akun.internetAvatar border
TS
akun.internet
Trump vs Biden, Siapa yang Bakal Memenangi Pilpres AS 2020?


Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump banyak menuai kritik baru-baru ini setelah dirinya memerintahkan militer untuk terjun menangani demo anti-rasisme yang terjadi di berbagai negara bagian Negeri Paman Sam sekitar dua minggu terakhir.

Sebagaimana diketahui, pada saat Trump menyampaikan keinginan tersebut, ia mendapat penolakan dari Menteri Pertahanan Mark Esper. Trump juga mendapat komentar pedas dari Mantan Menteri Pertahanan James Mattis.

Mattis mengatakan arahan Trump untuk mengerahkan tentara bukan akan membawa perdamaian di antara pendemo dan menyatukan negara, namun justru akan memecah-belah negara.

Mantan Kepala Staf Trump John Kelly, seorang pensiunan jenderal, juga turut mengeluarkan komentar tajam. Bukan komentar biasa lantaran hal itu kemungkinan membahayakan kedudukan Trump dalam pemilihan presiden pada November mendatang. Kelly mengatakan agar para pemilih untuk melihat dengan teliti siapa yang dipilih dan mencari tahu tentang karakter dan etika para calon.

Baca: Ternyata Trump Sempat Minta 10.000 Tentara Jaga Washington


Trump telah berniat untuk mencalonkan diri kembali menjadi presiden AS. Ia telah dengan lantang menyerukan langkah untuk kembali mengikuti pilpres. Ia juga telah melakukan berbagai kampanye belakangan.

AS akan mengadakan pemilu pada Selasa pertama di bulan November. Dalam kesempatan itu tidak hanya presiden yang dipilih, tapi juga sepertiga Senat dan 435 kursi di DPR yang kini dikuasai Demokrat.

Partai Demokrat, sementara itu, telah memiliki calon kuat sebagai lawan Trump dalam pemilu, yaitu Joe Biden, seorang mantan wakil presiden di era pemerintahan Barack Obama.

Menurut jajak pendapat, Biden bisa jadi akan menang dalam pemilu mendatang. Apalagi saat ini dukungan untuk Trump dari para pemilih kulit putih mulai terkikis. Sayangnya, fakta sebelumnya terkait pemilu yang dijalani Trump dan saingannya, Hillary Clinton, menunjukkan bahwa apapun bisa berubah di detik terakhir.

Sebagaimana diketahui, pada pemilu 2016, Hillary menjadi saingan kuat Trump. Dalam keseluruhan suara populer secara nasional, Hillary berhasil mengalahkan Trump dengan selisih sekitar tiga juta suara. Ia pun diyakini bakal menjadi presiden AS selanjutnya. Namun, semua itu terbukti menjadi sebaliknya pada akhirnya.

Tapi berbeda dengan saat melawan Hillary, sebagai saingan Biden, Trump kini memiliki sederet daftar 'dosa' yang membuatnya bisa dicoret dari daftar calon yang bakal dipilih warga dalam pemilu. Ini karena ada banyak sekali kontroversi yang telah dibuat presiden dari Partai Republik itu selama memerintah AS dalam empat tahun terakhir.

Trump telah dikenal memiliki gaya kerja yang tidak menentu dan suka mengutarakan pernyataan kontroversial ketika berbicara secara mendadak atau melalui 'jari saktinya' yang terwujud dalam bentuk postingan di Twitter.

Tapi, terlepas dari segudang kontroversi tersebut, kampanye kepresidenan Trump memiliki sumber daya keuangan yang besar. Trump juga memiliki pendukung yang setia, seperti pemilih kelas pekerja kulit putih berpendidikan non-perguruan tinggi di berbagai negara bagian.

Selain itu, Biden yang menjadi saingan Trump juga tidak lepas dari kontroversi. Ini kemungkinan akan menjadi salah satu faktor yang membuat Trump unggul. Salah satu kontroversi yang paling melekat soal Biden adalah kasus dugaan suap yang menjerat putranya, Hunter.



Baca: Demo Besar Terjadi di Inggris, Ada Apa?


Di sisi lain, Trump juga punya amunisi lainnya untuk melawan Biden karena telah berhasil mengurangi keterlibatan militer AS di Irak, Afghanistan dan Suriah. Trump telah menarik ratusan tentara Amerika dan berusaha menegosiasikan penyelesaian dengan Taliban di Afghanistan.

Trump juga telah berhasil memajukan ekonomi AS dan menekan angka pengangguran ke rekor terendah, sebagaimana yang sering ia gembar-gemborkan. Ia juga telah berhasil membuat China mau menegosiasikan kesepakatan dagang dengan AS dan telah berhasil merombak Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) pada tahun lalu, menggantinya menjadi Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA).

Menurut laporan Express, hasil jajak pendapat terhadap 1.500 pemilih potensial pada 3 Juni hingga 5 Juni 2020 oleh Lembaga Demokrasi, menunjukkan Trump masih unggul ketimbang Biden. Di mana hasilnya Trump unggul dengan 48% suara dibandingkan 47% suara untuk Biden. Sebanyak 5% sisa suara memilih ragu-ragu.

Hasil jajak pendapat juga menunjukkan Trump unggul enam poin di negara bagian Florida, Iowa, Michigan, Minnesota, Pennsylvania, dan Wisconsin dengan perbandingan 50% versus 44%.

Lantas, siapa yang akan jadi pemenang dalam pilpres nanti? Apakah Trump lagi? Atau justru Biden yang akan menjadi presiden ke-46 Negeri Paman Sam?


https://www.cnbcindonesia.com/news/2...pres-as-2020#

Asyik kan negara demokrasi? ada event untuk memilih wakil, event untuk memilih pemimpin.

Beda sama negara penyembah perkakas (seperti martel, arit dll), mau ngomong vokal saja sudah ditangkap petugas partai martel arit.

dan negara penyembah perkakas, tidak usah ingin. mending dibawah partai martel arit saja ya, biar elit-elitnya seneng.
reita96
Lockdown666
kakekane.cell
kakekane.cell dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.6K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ex.pasienRSJAvatar border
ex.pasienRSJ
#1
kalau saya pribadi lebih mendukung orang asia jadi presiden di amerika/australia/kanada

biden maupun trump itu sama-sama bule kulit putih keturunan eropa
bule kulit putih keturunan eropa itu tak layak jadi presiden amerika/australia/kanada
karena mereka hanya keturunan tukang genosida pribumi/perampas tanah pribumi
leluhurnya bangsa eropa masuk genosida pribumi & rampas tanah pribumi amerika/australia/kanada
cellengz
cellengz memberi reputasi
1
Tutup