- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten
NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 07:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
59K
Kutip
1.2K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#2
Jilid 1 [Part 2]
Spoiler for :
Dan orang yang dipanggilnya Gagak Ijo itu dengan gerak yang cekatan meloncat ke hadapan Baureksa.
Gagak Ijo yang nama sebenarnya adalah Jagareksa adalah seorang pembantu, bahkan tangan kanan Baureksa. Kedua-duanya mempunyai sifat yang hampir sama. Tubuhnya agak pendek bulat, sedang otot-ototnya menjorok keluar membuat garis-garis yang sama jeleknya dengan garis-garis wajahnya.
Gagak Ijo mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang ia sudah tahu tugasnya. Memeras keterangan dari orang asing itu.
Perlahan-lahan Gagak Ijo memutar tubuhnya, menghadap Mahesa Jenar. Sebentar ia mengatur jalan nafasnya, dan dengan perlahan-lahan pula ia mendekati korbannya. Suasana menjadi bertambah tegang.
PERISTIWA semacam ini telah berulang kali terjadi, biasanya dilakukan terhadap para penjahat atau terhadap mereka yang melanggar adat. Tetapi sekali ini, orang-orang kademangan itu merasakan adanya suatu perbedaan dengan kejadian-kejadian yang pernah terjadi.
Rupa-rupanya ketenangannya ini sangat mengagumkan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. Tidak pernah ada seorang pun yang dapat bertindak setenang itu menghadapi Gagak Ijo, apalagi Baureksa.
Gagak Ijo lalu mengangguk-angguk dengan sikap yang sombong sekali. Memang, ia mempunyai kebiasaan untuk tidak segera bertindak. Ia senang melihat korbannya ketakutan dan bahkan pernah ada yang sampai terjatuh di tempat. Tetapi kali ini ia merasa aneh, Mahesa Jenar tenang bukan kepalang. Dan ini sangat menjengkelkannya.
Mahesa Jenar kemudian menjadi jemu melihat sikap Gagak Ijo yang sombong itu. Maka ia mengambil keputusan untuk cepat-cepat menyelesaikan pertunjukan yang membosankan itu, dengan membuat Gagak Ijo marah.
Mereka yang mendengar jawaban itu terkejut bukan main. Alangkah beraninya orang asing itu. Malahan akhirnya beberapa orang menjadi hampir-hampir tertawa, tetapi ditahannya kuat-kuat, kecuali demang tua itu yang tampak tersenyum-senyum.
Sebaliknya Gagak Ijo menjadi marah bukan kepalang. Mukanya menjadi merah menyala dan giginya gemeretak. Selama hidup ia belum pernah dihinakan orang sampai sedemikian, apalagi di hadapan Demang dan Baureksa. Maka ia tidak mau lagi berbicara, tetapi ia ingin menyobek mulut Mahesa Jenar yang sudah menghinanya itu. Dengan gerak yang cepat ia meloncat dan kedua tangannya menerkam wajah Mahesa Jenar.
Orang-orang yang menyaksikan gerak Gagak Ijo itu menjadi tergoncang hatinya. Mereka telah berpuluh kali melihat ketangkasan Gagak Ijo, tetapi kali ini gerakannya adalah diluar dugaan. Hal ini terdorong oleh kemarahannya yang meluap-luap, sehingga semua orang yang menyaksikan menahan nafas sambil berdebar-debar.
Tetapi gerakan ini bagi Mahesa Jenar adalah gerakan yang sangat sederhana. Bahkan mirip dengan gerak yang tanpa memperhitungkan kemungkinan yang ada pada lawannya. Untuk menghindari serangan ini Mahesa Jenar tidak perlu banyak membuang tenaga. Hanya dengan sedikit mengisarkan tubuhnya dengan menarik sebelah kakinya, Mahesa Jenar telah dapat menghindari terkaman Gagak Ijo itu. Dengan demikian, karena dorongan kekuatannya sendiri Gagak Ijo menjadi kehilangan keseimbangan.
Dalam keadaan yang demikian, sebenarnya Mahesa Jenar dengan mudahnya dapat membalas serangan itu dengan suatu pukulan yang dapat mematahkan tengkuk Gagak Ijo. Tetapi Mahesa Jenar tahu, kalau dengan demikian akibatnya akan hebat sekali. Karena itu, ia hanya menyerang Gagak Ijo dengan sentuhan jarinya, untuk mendorong punggung Gagak Ijo dengan arah yang sama. Gagak Ijo yang memang sudah kehilangan keseimbangan, segera jatuh tertelungkup mencium tanah.
Mereka yang berdiri mengitari arena pertarungan itu, mula-mula mengira bahwa akan hancurlah muka orang asing itu diremas oleh Gagak Ijo. Tetapi ketika mereka menyaksikan kenyataan itu, menjadi sangat terkejut dan heran. Gagak Ijo itu sendiri malahan yang mencium tanah. Banyak diantara mereka tidak dapat melihat apa yang sudah terjadi.
Gagak Ijo yang nama sebenarnya adalah Jagareksa adalah seorang pembantu, bahkan tangan kanan Baureksa. Kedua-duanya mempunyai sifat yang hampir sama. Tubuhnya agak pendek bulat, sedang otot-ototnya menjorok keluar membuat garis-garis yang sama jeleknya dengan garis-garis wajahnya.
Quote:
“Suruh orang itu bicara,” perintah Baureksa.
“Bicara tentang apa Kakang?” tanya Gagak Ijo.
Mendengar pertanyaan itu, Baureksa memaki keras-keras,
“Bodoh kau. Suruh dia bicara, di mana rumahnya, di mana gerombolannya, dan suruh dia katakan kapan gerombolannya akan datang lagi untuk menculik gadis.”
“Bicara tentang apa Kakang?” tanya Gagak Ijo.
Mendengar pertanyaan itu, Baureksa memaki keras-keras,
“Bodoh kau. Suruh dia bicara, di mana rumahnya, di mana gerombolannya, dan suruh dia katakan kapan gerombolannya akan datang lagi untuk menculik gadis.”
Gagak Ijo mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang ia sudah tahu tugasnya. Memeras keterangan dari orang asing itu.
Perlahan-lahan Gagak Ijo memutar tubuhnya, menghadap Mahesa Jenar. Sebentar ia mengatur jalan nafasnya, dan dengan perlahan-lahan pula ia mendekati korbannya. Suasana menjadi bertambah tegang.
PERISTIWA semacam ini telah berulang kali terjadi, biasanya dilakukan terhadap para penjahat atau terhadap mereka yang melanggar adat. Tetapi sekali ini, orang-orang kademangan itu merasakan adanya suatu perbedaan dengan kejadian-kejadian yang pernah terjadi.
Quote:
“Jawab setiap pertanyaanku dengan betul,” perintah Gagak Ijo dengan garangnya. Matanya menjadi berapi-api dan mulutnya komat-kamit.
“Siapa namamu?”
Pertanyaan yang pertama ini mengejutkan Mahesa Jenar. Ia tidak menduga bahwa dari mulut orang itu akan keluar pertanyaan yang demikian. Maka untuk pertanyaan yang pertama ini Mahesa Jenar menjawab dengan tenangnya.
“Namaku Mahesa Jenar.”
“Siapa namamu?”
Pertanyaan yang pertama ini mengejutkan Mahesa Jenar. Ia tidak menduga bahwa dari mulut orang itu akan keluar pertanyaan yang demikian. Maka untuk pertanyaan yang pertama ini Mahesa Jenar menjawab dengan tenangnya.
“Namaku Mahesa Jenar.”
Rupa-rupanya ketenangannya ini sangat mengagumkan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. Tidak pernah ada seorang pun yang dapat bertindak setenang itu menghadapi Gagak Ijo, apalagi Baureksa.
Quote:
“Bagus…” dengus Gagak Ijo.
“Nama yang bagus. Mengenal namamu adalah perlu sekali bagiku. Kalau terpaksa tanganku membunuhmu. Orang-orang sudah tahu bahwa kau bernama Mahesa Jenar.”
“Nama yang bagus. Mengenal namamu adalah perlu sekali bagiku. Kalau terpaksa tanganku membunuhmu. Orang-orang sudah tahu bahwa kau bernama Mahesa Jenar.”
Gagak Ijo lalu mengangguk-angguk dengan sikap yang sombong sekali. Memang, ia mempunyai kebiasaan untuk tidak segera bertindak. Ia senang melihat korbannya ketakutan dan bahkan pernah ada yang sampai terjatuh di tempat. Tetapi kali ini ia merasa aneh, Mahesa Jenar tenang bukan kepalang. Dan ini sangat menjengkelkannya.
Quote:
“Kau sudah dengar perintah kakang Baureksa? Apa yang harus kau katakan, sekarang katakanlah.”
“Tak ada yang akan aku katakan,” jawab Mahesa Jenar.
Gagak Ijo terkejut mendengar jawaban itu, sehingga membentak keras.
“Bicaralah!” Lalu suaranya ditahan perlahan-lahan.
“Bicaralah supaya aku tidak usah memaksamu.”
“Tak ada yang akan aku katakan,” jawab Mahesa Jenar.
Gagak Ijo terkejut mendengar jawaban itu, sehingga membentak keras.
“Bicaralah!” Lalu suaranya ditahan perlahan-lahan.
“Bicaralah supaya aku tidak usah memaksamu.”
Mahesa Jenar kemudian menjadi jemu melihat sikap Gagak Ijo yang sombong itu. Maka ia mengambil keputusan untuk cepat-cepat menyelesaikan pertunjukan yang membosankan itu, dengan membuat Gagak Ijo marah.
Quote:
“Baiklah aku berkata, bahwa rumahku adalah jauh sekali seperti yang sudah aku katakan kepada Bapak Demang tadi. Tetapi kedatanganku kemari sama sekali tidak akan menculik gadis-gadis. Aku datang kemari karena aku ingin menculik kau untuk menakuti gadis-gadis.”
Mereka yang mendengar jawaban itu terkejut bukan main. Alangkah beraninya orang asing itu. Malahan akhirnya beberapa orang menjadi hampir-hampir tertawa, tetapi ditahannya kuat-kuat, kecuali demang tua itu yang tampak tersenyum-senyum.
Sebaliknya Gagak Ijo menjadi marah bukan kepalang. Mukanya menjadi merah menyala dan giginya gemeretak. Selama hidup ia belum pernah dihinakan orang sampai sedemikian, apalagi di hadapan Demang dan Baureksa. Maka ia tidak mau lagi berbicara, tetapi ia ingin menyobek mulut Mahesa Jenar yang sudah menghinanya itu. Dengan gerak yang cepat ia meloncat dan kedua tangannya menerkam wajah Mahesa Jenar.
Orang-orang yang menyaksikan gerak Gagak Ijo itu menjadi tergoncang hatinya. Mereka telah berpuluh kali melihat ketangkasan Gagak Ijo, tetapi kali ini gerakannya adalah diluar dugaan. Hal ini terdorong oleh kemarahannya yang meluap-luap, sehingga semua orang yang menyaksikan menahan nafas sambil berdebar-debar.
Tetapi gerakan ini bagi Mahesa Jenar adalah gerakan yang sangat sederhana. Bahkan mirip dengan gerak yang tanpa memperhitungkan kemungkinan yang ada pada lawannya. Untuk menghindari serangan ini Mahesa Jenar tidak perlu banyak membuang tenaga. Hanya dengan sedikit mengisarkan tubuhnya dengan menarik sebelah kakinya, Mahesa Jenar telah dapat menghindari terkaman Gagak Ijo itu. Dengan demikian, karena dorongan kekuatannya sendiri Gagak Ijo menjadi kehilangan keseimbangan.
Dalam keadaan yang demikian, sebenarnya Mahesa Jenar dengan mudahnya dapat membalas serangan itu dengan suatu pukulan yang dapat mematahkan tengkuk Gagak Ijo. Tetapi Mahesa Jenar tahu, kalau dengan demikian akibatnya akan hebat sekali. Karena itu, ia hanya menyerang Gagak Ijo dengan sentuhan jarinya, untuk mendorong punggung Gagak Ijo dengan arah yang sama. Gagak Ijo yang memang sudah kehilangan keseimbangan, segera jatuh tertelungkup mencium tanah.
Mereka yang berdiri mengitari arena pertarungan itu, mula-mula mengira bahwa akan hancurlah muka orang asing itu diremas oleh Gagak Ijo. Tetapi ketika mereka menyaksikan kenyataan itu, menjadi sangat terkejut dan heran. Gagak Ijo itu sendiri malahan yang mencium tanah. Banyak diantara mereka tidak dapat melihat apa yang sudah terjadi.
Diubah oleh nandeko 01-08-2020 12:24
fakhrie... dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas