indahmamiAvatar border
TS
indahmami
Cinta Dua Dunia, Wanita di Balik Cadar [TAMAT]








Quote:













Prolog




Sepoi angin dingin menusuk jiwa dalam kebekuan. Barbalut malam bertaburkan bintang-bintang, Seseorang duduk di tepian taman berhiaskan berjuta warna. Bersimpuh menatap tingginya langit malam. Air matanya terjatuh mengaliri pipi hingga ke hati, kosong menatap ribuan mil cahaya gelap.



"Kamu di sini, Zhe?" tanya seseorang dari samping.


"Iya, lagi pingin di sini," Zhe menjawab dengan singkat tanpa menoleh.


"Udah malam, kamu nggak pulang?"


"Sebentar lagi, Ve. Temani saja aku di sini," pinta Zhe.


"Sebenernya mau ngajak makan, tapi kalau maunya di sini, ya,  nggak apa-apa."



Berdua hening menikmati malam yang semakin tenggelam. Aroma harum bunga menggoda penciuman hidung mungilnya. Begitu syahdu ditemani seorang sahabat sekaligus saudara. Saudara tidak harus sedarah, bukan? Zhe dan Veronica adalah sahabat sejak mereka kecil, lebih kental daripada ikatan sedarah.



"Udah malam, Zhe. Yakin masih pingin di sini?" tanyanya menyelidik.


"Baiklah, aku menyerah. Mari kita pulang." 



Berdua bangkit dari tempat duduk yang berbahan besi, bercorak hitam dengan hiasan ukiran di sisi kanan dan kiri. Mereka berjalan menyusuri gelap malam dengan penerangan yang semakin terang. Namun, tidak mampu menerangi kegelapan dalam hatinya.



"Cepat pakai helmnya, malah ngelamun terus," ucap Ve membuyarkan lamunan.

"Eh, udah sampai parkiran. Okedeh, mana helmnya?"



Setapak demi setapak jalan telah mereka lalui, jarum jam terus berputar. Akhirnya, mereka tiba di kediaman kos bertembok coklat dengan pintu sederhana, kamar ukuran 3x3 menjadi tempat paling nyaman untuk melepas penat dan lelah setelah seharian berutinitas.



"Zhe, aku pulang dulu. Besok ke sini lagi, kamu jangan kemana-mana," kata Ve dari luar pintu kos.




Suara motor Ve menjauh sampai tidak terdengar lagi. Sepertinya malam akan sangat panjang. Zhe membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur berseprai ungu dengan lipatan-lipatan manis di setiap ujung.




Dada membuncah penuh deru amukan ombak mematikan. Zhe mencoba menutup kelopak mata, tapi tetap tidak sanggup. Bayangan itu, bayangan hitam yang selalu menghantui bertahun-tahun hingga mematikan seluruh urat saraf panca inderanya. Bahkan masih membekas indah diseluruh bagian raga dan jiwa.




Sekali lagi, Zhe mencoba memejamkan mata berharap malam menenggelamkan segala kegundahan jiwa. Melupakan semua dan berharap amnesia atau mungkin mati adalah jalan paling indah. Namun, Zhe tidak selemah itu, masih banyak orang yang menyayanginya daripada yang ia sayangi.






Tik Tok Tik Tok






Dentuman suara jarum jam terus berputar, tapi mata masih segar menatap langit-langit.


"Sepertinya sudah saatnya untuk sholat malam, siapa tahu kegelisahan hati akan menghilang," gumamnya.



Zhe bangkit dan berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh diri, sebelum berserah diri kepada Sang Maha Pencipta.


"Ya Allah, berikan aku sebuah petunjuk untuk pilihan hidup yang aku jalani. Jika dia memang jodohku, dekatkan sedekat mungkin dan rubahlah dia menjadi yang paling terbaik. Namun, jika tidak, berikan jalan yang terbaik untuk kehidupan kami," senandung do'a yang dia panjatkan di setiap hajat.



Zhe merasakan ketenangan setelah mengutarakan keluh kesah hidup yang dialami. Zhe hanyalah manusia yang tidak mampu bercerita, tapi tidak mampu memendam segala derita seorang diri.




Bersambung...




Diubah oleh indahmami 26-03-2023 09:43
disya1628
kadalbuntingzzz
gajah_gendut
gajah_gendut dan 77 lainnya memberi reputasi
76
23.8K
484
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
indahmamiAvatar border
TS
indahmami
#192
Part 13



Langit senja, mereka menyudahi segala aktivitas di pantai. Meskipun pengunjung semakin banyak berdatangan, tapi mereka lelah seharian bermain pasir dan air laut. Tubuh mereka penuh pasir, mereka berjalan ke kamar mandi membersihkan diri. Sebagian dari pengunjung ada yang pulang dan sebagian masih bermain di pantai.


"Sayang, kamu tunggu di motor, yah. Aku mau beli minuman dulu," ucap Irul setelah mengusap pucuk kepala, Zhe mengangguk dan melihat Irul sampai tidak terlihat.


Zhe asyik membuka chat di ponselnya, sampai tidak menyadari ada seseorang yang datang di sampingnya.


"Ehm."


Zhe menengok, dahinya mengernyit menatap cewek cantik di sampingnya. Baru sekali dia melihatnya.


"Kamu, Zhe 'kan?" Zhe mengangguk.


"Kenalin aku Mega dari ekonomi."


"Zhe."


"Aku denger kamu deket sama Irul. Bukannya ini motor Irul?" Zhe mengangguk. "Punya hubungan apa?" tanya Mega menyelidik.


"Aku-" Seketika lidah Zhe kelu, dia baru menyadari bahwa dia bukan siapa pun jika ditanya status.


Mega diam menunggu jawaban cewek di depannya, dia penasaran hubungan di antara mereka berdua. Sebab setiap kali Mega mendekati Irul, Irul selalu menjauh. Meskipun tidak menolak kebaikan Mega.


"Apa? Aku penasaran sama hubungan kalian. Aku lama banget suka sama Irul, mungkin sejak bertemu pertama kali daftar jadi mahasiswa baru." kata mega memandang langit senja, semilir angin menerpa wajah cantiknya. Poni sedikit menutupi alis dan rambut belakang yang dibiarkan terurai panjang, sehingga berkibar terkena angin.



Zhe tahu apa yang cewek cantik itu maksud, tapi Zhe memilih tersenyum. Bukan hanya sekali, sudah sering cewek yang dekat dengan Irul terang-terangan bertanya dan mendekatinya. Ada yang menyangka saudara, sebatas teman, atau pacar. Zhe menghela napas dalam, baginya ini berat dan membingungkan.


"Tapi setiap aku mendekati Irul, dia selalu menjaga jarak. Contohnya barusan kita ketemu di sana. Dia hanya tersenyum, lalu pergi. Padahal aku seneng banget bisa ketemu dia di sini, tanpa janjian. Apa mungkin kita berjodoh?" ujar Mega penuh keyakinan.


Jantung Zhe berhenti berdetak per sekian detik, seperti ada panah yang menancap di hatinya. Seperti ada pisau yang menggores permukaan kulit. Sakit dan perih, tapi Zhe bungkam. Dia tidak sanggup mengeluarkan satu kata saja, lidahnya kelu. Dadanya sesak, Zhe butuh udara dan pikiran yang jernih.


"Sory, kayaknya aku kebanyakan ngomong sama kamu. Thanks udah mau kenalan, titip salam buat Irul," katanya pergi meninggalkan Zhe yang mematung.


Baru pagi tadi mereka berbincang romantis dan manis, tapi kenyataannya tidak semanis itu. Zhe selalu perang melawan hatinya, rasa sakit, kecewa, marah, dan sedih. Zhe tidak mampu berbuat banyak selain berharap Irul datang melamarnya. Namun, itu mustahil. Mereka baru kuliah dan Irul belum bekerja, meskipun Irul dari keluarga kaya. Dibandingkan dengan Zhe, dia bukan siapa pun.


Lagi-lagi perasaan itu datang menyerang, hatinya berubah mendung, dia enggan menatap langit dengan tersenyum. Irul melihatnya dari kejauhan, dahinya mengernyit. Tadi mereka tertawa bersama, sekarang berubah sendu. Irul mendekat dan memberi sebotol minuman.


"Ada apa, Sayang? Perasaan tadi ceria, kenapa berubah jadi murung gitu?" tanya Irul dan memeluk pinggang kekasihnya. Zhe tersenyum dan menggeleng.


"Kebiasaan, kalau ada sesuatu cerita. Biar nggak ada suudzon di antara kita. Aku nggak suka kamu gini terus. Aku tahu kamu nggak bisa marah, tapi bikin aku tersiksa kalau kamu diam nggak mau berbagi." Zhe menghela napas, mungkin dia harus bercerita.


"Rul, kamu beneran sayang sama aku?" Irul yang mendapat pertanyaan itu seketika tertawa.


"Aku serius!" Irul langsung terdiam, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.


"Cinta, Zhe. Aku mencintaimu, kamu kan tahu perasaanku bagaimana ke kamu," ucap Irul tersenyum berusaha menenangkan kekasihnya. Irul mengerti, Zhe selalu berperang dengan hatinya sendiri.


"Kalau aku nyuruh kamu ngelamar besok, kamu mau?"


"Uhuk!" Irul tersedak kaget.


"Sayang, kamu yakin?" Zhe mengangguk.


"Aku siap kapan saja kamu minta. Soal finansial, aku buka toko kecil-kecilan buat kehidupan kita," jelas Irul semakin mengencangkan pelukan.


Zhe tersenyum dan menyandarkan diri pada kekasihnya. Angin dingin menyapa tubuh mereka, Irul mengeratkan pelukan. Menikmati setiap detik momen indah, di hati masing-masing memiliki harapan dan impian. Termasuk menikah dan menua bersama.


Meskipun mustahil, mereka akan berusaha memantaskan diri masing-masing. Irul yang belajar menjadi kepala keluarga, suami, dan ayah yang baik, sedangkan Zhe berusaha menjadi ibu dan istri, serta teman hidup yang teduh untuk Irul.


Langit semakin gelap, masih ada pengunjung yang jalan-jalan di pantai. Mereka pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat dan berdoa satu sama lain. Lampu-lampu penerang yang minim, menambah kesan romantis. Mereka duduk di bawah langit dengan secangkir kopi dan cemilan, berbincang ngalor-ngidul tidak jelas. Bercanda gurau saling menggoda, tidak ada dinding pemisah.


"Sayang, kamu serius yang tadi?"


Zhe menatap Irul dengan intens, lalu tersenyum dan mengelus pipi kekasihnya. Zhe mengangguk dan menutup wajah dengan kedua tanganya. Irul langsung memeluk Zhe, mereka tidak peduli pada beberapa pasang mata yang menatap.


"Aku seneng banget, Yang. Walaupun umur kita baru segini. Tapi aku optimis, semoga orang tuamu merestui dan menerimaku," ucap Irul mencium pucuk kepala tanpa melepas pelukan.


"Apa mimpimu, Sayang?"


Zhe terdiam dan melepas pelukan, berbalik menerawang langit malam. Irul memeluknya dari belakang, menguatkan kekasihnya.


"Aku mau melihat orang tua dan kamu bahagia, Rul. Selain bisa menggapai cita-citaku. Asal selalu bersamamu, aku bahagia."


"I love you, Sayang," ucap lirih Irul dan mengeratkan pelukan.


Mereka tenggelam dalam perasaan masing-masing, debur ombak dan riuh air menemani persatuan hati.


"Mau pulang sekarang, Sayang?"


"Sebentar lagi, Rul. Biarkan seperti ini, sebentar lagi."


Irul mengangguk dan mengeratkan pelukan, dia akan melakukan apa pun untuk kekasihnya. Meskipun harus menolak banyak cewek cantik yang menurutnya jauh lebih sempurna di atas Zhe, tapi hatinya tidak mampu berpaling. Zhe bahagia malam ini, dia seolah dekat dan semakin dekat dengan Irul. Dia merasakan setiap degub jantung dan kehangatan Irul. Zhe rela waktu berhenti per sekian menit agar tetap seperti ini.


Kemudian mereka bangkit dan berjalan menuju parkiran, saling menggenggam erat jemari seolah tidak ingin berpisah. Irul memberikan jaket dan helm pada Zhe dan memastikan semua siap. Mereka harus pulang karena jam menunjukan pukul delapan malam dan berdoa agar orang tua Zhe tidak marah. Namun, sebelum memutar kontak dan menyalakan mesin motor.


"Rul!" panggil seseorang.




Bersambung....
Diubah oleh indahmami 16-07-2020 03:29
disya1628
kadalbuntingzzz
actandprove
actandprove dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup