- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#707
Chapter 2.23
Spoiler for Sergap:
Gelap malam kian temaram menemani kepulan permadani awan yang berada diatas kerajaan. Tanpa peringatan apapun dari sang alam sebuah cahaya putih terang menghiasi gelapnya sang malam yang terlihat benderang dari arah depan kerajaan Pujakerana.
Setiap manik mata jin kera yang tengah berbaris rapi didepan barak kerajaan menatap lurus keatas menuju sumber cahaya putih tersebut dan dengan sigap mulai bersiap-siap sembari menggenggam senjata mereka masing-masing. Barisan jin-jin kera para prajurit pembebas Pujakerana itu mulai berlari dalam senyap dan gelapnya malam, di tengah jalan barisan tersebut membelah menjadi dua barisan, barisan pertama kearah kanan kerajaan menuju pemukiman warga sedangkan satu lagi kearah kiri menuju kearah tembok besar yang mengelilingi kerajaan.
Jin-jin kera yang bertubuh kecil mulai berlompatan dari satu rumah kerumah lainnya sedangkan jin kera yang bertubuh lebih besar berjalan beriringan melewati gang-gang kecil diantara pemukiman. Dari belakang mereka seorang gadis berambut poni pendek sedang menggenggam kedua telapak tangannya seraya memejamkan mata lalu gadis itu merapal doa, seketika kepulan kabut putih mulai menyebar kearah depan menutupi seluruh area kerajaan Pujakerana, didalam pekatnya kabut gadis berponi itu berlari kencang kedepan dan menghilang seakan tertelan kedalam kabut malam.
Para penjaga gerbang tengah bersiaga diatas tembok besar sembari menatap pasukan-pasukan jin hitam yang berlari menuju bukit, tiba-tiba.
-DOR-
Dari arah belakang para penjaga jin hitam terdengar sebuah dentuman keras sebuah senjata yang mengalihkan perhatian. Salah satu penjaga jin hitam menoleh kebelakang sembari memicingkan mata mencari asal suara tersebut. Disaat jin hitam itu sedang mencari asal suara sebuah peluru air suci melesat lurus dari arah alun-alun kerajaan Pujakerana tepat menuju kepala sang jin hitam.
-Splaat-
Jin hitam tersebut bersimpuh sembari menggenggam kepalanya yang sudah separuh meledak dan seketika mati ditempat.
"PENYUSUP!!! PENYUSUP!!!" teriak salah satu jin hitam yang melihat salah satu temannya mati tertembak.
-GONG!!-
-GONG!!-
-GONG!!-
Gong tanda bahaya berbunyi membuat riuh suasana, para jin hitam berbalik arah sembari menyiapkan busur beserta panah milik mereka. Ditengah keriuhan tersebut sebuah pijaran api besar terlihat dari alun-alun kerajaan Pujakerana, seekor banaspati berukuran besar terlihat melayang setengah badan diatas tubuh seorang pemuda dengan satu manik matanya yang berwarna merah menyala.
"PANAAH!!" teriak lantang kapten penjaga tembok gerbang depan kepada anak buahnya.
Seluruh pemanah mempersiapkan busur milik mereka dan mengarahkan ujungnya kepada sang pemuda tersebut.
"TEMBAK!!" Teriak kembali sang kapten.
-Syuut- -Syuut-
-Syuut- -Syuut-
-Syuut- -Syuut-
-Syuut- -Syuut-
Panah-panah melesat dari ujung busur, berpendar melewati rumah-rumah hingga menuju kearah alun-alun kerajaan Pujakerana.
"Bhanas … pagar api!! sekarang!" Seru Saka sembari mengambil ancang-ancang.
Jilatan api melingkar bagai ular mengelilingi sekitar alun-alun dan seketika menyemburkan rentetan pagar api keatas, panah-panah yang tertuju kepada Saka seketika terbakar dan terhempas ke udara.
-DOR-
-DOR-
-DOR-
Tiga tembakan kembali terdengar dari alun-alun.
-Splat-
-Splat-
-Splat-
Tiga peluru air suci tepat mengenai tiga kepala jin hitam hingga membuat mereka mati ditempat, para jin hitam yang melihat rekannya tertembak seketika bersembunyi diantara bebatuan menghindari serangan.
"HEI KALIAN!! SEGERA BUNUH PENYUSUP DIALUN-ALUN! SEKARANG!!" Teriak kapten penjaga pada para jin hitam
Para penjaga jin hitam yang bertugas mengamankan dibawah segera membentuk barisan dan dengan membusungkan dada segera berlarian seirama kearah jalan utama, tebal kabut berhembus semakin menyebar mengaburkan pandangan tiap insan yang berada di bawah sana.
"Sial! Kabut darimana ini?! Semua bersiaga!" Seru salah satu jin hitam yang memimpin barisan.
Setengah perjalanan menuju kearah alun-alun kerajaan telah terlewati oleh para jin hitam namun seketika langkah jin hitam yang berjalan didepan terhenti tatkala sebuah bola api besar menggelinding kearah mereka.
-DHuaaRR!-
Ledakan besar tak terelakkan yang menyebabkan beberapa jin hitam terhempas kearah belakang dan beberapa berlarian dengan tubuh berselimutkan api disekujur tubuh mereka.
Dari alun-alun Saka tersenyum puas disaat melihat serangan Bhanas mengenai telak barisan jin hitam dijalan utama.
"Bhanas serang lagi!" Perintah Saka pada Bhanas yang melayang dibelakang punggungnya.
Bhanas mengangkat kedua tangannya tinggi dan seketika sebuah bola api besar tercipta, dengan sekali ayunan Bhanas melempar bola api tersebut kedepan kearah barisan jin hitam.
-DHuaaR!!-
Saka kembali tersenyum melihat ledakan api dari kejauhan namun senyumnya segera hilang disaat mengetahui ledakan tersebut tidak melukai para jin hitam tersebut.
Para jin hitam dengan baju zirah lengkap dan perisai besar berbaris didepan dan membentuk pagar perisai segi empat yang sukar untuk ditembus dengan bola api milik Bhanas.
"Argh sialan!!" Runtuk Saka kala itu.
Tanpa suara Devan melangkah dari belakang Saka dan berdiri didepan sahabatnya tersebut.
"Kenow isis may turen," seru Devan dengan bahasa inggris tingkat lanjut miliknya.
Saka terdiam takjub mendengar kata-kata ajaib yang keluar dari mulut temannya tersebut.
"Jangan sok inggris deh Dev, bahasa Indonesia aja lu masih belepotan," sarkas Saka dengan nada sinis.
"Cih … you jus jelus ma prend," balas Devan masih dengan bahasa inggris ajaib miliknya.
"Lu banyak bacot ya Dev! Gua gampar mau?!" Seru Saka kembali mulai naik pitam.
"Iyak-iyak, deilah baperan amat si lu Ka, pantes masih jomblo lu sampe sekarang," seru Devan kembali.
Saka hanya bisa diam sembari memijat-mijat keningnya pelan sementara Devan mulai berjalan kedepan.
Devan menutup kedua matanya sembari mengambil nafas panjang, "wahai Rudra sang pemilik kesebelas nama, berikan anakmu ini kekuatan untuk menumpas kebhatilan dibawah langit niskala," gumam Devan pelan.
Kilatan-kilatan energi sukma berbentuk listrik statis mulai keluar dari tubuh Devan dan disaat pemuda itu membuka kedua matanya ledakan energi seakan terlepas dengan liarnya dari dalam tubuh tegap miliknya, kedua manik mata Devan berubah warna menjadi biru muda dan energi sukma listrik berkumpul ditangan kanannya bagai cakar serigala.
-Fwooosh-
Bagai tiupan angin Devan berlari kedepan menuju kearah iringan para jin hitam dengan kecepatan diluar logika manusia biasa.
Melihat kilatan petir yang semakin mendekat para jin hitam bertubuh besar dibarisan depan mulai merapatkan barisan sembari mempersiapkan tombak panjang dari sela-sela perisai besar mereka.
-tap-
-tap-
-tap-
-tap-
Langkah Devan semakin mendekat seraya energi sukma listrik yang semakin besar berkumpul ditangan kanan miliknya. Melihat pemuda itu semakin mendekat para jin hitam dibarisan depan segera melancarkan serangan.
-TRASSH-
Tombak-tombak dengan ujung runcing menebas udara kosong di depan, salah satu jin hitam melirik kedepan dan mendapati pemuda yang hendak menyerang mereka sudah hilang dari pandangan.
-Bzzt-
-Bzzt-
-Bzzt-
-Bzzt-
Terdengar riuh suara kilatan listrik statis dari atas kepala para jin hitam dibarisan depan, tanpa mereka duga sang pemuda melompat keatas sesaat sebelum tombak-tombak mereka menerjang kearah kedepan.
"TOMBAK RUDRA!!" teriak lantang Devan yang tengah melayang diudara, energi sukma listrik ditangan kanannya berubah bentuk menjadi tombak panjang dengan kilatan petir dari ujung hingga pangkal.
-Swuush-
-JDAAAAR-
Ledakan tombak Rudra meluluh lantahkan barisan depan dari para jin hitam tersebut, beberapa terpental kebelakang beberapa terjatuh kearah depan dengan perisai besar menimpa tubuh para jin hitam tersebut.
-Tap-
Devan turun dengan kaki kanan terlebih dahulu menyentuh permukaan namun sesaat kemudian secepat kilat menghilang dari pandangan.
-Bats-
-Bats-
-Bats-
Dengan cepatnya Devan melangkahkan kaki kedepan seraya menghantamkan kepalan tangannya bertubi-tubi kearah jin-jin hitam yang menghalangi pandangan.
"TEMBAK MANUSIA ITU!!" Seru sang kapten dari atas tembok besar.
-Syut-
-Syut-
-Syut-
Para pemanah mengarahkan busur miliknya kearah Devan yang berada dibawah dan melesatkan panah tersebut, para jin hitam bergantian menembakkan anak panahnya guna menghindari tembakan dari penembak yang tengah bersembunyi di balik tebalnya kabut.
"Cih … pintar juga mereka!!" runtuk Luna dengan senjata laras panjang tenaga angin bertekanan tinggi yang bertengger di pundak kanan, sementara Devan didepan sana tengah berjibaku dengan jin-jin hitam sembari menghindari tiap panah-panah yang mengarah ketubuhnya.
Diatas tembok besar kerajaan Pujakerana sang kapten tersenyum girang mendapati rencananya berjalan dengan mulus.
"Terus tembaki manusia berkekuatan listrik tersebut dan satu lagi yang berada di alun-alun!! Jangan sampai mereka…"
-BRUAAK-
Belum selesai sang kapten jin hitam menyelesaikan kata-katanya sebuah pukulan besar menghancurkan pintu diujung tembok, sesosok kera besar dengan bulu merah terlihat berdiri dengan tegap sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.
Para jin hitam yang berada diatas tembok besar menatap dengan tatapan nanar dan segera mengarahkan busur-busur mereka kearah jin kera berbulu merah tersebut.
-Syut-
-Syut-
-Syut-
Dengan cepat sang kera merah mengambil tongkat besi yang bertengger di belakang punggungnya seraya memutarnya searah jarum jam dengan kencang.
-Trang-
-Trang-
-Trang-
Anak panah yang melesat kearah Arga terpental kesembarang arah setelah bersinggungan dengan tongkat besi milik Arga, dari arah belakang Arga berbaris para pemanah jin kera sembari menarik tali busur mereka.
-Syut-
-Syut-
-Syut-
Panah-panah melesat menancap ketubuh para jin hitam sedangkan Arga merangsek kedepan sembari mengayunkan tongkat besinya dengan liar kearah para jin hitam diatas tembok besar tersebut.
Para prajurit jin hitam yang berada di jalan utama bisa mendengar teriakan kesakitan dari rekannya yang berada diatas sana bahkan sebagian besar terjatuh dari atas tembok karena serangan Arga. Para jin hitam dibawah mulai kehilangan arah setelah Devan yang berada tepat didepan mereka belari kearah mereka dan menghajar dengan membabi buta tanpa memperlihatkan sedikitpun tanda kelelahan.
Sembari menggenggam kepala jin hitam yang berhasil ia kalahkan Devan menyeringai lebar dengan tatapan nanar, manik mata berwarna biru muda itu menyala dengan energi sukma elemen listrik yang keluar dengan liar dari dalam tubuhnya membuat jin hitam yang melihat manusia itu langsung ciut nyalinya.
"Siapa lagi? Ayo sini maju … hehehehe," kekeh Devan dengan energi listrik berkumpul ditangan kanannya bagai cakar serigala.
Seketika itu juga para jin hitam berlarian tunggang langgang menghancurkan barisan yang tadi mereka banggakan, beberapa berlari kearah pemukiman dikanan maupun kiri mereka sedangkan beberapa berlari kearah gerbang hendak melarikan diri.
Para jin hitam berlarian melewati gang-gang sempit didalam pemukiman penduduk tanpa menyadari sedikitpun bahwa didalam pekatnya kabut para jin kera sudah bersembunyi dengan senjata mereka untuk menyergap.
-Jreeb-
-Jreeb-
-Jreeb-
"AARGH!!"
teriakan terdengar dari dalam kabut dilanjutkan dengan suara senjata saling berhantaman.
-Trang-
-Bugh-
-Bugh-
-Slash-
Tidak memakan waktu lama para jin kera yang bertugas untuk melakukan penyergapan berjalan keluar dari pekatnya kabut menuju kearah jalan utama, mereka bertemu dengan Devan yang tengah menepuk-nepuk bajunya guna menghilangkan debu yang menempel.
"Tuan Devan, kami sudah menghabisi para jin hitam, apa tugas kami selanjutnya?" tanya salah satu jin kera sembari bersimpuh didepan Devan.
Devan menatap teduh jin kera tersebut sembari tersenyum, "berdirilah dan segera perkuat pertahanan di gerbang depan," pungkas Devan sambil menepuk pundak jin kera tersebut.
Para jin kera segera menjalankan perintah Devan sementara dari arah alun-alun datang Saka bersama dengan Luna menghampiri mereka.
"Dimana Naura?" tanya Devan selidik.
"Deilah … disini ada perempuan juga kali Dev, enggak ditanyain keadaan perempuan cantik disebelah gua nih?" Seru Saka sembari menaik-naikkan alis matanya kearah Luna yang berdiri disebelahnya.
Devan menatap sinis kearah Saka, "Diih … enggak ada cewe cantik kemana-mana bawa senapan Ka!" Celetuk Devan sembarang dengan gaya cengengesan khas miliknya.
Dengan ekspresi datar Luna menatap pemuda didepannya dan mulai mengarahkan ujung laras panjang senjata miliknya tepat dikepala Devan.
"AAAAAA...Ampun nyai Luna!!" Jerit histeris Devan sembari bersembunyi dibelakang tubuh Saka.
"Hehe … rasain lu Dev," kekeh Saka renyah.
Luna segera menurunkan senjatanya dan mulai memeriksa keadaan sekitar.
"Jadi mereka belum datang?" Tanya Luna.
Saka menggelengkan kepala seraya bersua, "Naura masih menunggu tuan Bagas dibelakang."
Luna terdiam dengan raut wajahnya yang penuh tanda tanya, "kalian enggak merasa aneh dengan semua ini?" Tanya Luna kepada kedua temannya tersebut.
"Aneh kenapa?" Tanya Saka selidik.
"Gua merasa ada yang janggal dengan pemuda yang bernama Surya itu, sejak awal gua ketemu dia hingga sekarang seluruh perintah dan strategi berasal dari mulut dia, padahal tuan Bagas merupakan seorang mantan kapten di Other dan seorang yang memiliki gelar Satriya."
"Ya mungkin karena dia anaknya?" Sergah Saka.
Devan yang mendengar pembicaraan tanpa berkomentar hanya terdiam sembari menggaruk-garuk pucuk kepalanya yang sedikit gatal karena debu.
"Walaupun begitu apa elu akan percaya sepenuhnya ketika tahu dan sadar anak elu sendiri memiliki iblis didalam dirinya, ini seperti mengayunkan pedang bermata dua kesembarang arah," jelas Luna serius.
"Hanya ada satu kemungkinan," seru Devan memecah pembicaraan, Saka dan Luna menatap Devan dengan seksama.
"Si Surya merupakan seorang Prekof, seseorang yang dapat melihat masa depan," jelas Devan.
Luna dan Saka saling melihat satu sama lain dan terdiam mendengar penjelasan Devan.
"Apa elu yakin Dev? Jika benar si Surya itu Prekof dia akan menjadi aset yang sangat berharga untuk Other," seru Saka.
Luna tertegun sesaat, "Hmm … pantas saja ayahku ingin sekali merekrut lelaki bernama Surya itu, jadi karena dia seorang Prekof," gumam Luna.
"Hei! Hei! Hei! Ini masih spekulasi liar gua, kita masih belum tahu kebenarnya, siapa tahu dia hanya seorang Klerof atau seorang Retrof biasa," potong Devan.
Mereka bertiga kembali terdiam dan kemudian menatap keatas kearah gerbang depan, diatas sana bendera kerajaan yang dipimpin Gundara dirobek dan diganti dengan kain bergambar seekor kera bersayap yang merupakan bendera kerajaan Pujakerana terdahulu.
Sementara di padang sabana luas, Gundara sang raja dari para jin hitam menyeringai lebar, ia berjalan perlahan menghampiri sesosok pemuda yang bernama Surya didepannya.
Tubuh Surya yang terluka terlihat bersimpuh ditanah tanpa ada perlawanan sedikitpun, seakan tubuh itu pasrah menerima serangan selanjutnya dari sang jin kera.
"Perjalananmu berakhir disini manusia sombong!!" Seru Gundara dengan senjatanya yang siap menerjang kepala Surya.
#bersambung
Setiap manik mata jin kera yang tengah berbaris rapi didepan barak kerajaan menatap lurus keatas menuju sumber cahaya putih tersebut dan dengan sigap mulai bersiap-siap sembari menggenggam senjata mereka masing-masing. Barisan jin-jin kera para prajurit pembebas Pujakerana itu mulai berlari dalam senyap dan gelapnya malam, di tengah jalan barisan tersebut membelah menjadi dua barisan, barisan pertama kearah kanan kerajaan menuju pemukiman warga sedangkan satu lagi kearah kiri menuju kearah tembok besar yang mengelilingi kerajaan.
Jin-jin kera yang bertubuh kecil mulai berlompatan dari satu rumah kerumah lainnya sedangkan jin kera yang bertubuh lebih besar berjalan beriringan melewati gang-gang kecil diantara pemukiman. Dari belakang mereka seorang gadis berambut poni pendek sedang menggenggam kedua telapak tangannya seraya memejamkan mata lalu gadis itu merapal doa, seketika kepulan kabut putih mulai menyebar kearah depan menutupi seluruh area kerajaan Pujakerana, didalam pekatnya kabut gadis berponi itu berlari kencang kedepan dan menghilang seakan tertelan kedalam kabut malam.
Para penjaga gerbang tengah bersiaga diatas tembok besar sembari menatap pasukan-pasukan jin hitam yang berlari menuju bukit, tiba-tiba.
-DOR-
Dari arah belakang para penjaga jin hitam terdengar sebuah dentuman keras sebuah senjata yang mengalihkan perhatian. Salah satu penjaga jin hitam menoleh kebelakang sembari memicingkan mata mencari asal suara tersebut. Disaat jin hitam itu sedang mencari asal suara sebuah peluru air suci melesat lurus dari arah alun-alun kerajaan Pujakerana tepat menuju kepala sang jin hitam.
-Splaat-
Jin hitam tersebut bersimpuh sembari menggenggam kepalanya yang sudah separuh meledak dan seketika mati ditempat.
"PENYUSUP!!! PENYUSUP!!!" teriak salah satu jin hitam yang melihat salah satu temannya mati tertembak.
-GONG!!-
-GONG!!-
-GONG!!-
Gong tanda bahaya berbunyi membuat riuh suasana, para jin hitam berbalik arah sembari menyiapkan busur beserta panah milik mereka. Ditengah keriuhan tersebut sebuah pijaran api besar terlihat dari alun-alun kerajaan Pujakerana, seekor banaspati berukuran besar terlihat melayang setengah badan diatas tubuh seorang pemuda dengan satu manik matanya yang berwarna merah menyala.
"PANAAH!!" teriak lantang kapten penjaga tembok gerbang depan kepada anak buahnya.
Seluruh pemanah mempersiapkan busur milik mereka dan mengarahkan ujungnya kepada sang pemuda tersebut.
"TEMBAK!!" Teriak kembali sang kapten.
-Syuut- -Syuut-
-Syuut- -Syuut-
-Syuut- -Syuut-
-Syuut- -Syuut-
Panah-panah melesat dari ujung busur, berpendar melewati rumah-rumah hingga menuju kearah alun-alun kerajaan Pujakerana.
"Bhanas … pagar api!! sekarang!" Seru Saka sembari mengambil ancang-ancang.
Jilatan api melingkar bagai ular mengelilingi sekitar alun-alun dan seketika menyemburkan rentetan pagar api keatas, panah-panah yang tertuju kepada Saka seketika terbakar dan terhempas ke udara.
-DOR-
-DOR-
-DOR-
Tiga tembakan kembali terdengar dari alun-alun.
-Splat-
-Splat-
-Splat-
Tiga peluru air suci tepat mengenai tiga kepala jin hitam hingga membuat mereka mati ditempat, para jin hitam yang melihat rekannya tertembak seketika bersembunyi diantara bebatuan menghindari serangan.
"HEI KALIAN!! SEGERA BUNUH PENYUSUP DIALUN-ALUN! SEKARANG!!" Teriak kapten penjaga pada para jin hitam
Para penjaga jin hitam yang bertugas mengamankan dibawah segera membentuk barisan dan dengan membusungkan dada segera berlarian seirama kearah jalan utama, tebal kabut berhembus semakin menyebar mengaburkan pandangan tiap insan yang berada di bawah sana.
"Sial! Kabut darimana ini?! Semua bersiaga!" Seru salah satu jin hitam yang memimpin barisan.
Setengah perjalanan menuju kearah alun-alun kerajaan telah terlewati oleh para jin hitam namun seketika langkah jin hitam yang berjalan didepan terhenti tatkala sebuah bola api besar menggelinding kearah mereka.
-DHuaaRR!-
Ledakan besar tak terelakkan yang menyebabkan beberapa jin hitam terhempas kearah belakang dan beberapa berlarian dengan tubuh berselimutkan api disekujur tubuh mereka.
Dari alun-alun Saka tersenyum puas disaat melihat serangan Bhanas mengenai telak barisan jin hitam dijalan utama.
"Bhanas serang lagi!" Perintah Saka pada Bhanas yang melayang dibelakang punggungnya.
Bhanas mengangkat kedua tangannya tinggi dan seketika sebuah bola api besar tercipta, dengan sekali ayunan Bhanas melempar bola api tersebut kedepan kearah barisan jin hitam.
-DHuaaR!!-
Saka kembali tersenyum melihat ledakan api dari kejauhan namun senyumnya segera hilang disaat mengetahui ledakan tersebut tidak melukai para jin hitam tersebut.
Para jin hitam dengan baju zirah lengkap dan perisai besar berbaris didepan dan membentuk pagar perisai segi empat yang sukar untuk ditembus dengan bola api milik Bhanas.
"Argh sialan!!" Runtuk Saka kala itu.
Tanpa suara Devan melangkah dari belakang Saka dan berdiri didepan sahabatnya tersebut.
"Kenow isis may turen," seru Devan dengan bahasa inggris tingkat lanjut miliknya.
Saka terdiam takjub mendengar kata-kata ajaib yang keluar dari mulut temannya tersebut.
"Jangan sok inggris deh Dev, bahasa Indonesia aja lu masih belepotan," sarkas Saka dengan nada sinis.
"Cih … you jus jelus ma prend," balas Devan masih dengan bahasa inggris ajaib miliknya.
"Lu banyak bacot ya Dev! Gua gampar mau?!" Seru Saka kembali mulai naik pitam.
"Iyak-iyak, deilah baperan amat si lu Ka, pantes masih jomblo lu sampe sekarang," seru Devan kembali.
Saka hanya bisa diam sembari memijat-mijat keningnya pelan sementara Devan mulai berjalan kedepan.
Devan menutup kedua matanya sembari mengambil nafas panjang, "wahai Rudra sang pemilik kesebelas nama, berikan anakmu ini kekuatan untuk menumpas kebhatilan dibawah langit niskala," gumam Devan pelan.
Kilatan-kilatan energi sukma berbentuk listrik statis mulai keluar dari tubuh Devan dan disaat pemuda itu membuka kedua matanya ledakan energi seakan terlepas dengan liarnya dari dalam tubuh tegap miliknya, kedua manik mata Devan berubah warna menjadi biru muda dan energi sukma listrik berkumpul ditangan kanannya bagai cakar serigala.
-Fwooosh-
Bagai tiupan angin Devan berlari kedepan menuju kearah iringan para jin hitam dengan kecepatan diluar logika manusia biasa.
Melihat kilatan petir yang semakin mendekat para jin hitam bertubuh besar dibarisan depan mulai merapatkan barisan sembari mempersiapkan tombak panjang dari sela-sela perisai besar mereka.
-tap-
-tap-
-tap-
-tap-
Langkah Devan semakin mendekat seraya energi sukma listrik yang semakin besar berkumpul ditangan kanan miliknya. Melihat pemuda itu semakin mendekat para jin hitam dibarisan depan segera melancarkan serangan.
-TRASSH-
Tombak-tombak dengan ujung runcing menebas udara kosong di depan, salah satu jin hitam melirik kedepan dan mendapati pemuda yang hendak menyerang mereka sudah hilang dari pandangan.
-Bzzt-
-Bzzt-
-Bzzt-
-Bzzt-
Terdengar riuh suara kilatan listrik statis dari atas kepala para jin hitam dibarisan depan, tanpa mereka duga sang pemuda melompat keatas sesaat sebelum tombak-tombak mereka menerjang kearah kedepan.
"TOMBAK RUDRA!!" teriak lantang Devan yang tengah melayang diudara, energi sukma listrik ditangan kanannya berubah bentuk menjadi tombak panjang dengan kilatan petir dari ujung hingga pangkal.
-Swuush-
-JDAAAAR-
Ledakan tombak Rudra meluluh lantahkan barisan depan dari para jin hitam tersebut, beberapa terpental kebelakang beberapa terjatuh kearah depan dengan perisai besar menimpa tubuh para jin hitam tersebut.
-Tap-
Devan turun dengan kaki kanan terlebih dahulu menyentuh permukaan namun sesaat kemudian secepat kilat menghilang dari pandangan.
-Bats-
-Bats-
-Bats-
Dengan cepatnya Devan melangkahkan kaki kedepan seraya menghantamkan kepalan tangannya bertubi-tubi kearah jin-jin hitam yang menghalangi pandangan.
"TEMBAK MANUSIA ITU!!" Seru sang kapten dari atas tembok besar.
-Syut-
-Syut-
-Syut-
Para pemanah mengarahkan busur miliknya kearah Devan yang berada dibawah dan melesatkan panah tersebut, para jin hitam bergantian menembakkan anak panahnya guna menghindari tembakan dari penembak yang tengah bersembunyi di balik tebalnya kabut.
"Cih … pintar juga mereka!!" runtuk Luna dengan senjata laras panjang tenaga angin bertekanan tinggi yang bertengger di pundak kanan, sementara Devan didepan sana tengah berjibaku dengan jin-jin hitam sembari menghindari tiap panah-panah yang mengarah ketubuhnya.
Diatas tembok besar kerajaan Pujakerana sang kapten tersenyum girang mendapati rencananya berjalan dengan mulus.
"Terus tembaki manusia berkekuatan listrik tersebut dan satu lagi yang berada di alun-alun!! Jangan sampai mereka…"
-BRUAAK-
Belum selesai sang kapten jin hitam menyelesaikan kata-katanya sebuah pukulan besar menghancurkan pintu diujung tembok, sesosok kera besar dengan bulu merah terlihat berdiri dengan tegap sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.
Para jin hitam yang berada diatas tembok besar menatap dengan tatapan nanar dan segera mengarahkan busur-busur mereka kearah jin kera berbulu merah tersebut.
-Syut-
-Syut-
-Syut-
Dengan cepat sang kera merah mengambil tongkat besi yang bertengger di belakang punggungnya seraya memutarnya searah jarum jam dengan kencang.
-Trang-
-Trang-
-Trang-
Anak panah yang melesat kearah Arga terpental kesembarang arah setelah bersinggungan dengan tongkat besi milik Arga, dari arah belakang Arga berbaris para pemanah jin kera sembari menarik tali busur mereka.
-Syut-
-Syut-
-Syut-
Panah-panah melesat menancap ketubuh para jin hitam sedangkan Arga merangsek kedepan sembari mengayunkan tongkat besinya dengan liar kearah para jin hitam diatas tembok besar tersebut.
Para prajurit jin hitam yang berada di jalan utama bisa mendengar teriakan kesakitan dari rekannya yang berada diatas sana bahkan sebagian besar terjatuh dari atas tembok karena serangan Arga. Para jin hitam dibawah mulai kehilangan arah setelah Devan yang berada tepat didepan mereka belari kearah mereka dan menghajar dengan membabi buta tanpa memperlihatkan sedikitpun tanda kelelahan.
Sembari menggenggam kepala jin hitam yang berhasil ia kalahkan Devan menyeringai lebar dengan tatapan nanar, manik mata berwarna biru muda itu menyala dengan energi sukma elemen listrik yang keluar dengan liar dari dalam tubuhnya membuat jin hitam yang melihat manusia itu langsung ciut nyalinya.
"Siapa lagi? Ayo sini maju … hehehehe," kekeh Devan dengan energi listrik berkumpul ditangan kanannya bagai cakar serigala.
Seketika itu juga para jin hitam berlarian tunggang langgang menghancurkan barisan yang tadi mereka banggakan, beberapa berlari kearah pemukiman dikanan maupun kiri mereka sedangkan beberapa berlari kearah gerbang hendak melarikan diri.
Para jin hitam berlarian melewati gang-gang sempit didalam pemukiman penduduk tanpa menyadari sedikitpun bahwa didalam pekatnya kabut para jin kera sudah bersembunyi dengan senjata mereka untuk menyergap.
-Jreeb-
-Jreeb-
-Jreeb-
"AARGH!!"
teriakan terdengar dari dalam kabut dilanjutkan dengan suara senjata saling berhantaman.
-Trang-
-Bugh-
-Bugh-
-Slash-
Tidak memakan waktu lama para jin kera yang bertugas untuk melakukan penyergapan berjalan keluar dari pekatnya kabut menuju kearah jalan utama, mereka bertemu dengan Devan yang tengah menepuk-nepuk bajunya guna menghilangkan debu yang menempel.
"Tuan Devan, kami sudah menghabisi para jin hitam, apa tugas kami selanjutnya?" tanya salah satu jin kera sembari bersimpuh didepan Devan.
Devan menatap teduh jin kera tersebut sembari tersenyum, "berdirilah dan segera perkuat pertahanan di gerbang depan," pungkas Devan sambil menepuk pundak jin kera tersebut.
Para jin kera segera menjalankan perintah Devan sementara dari arah alun-alun datang Saka bersama dengan Luna menghampiri mereka.
"Dimana Naura?" tanya Devan selidik.
"Deilah … disini ada perempuan juga kali Dev, enggak ditanyain keadaan perempuan cantik disebelah gua nih?" Seru Saka sembari menaik-naikkan alis matanya kearah Luna yang berdiri disebelahnya.
Devan menatap sinis kearah Saka, "Diih … enggak ada cewe cantik kemana-mana bawa senapan Ka!" Celetuk Devan sembarang dengan gaya cengengesan khas miliknya.
Dengan ekspresi datar Luna menatap pemuda didepannya dan mulai mengarahkan ujung laras panjang senjata miliknya tepat dikepala Devan.
"AAAAAA...Ampun nyai Luna!!" Jerit histeris Devan sembari bersembunyi dibelakang tubuh Saka.
"Hehe … rasain lu Dev," kekeh Saka renyah.
Luna segera menurunkan senjatanya dan mulai memeriksa keadaan sekitar.
"Jadi mereka belum datang?" Tanya Luna.
Saka menggelengkan kepala seraya bersua, "Naura masih menunggu tuan Bagas dibelakang."
Luna terdiam dengan raut wajahnya yang penuh tanda tanya, "kalian enggak merasa aneh dengan semua ini?" Tanya Luna kepada kedua temannya tersebut.
"Aneh kenapa?" Tanya Saka selidik.
"Gua merasa ada yang janggal dengan pemuda yang bernama Surya itu, sejak awal gua ketemu dia hingga sekarang seluruh perintah dan strategi berasal dari mulut dia, padahal tuan Bagas merupakan seorang mantan kapten di Other dan seorang yang memiliki gelar Satriya."
"Ya mungkin karena dia anaknya?" Sergah Saka.
Devan yang mendengar pembicaraan tanpa berkomentar hanya terdiam sembari menggaruk-garuk pucuk kepalanya yang sedikit gatal karena debu.
"Walaupun begitu apa elu akan percaya sepenuhnya ketika tahu dan sadar anak elu sendiri memiliki iblis didalam dirinya, ini seperti mengayunkan pedang bermata dua kesembarang arah," jelas Luna serius.
"Hanya ada satu kemungkinan," seru Devan memecah pembicaraan, Saka dan Luna menatap Devan dengan seksama.
"Si Surya merupakan seorang Prekof, seseorang yang dapat melihat masa depan," jelas Devan.
Luna dan Saka saling melihat satu sama lain dan terdiam mendengar penjelasan Devan.
"Apa elu yakin Dev? Jika benar si Surya itu Prekof dia akan menjadi aset yang sangat berharga untuk Other," seru Saka.
Luna tertegun sesaat, "Hmm … pantas saja ayahku ingin sekali merekrut lelaki bernama Surya itu, jadi karena dia seorang Prekof," gumam Luna.
"Hei! Hei! Hei! Ini masih spekulasi liar gua, kita masih belum tahu kebenarnya, siapa tahu dia hanya seorang Klerof atau seorang Retrof biasa," potong Devan.
Mereka bertiga kembali terdiam dan kemudian menatap keatas kearah gerbang depan, diatas sana bendera kerajaan yang dipimpin Gundara dirobek dan diganti dengan kain bergambar seekor kera bersayap yang merupakan bendera kerajaan Pujakerana terdahulu.
Sementara di padang sabana luas, Gundara sang raja dari para jin hitam menyeringai lebar, ia berjalan perlahan menghampiri sesosok pemuda yang bernama Surya didepannya.
Tubuh Surya yang terluka terlihat bersimpuh ditanah tanpa ada perlawanan sedikitpun, seakan tubuh itu pasrah menerima serangan selanjutnya dari sang jin kera.
"Perjalananmu berakhir disini manusia sombong!!" Seru Gundara dengan senjatanya yang siap menerjang kepala Surya.
#bersambung
ariefdias dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Kutip
Balas