Sedih, itulah yg kurasakan saat itu. Disinilah pertama kali air ketuban ku mengalir keluar disertai ari-ari ku (Kakang Kawah Adi Ari-Ari) lalu aku pun lahir. Indah masa kecilku di kota ini, bermain bersama teman sebayaku dan sebagian lagi dengan mereka. Tapi di usia ku saat itu tak mungkin aku menolak dan bertahan disini.

Gemerlap kota Surabaya harus berubah 180⁰ menjadi suasana pegunungan yg sepi dan bisu di pandanganku. Aku tak kerasan disini gumamku dalam hati. Aku disambut oleh nenekku dengan sumringah meski wajahku kusut karena belum menerima keadaan yg mengharuskanku tinggal di pedesaan seperti ini. 3 hari aku tak nafsu makan, tak bisa tidur, selalu terbayang2 rumah dan kampungku di Surabaya. Meski hanya 2 bulan, rasanya seperti lama sekali ku menetap disini.

Rumah nenekku peninggalan kakek buyutku bagaikan rumah horor di benakku karena ornamen2 jawa yg kental di dalam nya. Sebagaimana rumah lurah pada umumnya diteras rumah ada pendopo untuk menerima tamu/warga, ada kentongan besar setinggi langit2 joglo, masuk ke rumah inti disambut dengan gamelan dan gong yg tersusun rapi tapi agak berdebu, lalu ruang keluarga yg dikelilingi kamar2 dan diujung ruang keluarga ada Reog Ponorogoasli yg besar dan tinggi nya menjulang hampir menyentuh atap joglo.

Ilustrasi rumah nenekku yg lama, atap joglo nya sama persis, dan sama2 dikelilingi kebun. erbedaan terletak pada bagian epan rumah yg dimana rumah nenekku terdapat pendopo untuk berkumpul warga.


Kira-kira seperti inilah pendoponya sebelum masuk ke bangunan inti rumah.

Mengapa tertulis kata asli di situ? Karena konon kata nenekku, kulit, mata, hidung, kumis dan gigi kepala reog tersebut adalah harimau asli yg ditangkap kakek buyutku di masa muda nya di hutan Ponorogo. Tak terkejut lagi bila ada anak-anak kecil yg tiba2 menangis sejadi-jadi nya bila melihat terlalu lama mata reog tersebut.

Pernah ku berfoto dengan reog ini, tapi saat ku cari fotonya sampai sekarang hilang entah dimana, seingatku aku memakai baju bergambar robot jepang jiban dan merangkul kepala reog sambil menyeringai. Tapi reog itu sekarang telah tiada, terjual oleh Bupati Ponorogo setelah aku menetap di madiun, rumah peninggalan kakek buyutku pun sekarang sudah banyak dirombak menjadi semi modern tak terkesan seram seperti ketika aku tinggal disana.

Arsitektur dan ornamen2 klasik sudah tak ada lagi, hanya di ruang keluarga yg dibiarkan tetap seperti aslinya hanya kayu2 yg waktunya diganti telah diganti.

Rasanya aku sudah mulai terbiasa dengan dengan suasana rumah nenek ku, kalaupun ada gangguan2 kecil, tak seberapa ku hirau kan.

Seperti pada suatu hari aku bermain sendiri di sekitar reog, dalam keasyikanku aku mendengar suara pelan harimau dari arah belakangku dan saat ku menoleh aku hanya melihat ekor harimau yg sedang masuk ke belakang lemari di belakang reog.

Aku menghampiri nenekku dan menceritakannya, kata nenekku



Rmh nenekku dikelilingi kebun milik nenekku sendiri yg cukup luas yg jg ditanami pohon rambutan, kelapa, ketela, petai, jambu merah & durian. Ketika siang terlihat mengasyikkan karena teman2 sekolahku sll dtg & kita bermain perang2an di kebun milik nenekku, kita menganggapnya hutan saking lebat nya tanaman2 yg ada disana.

Jika malam tiba, kebun itu tak ubahnya menjadi seperti hutan belantara yg rasa-rasanya seperti ada yg mengintai rumah nenekku di balik tanaman2 itu. Pnh suatu hari aku pulang dari masjid bersama teman2ku, rencana awal mereka ingin belajar bersama di rumah nenekku, perjalanan menyusuri kebun nenekku yg begitu gelap tak kami hiraukan karena kami ber-6 pada saat itu, kami bercanda kesana kemari khas anak-anak SD kelas 3.

Tiba2 salah satu temanku terhenti langkahnya & menunjuk ke arah pohon rambutan lalu balik badan & lari sambil meneriakkan "GENDERUWOOOOO....!!!", diikuti 5 temanku yg lain..aku hanya melongo melihat mereka lari terbirit-birit sambil sesekali menengok pohon rambutan itu, tapi sama sekali tak ku lihat apa2, saking penasarannya karena aku sudah mulai terbiasa melihat seperti itu tapi kali ini malah ku rasa aneh ketika teman2ku melihat sedangkan aku tidak, ku hampiri pohon itu ku tengok dari atas sampai bawah tak ku jumpai makhluk satu pun disana, sampai aku dikagetkan dengan kemunculan suara asing di telinga kananku "Ndang Mulihh..!" , Tanpa pikir panjang ku ambil langkah seribu untuk menghindarinya dan masuk rumah.

Nenekku pernah bercerita saat ku mulai beranjak remaja, dulu Panglima Besar Jenderal Soedirman pernah mampir dan menginap di rumah kakek buyutku, itu lebih dikarenakan pada saat perang gerilya sang Panglima sedang sakit keras dan diharuskan ditandu oleh para pengawalnya dan sedang dalam pengejaran para tentara belanda.

Panglima Besar Jenderal Soedirman

Panglima Besar, lanjut cerita nenekku menyusuri gunung, bukit dan lembah dari arah utara ke arah selatan. Seperti yg kita ketahui, Panglima Besar dengan para pengawalnya menyusuri setapak demi setapak rute gerilya sejauh 1.009 Kilometer dan menghabiskan waktu 7 bulan 28 hari. Urutan rute diantaranya adalah sebagai berikut.

Rute gerilya Jenderal Soedirman saat berangkat & pulang


Sesampai di pegunungan desa tempat tinggal kakek buyutku, sang Panglima bertanya dengan warga sekitar tempat tinggal Lurah setempat dan mengantar nya ke rumah kakek buyutku. Sesampai disana kakek & nenek buyutku menyambut beliau dengan tangan terbuka, seketika saja kakek ku menyuruh pembantu2nya untuk menyembelih kambing, sapi dan ayam untuk makan malam Jenderal Besar beserta para prajuritnya. Tak kutanyakan sang Jenderal Besar menginap berapa hari/malam, yg jelas sang Jenderal meninggalkan rumah kakek buyutku dikarenakan ada mata2 belanda dari orang pribumi yg memberitahukan keberadaan sang Jenderal perang satu ini.

Yaa..watak dan perilaku manusia tak di sini entah di manca negara sama saja, dimana ada recehan, info akurat pun mudah didapat. Jadi bukan sekarang saja orang indonesia asing dengan sogok-menyogok sejak dari nenek moyang nya mudah ditipu daya oleh penjajah. Nenekku melanjutkan cerita nya, waktu masih menunjukan pukul 04:00 WIB suara granat & tembakan tak henti2nya menerjang rumah kakek buyutku, yg menarik adalah tak satupun pintu yg rusak, tak satupun lubang di bagian rumah kakek buyutku yg koyak seperti ada dinding pembatas yg melindungi rumah beliau. Granat pun hanya meledak di langit tanpa sampai tergeletak di rumah atau sekedar pendopo nya, kenang nenekku. Dan cerita nenekku ini pun dipertegas oleh pengakuan2 tetangga2 nenekku yg sekarang ini sudah sangatlah renta tapi masih bisa mengingat suara bising 'bedhil' & dentuman granat pada pagi hari itu yg tanpa merusak sedikitpun rumah kakek buyutku.

Singkat cerita, Jenderal Soedirman, bala tentara nya beserta kakek & nenek buyutku beserta nenekku yg pada saat itu sedang mengandung kakak ibuku yg nomor 2 berhasil melarikan diri lewat pintu belakang. Banyak kenangan perjuangan dirumah itu hingga ranjang yg dipakai tidur Jenderal Soedirman, dan meja tulis yg dipakai beliau suatu hari di bawa ke museum di jakarta untuk diabadikan.

Banyak cerita yg ku dapat dari orang2 tua sekitar rumah nenekku jika kakek buyut ku dulu punya 'open-open'/peliharaan 'Harimau Putih', letaknya di belakang rumah.

Ilustrasi Harimau Putih

Tiap tengah malam selasa hitungan hari jawa tertentu selalu mengelilingi desa dan menjelang pagi selalu pulang masuk ke arah belakang rumah kakek buyutku menyusuri kebun2. Saat ku tanyakan pada nenekku tentang kebenaran hal tsb, nenekku hanya 'mengangguk' tanda setuju dan lanjut bercerita hal yg aneh tapi nyata.

Keluarga besar ku memiliki makam keluarga yg letaknya sekitar 1,5 Km dari rumah nenekku, posisinya di daerah pegunungan diatas rumah nenekku, tidak ada yg boleh dimakamkan disitu kecuali yg masih ada hubungan darah dengan Mbah Mangoen Wirjodihardjo (Bapak dari Nenekku) & Mbah Martokalim (Bapak dari Kakekku). Pernah ada peristiwa yg mencengangkan warga kampung setempat, sempat ada orang kampung sekitar meninggal dunia dan tanpa izin dan tanpa sepengetahuan ahli waris ke-dua keluarga kakek2 buyutku dimakamkan di pemakaman keluarga besarku padahal tidak pada tanah pemakaman utama melainkan di pinggir dan agak ke bawah makam keluargaku tapi tetap saja tanah itu milik keluarga besarku.

Setelah dimakamkan, semua orang pun pergi meninggalkan pemakaman dan tak ada yg aneh setelah itu, esok pagi nya ketika orang2 kampung akan melakukan aktifitas seperti ke sawah, ke kebun, cari kayu bakar di hutan dll yg melewati makam keluargaku seperti melihat orang tidur di sebelah makam orang yg baru meninggal kemarin.

Mereka pun mendatangi gerangan yg terlihat nyaman tidur di sebelah makam, begitu kagetnya mereka ketika yg mereka lihat adalah jenazah yg baru meninggal kemarin dengan posisi di samping makam nya dan terdapat bekas tanah makam yg tergali.

Ya, jenazah itu ada yg mengeluarkan dari liang lahat semalam. Para warga pun heboh dan mencari modin dan pihak keluarga yg berduka, dan semua sepakat memakamkannya kembali di tempat seperti semula. Setelah selesai mereka pun pulang. Keesokan hari nya di pagi buta lagi2 warga setempat dihebohkan lagi oleh peristiwa serupa, keluarga mulai menaruh kecurigaan akan sesuatu, jangan2 ada orang yg sedang 'ngelmu' (mencari ilmu, tapi cenderung ke ilmu hitam) yg sedang mencari sesuatu dari jenazah entah tali pocong atau apapun yg akan dipergunakan untuk jimat.

Keluarga sepakat memakamkannya kembali di tempat semula dan merundingkan sesuatu dengan beberapa warga terlahirlah ide akan penjagaan pada malam hari itu juga, masalah muncul ketika tak ada yg berani menjaga meski beramai-ramai. Akhirnya ada beberapa pihak keluarga yg memberanikan diri untuk memantau dari kejauhan karena penasaran apa yg telah terjadi mengapa 2x berturut2 jenazah seperti ada yg mengeluarkan dari liang lahat. Sekitar pukul 23:00 mereka menuju makam ber-empat dan memantau dari kejauhan.

Tidak terjadi apa2, mereka bersantai sejenak dan saling bercerita satu sama lain. Lalu sekitar satu jam berikutnya mereka dikagetkan dengan suara ranting terinjak keras di daerah dekat makam, mereka mengintip dan apa yg mereka lihat sama sekali tak pernah mereka bayangkan sebelumnya dan mereka seperti lebih baik tidur dirumah daripada melihat pemandangan aneh tapi nyata pada saat itu. Tiba2 muncul langkah gontai dari arah semak2 diatas makam dengan sorot mata yg tajam dan khas, meloncat ke arah makam, seekor binatang berwarna putih yg belakangan mereka mengenalinya sebagai "Harimau Putih".

Lutut mereka lemas, tak keluar sepatah kata pun dari bibir mereka ber-empat, dengan mata kepala mereka sendiri harimau itu menggaruk tanah makam saudara mereka dan mengeluarkan jenazah dengan menggigitnya, dibuang begitu saja di bagian samping makam layaknya orang meludah. Setelah itu harimau itupun melompat ke arah makam keluarga besarku dan menghilang dari pandangan sanak family jenazah tsb. Mereka pun pulang dan menceritakan apa yg mereka lihat tadi ke seluruh keluarganya dan esok harinya jenazah nya dipindah-makamkan di tempat pemakaman yg lain.

Nenekku bilang, itu peliharaannya kakek buyutku dan konon katanya harimau putih itu pernah berjanji akan menjaga kakek buyutku beserta ke-5 keturunan nya. Kalaupun dihitung, berarti aku ialah generasi ke empat, ke lima adalah anakku, tapi kata nenekku ketika nenekku menerima buyut nya untuk pertama kalinya harimau putih itupun langsung pergi tanda tugasnya telah usai. Harimau itu tidak pernah makan orang atau binatang ternak, makanannya adalah 'dedak'/'bekatul' dicampur bunga kantil. Tiap datang, kenang nenekku selalu menggaruk dinding luar sebanyak 3x dan menggeram yg letaknya di belakang reog yg diawal ku ceritakan. Ketika nenekku memiliki buyut untuk pertama kalinya, harimau itu pun 'pamit' dengan cara yg sama tetapi menggaruk dinding sebanyak 7x tanpa menggeram, dan nenekku menyahuti dari dalam rumah



Kakek buyutku meninggal di usia 89 tahun, sedangkan nenek buyutku meninggal di usia 98 tahun dan nenekku meninggal di usia 87 tahun. Ayahku masih sempat bertemu dengan nenek buyutku ketika menikah dengan ibuku, dan ternyata menurut pengakuan ibuku..ayahku sangat disukai oleh nenek buyutku karena rajin melakukan lelaku kejawen seperti puasa mutih, puasangrowot, bertapa pati geni, bertapa ngebleng, bertapa kungkum, bertapa ngeli, bertapa ngalong, bertapa ngrame dan terakhir tapa brata (di tulisan berikutnya akan ku jelaskan tentang ini semua). Selain itu nenek buyutku juga iba melihat ayah ibuku yg tak kunjung mendapat keturunan meski telah menikah selama 10 tahun.

Kata ibuku, kakek buyutku telah mengetahui kapan hari malaikat maut menjemput beliau, 3 hari sebelum meninggal beliau minta jgn diganggu karena akan bersemedi di kamar pertapaan beliau, beliau hanya berpesan minta disiapkan nasi putih dan air putih ketika maghrib kepada nenek buyutku dan diletakkan di lubang bawah kamar pertapaan, bila suatu pagi saat nenek buyutku mengambil piring dan gelas dari lubang tsb mendapati nasi dan air putih nya habis maka tetap jangan diganggu. Tapi ketika pagi hari di hari ketiga saat nenek buyutku mengambil piring dan gelas di lubang mendapati nasi putih dan air putihnya utuh tanpa berkurang sedikitpun, kontan saja nenek buyutku membuka pintu pertapaannya dan ternyata kakek buyutku sedang sakaratul maut, kakek buyut ku melambaikan tangan ke nenek buyutku dan berkata..