delia.adelAvatar border
TS
delia.adel
Sandi Morse Berdarah
Spoiler for download:


Quote:


Kenangan itu membekas hingga saat ini. Apalagi skenario kisahnya serupa vidio yang diputar kembali.

"Andiiii ...."

Bulu kudu merinding, tubuh tiba-tiba kaku sedangkan mata semakin membesar dan sulit mengatup.

"Kaulah tubuhku, kini!"

Angin seketika mengelilingi tubuh tetapi tidak ikut berputar. Hanya terasa sesuatu yang dingin memasuki ragaku. Dingin yang datang dari atas kepala sampai ujung kaki selama beberapa jam saja. Kemudian tubuh lemah tak berdaya.

Ketika kelopak mata terbuka, aku berada di rumah sakit. Istriku menangis, juga Lidia anak semata wayang yang paling tersayang.

Anehnya mengapa tiba-tiba ada sesuatu yang membuat tangan bergerak untuk menyentuh anak gadisku.

'Sial! Kenapa ada rasa aneh yang bergetar ketika aku menyentuh Lidia. Apakah ini berarti dia ...."

"Aku ingin Lidia!" Suara itu serupa kakak pembimbingku yang sudah tidak ada. "Harun."

"Tidakkkk! Jangan Lidia. Dia masih terlalu dini untuk menjadi sesuatu yang kau inginkan."

Teriakanku membuat seluruh keluarga mendekat dan memanggil dokter. Menurut keterangan dokter halusinasi yang terjadi tadi karena efek obat tidur. Padahal kutau benar bahwa roh kakak pembina sudah berkolaborasi dengan tubuhku.

'Ya Rab, kupasrahkan hidup dan matiku hanya untukmu, jauhkanlah dari segala bencana buruk.' bahtiku mencoba berdialog bahasa pengharapan.

Malam harinya Lidia menjaga di rumah sakit, sebab istriku harus pulang untuk menjaga ibu yang sedang sakit di rumah, perasaan cemas menghantui diri. Kemudian memanggil Lidia dan menyuruhnya pulang saja. Namun Lidia menolaknya dan terus saja bermain ponsel sampai lekuk tubuhnya membuat kakak pembina keluar dari dalam tubuh dan mendekati Lidia.

"Jangan dekati anakku, Lidia!"

Lidia kaget kemudian membaca ayat kursi sesuai perintah ibunya. Aku sedikit lega. Sebab kakak pembina mulai meninggalkan tubuhku.

Tidurku nyenyak sekali, namun tiba-tiba suara kakak pembina membangunkanku.

"Ternyata tubuh istrimu benar-benar nikmat! Aku akan berpindah tempat dan berkolaborasi dengan kecantikannya."

"Jangannnnnnnnnnn!"

"Ada apa, Mas?"

Nampak wajah istriku sudah berada di depan mata sambil tersenyum manis sekali. Namun anehnya, pada bibir bagian bawah terdapat potongan daging. Mata ini segera mencari keberadaan Lidia.

"Lidia benar-benar lezat. Ternyata istrimu juga wanita yang lebih mudah untuk kudiami. Selama sebulan penuh kupinjam sementara. Setelah roh ini menemukan tempat yang benar, pastinya kukembalikan."

"Tidakkkk, Lidiaaaa ...!"

"Jangan ganggu istriku, Kak."

Namun sudah terlambat. Mereka sudah jauh meninggalkan diriku sendirian. Hujan datang begitu deras seolah-olah mengerti tentang hati yang sedang di rundung kesedihan.

Bendera semapur membentuk sandi Morse yang terbaca, "kaulah pelakunya."

"Ayah ... Sakit ... Tolong aku ...."

"Lidia di manakah kau?"

"Di dalam tubuhmu ayah."

Di antara sadar dan tidak sadar, mencoba memahami apa maksud dari perkataan Lidia. Pikiranku kembali kepada kejadian malam yang menegangkan dan mencekam.

"Mengapa kau menelanku hidup-hidup, Ayah?"

"Apa maksudmu, Lidia?"

Sejam kemudian polisi datang membawa tubuhku menuju mobil polisi. Dari jauh nampak tatapan mata istriku sudah begitu lain dari yang biasanya.

"Bye bye Andi ..."

"Tidakkkk! Jangan ganggu istriku ...."

"Ayah, haruskan Lidia menjaga ayah di sini?"

Bayangan wajah Lidia semakin membuat air mata membasahi kedua pipi. Tiba-tiba ibu datang dan banyak sekali bertanya.

"Kenapa kau lakukan ini, Andi?"

Mulutnya lebih banyak mengeluarkan kata-kata yang lebih menyakitkan lagi.

"Bukan aku, Ibu. Ini perbuatan kakak pembina Pramuka."

Sandi Morse tiba-tiba kulihat di belakang tubuh ibu. Kubaca "semua keluarga sudah ada dalam perut buncitmu itu, simpanlah hingga hari ketiga puluh."

Tiba-tiba bayangan ibu menghilang dan semua orang-orang meneriakkan pembunuh berdarah dingin ke arahku. Mobil polisi bergerak begitu lamban, sehingga lemparan batu-batuan kerikil menusuk daging bagian belakang punggung.

Sedang dari kejauhan samar-samar melihat wajah istriku, dekat taman pertama kalinya berkenalan dengan kakak pembina, nampak di bibirnya ada potongan daging, kali ini bersama bercak darah di sekeliling mulutnya dan di tangannya menggenggam pakaian daster ibu. Mobil polisi berhenti tiba-tiba dan mata begitu jelas melihat setengah bagian tubuh ibu sedang berada di atas rerumputan.

"Ibuuuuuu ...."

Mobil melesat cepat membawaku menuju sel kematian. Dengan diikuti tangis rengekan kesakitan Lidia dan ibu di sepanjang perjalanan.

"Ya Rab, bagaimana dengan keluargaku?"



Jakarta, 4 Agustus 2019.
Diubah oleh delia.adel 20-03-2020 04:16
Creepychat
mad.arveen
cutewitch
cutewitch dan 83 lainnya memberi reputasi
76
34K
2.4K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
delia.adelAvatar border
TS
delia.adel
#446
14. Cintaku Kelilipan Rasa Morse Yang Paling Bening
Quote:


Awalnya sandi-sandi morse tersebut adalah permainan masa kecilku saja, sekedar iseng-iseng sebagai lahan bercandaan kami selaku anak Pramuka. Yang mana sejak mengenal Pramuka banyak hal yang kudapatkan dari setiap gerakan. Apalagi pengetahuannya.

Tadinya sempat berpikir untuk apa mengetahui banyak tentang bagaimana membentuk sandi sandi Morse ini, bahkan sampai mampu membuat sandi untuk menciptakan beberapa kalimat. Padahal bukankah komunikasi itu akan lebih mudah jika langsung berbicara saja bukan?

Well namun jangan sebut pramuka, jika belum mampu membaca jejak sandi yang tertera diantaranya.


"Coklat ... Coklat! Menghindarlah kalian semuanya, segera dan secepatnya."

Tiba-tiba Mak Zabit berlari dengan wajah yang sangat ketakutan, sambil berteriak-teriak dan mengajak seluruh penduduk desa untuk pergi dari kampungnya.

lalu menghampiri Mak Uda dan segera pergi meninggalkan rumah kediaman mereka, dengan membawa sepasang sandi morse beserta bambu penggalang Pramuka. Anehnya semua barang-barang yang dibawakannya dengan menggunakan tongkat Pramuka menjadi serupa ringan dan mudah. Tanpa adanya mimik wajah beban berat, yang mereka tunjukkan.

Aku hanya memperhatikan orang-orang lewat, hiruk pikuk didepan rumah, dengan wajah yang sama, wajah kecemasan. Entahlah! Sejak dasadharma Pramuka sering sekali terdengar dari dalam goa harpa. Penduduk sekitarnya sudah mulai resah, jumlah yang pergi semakin hari semakin banyak, mereka semuanya mengungsikan diri, atau bahkan ada yang sudah berpindah tempat tinggal.


Kampung menjadi sepi dan hanya tertinggal beberapa orang yang tidak memiliki sanak saudara dilain wilayah.

Sedangkan aku masih menyeduh kopi, menikmati senja yang akan segera rentas dari tatapan. Dan memandang wajah langit yang lebih cerah dari biasanya.

Dan saat gema azan terdengar, senjaku pada akhirnya hilang berganti dengan malam, namun aku masih saja berada dekat dipan Tante Sir, adik ibuku yang masih berstatus gadis.

"Sir, cepat pergi ke Tu Alang." Kata Ibu sambil memandang ke arahku dengan tatapan yang lebih sedih daripada tatapan saat ayah di kuburkan setahun yang lalu.

Tu Alang adalah sebuah tempat dimana para gadis berkumpul untuk sebuah perlindungan. Namun aku tidak pernah tau kenapa harus berlindung setiap musim pramuka berlangsung.

Ibu kembali memandangi wajahku. Kemudian berbicara dengan setengah berbisik. Namun aku masih mendengarnya dengan jelas.

"Tidak akan kubiarkan anakku menjadi korban seperti ayahnya."

Kata-kata ibu membuat aku sedikit gusar. Ingin kutanyakan, namun tidak mampu melemparkan kalimat pertanyaan kepada dirinya yang sudah nampak sekali gundah gulananya.

Kuhampiri dan memeluknya dari belakang sambil berbisik, "bu, percayakanlah segala takdir di atas ketentuan Allah. Semoga yang harus disemogakan menjadi yang paling tersemogakan dalam anugrah yang paling berkah." Ibu hanya menangis sambil berkata, "aku belum berkeinginan untuk melepas putriku."

Agak aneh perkataan demi perkataan yang keluar dari mulutnya, bahkan jawaban atas perkataanku sama sekali tidak kupahami. Namun aku mengikuti apapun yang menjadi keinginannya. Sambil menangis, ibu menitipkan aku dan tante ke rumah persinggahan Tu Alang.

Malam hari ini udara terasa begitu panas. Para gadis di suruh untuk tidur dalam keadaan telanjang. Sambil mengibarkan bendera semapur, aroma bening-bening menerpa kediaman Tu Alang. Aku mencoba untuk mencari arah sumbernya. Namun para Tetua tidak memperbolehkannya. Jadilah tawanan langsat malam ini dengan melihat sekumpulan bintang bintang diatas langit yang mulai menghitam.

Serupa mendung. Namun bukan berarti akan turun hujan, akan tetapi hitam gelap yang menandakan bahwa para Pramuka sedang mencari jejaknya untuk mendapatkan hawa mistis dari jiwanya yang hilang.

Tiba-tiba seluruh ruangan ditutup oleh tirai dari kulit buaya. Konon menurut kisahnya, kulit buaya mampu membuat para pasukan pramuka tidak berani mendekat. Bahkan dalam beberapa dekade, kulit buaya mampu membuat pasukan Pramuka pergi dari muka bumi.

"Prok ... Prok ... Prok ...."

Langkah-langkah para pramuka membuat mata tetua tidak bisa tertidur dengan pulas. Dan dari arah belakang pasukan bening-bening mencoba untuk merusak pintu Tu Alang. Namun kekuatan pintu tidak mampu di jebol. Sehingga pasukan bening-bening berkolaborasi dengan pasukan Pramuka dan menggabungkan kekuatannya.

Kali ini kulit buaya sudah mulai mengendur. Hal ini disebabkan kekuatan pasukan bening-bening lebih kuat dari biasanya. Tersebab mereka sudah mendapatkan sebagian pria yang meminatinya danme jadi tumbal dengan ikhlas. Sehingga kekuatannya naik delapan puluh persen.


"Duarrr ...." Pintu pada akhirnya mudah dirubuhkan. Nampak sosok pria berwarna coklat tua datang kearah kami untuk mengambil darah suci agar pasukan Pramuka dapat hidup kembali.

Namun tangannya tidak mampu untuk meraih tubuh kami, tersebab semua gadis tidak ada yang berbusana. Hingga mereka tidak mampu menjamah tubuh kami.


"Kukuruyukkk ...."

Pasukan bening lari tunggang langgang, bersama pasukan Pramuka yang pada akhirnya juga ketakutan. Kami selamat untuk hari ini. Entah dengan keesokan harinya. Aku tidak mampu memprediksikan keadaannya.

Yang teraneh adalah dirinya, seorang pria yang pernah mengisi hariku terkapar, dia bahkan sudah lagi beku dan dingin dibawah telapak kakiku. Sambil menangis aku merelakan segalanya.

"Dear rasa terbanglah tinggi jauh di atas angin, kemudian menjelma kupu-kupu paling cantik dan bersimbiosislah denganku."

Bersambung
Diubah oleh delia.adel 03-01-2022 12:42
0