syrmeyAvatar border
TS
syrmey
Aku Terima karena Allah




emoticon-Menang emoticon-Cendol Gan







Quote:





Quote:







PROLOG


Hiruk pikuk orang-orang berlalu lalang dalam rumah mempersiapkan segala keperluan untuk acara akad nikahku yang akan dilaksanakan hari ini. Sebenarnya batinku masih merontak, tidak hendak menuruti kehendak ayah dan ibu. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, aku benci situasi ini, aku benci suasana ini. Tiba-tiba air mataku jatuh. “Pengantin prianya sudah datang!” terdengar suara itu samar-samar. Tidak lama ibu pun masuk dan membimbingku keluar. Aku sudah duduk di samping Azzam, dan bapak penghulu sepertinya juga sudah siap.

Bismillahirrahmanirrahim

Ankahtuka wazawwajtuka maktubataka binti Syafahira Dhanisa alal mahri bi mahrin mushafin hallan”
suara Pak Ahsan

Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi wallahu waliyu taufiq” suara Azzam yang tak kalah lantang dari suara ayah.

“Sah!”

“Sah!”

“Alhamdulillah”


Tak terasa air mataku mengalir. Kini aku resmi menjadi istri Azzam. Aku tidak tahu bagaimana perjalanan hidupku selanjutnya.

Ibu memberikan kode agar aku mencium tangan suamiku.

Aku menurut dan mencium tangan Azzam, harum. Setelah aku mencium tangannya ia berbalik mencium keningku dengan lembut.

Ayah menepuk pundak Azzam sambil mengatakan sesuatu. “Azzam, ayah titip Nisa dengan kau, tolong jaga dia”

Azzam mengangguk. “Iya ayah. Aku akan menjaganya”

Ayah menepuk kembali pundak Azzam pertanda ia yakin kalau Azzam akan menjalankan kewajibannya.

***


Malam ini bintang bertaburan dilangit, mereka seolah-olah berlomba-lomba untuk menampakkan sinarnya yang paling terang. Aku masih duduk dikursi sambil menghadap jendala, kepalaku menengadah ke langit. Hembusan lembut angin malam menerpa wajahku membuat rambutku yang terurai sebahu, tersibak.

Clek

Suara pintu kamarku terbuka. Aku yakin itu pasti Abang Azzam. Aku hanya diam tidak menggubrisnya. Meskipun kami berdua di kamar ini, tapi belum ada percakapan yang berlangsung. Hening!. Sunyi! hanya terdengar suara jangkrik memecah kesunyian.

Aku merubah posisiku, menghadap Abang Azzam yang duduk di tempat tidur. Ada sesuatu yang aku hendak tanyakan.

“Abang kenapa abang terima?” kataku memulai. Aku menanyakan itu karena batin masih saja menolak.

“Saya terima karena Allah...”

“Maksudnya karena Allah?” tanyaku tidak paham.

Lama abang Azzam diam, lalu berbicara lagi menjawab pertanyaanku. Aku merubah posisiku kembali seperti semula, menengadahkan kepala menghadap ke langit dengan jendela kamar yang masih terbuka.

“Saya terima karena Allah subhanahuwata’ala. Kita ini ijab dan qabul maknanya bahwa saya memanglah ditakdirkan untuk berjodoh dengan Nisa. Itu maksud saya karena Allah. Kalau Allah tidak mengizinkan, tentu kita tidak akan menikah. Sesungguhnya Allah itu Maha Adil. Jodoh, maut semuanya sudah diatur oleh Allah.”

Suara Abang Azzam terputus.

“Mungkin begitulah ketentuannya Nisa. Kalau jodoh saya memang dengan Nisa, tentu mau menunggu sampai kapan pun kita pasti akan tetap menikah. Kalau Nisa masih belum ikhlas bersuamikan saya. Tidak apa. Saya iklas, sampai suatu saat nanti Nisa mau menerima saya sebagai suami Nisa. Dan Nisa juga bisa menerima saya karena Allah.








Diubah oleh syrmey 12-04-2020 23:28
0
1.2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
syrmeyAvatar border
TS
syrmey
#6
Aku Terima karena Allah
CHAPTER 4


“Abang! kenapa abang setuju!” tanyaku dengan nada pelan, takut-takut kalau nanti ada yang mendengar percakapan kami.

Ustadz Azzam memutar badannya ke arahku. Pandangannya dijatuhkan ke mukaku.”Berikan saya sepuluh alasan kenapa saya mesti menjawab pertanyaan Nisa?”

Entah mengapa aku merasakan sikap Abang Azzam sedikit berbeda dengan ketika dia mengajar di kelas.

“Abang yang seharus patut memberikan sepuluh alasan kenapa Nisa harus ikut keputusan itu!” balasku geram. Itu keputusan ibu dan ayah bukan keputusanku.

Abang Azzam hanya terseyum tipis. “Saya punya alasan kenapa saya mau menerima ini”

Jawaban abang Azzam membuatku semangkin mengeryitkan dahi karena bingung mendengarkan kata-katanya.

Abang Azzam memasang muka pura-pura tidak paham. Dia bergerak sedikit seperti hendak menyambung kembali ucapannya yang terhenti.
“Abang! abang bisa kalau ingin menolaknya. Abang bilang saja kalau abang sudah punya pilihan sendiri. Nanti Nisa akan beritahu mereka,” spontan otakku bekerja, hingga keluarlah ide itu.
Siapa tahu, ustad satu ini sudah ada pilihan sendiri, cuman tidak sanggup hendak menolak, karena aku tahu ustadz sangat menjaga hati orang tua. Abang Azzam diam sejenak. Tanpa menoleh ke arahku dia membalas. “Pilihan mereka adalah pilihan saya. Nisa tidak usah khawatir akan itu” ucap Ustadz Azzam, singkat.

Dahiku berkerut. ‘Huh! jawaban macam apa yang aku dengar ini, dia terlihat pasrah saja, seperti dialah anak gadis yang akan dipaksa menikah. Sekarang ini, anak gadisnya adalah aku, tahu!’, keluhku dalam hati.

***


Sepertinya malam ini ayah dan ibu akan pulang larut malam lagi karena sibuk. Aku berjalan menuju dapur. Ku buka lemari es, mataku memutar mencari sesuatu. Meskipun lemari es ini terisi penuh, tapi sepertinya tidak ada yang bisa dimakan. Inilah akibatnya kalau tidak ada keinginan untuk belajar memasak.

Aku mengeluh. Aku menutup kembali lemari es itu. “Apakah aku harus makan mie lagi malam ini?” ucapku. Cukuplah sudah dua hari berturut-turut ini aku makan mie instan, masa malam ini makan mie lagi, bisa-bisa aku tambah bodoh. Aku berjalan ke kamar. Kosong. Sunyi. Ah! inilah penyakit aku apabila tinggal diam di rumah sendirian. Aku kemudian menggapai telepon yang berada di atas meja, kemudian mencari nama Fey lalu menekan panggilan telepon. Tak lama suara Fey terdengar.

***


Cukup lama aku menunggu Fey sampai akhirnya ia tiba juga di warung Mak Silah dengan menggunakan motor gede miliknya.

“Lambatnya kau nih!” nadaku kesal. Hampir setengah jam aku menunggu, hampir saja aku menjadi lumut di sini karena lama sekali menunggu kau Fey.

Fey hanya membalas dengan senyum tipis. Fey kemudian meminta kepada Mak Silah untuk membuatkannya segelas coffie.

“Maaflah! aku tadi ada urusan dikit”, ucapnya memberi alasan sambil tangan sibuk merapikan rambutnya yang acak-acakkan akibat tertiup angin.

Aku memandang Fey dengan sedikitpun tidak berkedip. Seperti biasa aku mencoba membaca raut wajahnya ketika dia memberikan alasan.

“Kau tidak bohongkan!” tanyaku yang sedikit menyergap Fey.

Fey mengigit bibirnya. Seketika pandangannya dialihkan ke arah lain sebelum dia memandang aku kembali.

“Sumpah! aku tidak akan bisa membodohimu Nisa” balasnya perlahan.

Aku tertawa begitu Fey mengaku, “Itu kau tahu, kau mau berbohong, tetapi masalahnya kau kurang pandai”

Fey hanya mengeleng-gelengkan kepalanya saja.

“Kau sudah pesan makanan belum?” tanya Fey.

“Sudah. Barusan tadi”

“Okey” Fey membalas pendek. Tidak lama kemudian dia tersenyum dan mengangkat tangannya ke arah seseorang yang ada di belakangku. Spontan saja aku menoleh. Tiba-tiba berdesir darahku ketika melihat abang Azzam sedang melihat kami berdua di sini. Matanya seperti mau menerkam aku. Akupun langsung mengalihkan pandangan. Aku mengigit bibirku. Ada sedikit perasaan takut. ‘Kenapa ustadz nih datang juga ke warung Mak Silah malam-malam begini’ pikirku.

***


Seminggu sebelum ayah dan ibu berangkat, aku dengan abang Azzam sudah melaksanakan akad, dan telah sah menikah. Setelah menikah, dari awal ibu sudah memberitahu aku tentang rencananya. Setelah aku selesai melaksanakan ujian kelulusan tingkat madrasah. Ia ingin mengadakan acara resepsinya di rumah. Dan ia ingin aku mengundang seluruh teman sekolahku. Seketika saja, aku tidak bisa bayangkan bagaimana aku akan melayani teman-temanku nanti, ketika aku berdiri duduk berdampingan di pelaminan dengan abang Azzam. Itu berarti lima bulan lagi aku akan naik dipelaminan duduk bersanding dengan abang Azzam. Tak bisa aku bayangkan. Akupun belum hendak ingin memberitahu perihal ini dengan sahabatku Jihan, Jovan, Fey, dan Sadam. Bukannya aku tidak percaya dengan mereka, tapi aku takut kalau nanti dia cerita dengan teman-teman yang lain di sekolah bagaimana?.

Aku teringat kembali jawaban abang Azzam ketika aku menanyakan perihal kenapa ia mau dan setuju dengan ide untuk perjodohan ini. Aku dengan sabar mendengar jawaban yang keluar dari mulut dia yaitu.

“Saya terima karena Allah”

Sumpah sebenarnya aku tidak paham maksud dia. Karena Allah? kenapa? Apakah aku ini sudah seperti anak gadis yang hanyut dalam pergaulan yang salah, sehingga dia mengatakan terima aku karena Allah? apakah aku ini nampak seperti anak gadis yang sudah terjerumus dalam dunia kemaksiatan, atau dia terima aku karena ...... Argh! entahlah!.



~Bersambung...
Diubah oleh syrmey 12-04-2020 23:22
0