

annaonymusAvatar border
TS
annaonymus
The Thread (Pre-words)
Hallo agan-agan dan sista-sista....
Sebelum mulai cerita, kenalan dulu boleh yaah hehehe.
Kenalin, aku Anna, pengguna baru di Kaskus, dan thread yang nanti Anna posting adalah thread pertama Anna. Jadi mohon maaf ya kalau nanti agak berantakan, karena Anna juga masih belajar emoticon-Smilie

Anna spoiler dikit yaah hehehe... 
Thread yang mau Anna share ini cerita fiksi yah, semua murni khayalan Anna aja. Bukan khayalan sih, sebenarnya Anna dapat inspirasi ini dari mimpi. Jadi kalau ada kesamaan nama, latar, tempat, dan lain-lain, atau mungkin agak menyinggung Anna mohon maaf ya, karena Anna nggak bermaksud demikian. 
Thread ini menceritakan tentang Silvana yang hobi baca thread di Twitter. Suatu hari, Silvana nemu thread aneh yang ceritanya cukup seru, tapi thread itu langsung hilang tepat setelah dia baca. 
Suatu hari, Silvana mendapat ajakan open trip ke Pulau Bening. Karena butuh liburan, Silvana pun tertarik untuk ikut. Tapi siapa sangka, ternyata thread yang dia baca beberapa waktu lalu itu ternyata firasat?

Satu lagi, 'The Thread' adalah cerita thriller pertama yang aku tulis. Kalau agan dan sista ada kritik dan saran, silakan yaa. Supaya Anna bisa menulis lebih baik. Tapi kritiknya yang membangun yaa emoticon-Smilie
Cerita ini juga udah aku post di blog pribadi aku, dan udah selesai. Ini link-nya ya agan dan sista: https://catatanceritaannaonymus.blogspot.com/
Silakan mampir ^ ^
Sama seperti kaskus, aku juga baru belajar ngeblog ehehehe. Jadi maaf yah kalau masih berantakan 

Allright then, happy reading!
Quote:


bukhorigan
bleedingscream
tien212700
tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
528
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
annaonymusAvatar border
TS
annaonymus
#1
The Thread (Chapter 1 Part 2)
Silvana menggeser-geser layar ponselnya, tampak tidak peduli dengan sekitarnya. Mengacuhkan orang-orang yang berlalu lalang, menulikan telinga dari gelak tawa dan obrolan-obrolan yang terdengar di seantero meja kantin, bahkan melewatkan kejadian saat Dara, salah satu anggota BEM yang cukup populer, terpeleset hingga hampir jatuh dan menumpahkan es kopi yang ia beli. Tyas sedang menghabiskan batagornya dengan khidmat dan kepedasan sehingga tidak bisa diajak mengobrol. Jadi, hal terbaik yang bisa ia lakukan selagi menunggu Tyas selesai makan adalah membaca utas di Twitter.

Namun utas-utas horor yang diposting di Twitter akhir-akhir ini tampak membosankan. Setelah membaca utas berjudul 'KKN Berujung Petaka' rasanya sekarang utas-utas itu tidak ada yang seru.

"Yas, rekomen dong thread horor di Twitter yang seru," kata Silvana kebosanan.

Tyas menyelesaikan kunyahan batagor di mulutnya. "Kemarin gue... sssh hah... habis baca thread judulnya... sssshhh... 'Kali Banyu'. Seru itu," cewek itu berusaha bicara sambil mendesah meredakan panas di lidahnya gara-gara makan batagor pedas.

"Yaah... itu juga gue udah baca semalam. Tapi nggak sampai habis, nggak seru," kata Silvana. "Gue maunya cerita yang kayak 'KKN Berujung Petaka' itu. Hmm akun penulisnya juga susah lagi dicarinya."

Tyas menyedot es tehnya yang hampir habis. "Emang gimana sih ceritanya? Kepo gue."

Silvana menghela napas, bersiap-siap memulai cerita panjang. Ia sangat antusias dan bersemangat membagikan cerita itu pada Tyas. Apalagi cerita itu hilang begitu saja sebelum Tyas sempat membacanya.

"Jadi, cerita ini berawal dari sekelompok anak kuliahan yang KKN di pulau terpencil gitu. Sebenarnya pulau ini normal, ada penduduknya dan indah banget. Pulau ini juga tempat wisata, tapi nggak banyak orang datang karena tempatnya terlalu jauh. Pokoknya sebuah pulau terpencil di tengah laut dalam lah, keluar dari bibir pantai dua puluh sampai tiga puluh meter aja udah langsung laut dalam. Susah sinyal, bahkan listrik aja nggak selancar di pulau besar. Tapi ada genset di pulau itu, buat jaga-jaga kalau mati lampu, which is sering banget kejadian. Kapal ke pulau itu pun nggak setiap hari ada. Paling cuma melayani seminggu sekali buat distribusi keperluan dari Jakarta dan setor ikan asin, rumput laut, sama ikan segar hasil dari nelayan-nelayan di pulau itu."

"Nama pulaunya apa?" tanya Tyas yang juga antusias. Tanpa ia sadari, rasa pedas yang membakar lidah setelah makan batagor perlahan-lahan mereda.

Silvana mengangkat bahu. "Nggak dikasih tahu. Disamarin." Kemudian ia pun melanjutkan ceritanya. "Semuanya normal waktu mereka datang. Bahkan fun. KKN rasa jalan-jalan gitu lah pokoknya, asyik. Mereka ada dua belas orang dan didampingi satu dosen. Kelompok KKN ini bukan teman sekelas, jadi beberapa dari mereka ada yang baru kenal pas KKN itu. Seperti KKN pada umumnya, mereka bakal tinggal di pulau ini selama dua bulan dan mereka tinggal di salah satu penginapan yang emang udah disewa pihak kampus selama KKN."

"Hari pertama sampai seminggu pertama, semua berjalan normal. Rapat proker, tur pulau, kenalan sama warga, ngerjain tugas setumpuk sampai hampir nggak tidur."

Silvana menarik napas, semakin bersemangat karena hampir tiba di bagian terseru dari utas itu. "Malapetakanya, berawal dari ketika mereka mau menanam pohon bakau dan bersih-bersih area pantai yang banyak sampah. Sebenarnya ini di luar proker, tapi ini inisiatif dari sebagian anggota yang kebetulan anak MAPALA. Kegiatan itu didukung sama dosen dan penduduk pulau itu. Nah, pas mereka hampir sampai di belakang pulau, mereka baru sadar kalau bagian belakang pulau itu terisolasi," mata Silvana menerawang membayangkan betapa mubazirnya ada wilayah terisolasi di pulau nan kecil yang bisa dikelilingi hanya dengan menggunakan sepeda. "Bagian belakang pulau itu kelihatan banyak pohon kelapanya dan ditembok tinggi. Akses masuknya cuma satu pintu besi yang digembok rapat. Mereka tanya ke penduduk, itu tempat apa dan kenapa diisolasi kayak gitu? Mereka sih bilangnya itu pemakaman, makanya diisolasi. Anak-anak KKN itu dilarang masuk ke sana dan katanya emang nggak ada warga yang dibolehin masuk."

"Tapi namanya juga anak muda, Apalagi mereka ada banyak, bermacam-macam karakter. Kalau anak MAPALA sih patuh, ya. Mungkin karena mereka udah terbiasa naik gunung, jadi menghormati dan taat aturan. Tapi ada beberapa dari mereka yang ceroboh. Mereka dengan keponya nyoba bobol gembok pintu besi itu cuma buat lihat apa yang ada di dalam tempat itu. Tapi alih-alih kuburan, tempat itu ternyata cuma kebun kosong yang nggak terawat. Banyak rumput liar, ilalang juga. Tapi mereka lihat kayak ada yang bergerak-gerak gitu. Mereka makin penasaran dong. Mereka akhirnya masuk dan nyari-nyari 'yang bergerak' itu."

"Terus, ada apa?" tanya Tyas yang tanpa sadar sudah menahan napas. Sebenarnya ia sudah menduga mungkin saja itu hantu. Tapi tetap saja Tyas penasaran.

"Ternyata itu buaya muara, dan jumlahnya nggak cuma satu atau dua, tapi banyak. Bahkan beberapa gede-gede. Dari situ mereka ketakutan dan akhirnya ngerti kenapa tempat itu diisolasi. Mereka pun buru-buru lari keluar dari tempat itu, yang ternyata kesalahan besar. Salah satu dari mereka, sebut aja namanya Melissa, larinya kurang cepat dan akhirnya ketangkap sama buaya muara itu. Yah, kebayangkan kan apa yang terjadi berikutnya?"

Tyas berjengit ngeri. Dugaannya salah. Ternyata utas horor yang dibaca Silvana bukan cerita hantu seperti biasa. Melainkan lebih seperti cerita thriller dengan alur cerita seperti film Jaws atau Bait. Pantas saja susah mencari cerita serupa, karena utas dengan cerita seperti itu memang jarang ada.

"Anak-anak yang berhasil kabur itu, sebut aja namanya Liana sama Bagas, karena buru-buru kabur mereka lupa nutup pintunya. Mereka cuma fokus buat cari bantuan. Tapi ternyata kesalahan kecil itu malah jadi berabe karena buaya-buaya yang udah lama terkurung di tempat itu mulai keluar dan jadi teror di pulau itu," lanjut Silvana dengan suara yang dibuat seram.

"Fajar Setiawan, salah satu anak MAPALA, dosen, sama satu anak lagi akhirnya ngikutin Bagas dan Liana ke belakang pulau itu secepat mungkin. Saat mereka sampai, Melissa udah dicabik-cabik buaya." Silvana mengangkat kedua tangannya. "Gue nggak akan mendeskripsikan ya, karena kita lagi di kantin. Saat itulah mereka baru sadar kalau buaya-buaya yang tadinya terkurung di tempat isolasi itu keluar. Bagas sama Liana disemprot habis-habisan sama dosen karena kecerobohan mereka. Dia udah kalut banget. Akhirnya mau nggak mau mereka pun berpencar buat ngasih tahu para warga kalau bagian belakang pulau yang mereka isolasi udah dibuka dan buaya-buaya di dalamnya keluar."

"Para warga jadi ketakutan dan marah banget sama anak-anak KKN karena mereka ceroboh banget. Penduduk pulau yang ketakutan itu akhirnya mengunci rumah mereka rapat-rapat. Pokoknya apapun yang terjadi, mereka nggak akan buka pintu. Bahkan para anggota KKN ini sampai diusir sama pemilik penginapan saking kesalnya dia sama mereka. Dibalikin pula uang sewanya selama dua bulan. Akhirnya nggak ada pilihan lain selain pulang. Tapi masalahnya, kapal di pulau itu cuma beroperasi seminggu sekali."

Tyas menahan napas. "Gila! Terus gimana tuh mereka?"

"Untungnya ada tiga anak MAPALA dalam anggota mereka. Mereka bertiga bawa perahu karet portable yang tadinya niatnya mau dipakai buat senang-senang di pantai. Akhirnya mau nggak mau mereka pakai perahu karet itu buat keluar dari pulau itu. Nggak bisa sampai Jakarta, tapi paling nggak mereka bisa keluar dari sana dan menuju pulau terdekat. Fajar Setiawan, sama dua anak MAPALA, gue lupa namanya, pergi duluan ke pantai buat nyiapin perahu karet. Tapi sayangnya, perahu karet itu nggak bisa bawa mereka semua sekaligus. Apalagi nyeberang laut, terlalu beresiko. Akhirnya mereka cuma bisa pergi sebagian, sebagian lagi nunggu perahu-perahu itu balik...."

"Sil, Sil. Kantin sepi cuy!" Tyas menyela cerita Silvana saat akhirnya ia menyadari sekitar. Tyas pun melirik jam dinding di salah satu kios dan baru sadar sekarang sudah pukul satu lewat sepuluh menit. Mereka sudah terlambat kelas. "Sil, kita udah telat!"

"Waduh!" pekik Silvana. Mereka pun serta merta beranjak dari kantin dengan buru-buru, membayar makanan, dan berlari ke kelas. "Ah, saking asyiknya cerita, jadi lupa waktu!"

Setelah itu, baik Silvana maupun Tyas melupakan utas thriller yang dibaca Silvana. Bahkan Tyas lupa begitu saja bahwa ia belum mendengar cerita itu hingga selesai. Cerita itu memuai begitu saja dari ingatan mereka seiring kesibukan perkuliahan yang mereka hadapi, dan utas-utas lain yang mereka temukan di Twitter.

***

0
Tutup