dchantiqueAvatar border
TS
dchantique
Cintaku Terhalang Bentuk Tubuh


[Event Kaskus Kreator] Benarkah cinta itu harus selalu sempurna?




Ini kisahku 2 tahun lalu, saat pertama dan terakhir kalinya berhubungan dengan seorang lawan jenis. Sebut saja Yudo, yang dikenalkan oleh sepupu nenekku padaku atas permintaan sahabatnya.

Nenek Shofia dan Dedeh, ibu kandung Yudo merupakan sahabat lama yang sudah menjalin kedekatan sejak 4 tahun lalu. Bu Dedeh merasa khawatir pada Yudo, karena setiap punya kekasih tak pernah sesuai dengan keinginannya.

Ada yang matre, suka pakai baju ketat sampai hobi peluk-peluk Yudo dengan mesra. Wajarlah yang berpacaran begitu, tapi entah apa yang diinginkan Bu Dedeh untuk calon pasangan anaknya.

Nenek Shofi yang sangat ingin membantu, tiba-tiba saja ingat aku, yang dikenal masih jomlo. Bukan karena pemilih atau merasa diri ini lebih mulia dari yang lain. Aku merasa takut saja, bila harus memulai hubungan dengan seseorang.

Latar belakangku yang merupakan orang tak punya, ditambah punya paman dan bibi yang mempunyai kelainan sejak lahir, membuat diri ini mustahil ada yang naksir.

 Singkat cerita, tiba-tiba suatu sore Nek Shofia dan Yudo datang ke tempat kerjaku, tanpa sempat memberi tahu. Kebetulan saat itu, aku sedang beres-beres di kantor bagian dalam, tak tahu kedatangan mereka.

Sampai akhirnya, seorang teman memberi tahu dan langsung saja ku temui mereka. Nek Shofia yang ku kenal sebagai wanita yang heboh, teramat antusias mengenalkan kami.

Aku berusaha menghormati, dengan mengulurkan tangan pada Yudo, yang melirikku dari ujung kaki hingga kepala. Jujur, aku risih juga kesal, sadar kok kalau badan ini melar dan enggak ada bentuknya!

Pandangannya seolah meremehkan entah takjub, membuat aku mempunyai pemikiran jika hubungan ini bakal ada kendala.

Segera saja ku tegur, eh dia sepertinya terkejut dan terkesan geragapan, mungkin menyesal karena gadis ini tak sebahenol bayangannya.

Namun jangan salah, biarpun gemuk begini, badanku termasuk tinggi dan pas untuk ukuran orang gendut normal.

 Awalnya, aku kira dia merasa jijik dan setelah itu tak mau menghubungiku lagi tapi ternyata tidak. Dia masih sering ngobrol lewat WA, meskipun tak pernah memberi tahu alamat jejaring sosialnya yang lain.

Dari cara bicaranya, aku sudah merasa yakin dan ingin menjadikan dia pasanganku. Meskipun aku kesal juga, karena harus terus memancing dia untuk mengobrol tanpa ada inisiatif dari Yudo.

Seminggu sudah, kami saling menyapa lewat whatsapp, hingga suatu hari dia berencana datang ke rumahku.

Ibuku yang teramat girang karena anaknya didatangi seorang pria, mendadak membuat pecel dan makanan lainnya. Aku maklumi saja, mungkin itu rasa bahagianya karena aku akan segera memiliki pasangan hidup.

Sayang, Ibuku enggak tahu jika sebenarnya ada yang masih mengganjal di hati. Terlebih sikap Yudo yang seperti terpaksa bertemu denganku, tapi kuabaikan demi kebahagiaan ibu dan keluarga.

Pagi itu, sekitar jam 09 pagi dia pun tiba di rumahku, membuatku mendadak berganti baju dan pakai kerudung.

Ternyata saat bertemu langsung, kita berdua justru lebih menyambung, setidaknya paham ap yang sedang ku bicarakan.

Tiba-tiba di tengah asyiknya berbicara, dia meminta satu hal yang membuatku terperenyak, bertemu orang tuanya.

Entah kenapa, mendadak ada perasaan tak enak dalam hati, seolah ini adalah pertemuan pertama dan terakhirku dengan keluarga Yudo. Berbekal ucapan basmalah, berangkatlah kami menuju rumah Yudo yang hanya berbeda kecamatan denganku.

Sambil membawa makanan buatan ibuku, aku harap ibunda Yudo persis seperti yang diceritakan Nek Shofia, baik dan ramah. Sampailah kami di rumahnya, tapi sebelum itu aku dikenalkan pada sanak saudara lain Yudo.

Dari cara mereka merespon dan tak memandangku rendah, cukup membuktikan bahwa diri ini sudah sangat diterima dengan baik. Namun uwaknya Yudo mewanti-wanti agar aku berdoa, supaya diterima oleh ibunya Yudo.

Melihat sepak terjang ibunya Yudo yang sering menolak calon menantunya membuatku pesimis.

Pakai baju seksi saja, kata Nek Shofia dia menolak mentah-mentah, gimana aku yang tak ada bentuk ini? Lagi-lagi para ipar sepupunya meyakinkanku untuk berani, bukannya membantu menemukan cara untuk menaklukan sang wanita.

Minta bantuan Yudo? Rasanya tak mungkin, mengingat dia itu anak Mami yang luar biasa penurut. Akhirnya, aku hanya bisa pasrah pada Allah semata. Yudo mulai mengajakku ke rumahnya, lalu beruluk salam pada penghuni rumah.

Terdengar suara seorang ibu, yang aku yakin adalah ibunya Yudo. Begitu dibuka, wajah wanita itu mendadak cemas dan mencium kedua pipi anaknya.

Bahkan menanyakan apakah sudah makan atau belum, membuat aku syok menyaksikan kejadian itu.

Seorang berumur 29 tahun diperlakukan layaknya anak-anak? Enggak salah? Seketika aku sadar dan paham, mengapa hati ini tak berhenti berkecamuk.

Ternyata Yudo seorang anak yang terlampau dimanja ibunya, apapun yang perintahkan sudah pasti dituruti. Kalau aku jadi istrinya, alamat harus berbagi Yudo dan banyak-banyak bersabar.

“Udo, darimana saja? Ayo cepet sholat dan makan, nanti perutmu sakit,” begitulah kira-kira yang diucapkan Bu Dede, ibunya Yudo.

“Iya Mah, Udo bentar lagi sholat dan makan, kok. Pan Udo teh habis dari rumahnya Devi, untuk ajak dia kesini,” terdengar suara Yudo menyebut namaku, tak pelak membuatku bergetar karena akan bertemu calon mertua.

“Mana, kenapa enggak diajak masuk?”, sambutan Ibu Yudo cukup baik, saat ku lihat senyum tulus disana.

“Ada ini, Mah. Neng, ayo kesini,” tiba-tiba Yudo memanggilku dengan sebutan Eneng lalu menyuruhku menyalami Bu Dede.

Apakah wajah Bu Dede masih sama? Sikapnya juga apakah tetap heboh, setelah melihat wujud asliku?

Ternyata tidak, seketika raut wajahnya berubah masam dan tak seramah tadi, meski tetap mengajakku masuk.

Saat ku berikan makanan buatan ibuku, dengan agak ketus dia menjawab,” Aduh tak usah repot-repot atuh, kasihan Mamanya. Enggak bawa bingkisan juga tak apa.”

Kalau orang biasa mungkin menganggap biasa kalimat itu, tapi aku tidak. Dari kalimatnya, ku akui ada ketidaksetujuan dalam diri Bu Dede.

Mulai dari duduk berjauhan, hingga sikapnya yang mengambil salep otot, makin menambah rasa tak enak di hati.

Dia pun mulai bertanya-tanya tentang diriku dan keluarga, yang apesnya membuat mulut ini berkata polos.

Menceritakan semua keadaan keluargaku tanpa terkecuali, di saat itulah Bu Dede langsung menjauhiku.

Dari mendadak membelakangi, hingga berkali-kali mengoleskan salep pada kakinya.

Saat itu, aku terlalu naif, berpikir penampilan tak masalah, yang penting saling cinta. Setelah Yudo makan, tiba-tiba dia dipanggil dan disuruh menemu ibunya. Aku pun memilih diluar menunggu.

  Tiba-tiba setelah berbincang ibunya, Yudo meminta aku pulang dengan alasan takut kesorean.

Meskipun curiga, aku lagi-lagi tak ingin banyak bertanya. Seminggu kemudian, Yudo tak ada tanda-tanda memghubungiku kembali.

Setiap aku mengirim pesan tak pernah direspon. Tanteku berinisiatif menghubunginya di whatssap, menanyakan mengapa Yudo tak lagi datang.

Pernyataannya sungguh membuatku sakit hati juga sedih, ibunya tak suka wanita gendut mirip tempayan air. Ditambah ketakutan ibunya yang takut keturunan kami, ada yang mirip saudara-saudara ibuku yang autis.

Astaghfirullah, ku lafadzkan dzikir, kala mendengar kejujuran Yudo pada Uwak. Kenapa dia tak mengabariku? Apakah diriku ini teramat menjijikan, hingga tak layak untuk diberi tahu.

Lalu ku beranikan menanyakan lewat Yudo, tapi jawabannnya sungguh di luar ekspetasi. Dia berpikir aku mau banget, minta akses darinya tanpa terkecuali, padahal niat hati menghubunginya secara baik tanpa ada maksud tertentu.

Akhirnya ku luapkan emosi, berkata jika dia tak tahu tatakrama, terhadap hubungan kami hingga ku putuskan menghapus nama pria itu selamanya dari hidup ini.

Hingga sekarang, aku belum bisa menemukan pria sejati yang bisa ku jadikan teman sampai surgaku. Rasa takut akan penghinaan pada tubuhku, keluargaku dan kondisi ekonomi tak begitu bagus, menjadi penyebabnya.

Mungkin Yudo bukan pria yang pantas untukku, kedatangan dia dalam kehidupanku adalah ujian hidup yang paling berat.

Tak terbayang, bila aku benar-benar harus hidup dengan mertua bermulut kasar dan tajam, plus suka body shamming.

Semoga ceritaku, bisa membuat yang membaca terinspirasi dan tetap semangat mencari calon pasangan hidup.
 
***Tamat***

Ciamis, 03 Mei 2020

Dephie




Sumber Gambar : Kompasiana
Diubah oleh dchantique 30-07-2020 06:11
inginmenghilang
bayumyne
vanilla_91rl
vanilla_91rl dan 62 lainnya memberi reputasi
61
5.3K
201
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
dchantiqueAvatar border
TS
dchantique
#12
[Cerpen] Mengejar Hilal Cinta
Doa adalah salah satu komunikasi, agar Tuhan segera mendekatkan semua harapan kita.

#Jodoh #hilal #cinta #pasangan #temansampaisurga #yudo #devi





Sepasang muda-mudi tengah duduk dalam sebuah  menara, menghadap lautan lepas yang  terbentang luas. Salah satunya seorang pria, yang memasang wajah sendu seraya memegang segelas air. Di sampingnya perempuan cantik berhijab, terus berusaha menghiburnya agar sang pria melupakan kesedihannya.

Pasalnya ia memiliki perjanjian, jika sepulang dari perantauan orangtuanya akan menjodohkannya dengan seorang wanita, dan Yudo harus menurutinya. Sedangkan di dalam hati, sederet nama sudah terpatri dengan kuat, menghiasi alam mimpinya selama bertahun-tahun.

Sosok terdekatnya selama ini, setelah ia terpaksa harus pergi karena menghindar dari kecemburuan ketiga saudarinya, akibat rasa sayang yang berlebih untuknya. Secara kebetulan, ia dan Devi mendapat beasiswa di salah satu lembaga amil zakat, yang memaksa keduanya hijrah dari kota kelahiran mereka.

“Devi, aku punya ide. Kita cari hilal cinta masing-masing. jikalau tak ketemu, berarti hilalnya itu sudah dekat dan kemungkinan ada diantara kita, ” usul Yudo.

“Aduh, Kang Yudo bercanda nih, buat apa cari hilal segala, kayak menentukan puasa dan lebaran saja,” timpal Devi.

“Ini juga sama tapi beda judul, hilal yang ini, namanya Hilal Cinta alias petunjuk cinta sejati berada. Tapi aku yakin, kalau kamulah hilal cintaku!” kata Yudo percaya diri.

“Baik Kanda, aku setuju usulanmu. Kita cari hilal cintanya, kalau sampai gagal itu berarti hilalnya bukan diantara kita,” seru Devi.

“Aku setuju Dev, Allah tak akan mungkin, menunjukkan Hilal Cinta yang salah kepada kita,” ujar Yudo.

“Akang juga harus terima, jika seandainya Allah tak menakdirkan kita untuk merajut asa bersama, jangan sampai hal itu membuatmu membenci keluargamu, terlebih para kakakmu,” pinta Devi.

“Aku tak tahu, Dev. Meskipun ku akui itu adalah bentuk rasa sayangnya padaku, kendati kenyataannya aku berasal dari sosok yang ia benci,” keluh Yudo, membuat Devi ikut bersedih.

“Kamu beruntung, masih tahu siapa orang tuamu, Aku malah tak tahu dan apa alasan mereka membuangku. Terkadang, rasa ingin memprotes itu ada tapi aku kembali istighfar, toh ini sudah jadi kehendak Allah,” ucap Devi.

“Subhanallah, hijrahku belum sempurna, percuma belajar ilmu agama 10 tahun tapi aku tetap menyalahkan Allah,” keluh Yudo seraya menelungkupkan wajah.

“ Sudahlah, Akang jangan dipikirkan lagi,” hibur Devi.

Yudo akhirnya mengajak Devi pulang, setelah berhasil menghilangkan kegundahannya.

Yudo sudah menyayangi Devi, sejak pertama kali keluarga mereka pindah ke pesantren, karena Ibu Devi yang bekerja sebagai dokter atas rekomendasi sepupu kakeknya.

Devi bukannya tak paham atau tak peduli, tapi hatinya menjadi galau. Terutama saat memandang seraut wajah, yang selalu menghiasi harinya. Sang Gadis mengira cuma hatinya yang mencinta, namun saat mendengar curhatan Yudo pada salah seorang ustadz, ternyata perasaannya berbalas.

Dirinya tahu diri, bagaimana mungkin seorang pungguk, berani menginginkan bulan. Devi hanyalah seorang bayi malang, dengan latar belakang tak jelas, yang tergolek lemah di dalam tumpukkan sampah.

Beruntunglah, bayi malang itu mendapatkan orang tua yang sangat baik, memberinya kasih sayang melebihi anak sendiri.
Meski awalnya, keluarga besar Painem dan Paijo, menentang kehadiran Devi, tapi atas kebaikan hati Ponirah, budenya akhirnya sang bayi mendapatkan tempat.

Bahkan Ponirah yang saat itu sedang menyusui, menawarkan diri untuk mengasuh Devi, hingga usia dua tahun. Wanita itu teringat anak perempuannya, yang meninggal saat dilahirkan.

Saat lahir, bayi malang itu terkena campak dan membutuhkan sejumlah uang untuk berobat. Baik keluarga Ponirah dan suami, tak ada satupun yang mau membantu, agar anaknya sembuh.

 Hal itu karena, pernikahan mereka tak mendapat restu, hingga kedua keluarga memutuskan untuk menganggap mereka tak ada. Bayi bernama Devita itu, akhirnya wafat, menimbulkan nestapa yang begitu dalam.

Beberapa tahun kemudian atas ijin Allah, lahirlah Dirga, membawa warna baru dalam hidup mereka. Kedua keluarga akhirnya menyetujui hubungan mereka, hingga akhirnya 3 tahun kemudian Devi hadir di keluarga Painem.

Ponirah sendiri yang memberikan nama Devi Sasikirana pada keponakannya, untuk mengenang sang anak.
Kali ini, beliau sengaja datang ke rumah sang keponakan, untuk merayakan keberhasilan Devi.

Bahkan Nickhun dan Dirga, suami dan anak Ponirah ikut bersamanya, membuat Devi bahagia.  Gadis itu sengaja bangun pagi sekali, demi memasak makanan kesukaan mereka.

Paijo dan Painem tak hentinya tersenyum, melihat sang anak sulung tampak ceria, berbeda dari saat pertama kali kembali. Mereka tahu, jika putrinya sedang jatuh cinta, sayang sosok yang dipuja serasa tak mampu diraih.

Nasehat Ponirah membuka mata hati mereka, agar menyerahkan segala sesuatunya, kepada Allah SWT. Hilal cinta itu tak bisa diatur manusia, dicari menggunakan alat layaknya mencari hilal, saat menentukan awal Ramadhan dan Syawal.

Hilal yang ini bisa dicari, hanya dengan memintanya kepada Allah, di waktu sepertiga malam. Seolah mendapat pencerahan, Devi kembali memiliki asa, untuk memperjuangkan cintanya.

 Beberapa hari kemudian, di Yayasan Al-Bira sudah terjadi kehebohan, tampak ruangan sudah disulap seindah mungkin. Ketiga putri yakni Ayu, Cantika dan Jelita Trihatmodjo merasa tak aneh, meyakini ini dibuat untuk menyambut kedatangan si bungsu paling tampan.

 Mereka tak sangka, Embun Mayangsari yang pernah tak suka anak lelakinya, sekarang begitu menyayanginya. Konon demi mendapatkannya, sang suami terpaksa mendua, tanpa izin lebih dulu.

Mayangsari mengetahuinya, saat Bambang berkata, jika ibu kandung sang bayi wafat. Hati istri mana yang tak remuk, di saat yang bersamaan harus menerima kenyataan sang suami telah mendua, membawa bayi yang bukan darah dagingnya.

Seiring berjalannya waktu, bayi yang kemudian diberi nama Prayudo Trihatmodjo itu, memberikan warna  dalam kehidupan keluarga Trihatmodjo.

      Hal itu, menimbulkan kecemburuan, dalam hati anak perempuamnya, karena Yudo begitu diistimewakan. Kendati Buya Bambang sudah menasehati, tetap saja ketiganya bebal dan susah diluruskan.

Puncaknya, saat Yudo beranjak dewasa, mereka  mulai mengungkap jati diri sang adik.
Tak tahan dengan semua itu, Yudo memutuskan merantau, sembari mengajak Devi untuk menemaninya.

Selama sang adik menjauh, Ayu sang kakak pertama, menyesal sudah membuat pria itu tak betah. Sungguh tak ada niat dalam hati, menjauhkan si bungsu dari rumahnya.

Kabar kepulangan Yudo, membawa kembali keceriaan, ketiga saudari itu  takut, jika sang adik masih membencinya. Mereka sepakat, untuk memohon maaf.

Pria itu sedikit terkejut, saat ketiga kakaknya tiba-tiba datang dengan berderai air mata, lalu mendekap erat tubuh kekar itu. Ayu, mewakili ketiganya dengan tulus mengakui kesalahan, meminta Yudo memaafkannya.

Yudo yang terharu, mendengar ucapan kakaknya, merasa bahagia saudaranya mau menerimanya. Setelahnya, ketiga saudari berencana pergi ke rumah Devi, untuk kebahagiaan Yudo.

Dikisahkannya, harapan dan keinginan untuk menyatukan Yudo dengan Devi.  Mereka melihat, Paijo tampak ragu, mengingat  Devi hanyalah anak angkatnya.

“Mbak Ayu, bagaimana mungkin Pak Haji dan Bu Haji bisa menerima Devi? Dia hanyalah anak yang kami temukan di dekat dermaga dan kami rawat selayaknya anak kami. Bukankah, jodoh itu haruslah jelas asal-usulnya?” tanya Paijo sedih

“Om Paijo jangan khawatir, Allah sudah menentukan, bahwa hilal cinta Yudo ada disini. Kami sadar, ternyata Devi orangnya,“ jelas Aminah.

 “Jika itu takdirnya, tentunya kami, akan sangat bahagia,” jawab Paijo seraya melirik sang anak, yang tersipu malu.

   Sementara itu Buya Bambang dan Embun Mayang menahan senyum, saat Yudo kembali menolak, perjodohan. Meski alasan yang dikemukan masih sama, mereka tahu jika itu hanya pengalihan semata, demi mempertahankan cinta.

Mayang akui, pernah salah menilai sosok Devi, ia hanyalah anak yang dibuang tapi sikapnya menggugah hati. Sungguh, ia Ialut pada orangtua yang telah mendidik gadis ini, hingga menjadi sosok yang sholehah.

 Buya Bambang dan Embun Mayang bersepakat, untuk menyerahkan urusan jodoh Yudo kepada Allah SWT.

“Embun, Buya, janganlah melakukan perjodohan lagi. Bukannya aku nggak mau, tapi belum dapat hilalnya," ujar Yudo.

“Masa sih belum ketemu, kamu nggak meminta di waktu sepertiga malam? ” tanya Buya Bambang.

    Kemudian Yudo pun mengungkapkan, jika sudah ada sosok seseorang dalam mimpinya. Hal itu, membuat mereka pun akhirnya mengambil keputusan.

Siapapun pilihan Yudo, akan disetujui, sudah pasti gadis itu sholehah. Rencana Allah tak ada yang tahu, begitupun yang terjadi pada kisah dua insan ini.

Beberapa bulan kemudian, tepat di tanggal cantik 19-09-19, tiba-tiba ketiga kakak kembarnya menyuruh bersiap.

Kebetulan hari itu jadwal kerja Yudo sedang libur, serta pria itu tengah galau,  mendengar kabar Devi yang akan dilamar seseorang. Ditambah hari ini, keluarganya malah mengajak ke rumah sang sahabat, membuat hati begitu nestapa.

Beberapa orang menyambu, seolah dirinyalah sang aktor utama. Padahal tidak, karena Yudo yakin, orangtua Devi sudah menentukan masa depan sang puteri.

   Acara yang berlangsung khidmat, membuat wajah Yudo semakin tak bergairah, hingga menarik perhatian Dirga yang sedang mendampingi Devi.

Dirga pun melirik pada Ayu, menyuruh sang gadis pujaan menyadarkan calon adik iparnya, yang jiwanya seolah melalangbuana.

Ayu segera menyadarkan Yudo, yang langsung mengerutkan kening, saat sang bunda menarik tangannya, seraya memberikan sebuah tempat cincin berwarna biru.

Barulah ia sadar jika Allah sudah menentukan hilal cintanya, saat Devi dengan senyuman malu-malu sudah ada di hadapannnya, membawa kelegaan di relung hatinya.

Kini segala kebencian, iri hati dan amarah seolah luruh, tak kala kedua insan yang saling mencintai, akhirnya bersatu dalam ukhuwah syahdu.  
 
“ Hanya  cinta yang bisa mendamaikan benci, hanya kasih sayang tulus yang mampu menyentuh”
 
_Hanya Cinta Yang Bisa-Agnes Monica Feat Titi DJ_
 
 Ciamis, 09 Mei 2020.

Terima kasih dan jangan lupa, dicendolin juga beri rating, ya Gansis!







Sumber gambar : Pixabay

Sumber Cerita : Kisah beberapa sahabat yang dimodifikasi.

Dephie Cantique
Diubah oleh dchantique 30-07-2020 06:17
embunsuci
Tetysheba
081364246972
081364246972 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Tutup