Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lina.whAvatar border
TS
lina.wh
[SFTH] - HASRAT SESAAT
[SFTH] - HASRAT SESAAT

Sumber gambar : di sini


Cinta Sesaat



"Cinta itu tidak perlu dicari. Kalau sudah saatnya, nanti akan datang sendiri."

Begitulah kata-kata mutiaraku untuk diri sendiri. Karena aku bosan, dengan hasrat sesaat yang melintas dan singgah di benakku. Iya, hasrat sesaat saat seorang lelaki mendekatiku dengan segala cumbu rayunya.

Aku terhanyut, kagum. Tapi hanya sesaat saja. Karena cinta dari hatiku belum tumbuh, belum juga terdedikasi. Biarlah cinta itu masih tetap misteri dalam hidupku karena aku yakin cinta tak perlu dicari, nanti akan datang sendiri.

"Aryazkha, bagaimana jika musim libur nanti kita traveling?" kata Caferro yang biasa aku panggil Ceo.

Aku bahagia dan setuju dengan ajakan Ceo. Aku pikir, otakku perlu refreshing saat libur kuliah nanti.

"Boleh, Ceo. Kira-kira ke mana?" aku balik bertanya kepada Ceo, teman baru yang aku kenal dari media sosial yang aku miliki.

Jujur, aku belum tahu latar belakang Ceo. Tapi karena Ceo baik kepadaku, aku pun baik kepadanya.

"Ke Gunungkidul. Di sana banyak wisata alam," jawab Ceo dengan semangat.

Gunungkidul itu daerah asalku, tanah kelahiranku, kampung halamanku dan orang tuaku juga tinggal di sana hingga saat ini. Tapi lebih baik aku pura-pura tidak tahu tentang daerah Gunungkidul.

"Kamu pernah ke sana?" tanyaku kemudian.

"Pernah dan itu sangat menyenangkan!" lanjut Ceo.

Kemudian, Ceo bercerita banyak tentang daerah Gunungkidul. Aku menyimaknya, walaupun aku sebenarnya lebih banyak tahu daripada Ceo.

"Wah, pasti asyik ya di sana. Gak sabar lagi nih," kataku kemudian.

"Aryazkha, benar nih kamu belum punya pacar?" lanjut Ceo di sela perbincangan.

"Belum!" jawabku singkat tetapi jujur.

Kami hanya bercanda di kesempatan pertemuan ke dua itu. Kadang aku ingin tahu banyak tentang Ceo, tetapi Ceo kadang tidak menjawab pertanyaanku dan selalu mengalihkan pembicaraan.

"Ceo, kamu kerja di mana?" tanyaku ingin tahu.

"Aku kerja di perusahaan bonafit. Nanti aku ambil cuti saat liburan kuliahmu, Sayang!" jawabnya sedikit berbelit.

Ah, aku paling tidak suka dengan panggilan alay seperti itu. Tapi aku tak menampakkan.

"Sebonafit apakah itu?" lanjutku.

Ceo tak langsung menjawab pertanyaanku, hanya menatap tajam mukaku. Aku risih dengan tatapan itu, kemudian aku menoleh sedikit ke arah kanan. Entahlah, apa yang aku perhatikan sungguh tak terarah.

"Sebonafit cintaku kepadamu," kata Ceo tiba-tiba.

Sungguh, kata-kata Ceo membuatku risih. Aku tidak suka dan tidak terbiasa.

"Ceo, ini sudah malam. Aku harus kembali ke kost. Peraturan di kost harus aku patuhi," lanjutku saat melihat jam di handphone menunjukkan pukul 20.30.

"Ini masih sore, Aryazkha!"

"Buatmu mungkin masih sore. Tapi peraturan ya tetap peraturan," jawabku tanpa menjelaskan apa saja peraturan di kost yang aku tempati.

"Baiklah!" lanjut Ceo sambil menuju kasir untuk membayar menu yang tadi kami pesan.

Kemudiab Ceo mengantarku ke kost dengan motor sportnya. Aku tak banyak bicara. Tiba-tiba, Ceo melambatkan laju motornya saat jalan sepi.

"Aryazkha, pegangan donk!" katanya sambil meraih tangan kananku dan melingkarkan di perutnya.

Sungguh, aku sangat risih. Kemudian aku menarik paksa tanganku.

"Ceo, please. Jangan begitu. Aku tidak suka," kataku dengan nada sopan.

"Kita sudah dewasa, Sayang!" katanya kemudian.

"Iya, tapi aku tidak terbiasa seperti itu!"

Kemudian Ceo menaikkan kecepatan motor sportnya. Aku tahu maksud Ceo, supaya aku tetap berpegangan. Tapi aku tak melakukan itu.

***

Ceo selalu menelfonku, tepat di saat jam istirahat bagi pekerja. Jika malam tiba, tak henti-hentinya Ceo menelfonku. Kadang, aku meminta mengakhiri pembicaraan karena tugas kuliahku.

"Baiklah, Aryazkha. Selesaikan tugas kuliah," katanya menutup pembicaraan dalam telepon.

Aku mulai banyak bicara kepada Ceo, karena Ceo semakin menunjukkan perhatiannya kepadaku. Tapi benih cinta, belum tumbuh dari hatiku. Aku hanya merasa nyaman dengan Ceo.

Akhir pekan, Ceo mengajakku ketemuan lagi. Tapi aku tidak setuju ajakannya untuk wisata kuliner. Aku tidak enak jika Ceo selalu mentraktirku setiap ketemuan. Yah, walaupun katanya Ceo bekerja di perusahaan bonafit. Tapi entah, perusahaan apa itu. Karena Ceo tak pernah jujur jika aku tanya tentang itu.

Akhirnya aku memutuskan untuk ketemuan di taman kota saja. Di sana, banyak para remaja, dewasa, bahkan orang tua. Setidaknya, tempat itu sangat ramai. Walaupun aku merasa nyaman dengan Ceo, tapi aku harus jaga diri.

"Aryazkha, maukah kamu jadi pacarku?" kata Ceo sesaat setelah kami sampai di taman kota.

Aku tersenyum. Bukan karena aku suka tetapi karena tebakanku saat ini tentang perasaan Ceo kepadaku ternyata benar.

"Aku belum tahu siapa dirimu, Ceo. Kamu belum pernah menunjukkan identitasnya selama ini. Bahkan saat aku tanya di mana perusahaan tempat kamu kerja, kamu tidak pernah menjawab!" kataku dengan jujur.

Ceo tersenyum tipis. Kemudian memalingkan mukanya dariku.

"Perlukah semua itu?"

"Iya, itu perlu!" jawabku singkat.

"Untuk apa?" lanjutnya dengan penuh keraguan.

Kali ini, gantian aku yang memalingkan muka dari Ceo. Iya, aku nyaman bersama Ceo. Tapi mungkin ini hanya hasrat sesaat saja.

"Untuk mengetahui statusmu. Apakah kamu benar-benar masih single, atau sudah beristri? Karena kalau dilihat, sepertinya usiamu jauh di atasku!"

"Aku mencintaimu, Aryazkha. Cinta itu buta. Jika saling mencinta, apa salahnya?" kata Ceo yang tak kunjung menunjukkan identitas dirinya.

Aku diam sejenak. Supaya aku tidak tergoda dengan rayuan maut Ceo selanjutnya.

"Bagaimana jika ternyata kamu sudah beristri? Aku tak mau punya predikat pelakor!"

Ceo menanggapi kata-kataku dengan muka datar tetapi tatapan matanya tajam.

"Lalu, kenapa kamu bilang nyaman denganku?" tanya Ceo yang masih menatapku tajam.

Aku berdiri sejenak kemudian duduk kembali di tempat semula. Berharap setelah aku berdiri, Ceo akan mengalihkan tatapan tajam matanya ke arah lain. Tetapi ternyata tidak. Ceo tetap menatapku tajam.

"Iya, aku nyaman denganmu. Karena kamu perhatian kepadaku. Tapi nyaman bukan berarti cinta. Ayolah Ceo, tunjukkan salah satu kartu identitasmu. Apa susahnya sih?" lanjutku.

Ceo sepertinya mulai kesal. Kemudian berdiri dan duduk sedikit menjauh dari aku.

"Aku tidak membawa. Dompetku hanya isi uang!"

Jawaban Ceo sungguh tak masuk akal. Ceo datang menjemputmu memakai motor sport. Tentu donk, setidaknya ada STNK atau SIM di dalam dompetnya.

"Oh, begitu!" jawabku dengan senyum tipis.

"Ya sudahlah aku antar kamu ke kost saja. Ribet sekali kamu ini. Diajak pacaran saja perlu identitas. Memangnya mau melamar kerja apa!" kata Ceo dengan kesal.

"Kalau kamu cinta, tunjukkan donk salah satu identitasmu. Apa susahnya sih? Lalu aku ribet di mana?" balasku.

Ceo kelihatan semakin kesal. Entahlah, mungkin ada sesuatu yang ditutupi dari aku. Sehingga untuk menunjukkan identitas diri saja tidak mau.

"Buat apa identitas itu?"

"Supaya aku tahu, statusmu yang sebenarnya. Karena aku tidak mau jadi pelakor, jika ternyata kamu ternyata sudah beristri!"

Ceo semakin kesal dan tidak menjawab kata-kata yang baru saja aku ucapkan. Aku semakin yakin jika Ceo tidak jujur kepadaku.

"Berarti kamu menolak cintaku? Berarti kamu menolak menjadi pacarku? Aku sayang kamu, Aryazkha. Bagaimana aku bohong, jika setiap hari aku menelfonmu hanya untuk menanyakan kabar," kata Ceo setelah lama terdiam.

"Simpan saja dulu, Ceo. Aku hanya minta satu syarat itu!" lanjutku.

"Ah, kamu membosankan!"

"Terserah apa katamu. Aku mau kembali ke kost!"

Kemudian Ceo meraih tangan kananku. Menahanku untuk tidak berjalan.

"Baiklah Aryazkha, aku akan mengantarmu ke kost!" pinta Ceo dan aku menyetujuinya.

***

Hari-hari berikutnya, tak ada lagi kabar Ceo. Bahkan aku diblokir dari media sosial miliknya. Nomor handphone juga diblokir.

Entahlah, siapa Ceo sebenarnya. Aku akan melupakannya dan tak akan mencarinya lagi. Ceo tidak mau jujur kepadaku, itu yang membuatku tak mau membalas cintanya.

"Ya, cinta itu tidak perlu dicari. Kalau sudah saatnya, nanti akan datang sendiri. Aku tidak mau terjebak dalam hasrat sesaat. Karena itu hanya akan menciptakan luka. Sungguh, aku benci dengan luka. Luka sayatan pisau saat masak saja sakit, bagaimana jika hati yang terluka? Pasti lebih sakit. Jika luka karena sayatan pisau saat masak, bisa ditangani dengan P3K. Lalu, jika yang luka hatinya?"


Selesai...

Lina WH

Cibubur, 030719

[SFTH] - HASRAT SESAAT


Diubah oleh lina.wh 14-08-2020 16:15
RexHTP
nomorelies
Yunie87
Yunie87 dan 35 lainnya memberi reputasi
34
5.3K
188
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
lina.whAvatar border
TS
lina.wh
#84
Bimbang Tentang Rasa
[SFTH] - HASRAT SESAAT



Halaman kost yang Arum tempati tidak terlalu lebar, namun indah dan menawan. Bunga mawar yang sedang bermekaran, nambah indah dan berseri karena sinar matahari pagi. Arum tidak tenang di sini, menunggu Nasrun yang sudah berjanji hendak menjemput dan bertemu sebelum pemindahan tugas.

Sesekali Arum memperhatikan jam di ponsel. Sepertinya terasa lama detik ini berganti. Entah mengapa Arum cemas sekali dan ingin Nasrun segera datang. Tapi Arum tidak berani menelfon Nasrun, takut mengganggu jika Nasrun sedang berkendara. Arum pun memutuskan untuk tetap menunggu, mungkin sedang macet di jalan. Kemudian Arum menyibukkan diri dengan sesekali mencium aroma wangi bunga mawar yang sedang mekar.

Di antara beberapa mawar yang sedang mekar, ada satu mawar yang Arum rasa sangat indah. Lalu, Arum memetik satu mawar terindah itu. Karena Nasrun tak kunjung datang juga, Arum pun masuk kamar kost untuk mengambil plastik tebal pembungkus bunga dan sehelai pita satin warna pink.

Arum bungkus bunga mawar terindah itu, lalu Arum mengikat bawahnya memakai pita satin warna pink. Sungguh indah, tak perlu Arum membeli di toko.

Tak selang berapa lama, Nasrun pun datang. Lalu, Arum bergegas membukakan pintu gerbang untuknya. Dengan tersenyum, Nasrun pun menyambut Arum. Nasrun memang tidak begitu ganteng, tapi postur tubuhnya yang gagah dan berotot tersebut lumayan menawan hati perempuan yang memandangnya. Ah, tapi Arum tidak begitu naksir si Nasrun. Arum hanya menganggap Nasrun sahabat saja. Sahabat yang jarang ketemu, tetapi selalu telfon setiap saat sedang ada waktu luang.

"Arum, aku hanya izin sebentar," kata Nasrun membuka mulai pembicaraan.

"Tidak masalah Nasrun. Sampai jam berapa kamu izin?"

"Sampai jam 14.00!"

"Oh, 13.30 kamu harus segera ke sana. Masih satu jam lagi," kata Arum yang mengatur Nasrun.

"Ah, 30 menit waktu yang sangat lama untuk menuju tempatku bekerja. 15 menit itu cukup, kok!"

"Prepare, supaya tidak tergesa-gesa. Tidak tahu juga kan keadaan jalanan bagaimana?" kata Arum dengan senyumnya.

Nasrun hanya tersenyum, kemudian meminum air mineral yang sudah tersaji di meja teras kost. Mereka lalu terdiam, tidak tahu apa yang hendak dibahas. Padahal, Arum tahu jika kedatangan Nasrun untuk berpamitan karena hendak dipindahtugaskan.

"Arum, aku hendak dipindahtugaskan. Dan kurang tahu, bisa ke sini lagi atau tidak. Tapi, save terus nomor aku ya. Medsos pun demikian. Siapa tahu nanti aku balik lagi ke sini."

"Ke mana dipindah?"

"Ke Pulau Sulawesi. Tapi jauh dari kampung halamanku di Muna."

"Oh, setidaknya itu lebih dekat jika kamu hendak pulang ke kampung halaman. Semoga sukses di sana ya," kata Arum dengan senyum khas.

Lalu, Arum menjadi keki dan bingung saat hendak memberikan setangkai mawar yang sudah disiapkan tadi untuk Nasrun. Arum pun malah hendak mengurungkan niat.

Demikian juga dengan Nasrun, sebenarnya Nasrun ingin memberikan kotak perhiasan kepada Arum yang sudah disiapkan sejak beberapa hari lalu. Entah, apa yang membuat nyali Nasrun menjadi ciut. Padahal, Nasrun sudah merangkai kata untuk Arum. Ya, karena Nasrun menaruh hati kepada Arum. Dan jika hendak diungkapkan menjelang perpisahan karena tugas, Nasrun merasa kurang pas.

"Arum, aku mau memberikan sesuatu untukmu. Semoga kamu suka, dan akan terus mengingatku jika melihat sesuatu dariku ini!" kata Nasrun sambil memberikan kotak perhiasan itu kepada Arum.

Dengan tenang Arum menerimanya, lalu membuka perlahan-lahan. Arum kaget, ketika dibuka ternyata isinya sepasang giwang emas yang cantik.

"Nasrun, telingaku tidak ditindik," kata Arum.

"Benarkah? Aku tidak mengetahuinya," Nasrun pun berkata jujur.

"Iya, aku tidak pernah ditindik."

"Oh, tetap simpan giwang itu. Nanti pakaikan ke anak perempuanmu." dengan senyum Nasrun pun menjawab.

"Ah, kapan saya punya anak. Masih lama itu."

"Tapi kan pasti punya anak nanti," sahut Nasrun yang urung juga mengungkapkan isi hatinya kepada Arum.

Tidak terasa, waktu pun sudah menunjukkan pukul 13.30. Arum lalu mengingatkan Nasrun untuk segera prepare kembali ke tempat kerja. Tak lupa pula Arum memberikan setangkai mawar tadi untuk Nasrun. Nasrun menerima dengan tangan yang sedikit bergetar dan sorot mata yang tajam. Lalu mereka berpisah untuk waktu yang tidak ditentukan, dan entah kapan pertemuan itu akan kembali lagi.

Dengan berat hati mereka berpisah, dengan rasa yang belum sempat terungkap.



Selesai...

Lina WH


[SFTH] - HASRAT SESAAT
Diubah oleh lina.wh 15-08-2020 13:45
detyry
sakiem
ismilaila
ismilaila dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Tutup