Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

amyjk02Avatar border
TS
amyjk02
Jemari Amy (Kumpulan Cerpen Berbagai Genre)


Wellcome to my imagine castle. Mau yang romantis? Ada. Mau yang horor? Ada juga. Mau yang sadis dan gore? Ada banget. Atau mau yang bikin ngakak? Ada juga, lho.

Selamat menikmati hasil kehaluan saya 🥰🥰



Jacka Taroob VS Vampire


Fantasi







***

Aku merapatkan jaket, gemetar kedinginan. Tak peduli gelap dan jalanan licin, terus kubawa langkah menyusuri hutan. Sepi dan semakin dingin.

Terkejut ketika mataku menangkap sebuah kelebat bayangan. Bau anyir menguar, memenuhi hidung. Aku segera menggenggam senjataku dengan erat. Bersiap siaga. Kusembunyikan tubuh di balik pokok pohon besar dengan mata yang terus mengawasi sekitar.

Benar saja! Tidak jauh dari tempatku berdiri, dua makhluk berjubah hitam terbang rendah mengejar sesuatu.

"Tolong!" teriak seorang wanita yang terdengar panik dan ketakutan. Sementara pengejarnya semakin mendekat.

Aku membekap mulut melihat pemandangan di depanku. Dua lelaki bertubuh lebih besar dariku menerkam wanita yang tadi meminta tolong. Tubuh kecilnya tak berkutik ketika seorang di antara mereka menduduki perutnya. Sedangkan seorang lagi, menelungkup di atas tubuhnya. Aku memejamkan mata. Cukup ingatanku saja yang mengatakan apa yang selanjutnya terjadi.

"Apa ini yang terakhir?" Suara berat salah satu dari mereka bertanya.

"Tidak! Masih banyak. Mereka bersembunyi," jawab si penggigit.

Aku meremas tangan. Suara mereka mengingatkanku akan sebuah peristiwa memilukan setahun yang lalu.

Srak!

Aku keluar dari tempat persembunyian. Kutodongkan senjata ke arah mereka.

"Akhirnya aku menemukan kalian," ucapku dengan dada bergemuruh, menahan emosi.

"Ow, si tukang jagal rupanya. Kau akan ...."

Dor!

Satu di antara mereka tumbang dengan kepala hancur. Tersisa lelaki berambut pirang yang kukenal sebagai Leonard.

"Hei! Kita bisa berunding, bukan?" tanyanya berusaha menahanku. Aku terus menodongkan moncong senjata ke arahnya yang perlahan mundur.

"Aku tidak suka basa-basi." Kutekankan senjata ke dadanya. Mendorong tubuhnya hingga membentur pohon.

"Katakan pada saudaramu, Jacka Taroob akan datang! Dan ini ... untuk keluargaku!" Kutarik pelatuk pistolku, membuat bola perak di dalamnya berpindah ke dalam dada si vampir. Bersarang di jantungnya dan ... boom ....

Tubuhnya meledak. Cairan hitam dan serpihan daging mengotori wajah dan badanku.

Ya, akulah Jacka Taroob. Jagal vampir terkenal dari negeri BloddyField. Aku terus berkelana menyusuri berbagai tempat menumpas mahkluk bertaring yang mematikan.
Semenjak kejadian dua tahun silam.
⚔️⚔️⚔️

"Mereka marah karena kamu telah membunuh anggota keluarganya, Jacka," ucap seorang tetangga yang kutemukan berdarah di tepi hutan. Tidak ada gigitan di tubuhnya, tetapi cairan merah pekat itu nyaris membuatnya tiak dikenali lagi.

"Mereka menyiramkan darah keluargaku. Setelah membantainya di depanku. Mereka butuh jawaban tentang keberadaanmu, Jacka. Huhuhu ...." Kupeluk tubuhnya yang anyir. Darahku seolah mendidih mendengarkan ceritanya.

"Maafkan aku ... tidak bisa menja-ga keluarga-mu. Akh ...."
Tubuhnya menggelepar. Darah segar menyembur dari mulut. Perlahan tubuh kurus itu menghitam dan ... berubah menjadi abu.

"Kurang ajar!" geramku emosi.

Aku lantas bergegas menuju rumah. Pikiran semakin kalut ketika dari jauh tampak kepulan asap dari bangunan kecil dan sederhana itu.

"Tidak!" teriakku semakin mempercepat lari. Darah berceceran di mana-mana. Memerahkan dinding papan dan lantainya. Kudobrak satu persatu pintu kamar. Nihil.
Kemana mereka?

"Nawang Wulan? Nawangsih?" Aku gemetar memanggil istri dan anakku. Terkesiap ketika melihat aliran darah dari dapur.

"Tidak!" Tulangku seakan remuk. Tersungkur di lantai tanah yang penuh darah. Mataku melotot tak percaya melihat dua orang yang kusayangi tergantung di dapur. Tanpa kepala. Sebuah kait besi menancap di perut mereka. Terhubung ke seutas tali yang terikat di palang dapur.
Darah segar masih menetes dari ujung kaki mereka.

"Ti-dak!"
....

⚔️⚔️⚔️

"Tolong Ayah! Sakit ...." Aku menggeliat mendengar rintihan Nawangsih. Mataku beredar mencari sumber suara.

"Tolong, Mas! Sakit ...." Aku tersentak. Di ujung sana, berdiri dua orang yang kusayangi. Bergaun putih dengan bercak darah yang jelas. Mereka melangkah tertatih-tatih mendekatiku.

"Wulan? Asih?"

Sret ....

"A-apa ini?" Akar pohon yang entah dari mana asalnha mengikat erat kakiku. Kutarik sekuat tenaga agar terlepas. Percuma. Ikatannya terlalu kuat.

"Tolong!" teriak mereka bersamaan. Menggapai-gapai memintaku mendekat.

"Wulan? Asih? Tung--"

"Hahaha .... Terlambat, Jacka!"

Dua orang berwajah pucat tiba-tiba berdiri di belakang Nawang Wulan dan Nawangsih. Tangan mereka mengunci leher anak dan istriku.

"Tidak! Jangan!" teriakku gelagapan.

"Kau terlalu lambat!" cibir lelaki berambut pirang.

Crash!

Aku terkesiap. Belati tajam memisahkan kepala dari tubuh anak dan istriku. Sangat cepat.

Bibirku kelu dengan tubuh bergetar. Belum cukup, dua vampir itu menusukkan belatinya ke perut Wulan dan Asih. Berkali-kali. Lantas membiarkan tubuh mereka terjatuh ke tanah.

"Tidak!" teriakku sekuat tenaga.

"Hahahaha ...," tawa mereka berderai lantas menghilang.

Aku jatuh terduduk. Menangis. Nyawaku seolah ditarik paksa. Membuat jantungku tak lagi normal memompa darah. Napas tersengal dan dada yang seolah terhimpit. Sakit!

"Tolong ...!" Suara serak dan kesakitan terdengar menyayat hati. Aku tergagap. Mengusap air mata dengan cepat. Berusaha menajamkan penglihatan.

Samar kulihat tubuh tanpa kepala anak istriku bergerak. Merangkak pelan menujuku.

"Tidak mungkin!" Aku menggeleng, tidak percaya.

Dalam sekejap mereka sudah mendekat. Dengan jelas aku melihat cerabut daging yang masih berdarah pada leher mereka. Gaun mereka pun tak lagi putih. Merah dan anyir.

"Tidak ...." Bibirku berucap pelan, takut. Tubuh tanpa kepala itu terus mendekat hingga membuatku terbaring di tanah. Tetesan darahnya membasahi wajahku.

"Tidak ...!" Aku terbangun dengan napas tersengal. Keringat mengucur deras dari sekujur tubuh. Mimpi itu lagi! Tepatnya kenangan kelam yang terus menjadi mimpi buruk.

"Maafkan aku!" Dadaku sakit menahan tangis. Kerinduan, penyesalan, kemarahan dan dendam terasa menyesakkan.

"Hei, jangan begitu! Nanti rambutku basah." Aku tersentak ketika mendengar suara seorang wanita. Mataku melihat sekeliling. Semak-semak tempatku bersembunyi memang sedikit gelap. Padahal hari sudah pagi dan terang.

Kusibak sedikit semak di depanku, mengintip. Mataku terpana menatap telaga yang tak jauh dari tempatku.

"Siapa mereka? Bidadari?" Mataku tak berkedip menatap tiga wanita cantik yang tengah asyik bermain air. Mereka ... telanjang?

Aku menatap tumpukkan kain berbeda warna tak jauh dariku.

"Itu pasti pakaian mereka," gumamku.

Terbersit niat jahat di otakku. Ya, siapa yang tidak tergoda melihat wanita secantik mereka di tengah hutan begini?

Dua tahun rasanya sudah cukup mengobati sakitnya ditinggalkan. Petarung sepertiku harus cepat move on, bukan?

Tanganku sigap menarik salah satu tumpukkan baju. Kupilih warna merah. Warna yang selalu seksi dan menggoda menurutku. Itu juga warna favorit Nawangwulan. Sedikit mengobati kerinduan, kan?

"Tempatnya indah, aku jadi tidak ingin pulang, hihihi ...." tawa salah seorang dari mereka. Terdengar merdu dan menenangkan.

Aku berdebar menanti di balik semak. Benar saja! Salah satu dari mereka kebingungan mencari pakaiannya. Dua saudarinya membantu mencari.

"Kita harus segera pergi. Kalau tidak, kita akan terjebak di dunia ini selamanya," ucap salah satu dari mereka. Wanita dengan pakaian kuning.

"Benar! Maaf, kami harus pergi," ujar si hijau yang lantas bergegas. Wajah mereka seperti ketakutan.

"Ah, ini saatnya," gumamku keluar dari semak-semak setelah kedua saudari si merah pergi. Tak lupa kusembunyikan kain berwarna merah itu di balik batu.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku dengan memalingkan wajah. Karena aku yakin dia pasti malu jika ketahuan tanpa busana.

"Si-siapa kau? Jangan mendekat!" cegahnya dengan suara bergetar, menahan tangis.

"Tenang! Aku hanya ingin membantu," ucapku seraya mengulurkan sebuah kain dan jaket padanya. Perlahan uluranku diterima.

"Terima kasih," ucapnya senang. Kini dia sudah ada di depanku.

Ya Tuhan! Ini sungguh bidadari.
Aku tak berkedip menatap wajah cantiknya. Kulit seputih susu dan sehalus porselen. Hidung mancung, bibir sensual dan mata birunya seolah memabukkanku.

"Maukah kau membawaku pulang? Di sini dingin," pintanya lemah dan takut-takut.

"Eh, i-iya. Tentu. Mari!" Aku berjalan mendahuluinya.

Akan kubawa ke mana dia? batinku bingung. Mana ada seorang pengembara mempunyai rumah?

Dan lagi, apakah dia tidak takut jika melihat senjataku?

"Bisakah kau sedikit lambat? Kakiku sakit." Aku menoleh. Oh God! Kenapa aku melupakannya?

Gadis cantik itu menunduk, memegangi telapak kakinya yang ... berdarah?

"Apa yang terjadi?" tanyaku khawatir. Aku segera berlutut memegangi kakinya. Kuperiksa kulit halus itu dengan teliti. Sebuah ranting tajam menggores telapak kakinya. Darah segar merembes pelan.

"Tenanglah! Aku akan mengikatnya." Kurobek ujung kausku lantas mengikatkan ke telapak kakinya.

"Kita harus bergegas. Bau darahmu pasti mengundang para vampir. Aku memang sudah membentengi diriku tapi adanya kamu bersamaku, mereka akan lebih mudah mendeteksi," jelasku seraya sibuk mengikat kakinya.

Dengan posisi seperti ini tangan halusnya memegang pundakku. Sesekali mencengkaram leher, ketika aku terlalu kuat menyentuh lukanya. Sungguh rasa yang indah!

"Selesai. Mari ki ...." Aku terhenti ketika merasakan kuku runcing perlahan menusuk pundak. Dan perlahan semakin dalam.

Aku terkejut ketika mendongak. Wanita itu berubah. Wajahnya putih pucat dengan garis halus berwarna kemerahan. Mulutnya terbuka lebar, menampilkan barisan gigi dan taring yang tajam.

"Si-siapa kau?" Aku mundur, membuat cengkeramannya terlepas. Darah segar mengucur deras dari bekas kukunya.

"Hahaha. Benar saja! Si jagal memang kalah dengan wanita," ucapnya dengan seringai lebar. Aku meraba pinggang,
Mencari sesuatu.

"Kau mencari ini?" tanyanya menunjukkan senjataku yang sudah remuk. Bagaimana ini?

"Ini untuk Leonard!" teriaknya mencakar wajahku. Aku menjerit. Pedih dan panas seolah terbakar.

Aku berusaha mundur, tapi ... tubuhku terbentur batu.

"Tamat riwayatmu, tukang jagal!" Wanita menyeramkan itu berteriak lantang.

Aku hanya melihat bayangan kuning dan hijau yang secepat kilat menancapkan taringnya pada leherku. Kurasakan darahku tersedot habis.

Aku hanya bisa melotot melihat wanita yang tadi kutolong menancapkan kukunya ke dadaku. Merobek dan menarik isi di dalamnya.

Tubuhku bergetar. Hingga kemudian tak kurasakan apa-apa lagi.

Gelap.
....

***
"Selamat datang, Jack." Aku mengerjap ketika kudengar suara halus seorang wanita. Kulihat tiga wanita cantik dan puluhan lelaki berpakaian hitam berdiri di depanku.

Berkali-kali aku memejamkan mata. Ada yang aneh dengan penglihatanku. Lantas menutup mulut yang ... juga terasa aneh. Perlahan tanganku bergerak, bermaksud meraba.

Tunggu!

"A-apa ini?" Aku menatap jemariku yang meruncing dengan kuku hitam yang tajam.
Wanita bergaun merah menyerahkan sebuah cermin.

"Tidak!" bisikku pelan. Aku menggeleng.

Di pantulan cermin, aku melihat seseorang yang sangat mirip denganku. Bedanya dia berwajah pucat, bermata merah dan bertaring.
.
END

-AmyJK-
Baturaja, 10012020

Sc Pict: pinterest
Diubah oleh amyjk02 11-06-2020 11:55
jenggalasunyi
bukhorigan
inginmenghilang
inginmenghilang dan 23 lainnya memberi reputasi
24
4.5K
360
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
amyjk02Avatar border
TS
amyjk02
#67
Bunuh Diri

Sc:Pinterest

Komedi Horor


Kunaikkan kakiku perlahan ke atas besi penyangga di tepi jembatan. Perasaan aneh menjalari tubuhku. Antara takut dan dingin. Keputusanku sudah bulat. Tidak akan ada yang bisa merubahnya. Ah, untuk mengingatnya saja aku frustasi.

Kubiarkan air mataku mengalir deras. Toh, tidak ada yang tahu. Siapa juga yang akan keliaran di jam tiga pagi ini. Paling juga setan.

Setelah kedua kakiku berada di atas besi penyangga, kurentangkan kedua tangan. Sedikit ngeri memang, tapi ... semriwing.

"Aku benci hidupku!" teriakku lantang. Suaraku hilang ditelan aliran sungai yang deras. Namun, aku bisa mendengar dengan jelas suaraku sendiri. Suara cempreng khas lelaki yang baru akil balig. Sedikit nge-bass, tapi gember. Ya, mirip suara Doraemon batuk pilek sebulan.

Setelah berteriak perasaanku sedikit lega. Mungkin jika kembali berteriak akan semakin lega. Kutarik napas sedalam mungkin, mengumpulkan tenaga untuk teriakan ronde kedua.

"Mas, ngapain?"

Aku tersentak. Mulut yang sudah siap berteriak, membentuk monyongan. Kurasakan boxer-ku ditarik. Aku menoleh ke bawah.

Ya Tuhan! Seorang cewek cantik berdiri mendongak, menatapku. Ujung jarinya masih menempel di ujung celana pendekku, siap menariknya kapan saja. What? Bagaimana kalau melorot?

"Apaan si?" tanyaku ketus.

"Mau bunuh diri?" Aku mendengkus kesal mendegar pertanyaannya. Ya kali mau nyari ubur-ubur.

"Turun!" perintahnya.

"Apa?" tanyaku galak. Lagian siapa dia? Berani-beraninya memerintahku.

Aku melihat sekeliling. Siapa tahu ada bapak si cewek atau setidaknya kendaraan miliknya. Nihil.

"Jangan bunuh diri!" ucapnya pelan.

Dia melangkah maju, mendekati besi penyangga. Posisinya yang tepat berada di bawahku, membuatku tak enak. Apalagi angin malam nakal membuat boxer geborku sedikit tersingkap.

"Bunuh diri jangan di sini! Kalau jatuh, sakit."
Aku mengerutkan kening. Apa pedulinya coba?

"Enak kalau langsung mati. Gimana kalau patah leher, patah kaki, patah tangan dulu? Atau kepalanya pecah jadi tiga, otaknya keluar. Sakit!" Aku merinding mendengar penjelasannya. Sesekali aku mencuri pandang.

Setelah diperhatikan, dia cantik juga. Walaupun sedikit pucat. Kaus kuning lengan panjang bergambar pisang dan rok mekar selutut, membuatnya terlihat menggemaskan. Apalagi rambut hitam sebahunya yang dibiarkan tergerai begitu saja. Sepertinya dia seusiaku.

"Kamu patah hati, ya?" tanyanya. Aku terkejut dan memalingkan wajah.

"Sok tahu, Lu." Aku menjulurkan lidah.

"Keliatan kok. Kamu ditolak karena kentut di depan gebetan kamu, 'kan?"

Aih, ini anak. Asal aja! Eh, bener si. Duh, kalo diinget, pengen langsung terjun aku.

Bayangkan saja, nembak cewek setelah makan bakso pedas ternyata tidak berhasil. Apalagi aku memang selalu grogi jika berhadapan dengan wanita yang kusukai.

Baru satu kalimat, tekanan angin dari perutku tak bisa ditahan. Kumpulan udara bertekanan tinggi membulat di perut. Berputar-putar mencari jalan keluar. Reaksi cabai dan grogi berlebih akhirnya membuat massa udara panas semakin banyak dan kuat. Kontan saja suara angin dengan note tinggi dan suara tiga oktaf, nyaring bersenandung.

Wajah Mei yang sejak awal memang tidak suka, menjadi merah padam. Matanya melotot seolah menembus jantungku. Bukan kalimat manis yang keterima, tapi justru tamparan. Itu jelas penolakan.

"Dasar, kurang ajar!" teriaknya setelah menitipkan bekas jemari lentik di pipiku.

"Argh!" teriakku sambil meremas kepala. Bayangan kencan romantis dengan Mei malam minggu besok gagal total.

Tamparan Mei, penolakannya, dan cibiran para siswa lain semakin menguatkan tekadku untuk langsung terjun.

"I hate my life!" Aku berteriak lebih keras. Kali ini diiringin hentakan kaki. Aku lupa jika sedang berada di tepi jembatan. Kontan saja aku oleng.

"Akh!" Aku kelabakan ketika tubuhku tak seimbang, nyaris terjatuh. Dengan mengumpulkan semua kekuatan, aku menjatuhkan tubuhku ke belakang, di jalan.

Aku meringis. Tanganku tergores aspal. Setelah menyadari apa yang terjadi, mulutku mendadak terkunci. Bagaimana tidak, ternyata aku refleks menarik rok gadis itu hingga melorot ke mata kaki.

Ya Tuhan! Bagaimana ini?

Aku menutup mata untuk sesaat. Kutarik tanganku yang menarik roknya dengan perlahan. Sebisa mungkin mengalihkan pandangan dari rok hitam yang sudah ada di kakinya yang tanpa alas kaki. Tuhan, mungkin kali ini aku akan dibunuhnya.

Tunggu! Kenapa tidak ada reaksi?

Pelan aku membuka mata, masih dengan posisi berbaring di aspal. Gadis itu masih berdiri di dekatku. Posisi roknya pun masih sama, di kakinya. Aku hanya melirik, tak berani melihat ke atas.

"Banyak orang dengan masalah yang lebih berat, tapi, mereka kuat. Jangan putus asa! Duniamu bukan hanya tentang cinta!" Aku memejamkan mata mencoba mencerna nasihatnya.

Ya, bodohnya aku! Hanya karena hal sepele lantas memutuskan bunuh diri. Harusnya masa SMA kuisi dengan belajar. Bukan mengejar cinta yang malah jadi kurang ajar.

"Ya, kamu benar." Aku bangkit berdiri, memegang besi peyangga, sama sepertinya.

"Dia cewek baik. Pintar pula. Wajar kalau aku jatuh cinta. Tapi ... sepertinya dia tidak suka sama aku," jelasku pelan. Bayangan Mei yang sempurna mendadak menghajar otakku. Menyadarkan aku bahwa dia tidak sepadan denganku. Siswa biasa, tanpa prestasi yang hanya jago memata-matai gadis yang disukai.

"Tapi aku terlanjur malu. Aku harus bagaima--"

Deg!

Kemana dia?
Aku menatap sekeliling. Tak ada seorang pun di sekitarku. Bukankah dia baru saja berdiri di sampingku? Aku bahkan mencarinya hingga ke ujung jembatan dan melihat taman sekitar. Nihil. Gadis itu seolah hilang ditelan malam.

Aku lantas berjalan kembali menuju tepi jembatan. Kulongokkan kepala ke bawah. Entahlah, aku seolah diminta melihat aliran sungai terbesar di komplekku. Sungai yang memisahkan komplek A--tempatku tinggal--dengan komplek B--tempat Mei tinggal.

Jantungku seakan terlepas dari tempatnya. Melalui lampu jembatan aku dengan jelas melihat gadis tadi terbaring di bawah sana. Ya, dia terbaring santai di atas air. Masih dengan pakaian yang sama dan wajah yang lebih pucat.

Bagaimana bisa?

"Akh, hantu!" teriakku sambil berlari. Bulu kudukku meremang ketika kudengar tawa melengking seorang wanita. Walau kakiku terasa berat, terus kucoba berlari.

Jadi, mitos itu benar? Mitos tentang hantu cantik di jembatan? Kenapa aku tidak memperhatikannya?

Kyaa ....

Aku terus berlari. Tak peduli jika kini celanaku menjadi hangat karena cairan yang tak kusadari. Sial, aku ngompol.

"Mama! Tolong!"
.
END

Sc:Opini Pribadi

Kunjungi juga yang lainnya

Jacka Taroob vs Vampire

Cintaku Ter-lockdown di Kamu

Is This Love?

Manten Minggat

Bayang Gerhana

Karena Aku Wanita

Behind The Mirror

Bunuh Diri
Diubah oleh amyjk02 08-06-2020 00:56
miniadila
gustiarny
sofiayuan
sofiayuan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup