Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

indrag057Avatar border
TS
indrag057
HOROR STORY : ANGKERNYA TEGAL SALAHAN


Hai agan dan sista penghuni jagad kaskus tercinta dimanapun berada, ijinkan ane yang masih newbie ini kembali berbagi sedikit cerita, semoga berkenan di hati agan dan sista semua.

Di kesempatan ini ane akan coba menceritakan kejadian kejadian yang pernah terjadi di desa ane, saat ane masih kecil dan tinggal di desa. Sebut saja desa Kedhungjati, sebuah desa terpencil yang masih sarat dengan adat istiadat dan kepercayaan yang berbau sakral dan mistis.

Banyak tempat tempat yang masih dianggap sakral dan angker, salah satunya tempat bernama Tegal Salahan. Kawasan ini merupakan jalan desa yang menghubungkan desa ane dengan desa Kedhungsono, yang berada di sebelah selatan desa ane.

Jalan berbatu yang dari arah desa ane menurun tajam, lalu menanjak terjal saat mendekati desa Kedhungsono. Di kiri kanan jalan diapit oleh area persawahan dan tanah tegalan milik para penduduk setempat. Dan ditengah tanjakan dan turunan itu ada jembatan kecil atau biasa disebut bok, tempat dimana mengalir sebuah sungai kecil yang mengalir dari arah barat ke timur.

Di jembatan atau bok inilah yang dipercaya menjadi pusat sarangnya segala macam lelembut, meski di area persawahan, tanah tegalan, dan sungai kecil juga tak kalah angker.

Sudah tak terhitung warga desa ane ataupun desa desa yang lain menjadi korban keisengan makhluk makhluk penghuni tempat tersebut, dari yang sekedar ditakut takutin bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa.

Dan kisah kisah itulah yang akan ane coba ceritakan disini. Berhubung ini merupakan kejadian nyata dan menyangkut privacy banyak orang, maka semua nama dan tempat kejadian akan ane samarkan.

Ane juga mohon maaf kalau ada pihak pihak yang merasa tersinggung dengan thread yang ane buat ini. Disini ane murni ingin berbagi cerita, bukan bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Terakhir, berhubung ane masih newbie, dan update menggunakan perangkat yang sangat sangat sederhana, ane mohon maaf kalau dalam penulisan, penyusunan kalimat, dan penyampaian cerita yang masih berantakan dan banyak kekurangan. Ane juga belum bisa menyusun indeks cerita, jadi kisah kisah selanjutnya akan ane lanjutkan di kolom komentar, part demi part, karena ceritanya lumayan banyak dan panjang. Jadi mohon dimaklumi.

OK, tanpa banyak basa basi lagi mari kita simak bersama kisahnya.

INDEX:

Part 1 :Glundhung Pringis njaluk Gendhong

Part 2 :Jenglot njaluk Tumbal

Part 3 :Yatmiiiiiiiiiii Balekno Matane Anakku

Part 4 :Wewe Gombel

Part 5 :Nonton Wayang

Part 6 :Dikeloni Wewe Gombel

Sedikit sisipan:Asal Mula Nama Salahan

Part 7 :Watu Jaran

Part 8 :Sang Pertapa

Part 9 :Mbah Boghing

Part 10 :Wedhon

Part 11 :Ronda Malam dan Macan Nggendhong Mayit

Part 12 :Maling Bingung

Part 13 :Si Temon

Part 14 :Thethek'an

Part 15 :Kemamang dan Perempuan Gantung Diri

Part 16 :Tumbal Pembangunan Jalan Desa

Penutup
Diubah oleh indrag057 09-06-2020 20:54
arieaduh
dewiyulli07
ashrose
ashrose dan 89 lainnya memberi reputasi
90
61.2K
368
Thread Digembok
Tampilkan semua post
indrag057Avatar border
TS
indrag057
#2
Part 1 : Glundhung Pringis Njaluk Gendhong
Spoiler for glundhung pringis:
Kejadian ini dialami oleh tetangga ane, sebut saja keluarga Kang Bejo dan Yu Darmi, sepasang suami istri yang punya tanah garapan di area Tegal Salahan. Saat itu penghujung musim kemarau, mendekati musim penghujan.

Seperti biasa sebagai seorang petani, pada musim musim ini mulai menyiapkan tanah garapannya agar siap ditanami saat musim penghujan tiba. Begitu juga dengan Kang Bejo, mulai sibuk mencangkul dan membersihkan ladangnya yang berada di area Tegal Salahan.

Kang Bejo ini termasuk seorang petani yang rajin. Pagi pagi buta sudah berangkat ke ladang, siang hari pulang untuk makan dan istirahat sebentar, lalu kembali ke ladang sampai senja baru pulang. Kadang Yu Darmi juga membantu.

Seperti siang itu, matahari baru saja sedikit bergeser ke arah barat, tapi Kang Bejo sudah siap dengan cangkul dan sabitnya. Juga caping anyaman bambu yang bertengger di atas kepala, siap melindunginya dari sengatan matahari yang terik. Tak lupa ceret berisi air putih untuk persediaan minum jika haus di ladang. Juga bungkusan plastik kumal berisi tembakau rokok tingwe tak lupa diselipkan di kantong celana komprangnya.

Dengan langkah yang gagah, Kang Bejo pun berangkat, bersama beberapa tetangga yang lain menuju ke ladang masing masing. Sesekali mereka bersendau gurau dan mengobrol di sepanjang perjalanan.

Yu Darmi sendiri tidak ikut ke ladang. Perempuan hitam manis itu sibuk mengurus gaplek yang di jemur di halaman rumahnya yang luas. Hari memang panas dan terik. Tapi di arah selatan sana mulai tampak mendung hitam menyelimuti puncak bukit seribu. Sepertinya musim penghujan memang akan segera tiba.

Yu Darmi memilih milih gaplek yang sudah kering untuk dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung. Sudah lumayan banyak yang kering, siap untuk dijual besok ke pasar.

Yu Darmi Tersenyum, membayangkan uang yang akan dia dapat dari hasil penjualan gaplek, namun senyumnya hilang seketika, saat melihat awan hitam dari selatan bergulung gulung bergerak mendekat, disertai kilatan cahaya petir dan suara guruh menggelegar. Sepertinya hujan akan benar benar turun.

Yu Darmi berteriak memanggil Danang, anaknya, untuk membantunya membereskan gaplek yang dijemur agar tidak kehujanan.

Dan benar saja, belum selesai emak dan anak itu dengan pekerjaannya, hujanpun turun. Awalnya gerimis rintik rintik, lalu berubah menjadi hujan lebat, disertai kilatan petir menyambar nyambar dan angin yang bertiup kencang,. Hujan badai.

Yu Darmi resah, bukan karena gapleknya yang sebagian tak terselamatkan dan kembali basah tersiram hujan. Tapi mencemaskan sang suami yang tak kunjung pulang.

Berbahaya berada di ladang di tengah hujan badai begini. Meski di ladang ada gubuk yang memang sengaja dibuat untuk istirahat saat lelah bekerja di ladang, tapi di tengah hujan badai petir dan angin kencang begini, gubuk itu tak bisa jadi tempat berlindung.

Lima menit, sepuluh menit, sampai limabelas menit menunggu, sang suami tak kunjung pulang juga. Yu Darmi semakin resah.

Akhirnya perempuan itu memutuskan untuk menyusul sang suami. Dengan membawa dua buah payung, perempuan itu berjalan menerobos derasnya hujan. Rasa khawatirnya akan keselamatan sang suami, mengalahkan rasa takutnya melintasi tempat angker Tegal Salahan di tengah derasnya hujan.

Duapuluh menit sebelumnya di tengah ladang, Kang Bejo menghentikan sejenak kesibukannya. Siang yang terik berubah menjadi redup. Awan hitam bergulung seolah menelan keangkuhan panasnya mentari. Lalu gerimispun turun.

Laki laki itupun membereskan peralatannya, memanggil Kang Sardi yang bekerja tak jauh dari ladangnya, dan mengajaknya pulang.

Benar saja, hujan semakin deras, disertai petir dan angin kencang. Tak ada pilihan lagi, Kang Bejo pun ikut singgah di rumah Kang Sardi untuk berteduh. Kebetulan rumah Kang Sardi lebih dekat dari ladang, tepat di atas tanjakan jalan salahan.

Nasib baik, selain bisa numpang berteduh, juga mendapatkan hidangan kopi panas kental yang disediakan oleh istri Kang Sardi. Jadilah kedua petani itu menikmati kopi panas dan rokok tingwe di tengah hujan lebat, tanpa menyadari bahwa seseorang sedang terancam bahaya di Tegal Salahan.

Yu Darmi, nasibnya tak sebaik sang suami. Sampai di ladang ia tak menemukan sosok yang ia cari. Sudah dikelilinginya seluruh sudut ladang sambil berteriak teriak memanggil sang suami, tapi tak ada sahutan. Gubuk di tengah ladang juga kosong melompong.

Ah, mungkin Kang Bejo sudah pulang, dan berselisih jalan dengannya, hingga tak bertemu di tengah perjalanan tadi. Atau mungkin numpang berteduh di rumah orang.

Yu Darmipun memutuskan untuk kembali pulang. Hujan semakin deras. Angin semakin kencang. Kilat dan petir menyambar nyambar. Yu Darmi gemetar, kedinginan, juga ketakutan. Daster yang dipakainya basah kuyup. Payung yang ia bawa tak cukup melindungi dari derasnya hujan dan kencangnya angin.

Mendekati jembatan kecil atau bok di antara tanjakan dan turunan jalan, Yu Darmi semakin menggigil, kali ini lebih karena ketakutan. Teringan cerita orang orang tentang keangkeran tempat itu.

Benar saja, sampai di tengah tengah bok, angin kencang menghempas dan menerbangkan payungnya. Yu Darmi terpekik kaget. Payung satu lagi yang ia pegang, yang sengaja di siapkan untuk sang suami, terjatuh dari genggaman.

Perempuan naas itu mulai menangis, lututnya bergetar hebat, tak kuasa melanjutkan langkahnya. Tak ada penampakan seram yang menakutinya. Tapi ia merasa ada sesuatu yang menggelayut di punggungnya, berat dan panas.

Yu Darmi berteriak, berharap ada yang mendengar dan menolongnya. Tapi suaranya hilang begitu saja ditelan derasnya hujan. Tapi perempuan itu tak mau menyerah. Ia tak mau mati konyol di tempat itu.

Dengan sisa sisa kekuatan dan kesadaranya, ia mencoba berdiri. Namun sesuatu yang menggelayut di punggungnya terasa begitu berat, membuatnya kembali jatuh terduduk.

Arrrrrgggghhhh, Yu Darmi mengerang, mencoba merangkak setapak demi setapak, menaiki jalan berbatu menanjak ke arah desa. Rasa perih di lutut dan telapak tangan karena tergores batu jalan yang tajam tak dirasakannya.


Ia terus merangkak, sambil mulutnya tak henti berteriak minta tolong, meski dengan suara yang mulai serak dan melemah. Sementara makhluk tak kasat mata yang menggelayut di punggungnya terasa semakin berat dan panas, membuat punggungnya serasa terbakar meski ditimpa derasnya hujan.

Sementara itu di rumah Kang Sardi, Kang Bejo masih asyik menikmati secangkir kopi sambil ngobrol ngalor ngidul dengan sang tuan rumah. Sampai akhirnya obrolan mereka terhenti manakala terdengar sayup sayup suara perempuan menangis dan menjerit lirih.

Kedua laki laki itu terhenyak dan saling pandang. Mereka sadar suara itu berasal dari arah selatan, Tegal Salahan. Kang Sardi bergidik, Kang Bejo mengusap tengkuknya yang merinding. Kedua laki laki itu punya pemikiran yang sama, suara perempuan dari arah Tegal Salahan di tengah hujan badai begini, suara siapa lagi kalau bukan............., "KUN.....KUN.....KUNTILANAAAAAKKKKK"

Seperti dikomando keduanya berteriak dan lari masuk ke dalam rumah, mengunci pintu, tanpa memperdulian kopi yang masih setengah dan rokok tingwe yang masih menyala di asbak di atas meja teras.

Namun selain rasa takut, kedua lelaki itu juga punya rasa penasaran. Dengan lutut gemetar dan wajah pucat mereka mengintip dari kaca jendela, memandang lurus ke arah jalan tanjakam Salahan.

Kang Sardi semakin gemetar, lamat lamat di tengah derasnya hujan nampak sosok menyeramkan berwujud perempuan dengan rambut panjang acak acakan merangkak menaiki jalan tanjakan Salahan. Tak salah lagi, kuntilanak menuju ke arah desa. Dan itu berarti bahaya, mengingat rumahnya yang paling dekat dengan jalan tanjakan itu.

Lain Kang Sukir, Lain lagi yang ada di pikiran Kang Bejo. Ia memang melihat sosok yang sama, sosok menyeramkan merangkak menaiki tanjakan jalan salahan. Sedetik Kang Bejo terhenyak, sedetik kemudian ia sadar dan panik, membuka pintu dengan kasar, menyambar tangan Kang Sardi dan menyeretnya keluar berlari menerobos derasnya hujan.

Ya, Kang Bejo memang tak begitu jelas melihat sosok menyeramkan itu, karena terhalang derasnya hujan. Tapi ia jelas jelas mengenali daster yang dikenakan oleh sosok yang semula ia sangka kuntilanak itu. Daster putih kembang kembang merah yang seminggu lalu ia beli untuk istrinya.

Malam harinya, rumah Kang Bejo terang benderang. Suara ayat ayat suci berkumandang, dilantunkan oleh hampir semua warga desa yang hadir di situ, di pimpin oleh Pak Modin.

Kang Bejo sendiri masih syok, duduk bersandar tiang rumah dengan wajah pucat dan tatapan kosong. Di sampingnya Kang Sardi juga dalam posisi dan kondisi yang sama.

Namun semua bersyukur, Yu Darmi masih bisa terselamatkan, berkat daster putih kembang kembang merah, berkat usaha mati matian dua lelaki penakut yang menggotongnya pulang, dan berkat doa doa dari Pak Modin dan semua warga desa. Kini perempuan hitam manis istri Kang Bejo itu telah lelap tertidur berselimut kain tebal.

Selesai pembacaan doa, mereka semua yang hadir tidak langsung pulang. Masih ada satu hal yang ditunggu tunggu. Bukan hangatnya kopi atau singkong goreng yang memang sudah disediakan, tapi cerita dan penjelasan dari Pak Modin tentang apa sebenarnya yang menimpa Yu Darmi sore tadi.

Pak Modin pun tanggap dengan semua rasa penasaran itu. Dan tanpa diminta dari mulutnya pun meluncurlah kata kata yang ditunggu tunggu oleh segenap orang yang hadir disitu.

Usut punya usut biang dari semua ini adalah glundhung pringis, sejenis hantu atau makhluk halus yang berwujud kepala tanpa badan yang suka menggelinding seperti bola dan meringis. Makhluk ini tertarik dengan Yu Darmi karena kebetulan saat itu Yu Darmi sedang datang bulan. Mangkanya ia nemplok dan minta gendhong di punggung Yu Darmi.

Konon makhluk makhluk seperti itu memang suka dengan wanita yang datang bulan, entah apa sebabnya. Karena itu Pak Modin mewanti wanti agar kalau perempuan sedang datang bulan, jangan pernah sekali kali datang atau lewat di Tegal Salahan.****
Diubah oleh indrag057 26-05-2020 22:39
BALI999
titstutsntots
v3ah1307
v3ah1307 dan 57 lainnya memberi reputasi
58
Tutup