Bismillah,
Assalamu'alaikum warrokhmatullohi wabarokatuh. Alhamdulillah, bersyukur sampai saat ini masih diberi kesempatan untuk tetap berkegiatan dan bermanfaat. Semoga kita semua selalu diberi kesempatan yang sama, bahkan lebih baik dari yang sebelumnya, aamiin.

Bagian terpenting dalam kegiatan mendaki adalah bukan terletak pada puncaknya, tapi momen di mana kita menikmatinya.

-putra melankolis

Dewasa ini corona masih menguasai dunia. Sedangkan, di luar sana banyak orang-orang yang mulai lapar dengan berselancar untuk menghapus kebosanan yang menggerogotinya. Saya salah satunya.

Satu hal utama yang akan saya lakukan ketika corona musnah dan pergi dari muka bumi adalah mendaki. Kenapa? Karena mendaki adalah jalan ninjaku. Hehe.

Pendakian terakhir saya lakukan sekitar bulan januari lalu, bersama kawan SMK. Dan, sampai sekarang saya belum sempat mendaki, menahan rindu setengah mati.

Emang pernah mendaki ke mana aja gan? Saya sih baru yang deket-deket aja. Karena saya asalnya dari Ngawi, Jatim, otomatis paling sering sih ke G. Lawu atau kalau nggak ya Bukit Mongkrang. Paling jauh sih G. Sumbing, Jateng. Sekadar pelepas penat yang padahal diperjalanan malah tambah sekarat, wkwkwk.

Tapi, mendaki itu asik banget kok gan sist.

Lah, kok jadi agan yang curcol? Kapan bahas 80jtnya? Ya maaf, kebawa suasana. Oke, tanpa basa-basi-bisu, CEKIDOT!!!

Biaya Pendakian G. Jayawijaya atau Puncak Cartenz 80 juta? Kok bisa?

1. Persiapan mental dan fisik
Pendakian gunung memanglah erat kaitannya dengan mental dan fisik. Kenapa lebih dahulu mental? Karena, sebuah pendakian tidaklah berjalan lancar jikalau si pendaki tidak mampu percaya pada kemampuan diri. Saya berkali-kali mendaki tidak pernah bosan dan kapok, karena mental saya sudah terasah. Kebanyakan pendaki selalu takluk sebelum menuju puncak karena dia sudah kalah pada kepercayaan diri. *pengalaman

Sedangkan fisik sudahlah pasti tersiapkan secara sendirinya, karena nggak ada ceritanya orang sakit masih ngeyel untuk melakukan pendakian, lebih sayang nyawa dong. Kecuali, kalau dia lagi patah hati. Wkwkwkwk. Peace. So, yang terpenting adalah siapkan diri. Mulai dari perbaikan gizi, penyediaan tempat untuk berolahraga, ikut kelas kebugaran, beli sepatu joging, dll. Haha.

2. Peralatan mendaki dan logistik
Dengan beberapa pendakian yang sudah saya lakukan, tentunya dalam hitungan sebagai pemula. Itu saja harus merogoh kocek yang lumayan dalam. Dengan alat-alat yang saya miliki, meskipun dengan harga yang di bawah kasta pendaki, namun tetap dengan standart safety. Lalu, bagaimana dengan puncak jayawijaya atau puncak cartenz? Dengan es abadinya, dengan track terjalnya, dengan panjang jalurnya, dan dengan keterbatasan oksigennya. Belum lagi logistik yang harus dibawa untuk beberapa hari bahkan sampai hitungan minggu. So, coba persiapkan lebih matang lagi.

Dan, ketika di puncak jayawijaya atau cartenz gak bisa sehari semalam yak. Dipikir persami apa yak? Wkwkwkwk. Tentu saja tidak.

3. Transportasi
Hal yang paling penting di pendakian adalah biaya transportasi, salah satunya. Kita tidak bisa mengarungi perjalanan gunung jikalau tidak berada di mana daerah gunung itu berada. Sebagai contohnya, saya yang akan mendaki ke gunung sumbing sedangkan saya berada di Ngawi, Jatim. Lintas provinsi adalah sebuah keharusan. Ya nggak mungkin kan saya pakai pintu kemana saja milik doraemon dan tiba-tiba *clinggg di basecamp pendakian? Akhirnya, biaya yang saya habiskan sekitar 200.000 PP (patungan juga). Lalu, bagaimana dengan pendakian ke Cartenz atau Jayawijaya?



Sumber : intanjayakab.go.id

Kesimpulan

Sebuah pencapaian memanglah butuh pengorbanan. Layaknya mendapatkan cinta yang diimpikan. Apaan sih?

Banyak pendaki yang mencita-citakan untuk sampai di puncak jayawijaya atau cartenz, yang padahal kesiapan dan pengalamannya saja belum begitu diperhatikan. Terlebih dengan apa yang sudah dipaparkan, biaya paling tidak 30-80jt harus ia keluarkan.

"Paling tidak, kita harus punya uang 50jt, untuk transportnya saja, belum pulangnya. Makannya, saya masih pengin menjelajahi gunung-gunung yang memungkinkan, sembari menabung juga." Ujar Ajad, kawan TK saya sekaligus kawan komunitas mendaki

Jadi, masih berharap kepada cartenz atau jayawijaya? Saya sarankan jangan berharap pada ciptaan-Nya, daripada kecewa dan sampai-sampai gila? Hayooo. Peace

Oke, mungkin segitu aja thread saya kali ini. Maaf kalau nggak bisa terlalu rinci. Karena saya bukan juru kunci. Lah, apa hubungannya? Gak ada sih. Yaudah.

Semoga agan sist semua enjoy dan kerasan. Jangan lupa singgah di thread lainnya, hehe. Cendol, komen dan ratingnya juga dong.