Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

wiispicaAvatar border
TS
wiispica
[SFTH] [Horror] Pendakian Berujung Petaka
Cerita Horror Para Pendaki





Gunung memiliki beberapa peraturan tidak tertulis. Sama halnya ketika bertamu ke rumah seseorang, seyogyanya kita harus menjaga adab dan sikap selama bertandang. Begitu juga saat mendaki gunung. Jaga sikapmu, jaga lisanmu, jangan sampai menyakiti 'hati' para penghuninya atau kau akan menerima balasannya.




Hallo, Hallo ... Ini adalah cerbung pertama ane di sini, Gan and Sis.
By the way, semua yang tertulis di sini hanyalah fiktif belaka, ya. Kalau ada kesamaan nama, tempat atau kejadian, ane mohon maaf karena itu adalah benar ketidaksengajaan.
Umm ... oke deh ... kita langsung mulai aja, yaa!
Cekidot, Gaes!





Part 1



Dimas meregangkan kaki yang terasa pegal saat turun dari angkot. Pria berusia 22 tahun itu, membenarkan posisi carrieldi punggungnya.

"Kemaleman, nih, kita," ujar Bang Jamal.

Dimas melirik jam tangannya. Pukul 18.45.

"Kita kemana dulu nih, Bang?" tanya Dimas sambil mendekati Bang Jamal dan Bang Mail yang sedang mengecek lembaran kertas di tangan.

"Kita ke basecamp dulu aja. Yuk, cepat!" ajak Bang Mail dan semua mengangguk setuju.

Hari ini, Dimas dan beberapa temannya akan melakukan pendakian di salah satu gunung di Pulau Jawa. Rombongan berisikan tujuh orang itu, tidak semuanya akrab dengan kegiatan ini. Hanya tiga orang yang sudah terbiasa yaitu, Bang Jamal, Bang Mail, dan Buluk. Sedangkan Dimas, Hendra, Joni, dan Rita sama sekali buta akan hal daki mendaki. Ini adalah pengalaman pertama bagi keempat orang itu.

Setelah membereskan urusan registrasi, Bang Mail bertanya pada rombongannya, "Gaes, jadi gimana? Kita mau nanjak sekarang atau nunggu besok pagi?"

Ternyata semua setuju untuk mulai jalan malam itu juga. Mungkin faktor semangat merasakan sensasi mendaki gunung pertama kali, malam hari pula! Sebelum memulai, Bang Jamal meminta semua untuk mengecek kembali perlengkapan logistik dan mempacking ulang semuanya. Lalu, setelah dirasa semua beres, Bang Mail memimpin doa sebelum memulai perjalanan.

"Oke! Jadi, kita mulai malam ini. Sebelum itu, kita berdoa pada Allah untuk diberikan perlindungan selama dalam perjalanan. Berdoa dimulai." Ketujuh orang yang membentuk lingkaran, menundukkan kepala berdoa pada Yang Maha Kuasa agar perjalanan mereka selalu dalam ridho-Nya.

"Selesai." Bang Mail, selaku pimpinan rombongan menatap satu per satu dari mereka. "Kalian siap?"

"Siap, Bang!" seru yang lain.

"Oke, kita jalan sekarang!"
Diubah oleh wiispica 04-02-2020 03:35
081364246972
zakimong
jaelun
jaelun dan 59 lainnya memberi reputasi
56
16.6K
230
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
wiispicaAvatar border
TS
wiispica
#202
Part 8



“Mak ... maksudnya, temen lo setan?” tanya Dimas ketakutan. “Tapi lo manusia, ‘kan, Bang?”

Dedi berdecak sebal. “Iyalah, gue manusia! Udah, lo nggak usah khawatir. Gue bakal usahain temen lo selamet.”

Ketika keenam orang itu tengah berbincang, Hendra yang ditinggal sendiri di dalam tenda merasakan sesak di dadanya. Ia berusaha memanggil teman-temannya, tetapi suaranya tak bisa keluar. Tubuhnya pun kaku tak bisa digerakkan. Hendra panik, ia sangat ketakutan.

Tiba-tiba, ia merasakan bahwa dirinya tak sendiri di dalam tenda. Hendra merasa tengah diawasi oleh seseorang. Matanya bergerak nyalang, meneliti setiap sudut tenda. Selubung asap tipis,muncul di sudut kiri dekat kakinya. Seketika, Hendra merasa panas di sekujur tubuh.

“Hai, manusia congkak! Kau tau apa kesalahanmu? Meremehkan bangsa kami di wilayah kami adalah kesalahan besar! Penguasa gunung tak akan mengampunimu!” Sebuah suara berat terdengar membuat Hendra terkejut.

“Huaaa!”

Mendengar teriakan Hendra, keenam pria yang duduk di luar, menghambur masuk ke tenda.

“Apa? Ada apa?”

Hendra tergagap berusaha menjawab pertanyaan yang dilontarkan. “Tadi ... suara ... asap ....”

“Hah?”

“Minggir!” Dedi berpindah posisi ke bagian kepala Hendra, ia menutup ke dua mata pria itu dengan telapak tangan dan mulutnya berkomat-kamit. Seiring dengan itu, kondisi Hendra berangsur normal, tetapi pandangan matanya kosong.

“Hen,” panggil Dimas. “Hendra!”

Joni mengguncang pelan bahu Hendra, tetapi tak ada reaksi. Ia memandang yang lain dengan panik. “Ini Hendra kenapa?”

“Tenang. Dia hidup, hanya saja ....” Ucapan Dedi menggantung, ia meneliti kembali kondisi pria yang terbaring itu dengan seksama lalu bergegas keluar tenda.

“Bang, ada apa?” tanya Buluk.

Dedi memandang lima orang pria yang tersisa. “Kita harus segera menyelamatkan teman-teman kalian. Tunggu, aku akan mencoba memanggil temanku dulu dan mencoba bernegoisasi dengan penunggu sini”

Kemudian, Dedi duduk bersila di depan tenda diikuti yang lain. Pria itu menutup mata dan mengatur pernapasan.

“Satu orang, jaga Hendra di dalam tenda. Yang lain tetap di tempat. Apa pun yang terjadi, jangan bersuara, jangan meninggalkan posisi kalian. Dan terpenting, berdzikirlah. Jangan putus berdzikir sampai aku selesai. Abaikan semua gangguan yang ada. Kalian paham?”

“Paham, Bang,” jawab mereka serempak.

Mail menawarkan diri untuk menemani Hendra di dalam tenda. Jadilah, Jamal, Buluk, Dimas, dan Joni yang duduk di luar bersama dengan Dedi.

Lima menit berlalu tanpa gangguan, tetapi tiba-tiba angin mulai bertiup kencang disusul suara tawa cekikikan dan tangisan menyayat hati. Selain Dedi, mulut kelima orang itu melantunkan dzikir tanpa henti. Satu persatu sosok kuntilanak muncul di pohon-pohon mengelilingi mereka. Di bagian dalam tenda, Mail bahkan duduk berdampingan dengan tiga sosok pocong!

Namun, semua tetap mematuhi perkataan Dedi. Dzikir bahkan terdengar lebih keras sekarang. Hingga tiba-tiba, suara raungan harimau terdengar sangat kencang menghentikan segala gangguan gaib itu. Angin berhenti dan sosok-sosok mengerikan satu per satu menghilang.

Mail mengembuskan napas lega ketika mengetahui tiga pocong yang menemaninya hilang. Begitu juga dengan keempat orang yang ada di luar. Namun, kewaspadaan mereka belum turun. Raungan harimau tadi membawa masalah lain untuk mereka. Bagaimana kalau harimau itu menyerang mereka? Dedi bahkan belum selesai dengan apa pun yang tengah ia lakukan. Lalu Hendra? Siapa yang bisa membawanya ditengah kejaran harimau nanti? Bagitulah kira-kira yang ada di benak masing-masing dari mereka.

Mail melihat arlojinya, pukul tiga dini hari. Ia menghela napas tak menyangka akan mengalami hal seperti ini. Tiba-tiba, matanya melihat sesuatu yang aneh dengan arlojinya. Jarum jam itu tak bergerak! Ia mengetuk-ngetuk benda itu dengan jari tetapi tetap tak ada pergerakan.

“Yaelah! Pake segala mati lagi, nih, jam,” gerutunya. Lalu ia meraih ponsel yang ada di saku jaket untuk memastikan waktu. Pukul 03.00 dan tak ada sinyal. Tidak heran karena di daerah gunung memang sinyal tergolong sulit. Ia kemudian iseng melihat-lihat ponselnya untuk membunuh waktu, menunggu Dedi selesai bernegoisasi. Setelah beberapa saat, ia hendak memasukkan kembali ponsel ke saku. Tetapi, ia terkejut melihat jam ponselnya tak bergerak dari pukul 03.00!

“Kenapa masih jam segini aja dari tadi? Perasaan udah lumayan lama dari gue liat jam tadi?” Kemudian pria itu beranjak ke luar dan memanggil yang lain.

Dengan berbisik, ia meminta mereka mengecek jam masing-masing. Lalu, semua terkejut karena jam mereka berhenti tepat di pukul 03.00!

Kelima orang itu saling pandang dengan cemas. Mustahil semua arloji dan ponsel mereka rusak bersamaan tepat di pukul tiga dini hari!

Helaan napas Dedi mengalihkan perhatian mereka. Pria itu tampak membuka mata dan memandang sekeliling.

“Kita harus selamatkan teman kalian sekarang,” ujarnya.

“Tapi gimana caranya? Kan katanya dia udah dibawa ke alam mereka, Bang?”

“Kita sudah berada di alam yang sama dengan mereka.”
banditos69
djibrani
anggaava18
anggaava18 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup