Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

MnsukraAvatar border
TS
Mnsukra
Kamu! Hujan Yang Kunantikan
Kamu! Hujan Yang Kunantikan

sumber : id.4androidapk.com


Kilang langit-langit mataku tertuju pada imaji indah bersamanya. Peluk erat hangat tubuhnya masih kurindukan.

Seraya hidupku kosong penuh pertanyaan mau ku apakan perasaanku ini. Dia Andre Dwi Putra. Mantanku yang aku sendiri tak tau bagaimana kabarnya. Sudah lima tahun sejak kata-kata itu hangat dalam biduk cinta.

Aku mengenalnya sedari pakaian putih abu-abu, masih melekat wajahnya saat kelas 10. Ia menambakku waktu itu. Kaget ku dibuat olehnya. Peluru pertanyaan “Maukah kamu jadi pacarku?” dengan lembut suara bibirnya, hilang irama kaki dan tangannya, serta sepucuk bunga kuning ia petik di depan kelas 10 TKJ 2 tertuju padaku.

Bunga matahari mekar ditangan Andre membuat hatiku bermekaran setiap detik menatap perlakuannya. Bagaimana tidak? Sejak pertama kali mata licik ku tertuju padanya. Terutama saat MOS berlangsung. Takdir menuntunku untuk selalu mengagumi pria muda itu. Ia datang padaku dengan semilir angin riuh dan petir menyambar. Kaget namanya dipanggil bersama diriku yang saat itu menjadi penampil di acara pentas seni MOS.

“Jreng-ting-jreng-jreng” suara intro gitar Andre mulai mengeras. Kutatap matanya dengan malu-malu. Lalur sedikit nakal lirik mata dan tubuh ku mendekat padanya. “ Ohh, kasih dengarkan suara rintihan hati ini, yang menghujam setiap waktu,” lirik asmara keluar begitu saja dari mulut ketus ku.

Sejak saat itulah diriku, si perempuan biasa-biasa ini mulai menaruh hati pada pria bergitar itu. Pria yang selalu kunantikan ada melewati depan kelasku. Walau hanya sesekali menatap ke arah ku. Walau dia hanya melintas sedetik dua detik saja. Walau lintasannya hanya menuju toilet saja. Tapi itu sudah cukup bagiku.

Ku tak pernah berani untuk mengeluarkan nada-nada panggilan untuknya. Meski badai hati ini terus-terusan menghantam jiwa jombloku. Pernah berpapasan saja sudah buatku senang, melihat wujudnya dari kejauhan pun apalagi.

“ Hooy cewe....” suara teriakan memasuki telingaku. Terdengar satu atau dua kali. Aku menoleh kebelakang. Tanaman pot bunga, lapangan hijau, dan dia, toleh kepalaku sembari memalingkan badanku saat aku mau pulang sekolah. Kulihat ia terperangah sambil berlari dari perpustakaan menuju kearah ku. Hela dan tarikan napasnya masih terdengar.

“ Ratih kan....”

“Iya ... ada apa ya?” dag-dig-dig jantungku jelas itu Andre di dekatku, heran.

“Punya mu bukan?” Ditunjukanlah sebuah buku binder berikut fotoku ada halaman pertamannya.

“Mana sini....” Pura-pura ngecek sambil menarik napas panjang untuk menenangkan diriku agar aku dapat berlama-lama berada didekatnya.

“Oooh ini, ini memang punya ku. Dua hari ini aku cari-cari ini buku. Kamu nemunya di perpustakaan ya? Makasih banget ya Ndre udah balikin ini ke orang yang tepat. Sekali lagi terima kasih banyak ya”

“Iya sama-sama”

“Gue nggak tau dah apa jadinya kalo gak ada lo Ndre yang udah balikin ini buku”

“Aaah santai aja kali....” Ujar Andre dengan garukan kepalanya bersamaan simpul senyumannya. 

Namun, semenjak lulus SMK kami jarang berhubungan. Pernah waktu itu dengan coretan pelangi pilok mewarnai bajuku. Di pinggiran hutan kota Andre memegang erat tanganku dan sengaja membawaku menyepi dari khalayak ramai dari teman-teman lainnya. Rintih pepohonan dan sebuah rumah gubuk kayu lalu ada sebuah bangku terbuat dari potongan pohon mahoni. Kami pu duduk berduaan dengan jarak 30 sentimeter.

“Ratih Ayu Ningsih”

“Iya Andre Dwi Putra....”

“Kita sekarang ini pacaran dan kita udah satu tahunan lebih hingga saat ini. Aku cuma mau bilang ke kamu, tapi kamu jangan marah ya”

“... Iya”

“Aku mencintaimu dengan setulus hati ku, Aku menyukaimu untuk sekian waktu berada disampingmu, tapi hari ini aku ingin kamu...”

“ Ingin kamu pergi jauh, karena ku tak ingin membelenggu dirimu” ucap Andre dengan berat hati.

Mendengar ucapan itu aku bertanya “Mengapa, Ndre, Mengapa?” perasaanku tersedak, hanya heran tak percaya mengapa tiba-tiba ia seperti itu. Padahal hubungan kami baik-baik saja.

“ Percayalah” Tangan Andre membelai pipiku mengusap air mataku dengan sapu tanganya.

“Percayalah apanya” Kesalku tak percaya sambil terisak.

“Percayalah jika langit dan bumi dapat dipersatukan kembali ... melalui hujan” Sambil memeluk erat diriku untuk sebuah salam hangat terakhirnya.

Sejak saat itulah tiada kabar Andre yang kuterima. Wajahnya mulai menghilang dari biasan ingatanku. Tapi tetap saja kejadian-kejadian itu semakin kuat merasuki diriku. Entah apa yang telah ku lalui saat ini diriku tak pernah lepas dari kenangan-kenangan itu. Bintang-bintang selalu setia menemani langit malam. Setiap malam selalu kunantikan hujan untuk mengabari bumi yang panas ini. Panas dengan kerusakan-kerusakan yang manusia lakukan. “Oh tuhan kabarkanlah kepada bumi hujan agar selalu hijau dengan rimbunnya spesies-spesies tumbuhan baru. Yang selalu senantiasa memperbanyak oksigen diudara. Seperti katanya ‘Hujan’ aku menantimu”


Sumber : Cerita Fiktif Karangan TS

Terima kasih sudah baca semoga terhibur ya!









 
anton2019827
blunar
delia.adel
delia.adel dan 9 lainnya memberi reputasi
10
2.4K
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
MnsukraAvatar border
TS
Mnsukra
#6
Wanita Penantian


Dibilik ketinggian gedung-gedung pencakar langit. Kurasa bulan menyapa dan memberitahu padaku tentang bagaimana bintang-bintang menyuarakan aspirasi manusia. Cahayanya terang benderang menguasai pelupuk mataku, duduk diantara kursi besi yang terpasang rapi. Duar-duar bergemuruh ledakan di ketinggian berikut dengan sorak sorai mereka yang berteriak “Selamat Tahun Baru”.

Tepat 00.00 tanggal 1 Januari 2020 menuntun pada detik-detiknya hingga gemuruh berganti hening. Tanpa suara apapun kecuali hatiku yang berbicara. Memanggil-manggil namanya satu huruf demi satu huruf terangkai dalam sebuah kenangan indah kala masih bersama.

Kenangan indah yang tak bisa kugantikan dengan mereka yang setiap saat selalu menggodaku dalam bayang-bayang kecantikan, seksi, bahkan aduhai sekalipun. Sesekali terlintas angin dingin bersama raut wajah manisnya. Kental sekali bedanya saat ini dengan saat itu.

Ada sesuatu pada ruang hati kecilku yang selalu bersembunyi tak ingin ku ketahui. Walau akhir-akhir ini mimpi tentangnya menyeruak pada benakku. Seolah-olah memberikanku akan sebuah isyarat tentangnya, bahwa inilah saat yang tepat untuk kembali membawanya keruang hati ini. Agar ia tak perlu lagi bersembunyi, agar ia selalu ada disisi, dan agar ia tetap disini.

“R-A-T-I-H...?” Ku panggil dan ku eja namanya. Meskipun nama lengkapnya telah memudar direlung kepala. Namun, wajahnya tetap saja asri dan bersemayam di ingatanku. Dia Ratih, wanita biasa, pemalu, dan periang.

“Ratih dimana kamu?” Kuiingat rona wajahmu dan selingan senyummu saat aku menyatakan perasaanku dengan sekuntum bunga matahari. “Engkau adalah bunga matahari yang akan selalu menyinari ruang hidupku” gumam dalam lamunanku. Sesaat masa-masa itu terasa indah walaupun engkau masih jengkel melihat tingkah konyol ku waktu itu. “ Hahahah” ku tertawa sendiri seolah sedang memecah keheningan malam sepiku.

“Dia Ratih A-Y-U ...?” Perlahan baris-baris huruf namanya mulai kuingat lagi. Ia adalah wanita yang benar-benar pemalu. Walaupun gempuran ajakan jalan berdua selalu kulayangkan, tapi ia tetap saja menolaknya. Hingga disuatu masa ia tak kebagian Angkot pulang gara-gara jadwal ekstrakurikuler English Lessonnya. Disaat itulah ia baru mau ku antar pulang memakai motor antik milikku. Karna kupikir itu kesempatan bagus maka kuajak ia jalan-jalan mampir dulu kewarung makan. Disitulah waktu terpenting diriku bersama Ratih saling mengenal.

Ku masih ingat dan mengingat kejadian-kejadian bersamanya. Lucu rasanya. Saking pemalunya ia bahkan abis ku tembak pun masih enggan jalan berdua di sekolah. Kami banyak menghabiskan waktu-waktu bersama diluar sekolah. Menikmati waktu di hari libur seperti pergi ke perpustakaan kota, tempat wisata, bahkan tak lupa sesekali malam mingguan. Semua kenangan indah itu masih kusimpan dalam kotak kenanganku. Tersimpan rapi dikamarku dijaga oleh malaikat-malaikat rumahku kota Pangkalpinang.

“Doar-Doar” Suara kembang api mengagetkanku buatku tersadar dari cinta halu ku. Kulihat jam tangan ku sudah pukul 3 pagi, masih ada orang yang menyalakan kembang api. “Sialan baru saja aku mengingat nama lengkapnya beserta kenangannya, huuuuuft”. Aku pun beranjak dari lantai atas apartemenku menuju kamar tidurku. Cukup untuk malam ini menikmati malam pergantian tahun ini. Menikmati indah warna warni kembang api, dengan sejuta bintang-bintang yang saling menyapa dilangit kota Kembang ini.

***

“Aaiiih terus-terus saja otakku mengingat dirinya, bahkan seminggu yang lalu diatas gedung apartemenku, seolah-seolah ini isyarat Tuhan untukku” batinku selalu saja mengumandangkan namanya ‘Ratih Oh Ratih’. Sambil mengerjakan sebuah pekerjaan kantor di salah satu perusahaan konveksi di kota Bandung sebagai Manager. “Fokus ayo fokus” ucapku untuk untuk mempercepat pekerjaanku. Tak menunggu waktu lama tiba-tiba saja aku mendapatkan kabar dari Orang tuaku di Kota Pangkal Pinang bahwa kakak perempuanku akan segera menikah dan aku dipaksa untuk pulang sesegera mungkin ke kampung halaman. Mereka memaksa diriku pulang karena aku sudah 3 tahun ini tidak pulang-pulang karena sibuk dengan urusan pekerjaan.

Sore ini juga aku sudah menyiapkan diriku untuk berangkat pulang ke kampung halamanku. Pukul 17.30 pesawat ku sudah akan berangkat langsung dari kota Bandung ke Kota Pangkal Pinang.

Sesampainya di kota PangkalPinang aku menuju sebuah warung makan yang dahulu sering aku kunjungi bersama Ratih. Tapi sesampainya disana rumah makan tersebut sudah berganti hotel. “Apa? sebuah hotel” kagetku yang tak bisa mengenang kembali masa-masa dahulu ketika bersama Ratih di warung makan tersebut. Jam masih pukul 21.00 terpaksa aku pergi ke alun-alun kota Pangkal Pinang untuk mengisi perut disana.

Tak sabaran menunggu lama aku mengebutkan mobil rental yang telah aku pesan sebelumnya untuk menuju lokasi. Namun, tiba-tiba saja kilat-kilat dilangit sudah memberitahu bahwa bakal terjadi hujan. Jalanan agak sedikit ramai karena malam minggu banyak muda-mudi. Klakson antar kendaraan saling memanggil bersahutan. Di depan sana tempatnya, sebentar lagi diriku akan sampai di alun-alun kota. Kubelokkan ke kiri mobilku untuk mencari parkiran.

Kuparkirkan mobilku tepat di depan sebuah hotel dekat alun-alun kota Pangkalpinang. Rintik-rintik hujan pun sudah memulai memenuhi tempat ini. “Aah sudahlah yang penting bisa makan” ocehku karena tidak membawa payung. Sambil hati-hati menuju stand-stand jajanan makanan disana mataku tertuju pada sebuah mie ayam. Pesanlah aku satu porsi dan minumnya es buah. Duduklah diriku yang sedikit basah diterpa rintik-rintik hujan.

Terdengarlah suara-suara musik di tengah-tengah alun-alun kota sepertinya sedang ada sebuah acara. Aku tak memperhatikan sekitaranku dan tanganku memeriksa kantong celanaku. Ternyata aku lupa mengisi dompetku yang tertinggal di tas yang ada didalam mobil. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambilnya dan kembali lagi ketempat ini.

Setibanya aku ditempat mie ayam aku melihat ada sosok wanita yang sedang duduk memesan mie ayam. Wanita berjilbab biru tertunduk sibuk memainkan ponselnya. Aku pun segera ketempatku semula dan duduk tepat di depan wanita itu. Tak lama kemudian pesananan kami sama-sama sudah tersedia diatas meja. “Ini mas, ini bu” kata seorang pria penjual mie ayam. Lalu datang lagi dua es buah “ Ini mas ini bu” Seorang perempuan penjual es buah yang membawakannya.

Karena pesanannya sudah ada diatas meja aku pun bersiap-siap melahap mie ayam dan es buah itu. Namun saat aku perhatikan tiba-tiba saja sekujur tubuhku terasa memanas. Seolah-olah rintik hujan yang mengenaiku tak membuatku kedinginan tapi sebaliknya justru panas yang terasa. Mataku terbelalak melihat wanita didepan ku itu. “Apa benar itu Ratih” batinku bertanya. Aku pun tidak fokus melahap mie ayamku dan es buahnya, karena terlalu fokus melihat wanita didepanku itu. Berulang kali pertanyaan “Sapa atau tidak?” batinku terus menyudutkanku hingga sebuah suara yang tak asing bagiku terdengar “Meta disini kamu rupanya” suara wanita baru saja terdengar menghampiri wanita didepanku itu. “Oh iya Ningsih gue memang laper nih” kata si Meta kepada Ningsih.

Nah, melihat kedua wanita itu aku mulai kehilangan kendali atas diri sendiri seperti ada sebuah getaran masa lalu. Ningsih pun melihat ke arah ku dengan sedikit heran seperti pernah mengenali diriku. Aku pun melihat dirinya dengan perasaan yang tak karuan. Selang satu dua tiga detik. “Ratih” “Andre” secara bersamaan kami saling menyapa.

“Oh tuhan terima kasih telah menurunkan hujan hingga sampai kebumi ini, membasahi kulit-kulit kesepianku ini, membasahi hatiku yang kembali menemukan Ratih Ayu Ningsih” batinku yang penuh dengan kesyukuran.
aditya0892aldy
blunar
kartu6320
kartu6320 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup