dissymmon08Avatar border
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA


Halo! emoticon-Kiss

Selamat berjumpa kembali dengan gue dalam rangka melanjutkan JILID IV kemarin yang gue akhiri di tengah alias Mid-season Finale. Udah berasa kayak cerita series bule The Walking Dead, Nancy Drew, etcyak? Hahaha. Karena berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk menyelesaikan di sana. Hapunten ya agan sista! Semoga agan sista bisa memahaminya...

Ga pernah gue lupa untuk selalu ngucapin terima kasih atas dukungan dan apresiasi agan sista selama ini! Makin hari, makin bikin semangat gue aja untuk terus melanjutkan cerita gue ini yang (kayaknya) masih panjang. Hehehe.

Masih melanjutkan tema cerita di JILID IV gue sebelumnya, insya Alloh di JILID IV 2.0 ini gue akan menjawab bagaimana kondisi ibu gue, bagaimana hubungan gue dengan Bang Firzy, bagaimana pendidikan gue, bagaimana pekerjaan gue, dan banyak puzzle-puzzle lainnya yang belum terjawab. Dengan semangat 'tak boleh ada kentang di antara kita' yang tak hentinya diucapkan oleh agan sista, insya Alloh juga gue akan melanjutkan sampai selesai (semoga tanpa hambatan) di thread gue yang ini.

Kembali lagi gue ingatkan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue dan (kayaknya masih akan) beberapa kali nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita lanjutan gue kali ini. Gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai! emoticon-Peluk

Dengan segala kerendahan hati gue yang belajar dari thread sebelumnya, kali ini gue memohon agan sista untuk membaca juga peraturan mengenai thread ini yang kayaknya banyak di-skip (karena dinilai ga penting), terutama mengenai kepentingan privasi dan spoiler. Semoga dengan kerja sama semuanya, membuat thread ini semakin bikin nyaman dan betah untuk jadi tempat nongkrong agan sista semuanyaemoticon-Malu




Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (THE SERIES):


Spoiler for INDEX:


Spoiler for MULUSTRASI:


Spoiler for PERATURAN:




Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 37 suara
Kepikiran untuk mulai post JILID I... Setuju kah?
Boleh juga Mi dicoba.
49%
Nanti aja, Mi.
51%
Diubah oleh dissymmon08 15-09-2020 05:11
Mentariberseri
irvansadi
padasw
padasw dan 90 lainnya memberi reputasi
85
167.2K
2.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
dissymmon08Avatar border
TS
dissymmon08
#626
KISAH TENTANG F: KELEMAHAN (PART 06)


Jujur, gue ga bisa jawab apapun malam itu. Bahkan sampe kami udah di rumah Bang Firzy untuk ngebahas lamaran Kak Dania pun, gue memilih diem. Gue ga tau harus gimana bersikap saat itu. Gue ga tau harus seneng apa sedih saat itu. Gue juga ga tau harus bilang atau ga ke Kak Dania dan nyokapnya Bang Firzy kalau sebenernya gue udah ga ada apa-apa sama kakak dan anak beliau.

Tapi kayaknya, semuanya udah telat.

Bang Firzy malah memperkenalkan gue sebagai calonnya dia di antara keluarga dia yang dateng dan tetangga dia lainnya yang membantu lamaran Kak Dania. Kalau gue menolak atau ga mengiyakan omongan Bang Firzy, kayaknya ga baik aja. Terutama untuk keluarga Bang Firzy. Gue hanya menjawab pernyataan itu dengan senyum. Senyum bisa pertanda apapun bukan?

“Apa mungkin gue harus menerima aja kalau gue udah kembali berhubungan dengan dia?” tanya gue dalem hati.

Gue ga tau. Gue takut disakiti lagi. Gue takut dia mengulangi kesalahan yang sama lagi. Gue takut dia begini cuman karena lagi kosong aja. Gue takut dia ninggalin gue saat gue udah kembali sayang sama dia lagi. Karena dia ga bisa kasih jaminan kalau semuanya ga akan pernah terjadi lagi.

Dia cuman bilang “Masa depan siapa yang tau bukan?” setiap kali gue menanyakan “Apa kamu bisa kasih jaminan kalau kita bisa langgeng sampe pernikahan nanti?”. Mungkin karena dia merasa saat itu umur dia masih cukup muda untuk berpetualang dengan cinta. Jadi masih bisa nakal atau memilah pasangan mana yang terbaik buat dia.

Ya, gue pun masih cukup muda saat itu. Gue juga masih bisa berkarir dulu dan memilah pasangan mana yang lebih baik daripada Bang Firzy, dibandingkan gue merana bolak balik diselingkuhin terus sama dia.

Tapi gue bukan petualang cinta. Gue hanya petualang tempat wisata dan kuliner. Gue udah mulai lelah dan merasa keabisan waktu. Gue udah cape mengulang segala aspek percintaan dari awal lagi ketika gue udah menemukan yang cukup klik dan klop dengan gue. Makanya gue dulu berusaha bertahan terus sama dia.

Gue punya mimpi dan target yang gue bikin ketika gue masih kecil. Salah satu target gue saat itu, gue harus menikah di umur 23 tahun. Kemudian gue akan mempunyai anak di umur 25 tahun. Sehingga ketika anak gue di perguruan tinggi, insya Alloh gue masih bisa bekerja untuk membiayai pendidikan dia itu.

Alhamdulillah, satu per satu impian gue tercapai. Mulai dari bisa lulus perguruan tinggi, gue mulai bekerja di perusahaan kecil alias start-upuntuk belajar tentang dunia kerja, dan gue mendapatkan kekasih yang se-klik dan klop Bang Firzy. Walaupun untuk urusan cinta, gue masih belum berhasil (menurut gue) tapi minimal impian gue yang lain sudah tercapai dengan sempurna.

Jadi, gue ga bisa menunggu Bang Firzy untuk berubah sampai sepuas dia untuk berpertualang dengan cinta. Gue juga ga tau bisa bertahan seberapa lama untuk menunggu Bang Firzy di masa untuk ‘nakal selagi muda’. Gue mau tetep mencapai impian gue seuai target gue itu. Ya konsekuensinya, walaupun harus tanpa Bang Firzy.

“Mungkin gue kasih kesempatan dia dengan batas tertentu. Kalau suatu saat ternyata dia kembali mengulang kesalahan dan tidak ada inisiatif untuk berubah. Udah saatnya gue menyerah."

Hubungan itu tentang ‘take and gift’ bukan? Kalau gue 'gift' terus, apa gue ga merugi? Terus kapan Bang Firzy mau belajar menghargai gue dengan gantian untuk 'gift'?

Gue coba kasih dia kesempatan lagi. Kalau ternyata nantiya terjadi hal terburuk dalam hubungan kami kedepannya, gue harus terima. Karena itu adalah jawaban terbaik dari Tuhan untuk kami. Biar kami sama-sama belajar menghargai. Menghargai waktu, usaha, dan orang lain.

“Bismillah… Gue akan kasih dia kesempatan, lagi.” kata gue dalem hati seraya menggenggam tangan dia yang ada di paha dia.

Dia menengok ke arah gue sambil tersenyum. Ga lupa dia bilang “Sayang kamu…” sambil berbisik di kuping gue. Tapi ga gue bales, karena ga semudah itu mengucapkan sayang setelah apa yang telah gue lalui agar dia di sisi gue lagi. Gue cuman tersenyum kembali dan melepas genggaman tangan gue di dia.

“Secukupnya aja, Mi. Jangan berlebihan…” Reminder gue di dalam hati.


XOXOXO


Kalian tau tentang tradisi ‘melangkahi’? Itu lho, kayak semacam kepercayaan yang menjadi tradisi yang dilakukan oleh masyarakat jika ada seorang kakak yang dilangkahi oleh sang adik dalam urusan pernikahan, maka ia akan mengalami kesulitan untuk menemukan jodoh. Jadi, kalau ingin ‘melangkahi’ sang kakak, harus ada ritual khusus yang mesti dilakukan oleh si adik.

Dan itu yang lagi dibahas sama keluarganya Bang Firzy malam ketika kami kumpul. Kenapa? Karena kan Kak Dania akhirnya menikah lebih dulu daripada Bang Firzy. Ada sih yang bilang kalau tradisi tersebut cuman dilakukan jika sang kakak adalah seorang perempuan. Tapi ada juga yang bilang kalau tradisi tersebut berlaku apapun jenis kelamin sang kakak. Jadi, sebagai jalan tengahnya, kami memutuskan untuk tetap melakukan tradisi tersebut. Pamali istilahnya mah.

Bahasan pada malam itu, Bang Firzy menolak keras untuk melakukan tradisi ini. Dari awal, dia ga pernah keberatan untuk ‘dilangkahi’ Kak Dania dan ga mau ngerepotin pernikahan Kak Dania yang sampe harus melakukan ritual ini itu sebelum acara lamaran itu, apalagi kalau sampai harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi. Terjadi perdebatan malam itu. Dan keputusan akhirnya, kami ga melakukan keseluruhan ritual itu, kecuali dengan prosesi permintaan izin dari calon suami Kak Dania dan Kak Dania itu sendiri ke Bang Firzy sekaligus pemberian hadiah dari mereka berdua untuk Bang Firzy.

Selanjutnya kami membahas tentang teknis pelaksanaan lamaran, sampai akhirnya selesai dan gue dianterin pulang sama Bang Firzy.

“Gue ga mau dia ngeluarin uang lagi untuk tradisi begitu. Oke kita lakuin prosesi-nya nanti, tapi hadiahnya hanya berupa simbolis aja.” kata Bang Firzy keesokan harinya di rumah gue. Ya, dia nginep di rumah gue karena kemaleman pas nganterin gue ke rumah. Dia tidur di sofa ruang tamu rumah gue.

“Tradisi itu kepercayaan Zy. Semacam mitos yang kita ga pernah tau bener apa ga nya. Lu ga mau ngelakuin? Kalau lu nanti susah jodoh gimana?”

Bang Firzy nengok ke arah gue. “Susah jodoh? Jodoh gue itu lu. Kenapa gue mesti takut kalau gue bakalan kesusah nyari lagi? Gue ga ada niat nyari lagi kok.”

“…”

“Kenapa? Mau diperkarain lagi urusan hubungan kita?” Bang Firzy ngelirik gue tajem.

“Udah lah, fokus sama urusan adik lu dulu. Ga usah ngurus hubungan kita.” Gue males weekendbegini mesti debat sama dia. “Jadi selain dekor, yang mesti diurus cuman Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan aja kan?”

“Hmm. Ya sama beli hadiah.”

“Beli hadiah?”

“Biar gue beli sendiri hadiah buat gue itu. Nanti kasih ke Dania sebagai simbolis aja kalau dia emang udah ngasih hadiah buat gue.”

“Gapapa ya begitu?”

“Ya gapapa kali. Bismillah aja… Ga peduli juga gue. Yang penting dilakuin kan? Ayo siap-siap. Kan mau beli keperluan dekorasi bukan? Sekalian beli hadiahnya itu.”

“Lu mau beli apaan emang?”

“Hmm. Apa ya?”

“Apa yang lagi bener-bener lu butuhin saat ini?” tanya gue sambil kasih dia teh manis anget dan roti.

Cowok ini sok bule dan sok bos. Dia raja kalau udah di rumah gue, pasti orangtua gue nyuruh gue untuk melayani dia sebaik mungkin. Segitunya mereka ada keselnya sama Bang Firzy. Mereka fake? Entahlah. Mungkin mereka lebih lega kalau Bang Firzy ada di rumah daripada gue dan Bang Firzy ga jelas berkeliaran di luar rumah. Makanya mereka minta gue begitu.

“Gue kayaknya beli handphone aja deh… Kebetulan ada handphone yang udah gue incer. Handphone gue juga kebetulan kan udah harus ganti.”

“Yaudah, sekalian semuanya hari ini ya…”

“Iya, biar besok bisa pacaran. Berduaan sama gue.” kata dia sambil senyum ke arah gue dengan lesung pipi nya. Tapi maaf Biji Kuda, kali ini GA MEMPAN.

“Oh, bantuin gue bikin dekorasi kalau gitu.”

“Lu ga mau jalan-jalan? Gue mau ke Surabaya lho minggu depan.”

“Ya karena lu mau ke Surabaya minggu depan, makanya kalau bisa semuanya udah selesai sebelum lu pergi.”

“Yaudahlah.” Dia paling ga suka kalau kami debat di pagi hari. Dan gue udah sukses bikin dia badmood di pagi hari dengan nolak ajakan dia. Bang Firzy paling ga suka kalau ajakan atau keinginan dia ditolak mentah-mentah sama gue, entah kalau sama cewek lain ya.


XOXOXO


“Makasih ya, Mi… Bagus banget dekorasinya!” kata Kak Dania ketika gue dan Bang Firzy udah selesai bikinin dekorasi untuk spotfoto berupa silhouette pasangan yang menggunakan gaun dan kemeja. Dan dekorasi itu pun bertuliskan HAPPY ENGAGEMENT.

Lucu banget! Karena gue bikinnya seakan timbul. Gaunnya gue bikin bener-bener make bahan gaun beneran, begitupun dengan kemejanya. Jadi kayak gambar 3D gitu deh. Gue ga mau lamaran Kak Dania tanpa dekorasi begitu. Sepi aja rasanya nanti. Karena ya dia udah banyak biaya untuk resepsi dan kayaknya menekan biaya lainnya untuk sekedar dekorasi di lamaran. Jadi deh dia ga mikirin dekorasi lagi. Makanya selain ngurusin Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis, gue pun mikirin dekorasi lainnya. Semuanya murni dari biaya gue dan Bang Firzy. Itung-itung hadiah juga untuk dia.

“Makasih juga, Kak… Nanti dipajang di teras aja. Kan prosesi-nya mau di teras kan?”

“Iya, nanti pas kakak pulang dari Surabaya, bantu dekorasi-nya ya.”

“Mudah-mudahan aku pulang hari Kamis, ga Jum’at. Ya kalau ga dipajang aja sebelum aku berangkat.”

“Ga surprise dong buat tamu yang dateng nanti?” tanya nyokap dia.

Bang Firzy mendadak keliatan berubah mood dan ekspresi-nya. “Emang mau siapa lagi sih dikasih kejutan? Intinya kan buat Dania. Udah lah jangan dibawa ribet.” Gue ga ngerti kenapa Bang Firzy mendadak malah bersikap begini di rumahnya. Bikin awkward moment banget buat kami. “Ini kardus handphone baru Ija." Dia ngeluarin kardus dari dalem tas dia. "Udah dibungkusin semuanya sama Emi. Jadi tinggal dikasihin aja pas prosesi. Dania ga usah beliin Ija apapun lagi. Fokus aja sama lamarannya oke?”

Bang Firzy langsung ngeluarin barang yang ga dibutuhin dari tas-nya dan masukin baju kerja yang baru diambil dari lemari ke dalem tas dia. Gue dan keluarganya ngeliatin dia, kayaknya mereka berpikir sama kayak gue. Ini bocah mau kemana lagi packing begitu? “Lu mau kemana sih, Kak? Buru-buru amat.” tanya Kak Dania judes.

“Mau balik ke rumah Emi lah. Nganterin Emi pulang.”

“Pulang? Baru juga sampe di sini. Kemaren ga pulang. Sekarang mau ke sana lagi? Mau nginep lagi ga pulang? Besok itu Senin, hari kerja. Heh. Di rumah itu, adik kamu mau lamaran. Kamu ada bantu adik kamu emang? Pacaran terus aja kamu sama Emi. Ga pernah ada di rumah!” Mendadak nyokap dia malah emosi dan marahin Bang Firzy, di hadapan gue.

Gue ngerasa ini waktu yang tepat untuk gue pergi.

“Apaan sih? Kapan Ija ga ada buat Dania? Skripsi, prewedding, sekarang sampe lamaran Dania semua diurusin sama Ija dan Emi. Masa masih kurang juga? Masih nuntut Ija buat standby untuk Dania???”

“LHO? LHA IYA LAH! KARENA KAMU KAKAKNYA!”

“TAPI IJA BUKAN CALON SUAMINYA DANIA! JADI IJA JUGA BOLEH DONG ISTIRAHAT DULU NGURUS URUSAN IJA JUGA???”

Nyokap Bang Firzy mendadak ngeliat gue. “Kamu pulang aja, Mi! Bisa kan? Ga usah dianterin Ija. Biar Ija di rumah. Suruh istirahat. Biar ga sakit pas hari H lamaran. Malu-maluin. Jadi sakit-sakitan begitu.”

“Sakit jadi malu-maluin?” Bang Firzy nahan tangan gue. “Gue anterin.”

Gue ngelepas tangannya Bang Firzy. Gue jalan ke nyokapnya untuk salim. “Aku pulang dulu Tante. Maaf ngerepotin selama ini. Nanti insya Alloh aku dateng pas lamaran buat bantu-bantu lagi.” Gue senyum ke Kak Dania. “Aku pamit dulu ya, Kak…”

“Iya. Makasih, Mi… Ija biar di sini aja.”

Gue jalan keluar dari rumah mereka dan langsung pulang naik angkutan umum yang ada di depan komplek. Entah apa yang dibahas sama Bang Firzy dan keluarga saat itu selanjutnya. Bang Firzy sama sekali ga ngejar atau menghubungi gue lagi.

Kejadian itu bikin gue mikir. Kedua belah pihak dari keluarga kami seakan menolak hubungan kami. Bokap dan nyokap dia begitu. Sekarang nyokap dan adik dia begini. Ya walaupun kakek dan nenek kami sama-sama mendukung hubungan kami. Tapi semua restu kan dateng utamanya dari orangtua bukan?

Di satu sisi, Bang Firzy juga susah banget berubah untuk lebih setia dan mau jujur sama gue. Dia seakan masih menutupi banyak hal dari gue dan masih punya beberapa rencana yang kayaknya ga akan gue suka.

Eh di sisi lain, kemarin saudara sepupu dia yang terkenal ketusnya keliatan ga suka dan ga mau menganggap gue ada di persiapan lamaran itu. Beliau ga mau menatap gue, ga mau salaman dengan gue, bahkan keliatan jijik saat melihat gue. Mungkin karena gue beda kasta dengannya dan keluarganya yang keliatan banget keluarga dari keturunan darah biru.

Sedangkan gue? Saat itu dateng dengan kemeja kerja bekas ibu gue kerja dulu dan celana jeans lama dari saat gue awal kuliah. Sneaker gue pun masih sneaker lama yang udah belel warnanya. Cuman tas backpack dan handphone gue aja yang baru. Ga ada yang bisa dibanggakan banget deh dari gaya dan fisik gue. Mungkin beliau kurang setuju karena itu. Entahlah.

Berasa berat banget mendampingi seorang Firzy kalau gue mikirin kondisi hubungan kami dan faktor pendukungnya saat itu.

Semoga gue kuat.


XOXOXO


Quote:


Percakapan singkat gue dengan Bang Firzy setiap kali dia mau ke luar kota. Dia pasti ngabarin gue ketika dia naik bus bandara, naik dan turun pesawat, sampai dia mulai survey. Dia biasanya bakalan nelpon gue kalau dia udah balik ke hotel atau minimal kerjaannya udah beres. Rutinitas pasti yang walaupun kita udah sempet putus, ga dia lupain begitu aja.

Kalau dia lagi jauh dan kerja, gue cuman bisa menunggu dia dan ya percaya segalanya sama dia. Berharap dia dilancarkan segala urusannya, tanpa kendala apapun. Dia aman dan selamat. Dan ya dia bisa dipercaya untuk ga macem-macem sama klien atau cewek lain.

Dia yang selalu bareng sama gue aja ternyata bisa punya hubungan sama cewek lain. Gimana kalau dia lagi jauh sama gue? Apapun bisa terjadi bukan? Sebenernya ini udah jadi concerngue sejak lama. Tapi ya gue ga mau terus menerus dikatain tukang asumsi terus sama dia kalau ga ada bukti sama sekali. Jadi ya gue percaya aja.

Tanpa terasa, malam tiba. Gue udah di rumah dan Bang Firzy udah selesai menyicil pekerjaan dia di hotel. Dia ngajak gue video call, soalnya dia mau nunjukin kamar hotelnya yang bagus banget. Dia dikasih hotel bintang 4, sendirian.

“Andai kamu ada di sini…” kata dia sambil tiduran di kasur.

“Tumben suasanya jadi romantis begitu. Lagi jatuh cinta apa gimana? Abis ketemu gebetan ya?” Ya, pertanyaan ini jadi lebih berani gue utarakan ke dia mengingat kebiasaan dia di belakang selama beberapa waktu ini.

“Kok malah jadi nuduh begitu? Kenapa ini?”

“Ya abis kayaknya seneng bener hari ini. Ngomongnya make aku-kamu..."

"Ya seneng lah aku. Wong dapet hotel begini---”

“Iyaaa... Sendirian lagi, terus jauh dari Emi. Nikmat bener. Ya kan?”

“Awas aja baper karena asumsi kamu sendiri, terus jadinya marah atau bete sama aku ya.”

“Ga kok. Biasa aja.”

“Yaudah, buka baju buru.” kata dia sambil senyum ‘Sini Sama Om’ ke arah gue.

“Lha? Kenapa harus buka baju? Baju aku jelek?” Pertanyaan (sok) bodoh dari gue.

“Kita video call s*x buru. Kan belum pernah tuh. Mumpung jauh dan sendiri-sendiri.”

“Lha? Kenapa mendadak ngajakin begitu? Kamu tuh ngajak aku balikan kayaknya cuman karena selangkangan doangan ya? Ga bener-bener niat kepengen balikan?”

“Yeee… Kenapa malah begitu sih mikirnya? Aku bener-bener kepengen balikan lah. Kalau ga kepengen, ngapain ngakuin kamu calon aku ke orang-orang?”

“Ya mungkin karena biar kamu ga malu atau dianggep ga laku? Hayooo~ Kan kamu udah diputusin sama Lira.”

Dia keliatan mau mengalihkan pembicaraan ga asik ini. “Apa sih, buru! Gue buka juga nih!”

“Buka gimane? Gue di sini, lu di sana!”

“Gue buka celana gue duluan nih! Yakin ga mau???” Dia bener-bener ngebuka celana pendek dan dia jalan ke arah cermin gede yang ada di kamar itu. “Sayang lho! Buka lagi ga?”

“Kok malah lu sih yang ngegodain gue?” Gue jalan ke arah pintu kamar gue. Memastikan kalau kamar gue udah ditutup. Ketika udah memastikan, gue kembali melanjutkan video call gue dan dia. “Ayo dong, buka kalau berani!”

Jujur, gue ga kepengen banget video call kayak begini sama dia aslinya. Mending langsung kalaupun mau. Tapi ya karena dia udah keburu melorotin celana, ya gue ikutin aja mau dia sampe gimana. Lucu juga. Itung-itung hiburan gue dikala gue galau dengan segala ketidakpastian idup gue ini.

Spoiler for 18+ ALERT (BACA KALAU UDAH BUKA PUASA):


Dan semua pun terjadi sebagaimana mestinya.


XOXOXO


Quote:


Dan dia ga bales-bales lagi chatgue siang itu.

Mau curiga? Banget.

Mau nuduh? Kepengen sih. Tapi ga punya bukti kuat.

Mau kepo? Yang ada besok di acara lamaran Kak Dania, dia bakalan ogah-ogahan. Pasti gue kena omelan nanti.

Yang bisa gue lakuin cuman pasrah, berharap ada jalan untuk gue tau apa yang dia lakuin di belakang gue. Lagi. Di sana.
dennisCS1
Tika1909
yudhiestirafws
yudhiestirafws dan 30 lainnya memberi reputasi
29
Tutup