vumloAvatar border
TS
vumlo
Bagaimana Nasib Karyawan Lion Air yang di-PHK?


Sebanyak 2.600 pekerja Lion Air Group dirumahkan. Kini, mereka hanya bisa menanti hak-hak mereka dipenuhi perusahaan.

Setelah setahun lebih bekerja sebagai awak teknisi Lion Air region Batam, Yakub (bukan nama sebenarnya) dapat kabar buruk pada Juni silam. Manajemen memutus kontraknya secara sepihak. Ia bahkan belum dapat tunjangan hari raya. Lion Air memintanya menyerahkan ID Card karyawan dan menukarnya dengan surat keterangan kerja. “Saya khawatir bagaimana nanti menagih hak kami yang belum diberikan,” ujarnya kepada Haluan.co

Pihak manajemen, menurut Yakub, menjanjikan tiket pesawat pulang plus rapid test ke domisili atau ke Jakarta, bagi karyawan yang bekerja di Batam. Yakub dan rekan-rekannya tak serta merta menyerahkan ID Card-nya meski diminta. Mereka menuntut jaminan bahwa perusahaan akan menepati semua janji sebelum tanggal yang ditentukan.

Senasib dengan Yakub, Bilal (bukan nama sebenarnya), portir Lion Air region Cengkareng juga diberhentikan ketika kontraknya belum habis. “Tidak ada pengumuman resmi. Kami hanya diberi pesan broadcast via WhatsApp tanggal 28 Juni 2020 melalui supervisor, asisten manajer, serta koordinator,” jelas Bilal.

Bilal menuturkan bahwa setelah itu pihak manajemen mengumumkan jadwal kerja untuk bulan Juli. Namanya sudah hilang dari jadwal itu. “Tanggal 29 hingga 30 Juni kami diarahkan ke terminal 1A untuk mengambil surat pengakhiran perjanjian kerja, dengan syarat mengumpulkan pass bandara dan ID Card karyawan,” ceritanya.

Selain Bilal, ada 200 orang karyawan lain di divisinya yang juga dirumahkan.

Industri aviasi memang ambruk dihantam pandemi. Pesawat hanya diparkir berminggu-minggu sementara ongkos operasional jalan terus. Beberapa perusahaan pun mulai memangkas pekerjanya. Ada yang dirumahkan sementara, langsung diputus begitu saja kontraknya, serta ada pula yang mengalami penyelesaian kontrak lebih awal.

Keputusan ini juga diambil oleh Lion Air Group yang memecat 2.600 para pekerjanya,termasuk Yakub dan Bilal. Kemelut ini bermula pada 20 Mei 2020 ketika perusahaan merilis Internal Media Statement. Isinya antara lain terkait kondisi perusahaan di masa pandemi COVID-19. Lion Air Group menganggap bahwa mereka tengah berada di masa sulit dan menantang. “Atas kondisi yang tercipta akibat COVID-19 serta memberikan dampak yang luar biasa, termasuk situasi yang penuh ketidakpastian,” tulis lebih lanjut Lion Air Group dalam rilis.

Dalam rilis itu, terdapat tiga poin utama terkait kebijakan pemberian THR. Tunjangan ditunda oleh perusahaan dan hanya diberikan kepada karyawan berpenghasilan rendah atau yang berpenghasilan total sama dengan Upah Minimum Regional (UMR). Sedangkan untuk karyawan berpenghasilan menengah seperti mekanik, awak kabin, dan staf, akan diberikan apabila kondisi keuangan perusahaan telah kembali normal.

Meski demikian, pemberian THR bagi karyawan berpenghasilan total setara UMR itu tidak diberikan sepenuhnya. Sisanya akan diberikan jika operasional kembali normal. Yakni ketika kondisi perusahaan membaik seiring dengan jumlah penumpang serta frekuensi penerbangan pesawat milik Lion Group meningkat.

Sampai saat itu, kebijakan PHK belum jadi opsi. Lion Air Group menampung 29.000 karyawan yang menggantungkan hidup ke perusahaan. Corporate Communication Strategic Lion Group Danang Mandala Prihantoro kala itu menegaskan perusahaan masih terus mempelajari situasi yang terjadi.

Selang satu bulan kemudian, hari nahas itu tiba. Sejumlah karyawan kontraknya tak lagi diperpanjang dan sebagian lagi akhirnya di-PHK. Dari masing-masing lingkup Lion Group jumlahnya bervariasi dengan angka mencapai 2.600-an karyawan. Karyawan yang diberhentikan terdiri dari tiga kategori: 1) karyawan dengan umur lebih dari 55 tahun; 2) karyawan dengan masa kerja kurang dari 2 tahun; dan 3) karyawan yang habis masa kontraknya.

Menanggapi PHK itu, Danang Mandala Prihantoro kembali angkat bicara. Danang menyebut bahwa PHK dilakukan berdasarkan masa kontrak kerja. Pekerja yang masa kontraknya telah berakhir dipastikan tak akan diperpanjang oleh perusahaan.

“Keputusan berat diambil dengan tujuan mempertahankan kelangsungan bisnis dan perusahaan tetap terjaga, merampingkan operasi perusahaan, mengurangi pengeluaran dan merestrukturisasi organisasi di tengah kondisi operasional penerbangan yang belum kembali normal sebagai dampak pandemi covid-19,” ungkapnya.

Ia pun menambahkan perseroan berjanji akan memprioritaskan karyawan korban PHK dengan kembali mempekerjakan mereka setelah keuangan dan pendapatan perusahaan kembali pulih. Pernyataan Danang itu dianggap oleh karyawan yang telah di-PHK tak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Mereka yang di-PHK, hingga kini tak mendapatkan kejelasan status serta tak jelas juga kompensasi apa yang didapat dari sekian tahun bekerja.



Keputusan terburu-buru

Lantas apakah PHK jadi satu-satunya solusi krisis di industri aviasi? Sejauh mana perusahaan aviasi memenuhi hak karyawan yang diberhentikan sesuai undang-undang ketenagakerjaan? Bagaimana juga andil negara?

Nelson Nikodemus Simamora selaku Kepala Divisi Advokasi LBH Jakarta mengungkapkan dalih keputusan PHK Lion Air Group, tidak jelas sama sekali. “Kalau memang perusahaan merugi, rilis laporan kerugiannya berapa dan sejauh mana. Tidak semudah itu untuk melakukan PHK karyawan yang masih terikat kontrak,” ungkap Nelson ketika diwawancarai Haluan.co via telepon.

Selain itu, Nelson pun mengatakan untuk bisa memutuskan PHK karyawannya, suatu perusahaan mesti melalui tiga wahana penyelesaian. Menurut Nelson, perkara itu sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PHI).

“Pertama, melalui penyelesaian antara perusahaan dengan gabungan buruh atau serikat (bipartit). Kedua, melalui perundingan tripartit yang meliputi mediasi, konsiliasi, serta arbitrase. Apabila ada pihak yang menolak anjuran konsiliator, langkah terakhir bisa mengajukan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial,” urai Nelson.

Lanjut menurut Nelson apabila memang pihak Lion Air Group resmi melakukan PHK, mereka mesti menaati UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di mana perusahaan wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak bagi pekerja yang di-PHK.

“Di tengah PHK karyawan Lion Air Group ini, peranan negara di mana? Mereka seharusnya hadir untuk mengakomodir serta mengupayakan tuntutan maupun hak semua karyawan yang telah di-PHK. Soal kerugian yang disebut oleh perusahaan, tidaklah semestinya menjadi alasan. Ironis ketika bilang merugi, namun belanja maskapai masih berjalan.” pungkas Nelson.

Pada akhirnya karyawan menganggap bahwa pemutusan kontrak kerja yang dilakukan oleh Lion Air Group ini seakan terburu-buru. Manajemen seolah tak mempunyai kesiapan yang matang dalam menyampaikan kebijakan yang memilukan itu. Setelah dua dekade mengangkasa, Lion Air Group kini menafikan mereka yang telah menerbangkan burung-burung besinya.

HillmanAdhi
jurumudi75
nomorelies
nomorelies dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.6K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
jurumudi75Avatar border
jurumudi75
#3
gara2 corona semua sektor terkena dampak pemecatan apalagi yg masih PKWT. tapi kan pihak singa bilang kalau semua udah normal yg dipecat diprioritaskan dipanggil lagi....ahli ptofesi aja bercocok tanam.
0
Tutup