Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lurikaAvatar border
TS
lurika
[SFTH] I.L.Y. More, Ram (Bagian 1)
[SFTH] I.L.Y. More, Ram (Bagian 1)

Namanya Rama, seorang anak dari kampung sebelah. Ia bekerja di salah satu perusahaan milik pemerintah. Aku bertemu dengannya saat adikku menjadi salah satu anak magang di perusahaan tersebut.

Setiap hari aku mengantar adikku ke tempat kerjanya dan alhasil aku bertemu dengan Rama. Dia orangnya baik, ramah, untuk masalah ketampanan sih, ia bisa masuk 10 besarlah versi diriku.

Awalnya kami hanya sebatas saling pandang dan setelah beberapa kali bertatap muka dengannya akhirnya kami diberi kejadian konyol oleh Sang Pencipta.

Saat itu aku membawakan makan siang untuk adik aku, dan kami bertemu di pelataran tempat parkir. Pertemuan itu sungguh konyol ia menabrakku dan aku marah-marah tapi sebenarnya bukan itu kekonyolan sesungguhnya melainkan karena ia tak pernah tahu apa nama makanan yang aku bawa. Sejak saat itulah aku mulai menyukainya.

"Hai!" Sapaku saat kembali berpapasan dengannya.

"Iya, hai juga!". Jawabnya datar. Aku tak peduli yang penting buat aku adalah melihat senyumnya. Aku yang menyukainya dan aku tak boleh memaksanya untuk menyukaiku.

****

Hari berganti hari aku selalu bertemu dengannya disaat aku mengantar adikku atau mengantarkan makan siang untuknya. Rama sepertinya sudah mulai menyadari kehadiran diriku.

"Hai!", seperti biasa aku yang menyapa duluan.

"Iya, hai juga!, setiap hari kamu mengantar makanan untuk siapa? Pacar kamu?", ini pertama kalinya Rama berbicara lebih dari tiga kata.

OMG!, jantungku berdegup kencang semoga saja Rama tak mendengar suara hatiku yang berteriak bahagia.

"Eh, bukan, bukan, aku mengantar makan siang untuk adik aku", ya Tuhan mengapa efek degupan jantungku membuatku menjadi gugup seperti ini.

Rama tersenyum dan senyum itu yang selalu membuatku meleleh, lalu ia kembali berkata, "magang dibagian mana adikmu?".

"Eh, bagian IT", kegugupanku semakin menjadi.

"Oh". Katanya singkat kemudian pergi meninggalkanku dengan kegugupan yang hakiki.

'Oh tidak Tuhan, beri aku keseimbangan, aku tak mau jatuh disini', batinku memohon sebab kedua kakiku sudah tak sanggup menopang tubuhku, kegugupan ini membuatku menjadi lapar. Kutarik nafas dalam-dalam lalu aku ikut berlalu menuju ruangan di mana adikku sedang magang.

Hatiku berbunga-bunga karena bisa bercakap dengan Rama walaupun hanya sebentar itu sangat cukup untukku.
Diubah oleh lurika 25-10-2020 10:14
Tole1224
rizalaza
bukhorigan
bukhorigan dan 19 lainnya memberi reputasi
18
2.6K
127
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
lurikaAvatar border
TS
lurika
#16
[SFTH] I.L.Y. More, Ram (Bagian 3)
[SFTH] I.L.Y. More, Ram (Bagian 1)

Pagi yang syahdu dengan rintik gerimis yang membasahi kelopak-kelopak bunga, melembabkan jalanan yang kering kerontang. Samar-samar aku mendengar suara Lala yang kegirangan, seperti mendapat hadiah berlimpah.

'Sebentar lagi dia pasti mengetuk pintu kamarku dengan rusuh', batinku.

Lalu aku melanjutkan menulis cerbung yang sempat tertunda beberapa hari ini.

"Kakakkkkkkkkk!"

Terdengar teriakan Lala dengan gedoran pintu tanpa adat. Aku bergegas membuka pintu sebelum pintuku rusak karena Lala.

"Hm. Ada apa? Ganggu aja."

Aku menjawabnya malas dan bersiap untuk berbalik arah, namun Lala dengan sigap langsung memeluk erat yang berakibat nafasku sedikit tercekat.

"Dehkkk. Nhaa fhass kkaakah" Ucapku dengan nafas yang tersenggal.

"Uppss"

Lala melepaskan pelukannya.

"Sorry, gue bahagia banget soalnya, Kak" sambungnya.

Ia seakan tak peduli dengan kesesakan nafasku.

"Kak. Lo tahu kan perusahaan properti Grand Living itu? Yang kemarin gue sempet magang disana? Tahu kan, kak? Serbunya tanpa berusaha menenangkanku, malah langsung menuju laptop membaca sekilas tulisan yang ada didalamnya.

"Iya, iya tahu. Kenapa emangnya? Bukannya lo udah ngga keterima disana? aku menjawab sekenanya ketika nafasku kembali teratur.

"Nah, itu dia Kak. Karena kemarin gue nggak sempet lolos. Makanya sekarang gue diberi kesempatan kedua. Gilaaa!, 'kan?

"Whattttt!?" Serius lo Dek? Mataku melebar mendengar penuturannya.

Lala hanya mengangguk.

"Gue bersyukur banget sih, Kak, karena Allah menjawab doa gue. Dengan kesempatan kedua ini, gue ngga bakal sia-siain lagi. Gue harus bisa membuktikan ke perusahaan itu kalo mereka ngga salah mempekerjaan gue ke perusahaan itu. Apapun posisi yang mereka berikan ke gue."

"Maksudnya? Emang lo ngga keterima jadi petugas IT disana?"

Lala menatapku lama, dari matanya ia sedang menyembunyikan sesuatu tapi tidak ingin membaginya denganku.

"Apapun pekerjaan aku disana, aku harap Kakak menerimanya. Jangan protes ataupun memarahiku. Kakak tahu kan aku sangat berharap bisa bekerja diperusahaan itu" ucapnya lembut.

Kemudian sekali lagi dia memelukku erat. Diam. Hening. Airmatanya tumpah. Aku tahu karena saat ia memelukku ada butiran bening didalam matanya yang ia bendung agar tak jatuh. Aku adalah kakaknya, bukan seorang hakim yang harus mengadili dengan seadil-adilnya. Bukan pula seorang indigo yang tahu semua tentang apa yang ada didalam otaknya. Aku hanya seorang kakak, tempatnya untuk berbagi bukan untuk memaksa Lala menceritakan semua kehidupannya.

"Kakak berjanji tidak akan pernah protes atau apapun dengan pekerjaan kamu ini, asalkan masih dalam koridor yang wajar dan tentunya halal. Kamu mengerti maksud kakak, kan, Dek?

Lala yang masih memelukku hanya menggerakkan kepalanya naik-turun tanda mengerti. Ku usap kepalanya memberikan ketenangan yang dia inginkan.

"Aku sayang kamu, Dek" batinku.

****

"Kak, gimana sama baju yang ini?" Tanya Lala saat kami sibuk memilah baju disalah satu toko online.

"Mana? Hmmm. Coba cari yang warna maroon, kamu kayaknya lebih cocok dengan warna itu" jelasku.

Tanpa menjawab Lala kembali sibuk dengan ponselnya mencari baju berwarna maroin sesuai saranku.

Lama kami berkutat dengan ponsel masing-masing, terdengar ketukan dari arah luar. Aku dan Lala saling bertatapan. Heran. Kami berdua merasa tak ada tamu yang sedang kami tunggu.

"Sebentar!" teriakku.

Aku bergegas menuju pintu. Meninggalkan Lala yang kembali sibuk dengan ponselnya.

"Iya, ada apa, Mas?" tanyaku.

Aku memerhatikan mas-mas ini, ia berseragam OB dan menenteng sebuah bingkisan berwarna biru. Senyumnya ramah. Wajahnya tampan. Postur tubuh tinggi dan atletis membuat ia seakan tak pantas memakai seragam OB seperti itu.

"Maaf, Mbak. Apa Mbak ini yang bernama Lala? Pertanyaannya membuyarkan lamunanku.

"Eh, maaf Mas. Ada apa yah?

Huftt! Kenapa aku harus seperti ini. Gugup lagi gugup lagi. Beginilah jadinya jika aku tak terbiasa bertemu dengan makhluk tuhan bernama lelaki.

"Mbak ini yang bernama Lala?"

"Ouhh. Bukan Mas. Aku kakaknya. Tunggu sebentar aku panggilkan Lala"

Baru saja aku akan berteriak memanggil Lala, pria itu langsung mencegahku.

"Tidak usah, Mbak. Biar mbak aja yang menerima ini. Tolong berikan ke mbak Lala. Ini seragam yang harus ia kenakan saat datang ke kantor besok pukul 07:00 pagi" jelasnya.

"Sepagi itu?" Aku bertanya heran.

"Iya, Mbak. Perusahaan sudah mengkonfirmasi pekerjaan yang ditempati oleh mbak Lala. Dan saya sebagai kepala OB berhak memberikan seragam ini langsung kepada Mbak Lala sebagai perintah dari atasan saya."

Penjelasannya membuatku bingung dan bertanya-tanya. Tempat apa yang sebenarnya mereka berikan kepada Lala.

"Baik, Mbak. Saya harap semua sudah jelas. Saya pamit dulu, selamat siang" pamit pria itu.

"Apa benar kamu ditempatkan jadi OB di perusahaan Grand Living itu?"

Tanpa basa basi aku menodongkan pertanyaan yang tegas untuk Lala.

"Bukankah, kakak sudah berjanji tidak akan protes atau marah?

Lala mengingatkan janjiku kemarin. Diam. Hening. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak mungkin melanggar janjiku. Apalagi janji kepada Lala adikku.

"Kakak tahu kan, aku sangat berharap masuk ke perusahaan itu. Apapun posisi yang mereka berikan untukku, itu adalah cita-citaku sejak umur 12 tahun kak"

"Yang kakak tidak mengerti, kenapa kamu memiliki cita-cita seperti itu?"

"Kelak akan aku ceritakan semuanya, kak. Ini belum waktunya. Aku masih harus mencari dan membuktikannya dulu"

Lala mulai berteka-teki. Aku memutar badan dan pergi meninggalkan Lala dengan bingkisannya itu. Semakin dewasa ia semakin memilik banyak teka-teki. Dan akan aku pecahkan semuanya, agar aku bisa membantunya mewujudkan cita-cita konyolnya itu.
Diubah oleh lurika 25-10-2020 10:15
husnamutia
riwidy
irhayuayank
irhayuayank dan 25 lainnya memberi reputasi
26
Tutup