n4z1Avatar border
TS
n4z1
Warga Tolak Pemakaman Perawat di Semarang, PPNI Solo: Tidak Manusiawi, Tak Ada Nalar


Warga Tolak Pemakaman Perawat di Semarang, PPNI Solo: Tidak Manusiawi, Tak Ada Nalar

SOLO, KOMPAS.com - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Solo, Jawa Tengah, mengecam aksi penolakan pemakaman jenazah seorang perawat asal Kabupaten Semarang yang meninggal karena positif Covid-19.

Penolakan pemakaman dinilai merupakan bentuk diskriminatif dan tidak masuk akal sehat.

"Mengecam keras atas perlakukan oknum yang sangat diskriminatif dan tidak masuk nalar sehat, yang telah menolak pemakaman jenazah perawat yang meninggal dalam tugas karena merawat pasien Covid-19," kata Ketua DPD PPNI Kota Solo Suminanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/4/2020).


Suminanto mengatakan, bagaimana bisa orang yang bertugas menolong pasien Covid-19 dan akhirnya tertular, bahkan meninggal, diperlakukan secara tidak manusiawi, ditolak dimakamkan di pemakaman umum oleh warga.

"Ini sangat ironis. Jiwa perawat untuk untuk selalu mengabdikan diri demi kemanusiaan yang menjadikan perawat tegar dan kuat, meskipun nyawa harus dikorban. Masih ada oknum yang menolak jenazahnya dimakamkan. Sangat tidak menusiawi," ujar dia.

Karena itu, DPD PPNI Kota Solo mendorong pemerintah dan pemangku kepentingan agar mengambil langkah nyata untuk memberikan sanksi tegas kepada siapapun yang melakukan tindakan tersebut.

Serta memberikan edukasi atau pendidikan kepada masyarakat untuk menghentikan stigmatisasi kepada korban Covid-19.

"Kami meminta kepada seluruh masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh sebagian oknum warga yang melakukan stigmatisasi kepada korban Covid-19," ujarnya.

Sementara itu, untuk mengoptimalkan perlindungan kepada para perawat selama pandemi Covid-19, DPD PPNI Kota Solo membentuk Gugus Tugas Covid-19.

Gugus tugas ini bertujuan untuk menampung dan memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi perawat di lapangan.

Sebelumnya diberitakan, seorang perawat asal Kabupaten Semarang yang positif corona meninggal dunia pada Kamis (9/4/2020) siang.

Perawat yang bekerja di RSUP Kariadi Semarang tersebut rencananya akan dimakamkan di TPU Sewakul.

Namun, karena ada penolakan, akhirnya jenazah perawat itu dimakamkan di Bergota makam keluarga RSUP Kariadi Semarang.
sumber

********

Ini bukan lagi bicara tentang kurangnya dan minimnya edukasi. Ini lebih kepada pola pikir dan literasi.

Masyarakat Indonesia lebih menyukai berita tentang keburukan. Mereka terlalu lama dijejali dengan berita provokatif yang dipertontonkan oleh banyak pihak, disajikan dengan begitu menggebu-gebu oleh media, dibumbui dengan judul seram oleh para youtuber alay recehan, sehingga lambat laun membentuk pola pikir yang kalau boleh dibilang.... bodoh.

Seorang kepala RT, istrinya perawat, dan pastinya dia terpelajar serta lebih terbuka wawasannya dibanding warganya. Mengapa justru dia yang memimpin penolakan? Sungguh naif apabila dia beralasan dirinya hanya menyampaikan aspirasi. Dia ini kepala RT atau corong toa? Bagaimana jika istrinya yang perawat itu yang meninggal karena corona? Apakah istrinya juga tidak tersinggung ketika suaminya menolak jenazah yang pada akhirnya diketahui bahwa itu adalah jenazah perawat yang meninggal akibat berjuang menangani pasien yang terkena virus corona?

Kata maaf saja sebenarnya belum cukup. Hafus ada efek jera sebenarnya untuk memberi pelajaran bagi lainnya. Harus ada langkah hukum. Dan jika aparat mau menelusuri berdasarkan pengakuan si RT koplak ini, pastinya akan diketahui provokator utamanya. Angkutlah. Penjarakan.

Kalau saja ada sumpah serapah serta doa buruk bagi warga sana, pasti selalu ada yang membela. Ya sudah. Tak perlu dihujat. Tak perlu disumpahi. Tak perlu didoakan buruk. Tinggal menunggu saja ada warga sana yang terpapar corona. Mau tahu apakah akan ditolak atau tidak?

Dalam wabah yang menakutkan ini, sebagian masyarakat Indonesia memang telah kehilangan nalar dan logika. Otak mereka hanya sebagai pelengkap tempurung kepala.

Sebagian berharap Indonesia rusuh.
Sebagian berharap pemerintah jatuh.
Seakan berita baik adalah berita buruk.
Berharap korban semakin banyak.
Dan mereka terus memprovokasi di sosial media.
Padahal mereka tak pernah berbuat apa-apa.

Semoga kasus penolakan ini adalah yang terakhir. Jika ada lagi, maka semoga bukan hanya kata maaf yang ditunggu, tapi proses hukumlah yang dinantikan.

Dan bagi pak RT koplak itu, biarkanlah sekarang ini dia menyesali perbuatannya yang akan dia ingat sampai kapanpun juga.
4iinch
sebelahblog
secer
secer dan 16 lainnya memberi reputasi
17
4K
78
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
mengaku_tobatAvatar border
mengaku_tobat
#15
UNGARAN woi bukan SEMARANG

Enak wae dipadakke emoticon-Mad:
adhitsulistian
adhitsulistian memberi reputasi
1
Tutup