qoni77Avatar border
TS
qoni77
[SFTH] Gudhuk Awakmu
Cerbung penuh amarah pada tiap desah




based of true story

PROLOG


-@Semua manusia pasti punya masa lalu yang mau tidak mau harus dilaluinya, tidak untuk ditoleh berulang-ulang sebagai kenangan pahit atau pun manis@-(Ary Rusady)


Quote:


Halo, Dear! Dalam hidup selalu ada yang namanya bahagia dan duka, aku selalu bertanya kapan luka yang masih berbekas ini mau mengilang dari jiwa. Deretan kejadian yang aku nggak bakal bisa lupain. Dari pada dari pada mending ditulis, kan?

Aku ini merasa nggak cantik, eh tapi banyak yang bilang aku cantik. Mungkin karena mereka nggak tahu betapa jeleknya aku pada zaman dahulu. Kalau kalian tahu pasti juga bakal nganggap aku oplas atau apalah-apalah gitu dech.

Dulu itu aku tak pernah memakai baju baru lho. Baju bekas saja sudah Alhamdulillah banget! Yang paling kuinget banget adalah saat aku membayar dengan uang seragam bekas temanku, tas bekasnya juga.


Hmm, aku rela nggak jajan berminggu-minggu demi barang bekas itu. Barang bekas yang bagiku amat berharga.

*/*

Sepasang-sepasang pria--wanita berjejer menikmati keleluasaan malam, nampaknya makin syahdu dalam belain yang meremangkan bulu-bulu halus itu.


Tepatnya tahun 2007, aku sudah jual diri ke om-om karena keadaan. Saat itu yang terpikir hanya, 'Mau makan apa?' Dari sederet kisah ini, akan kuceritakan padamu perjalanan hidupku yang tak mudah.

Sering banget dulu aku gonta ganti cowok, bahkan demi uang 50 ribu aku rela melakukan tanpa dasar cinta dan pernah juga aku disewa om-om semalaman dengan imbalan uang sejuta.

Aku bukan orang baik atau bahkan orang baik-baik kok, Dear. Sehingga aku akan menuliskan kisahku di sini. Tentang perjuangan hidup, mengubah nasib, ditinggalkan pacar, hingga hidup dengan mertua.


Mungkin cerita ini terlihat seperti curhatan, namun kuharap kalian bakal suka dan tetap membaca cerita ini. Kata guruku teknik bercerita demikian adalah story telling.

Aku hanya tamatan SMP, jadi kalian tak perlu membaca sambik ngunyah permen karet, karena sudah pasti aku nggak terlalu paham sama dinamika perbahasaan yang baik kayak gimana.

Aku juga hanya mantan pekerja pabrik kayu yang ya ampun itu sangat kasar. Cewek seperti aku yang ringkih harus bekerja, kadang malah lembur dan yah ... dengan gaji yang nggak seberapa.

Kalau aku nggak lapar, kalau aku nggak dipertemukan dengan teman yang baik banget, dia yang mengajakku mendapatkan uang dengan cepat. Ya nggak cepat banget sih. Aku kan juga bercucuran peluh alias keringat kek gitu.

Uang yang aku nggak perlu merasa kerja keras. Aku bisa bekerja dengan melenguh manja dan tentu rasa nikmat paling luhur yang pekerjaan sampingan ini tawarkan.

Kemudian ada shine di mana aku akan bertemu dengan suamiku yang sekarang. Tidak, jangan berpikir aku akan menikah berkali-kali, oke?

Aku dahulu malahan nggak pernah tahu rasanya menikah, kalau melihat orang yang nikah dan hidup bersama dalam waktu yang begitu lama, aku malah terbesit tanya, "Apa mereka nggak bosan?"

Duh, aku ini bodoh bangetlah. Siapa juga yang mau punya isteri kayak aku? Udah nggak perawan, bekas teman-temannya pula!

Eits ... tunggu! Aku buktinya. Aku sekarang sudah memilik suami yang gantengnya paripurna.

Jangan! jangan kalian bayangkan suamiku itu kayak pak presiden Joko Widodo, atau bahkan kayak artis Joe Taslim atau Reza Rahardian.

Hmm ... suamiku lebjh ganteng dari pada mereka semua kok. Yaiyalah, mana ada kecap nomor dua, kan?

Aku ini yang sekarang sudah punya suami dan dua anak, ternyata juga memiliki kecenderungan nggak baik. Saat tahu ternyata mantan suamiku itu cantiknya kebangetan, aku langsung marah dan sebel sama suami.

Hahha, pokoknya suamiku itu sudah memungut sampah dan mendaur ulangnya, tetapi malah sering mendengus diriku yang kayak setan betina bertanduk. Huhu kasihan ....

Sebagai istri, aku pernah juga marah tanpa alasan. Aku takut? iya aku takut banget, dia yang bersamaku pergi jauh dan tak kembali.

Sudah cukup, ibu dan bapakku yang pergi. Mereka yang meninggalkanku ke sebuah tempat yang tak ada lagi penderitaan. Aku boleh nggak menyebutnya surga?

Hal yang paling mendasari aku untuk menulis ini adalah ibu.

Ibu yang kasihnya masih dapat kurasa, menyelimutiku saat aku selalu merasa sedih.

"Yanti, kamu ndang berangkat sekolah!"

Iya, saat itu ada acara peringatan hari besar di sekolahan dan ibu menyuruhku untuk segera berangkat sekolah.

Aku ingat betul, saat itu aku mogok sekolah cuma karena jajan yang ibu bawakan atau letakkan di tasku hanya jajanan sederahana yang dibuat dengan tangannya sendiri.

Andai waktu bisa diulang, aku pingin bisa memperbaiki semuanya.

Aku pingin bilang, "Terima kasih ibu. Yanti sayang sama ibu, Yanti janji akan jadi anak yang baik. Ibu jangan tinggalkan Yanti ...!

Satu shine tentang ibu, aku juga berkali-kali mencuri uang ibu, bahkan aku pernah juga dimintai tolong ibu buat bayar arisan.

Aku bayarin? tentu saja nggak. Uangnya jelas buat beli jajan. Jajanan yang kalau hari biasa aku tak dapat membelinya.

Intinya aku adalah anak yang banyak sekali salah sama ibu.

Kadang aku mikir, "Apa perjalanan hidupku yang tak mulus ini adalah akibat semua kesalahan-kesalahanku pada ibu?"

Ah, kamu pusing bacanya, nggak?

Aku juga pusing menulis dan memikirkannya nih.

Bingung harus memulai nulis dari mana dulu.

Bagian ini hanya prolog. Bagiku adalah episode perkenalan.

Biar kamu kenal sama sosok aku.

Aku adalah Sudaryanti. Panggil saja aku Yanti.

Nama yang bikin orang tahu kalau aku ini berasal dari keturunan Jawa tulen.

Aku anak ketiga dari empat bersaudara.

Dan apesnya aku adalah satunya perempuan di antara mereka.

Yang teringat di benakku adalah Bapak yang mulai bangkrut saat aku berumur tiga tahunan.

Juga tentang kasih sayang Bapak dan Ibu yang tak pernah luntur, senakal apapun aki ini.

Ibu dulu meninggal saat aku masih SD. Anehnya aku nggak nangis sama sekali. Aku nggak tahu pandangan orang tentang aku. Ataukah mereka mengira aku senang saat ibuku mati?

Yang aku ingat banyak orang memberiku uang. Tentu aku senang sekali dengan uang. Lalu aku melihat ibuku dikubur, terbesit rasa haru yang entah, nyatanya aku masih memandangi tiap raut pelayat.

Mereka mungkin prihatin dan memberiku uang, aku nggak paham jugak. Aku kini bertanya-tanya, "Kenapa aku dulu nggak nangis saat ibuku meninggal?"

Sampai aku menulis ini, air mataku telah berebutan turun pada pipi yang mulai cekung.

Sebuah ingatan yang sangat lama aku sembunyikan dari tumpukan memori.

Kini aku akan mengingatnya lagi. Menuliskannya!

Dahulu aku bukan siapa-siapa
Yeah, meski sekarang aku juga bukan artis sih
Tetapi aku cuma mau bilang

Aku sudah sampai di titik semua orang menghormatiku.

Bisa menebaknya?


***

Hal, Readers!
Cerita ini adalah based of true story Semoga kalian menyukainya!

Regards!

Warna Senja








Spoiler for tokoh-tokoh :
Diubah oleh qoni77 15-09-2020 15:18
oktavp
lianasari993
ningka
ningka dan 32 lainnya memberi reputasi
33
3.9K
87
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
qoni77Avatar border
TS
qoni77
#15
Tomat Busuk


Masih di bangku sekolah saat aku SD. Sejauh ini hidupku cukup bahagia memiliki dua teman seperti Lia dan Ratih.

Mereka nggak meninggalkanku saat yang lain menjauh.

"Ih, iku lihaten, Yanti. Dia jorok banget sih, bajunya kumal, kegedean, sering mimisan jugak!" ucap salah satu teman sekelasku bernama Rara.

"Iya, gilani yok, Yanti iku?" tanya Rus seolah meminta persetujuan anak yang lainnya.

(Iya, jijiki ya, Yanti itu?)

"Aku boleh pinjam petelote tha, Rek?" ucapku pada Ratih saat aku lupa membawa pensil.

Kurasa tadi aku sudah memasukkan benda dari kayu itu di tas bulukku, tetapi kok nggak ada gini. Mungkin tertinggal di meja belajar.

Ajaib, Ratih meminjamiku pensil untuk menulis pelajaran yang didikte bu guru Yuni.

Kadang Ratih juga mengajakku bermain, juga Lia. Mereka berdua main ke rumahku, kalau di sekolahan aku jarang sekali diajak main oleh mereka berdua.

Oh, ya aku sebangku dengan Ita, dia anaknya pak Sobi. Rumahnya lumayan dekat dengan sekolahan SD-ku.

"Yanti, kon durung adus, tha? Ambumu kok nggak enak ngene? Malah mimisen, deloken awakmu, Ti!" hardik Ita suatu ketika padaku.

Aku yang sadar diri lalu memelorotkan diri ke ubin yang dingin. Bahkan untuk duduk di bangku kelas pun, sepertinya aku tidak berhak.

Duduk di lantai, menulis pelajaran yang ada di papan tulis, lalu menyalinkannya lagi di buku tulis, sudah seperti makanan sehari-hari bagiku.

Aku kadang marah sama Tuhan, Dia seolah nggak mau berbaik padaku yang jelek ini.

Apa Tuhan cuma nolong anak-anak yang cantik dan nggak bau?

Aku pikir mandi dan gosok gigi menggunakan odol sudah cukup.

Bajuku memang baju bekas, yang kubeli dari Ita saat dia sudah membeli seragam baru, tas ku pun dulunya milik Lia, aku juga merengek untuk bisa membelinya.

Aku rela nggak jajan agar memiliki semua barang berharga ini. Apa dengan aku memakai seragam dan tas bekas menjadikanku bau?

Kata orang-orang aku ini kumal, jelek, jorok, miskin, lusuh, intinya semua kutukan anak jahanam seolah melekat erat pada diriku.

Aku juga merasa tubuhku sangat ringkih, hampir tiap hari aku duduk di ubin kelas, membuatku sering merasa meriang.

Sayang, guru yang mengajarku di kelas juga acuh. Mungkin kalau aku adalah anak orang kaya guruku baru menaruh sayang padaku.

Nggak, aku nggak punya rasa benci pada guru kok. Aku hanya sedang introspeksi apa yang salah pada diriku sendiri.

Aku memang jarang tanya pelajaran yang kupikir sulit pada guruku, padahal beliau juga memberikan waktu untuk bertanya.

Oke, aku akui aku juga bukan anak pinter, mungkin itu juga alasan mengapa aku tidak terlihat atau mungkin nggak pantas buat dilihat.

"Hih, deloken tha, iku! Yanti, Rek, kelambine rusuh. Ambune jian!"ucap Udin teman sekelasku juga.

Dia sedang duduk di bangku dan aku di ubin, di sampingnya.

Aku kira dengan aku duduk di ubin, Udin nggak akan mencium bau nggak enak dari tubuhku. Ternyata nggak!

Saat bel istirahat, semua anak membaur keluar kelas. Aku?

Aku akhirnya juga keluar kelas untuk melihat anak-anak lain main lompat tali, main kelereng, main bak sodor, main betengan, main petak umpet, dan banyak lagi.

Aku seakan sedang melihat kebahagian mereka. Aku seperti melihat chanel TV yang bisa kuubah-ubah dengan remot.

Aku bisa melihat mereka bermain kejar-kejaran, kemudian saat aku bosan, aku akan melihat mereka bermain kereta api dengan membentuk gerbong-gerbong dari tubuh mereka.

Sesuatu yang buruk terjadi padaku. Ternyata berteduh di bawah pohon Akasia tak membuatku terhindar dari sengatan matahari sepenuhnya juga debu yang masuk pada hidungku.

Aku merasa amat pening, sesak di dada, dan perut yang seperti dikocok-kocok. Aku mimisan.

Aku tak membawa lap kain, kemudian dengan suksesnya darah segar itu mengalir ke bawah, melewati mulut, dan mengotori jilbabku.

Oh, ya, aku sekolah SD di MI atau sejenis lembaga pendidikan Islam setara dengan SD.

Jilbab wajib dikenakan oleh tiap murid perempuan, meskipun baju dan roknya pendek.

Saat aku sadar, aku mimisan, kerudungku sudah banyak sekali darah.

Ada beberapa anak perempuan mendekatiku, mungkin mereka adalah genk atau grup gaul anak sekolah.

Ada Rani, Rini, Maya, dan Sari. Mereka terbiasa bersama-sama, bahkan ke kamar mandi pun barengan. Aku iri dengan mereka, mungkin memiliki sahabat itu sangat enak.

"Hai, Yanti! Kon mimisen iku lho!" bentak Sari padaku.

"Makane tha, jangan makan tomat busuk, ben nggak mimisen koyo ngunu! "imbuhnya dengan nada mencibir dan membentak.

Ah, aku terlalu berperasaan. Aku lupa buat mengira, kalau arek-arek itu terbiasa menggunakan bahasa kasar. Bagaimana menurutmu?

Kalau diingat sakit hati masa kecil yang sering kutemui dan kurasakan, ternyata meniupkan mimpi buruk saban malam dan itu amat sangat mengganggu mimpi indahku saat tidur.

Seperti manusia lain, aku juga pingin punya teman, aku juga pingin nggak pernah mimisan, aku juga pingin mimpi indah saat aku tidur, dan aku juga pingin nggak makan tomat busuk.

Eh, tunggu! Tomat busuk?

Aku merasa nggak pernah makan tomat busuk padahal.

Lalu aku menjadi menaruh curiga pada Ibu. Apa Ibu memasukkan tomat busuk pada makananku?

"Ibu, apa ibu memasukkan tomat busuk pada makanan?" tanyaku saat makan siang.

"Eh, ya nggak mungkin Ibu memasukkan tomat busuk pada makanan tho, Ti!" jawab Ibu dengan sorot mata yang tulus dengan senyuman khas seorang Ibu.

"Kata Sari, aku sering mimisan karena makan tomat busuk, Bu!" ucapku kesal sambil meletakkan sendok ke piring.

Rasanya enggan makan, kalau di dalam makananku benar dimasukkan tomat busuk.

"Sari itu kan cuma bergurau, Nduk! Jangan diambil hati! Anak ibu kan mimisan karena memang nggak tahan panas," ucap Ibu membantai semua yang kupikirkan.

"Bergurau kok bikin aku sedih tho, Bu?" tanyaku, lalu mulai memasukkan nasi dengan oseng papaya muda ke dalam mulutku yang kecil.

"Ya biarin ajah tho, Ti. Mulut kan gunanya juga buat ngomong. Kalau kamu merasa sakit dibilang kek gitu, berarti kamu jangan ucapkan itu ke orang lain,"

"Kukira mulutku juga boleh ngomong kayak Sari, Bu?" tanyaku dengan menatap Ibu.

"Koyo wong Jawa, Ti. Nek moh dijawil yo ojo njawil. Pokoke Yanti anakke ibu iku ora bakal isa koyo Sari, Yanti iku anake ibu seng ayu dewe. Tuture yo apik, mung sayang gondokan," ucap Ibu memberikan aku nasi tambahan.


(Kayak orang Jawa, Ti. Kalau nggak mau disentuh ya jangan nyentuh. Intinya Yanti anaknya ibu, tidak bakal bisa kayak Sari, Yanti itu anaknya ibu yang paling cantik. Omongannya ya baik, tetapi suka sakit hati,)

Memasuki kelas 2 SD, kami mendapatkan teman baru. Namanya Zubaidah Anggraeni. Dia kaya, cantik, dan suka ngasih jajan kepada anak-anak lainnya, kecuali aku.
Diubah oleh qoni77 15-09-2020 15:26
pulaukapok
lianasari993
ningka
ningka dan 8 lainnya memberi reputasi
9