Part1


“Chayra!” Suara Anita menggema di dalam rumah bergaya Eropa yang memiliki luas lebih dari lima ratus meter persegi.

Rumah dua lantai dengan tiga kamar di lantai dua, dan empat kamar di lantai satu. Setiap kamar memiliki kamar mandi pribadi. Ruang tamu dengan nuansa gold, ruang keluarga yang lengkap dengan home teaternya, ruang pertemuan yang juga sudah lengkap dengan segala fasilitasnya. Dua kamar tidur di belakang yang di peruntukan untuk para pekerja dengan satu kamar mandi yang berada di dapur.

“Mengganggu aja tuh, Bocah,” keluh Chayra.
Chayra dan kedua sahabatnya sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah mereka. Kertas dan buku berserakan di lantai tempat mereka duduk.

“Sabar, orang sabar jidatnya lebar,” goda Cinta menepuk pundak sahabatnya.

Carla hanya terkekeh mendengar perkataan Cinta. Dia tetap fokus menatap layar laptop sambil meliuk-liukkan jemarinya di atas keyboard.

"Geng, gua tinggal dulu." Chayra yang duduk bersama kedua sahabatnya berdiri.

Cinta, Carla dan Chayra adalah tiga sahabat yang tidak pernah terpisahkan. Mereka teman satu kampus dengan latar belakang yang berbeda. Chayra bernasib lebih beruntung dibandingkan dengan Cinta dan Carla. Cinta anak seorang bandar judi, Ibunya sudah menikah lagi dan ikut suaminya entah ke mana. Sedang Carla hanya seorang anak yang dititipkan orang tuanya di sebuah panti asuhan.

"Hati-hati, awas ada anak kucing minta ikan teri," ucap Carla menepuk pundak Chayra.

"Tenang saja, gua sudah biasa.” Dengan santai Chayra berjalan keluar kamar.

Chayra merupakan yatim piatu yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya karena kecelakaan. Gadis itu seharusnya hidup dalam serba berkecukupan, karena harta peninggalan kedua orang tuanya memang tak akan habis sampai tujuh turunan. Namun, apa mau dikata seluruh harta yang dia punya dikuasai oleh Om Henri, adik dari ayah gadis itu.

Chayra memandang jengah gadis yang sudah menunggunya di lantai bawah. “Ada apa anak manja?” tanyanya berjalan santai menuruni anak tangga, menghampiri Anita yang berdiri di ruang keluarga.

“Apa lo bilang?!” sungut Anita kesal. Gadis itu memajukan bibirnya lima senti. “Heh jongos, setrikain baju gua! Mau gua pakai lima menit lagi!” perintahnya menyerahkan gaun merah muda kepada Chayra yang sudah berdiri di hadapannya.

Cerita hidup Chayra berbeda dengan kisah Cinderela ataupun kisah bawang putih yang selalu tersiksa. Chayra adalah gadis yang selalu berani melawan kebatilan yang dilakukan oleh om, tante, serta sepupunya terhadap dirinya. Dalam diam gadis itu memiliki berbagai rencana untuk membuat mereka jera agar mereka tidak lagi menyakiti dirinya.

“Yang jongos itu lo? Apa Gue?” ucap Chayra melotot sambil menunjuk badan Anita, kemudian menunjuk dirinya sendiri. “Lo itu benalu dalam hidup gue.” Chayra menekan telunjuknya pada jidat Anita hingga kepala gadis itu condong ke belakang. “Lo punya tangan kan?” Chayra memegang tangan Anita mengangkatnya ke atas lalu menghempaskannya. “Setrika sendiri baju Lo!” Chayra melempar gaun merah jambu tersebut ke badan Anita.

Anita bersungut-sungut manja, bibirnya dimajukan lebih dari lima senti, kakinya dientak-entakkan ke lantai. Chayra menahan tawa memandang sepupunya.

“Mama!" Gadis itu berteriak kesal memanggil mamanya.

Seorang wanita paruh baya berlari kecil menuruni anak tangga, berjalan menghampiri Anita. “Ada apa, Sayang?”

Anita berhambur memeluk mamanya.

“Dasar anak manja!” umpat Chayra melihat tingkah sepupunya.

“Heh, jongos! Apa lo bilang?” Anita marah, matanya melotot. Dia berjalan mendekati Chayra.

“Anak manja!” goda Chayra dengan membungkuk, mendekatkan wajahnya dengan wajah Anita, sambil menjulurkan lidah dan bola mata yang sejajar dengan hidung.

“Mama!” teriak Anita.

Chayra tertawa melihat ekspresi wajah kekanakan sepupunya.

“Heh, apa-apaan ini?” Tante Maya berjalan menghampiri mereka berdua. Memandang dua gadis yang saling berseteru.

“Ma, si jongos tuh!" adu Anita menunjuk Chayra.

Chayra membalas menggoda dengan menjulurkan lidah. “Dasar manja.”

“Apaan si lo?!” sungut Anita kesal.

“Eh ... apa-apaan sih kalian ini!” Tante Maya berdiri tepat di tengah-tengah mereka.

"Ini Ma.” Anita menunjukkan gaun merahnya. “ Chayra enggak mau setrikain gaun Anita,” adunya pada sang mama.

Anita memberikan gaun merah muda kepada mamanya.

“Chayra, setrikain baju Anita, cepetan!” perintah tante Maya dengan melemparkan gaun tepat di wajah Chayra.

Gadis itu menyikapinya dengan santai. Dia mengambil sebuah lolipop dari saku celana. Membuka bungkusnya. Lolipop dimasukkan ke dalam mulut, sedang bungkus lolipop dia buang tepat di atas gaun, lalu diinjaknya bungkus permen dan gaun merah itu bersamaan.

“Chayra!” teriak ibu dan anak bersamaan.

Chayra berjalan melengang meninggalkan mereka yang masih berdiri memandang gaun merah muda yang sudah kusut dan kotor di lantai..

“Ma ...,” Anita berhambur mengambil gaun di lantai, memeluk dan meratapi nasib tragis gaun miliknya yang sedikit robek.

“Chayra!” teriakkan Tante Maya kali ini menghentikan langkah kaki Chayra. “Awas kamu! Tante akan mengadukan perbuatanmu pada Om Henri, agar Om kamu itu tidak memberimu uang sepeser pun. Bahkan untuk bayar uang kuliah kamu!” ancamnya.

Chayra yang sudah berdiri di ujung tangga menoleh pada perempuan yang sedang menatapnya nyalang. “Uang siapa yang Tante maksud?” tanyanya.

Tante Maya kelimpungan tidak tahu harus menjawab apa. “Kamu!” sungutnya kesal.

“Uang Chayra bukan? Dari mana Tante bayar biaya kuliah Anita? Pakai uang gue kan? Tante belanja, jalan-jalan, liburan, beli perhiasan atau apa pun. Itu semua pakai uang siapa? Uang Tante?” tanya gadis itu. “Tidak, Tante, semua itu pakai uang Chayra.” Chayra menatap Tante Maya sinis.

“Beraninya kamu bilang begitu sama Tante. Awas kamu Chayra!” teriak Tante Maya penuh emosi.

“Bodo amat!” Dengan santai gadis itu meninggalkan Tante Maya dan Anita, berjalan menaiki tangga.

---Bersambung---