agityunitaAvatar border
TS
agityunita
[JTPH] Bertemu Cinta Pertama
    

 


Bertemu Cinta Pertama 




     Apa yang kau tahu tentang cinta pertama. Apa ia sebuah rasa yang indah atau sesuatu yang menyakitkan? Tapi kenapa semua orang sepertinya senang sekali menceritakan cinta pertama mereka. Meskipun mereka bilang cinta pertama itu tidak selalu berakhir bersama. Tetapi tetap saja cinta namanya. 

     Dan apakah semua orang harus merasakan cinta pertama? Dimana kebanyakan orang bercerita bahwa pertama kali mereka jatuh pada cinta adalah saat mereka masih duduk di bangku sekolah. Terutama SMA.

     Tapi tidak dengan Aira. Sampai usianya menginjak 20 tahun. Ia masih bertanya-tanya bagaimana rasanya cinta pertama itu. Bukan Aira anak yang tertutup. Kawannya banyak, laki-laki ataupun perempuan. Tapi soal siapa yang bisa menjatuhkan hatinya pada cinta, belum ada. 

***

     “Maaf mas, ada apa ya?”

     “Tuch, temen lo, nganterin menu salah melulu!”

     “Oh, biar saya ganti ya mas?” 

     “Gak usah, gue udah gak mood makan di sini!” Si lelaki itu pun pergi meninggalkan cafe.

      Eh, apa nih?

       Aira menemukan buku di atas meja. Oh, apa ini punya laki-laki tadi ya? tanya Aira dalam hatinya. Dia pun langsung membawa buku tersebut. Dan menaruhnya di meja kasir. Siapa tahu si pemilik buku kembali karena sadar ada yang tertinggal.

       Sore harinya, Aira pun memutuskan untuk membawa pulang buku yang tertinggal itu. Ia takut, buku itu dibuang oleh pelayan kafe yang lain. Karena berpikir itu buku yang tidak terpakai. 

***

        Keesokan harinya, 

        Buku yang ternyata berisi sketsa-sketsa gambar itu, Aira bawa serta dalam tasnya, saat kuliah hari ini. Dia berpikir, siapa tahu lelaki itu datang lagi ke cafe tempatnya bekerja. 

         Sesampainya di kampus…

Aira segera bergegas masuk ke kelas. Tapi sebelum sampai di kelasnya, sekilas ia melihat seseorang. Seseorang yang dia hafal cara bicaranya. Lebih tepatnya cara marah-marahnya.

Ah, dia itu kan?

         Iya, dia adalah laki-laki yang sama dengan yang kemarin marah-marah di kafe. Aira jadi greget deh, liat orang kok senengnya marah-marah gitu.

        Tanpa Aira sadari, ia mendekati laki-laki yang sedang bertengkar dengan kawannya itu. Dan dengan beraninya Aira langsung menarik tangannya dan membawa jauh lelaki itu dari pertengkarannya. 

     “Hey, hey, berhenti, kamu mau bawa aku kemana?”

      Eh, Aira langsung berhenti dan menoleh pada orang yang sedang ia genggam tangannya. Dengan cepat Aira melepas gandengannya. 

      Ya, ampun, aku ngapain sih? Sesal Aira sambil memukul keningnya. 

       “Heh, ngapain kamu narik-narik tangan aku, kalau mau kenalan itu bilang baik-baik kali, gak usah culik aku kayak gini!”

       “Apa, kenalan, siapa yang mau kenalan sama kamu, tadi itu, tadi itu… Aku cuma kesel lihat kamu berisik, jadi kamu mau aku buang ke situ!” sambil Aira menunjuk kolam ikan kecil yang tidak jauh dari mereka berdiri. 

Laki-laki itu malah tertawa.

      “Heh, kok malah ketawa, harusnya kamu takut!” 

      “Takut, nih, aku malah rela dilempar ke situ sama perempuan galak semanis kamu!” Yang dibilang manis langsung merasa panas mukanya, Aira pun memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau laki-laki itu melihat muka merahnya.

      “Hey, kok malah pergi sich?”

***

         Akhirnya, selesai juga kuliah hari ini. Sebelum menuju ke cafe, Aira memutuskan untuk makan dulu di kantin kampus nya.  

          Tiba-tiba, Seseorang datang seperti habis berlari jauh dan meminum habis es jeruk yang di pesan Aira.

       “Hey, itu kan punya aku?!”

       “Oh, ya ampun, sorry-sorry, habis haus banget sih, aku pesenin lagi ya!’

Laki-laki itu, tidak lain adalah yang tadi pagi Aira tarik tangannya. Tiba-tiba, irama jantung Aira jadi tidak karuan.

      “Hey, kok malah bengong?” 

      “Eh, gak kok!” Aira pun memutuskan untuk pergi saja. Meskipun bakso yang dia makan belum habis.

      “Hey, mau kemana? Tuh baksonya belum habis, kasihan kan, lagian aku kan baru pesan es jeruk lagi, masa harus aku yang ngabisin?”

       Iya juga sih, sayang banget bakso nya, aku juga masih lapar… tapi…

Aira pun duduk kembali, dan meneruskan makan baksonya. Dan ia teringat pada buku sketsa itu.

      “Hey, ini, ini punya kamu kan?”

      “Apa?” 

      “Ini buku kamu kan, kemarin ketinggalan di cafe!” 

      “Oh, ya ampun, aku pikir ilang, makasih ya!”

      “Iya, sama-sama!”

      “Kamu lihat-lihat ya isinya?”

      “Eh, emang gak boleh ya, ya ampun maaf ya!” Aira langsung panik. 

Laki-laki itu malah tertawa. Ia senang melihat wajah Aira yang panik seperti itu.

     “Kamu ngerjain aku ya?”

    “Haha, siapa yang ngerjain kamu, aku kan cuma nanya, ya kalau kamu buka-buka juga gak apa-apa. Aku kan gak bilang gak bokeh!”.

      Iya juga sih, Aira jadi malu sendiri. Ia langsung segera menghabiskan makanan dan minumnya. Dia merasa tidak bisa lama-lama dekat dengan laki-laki ini, bisa sesak nafasnya. 

      “Ya udah, aku duluan!” 

      “Eh, kamu mau ke cafe?”

      “Iya!”

      “Aku ikut!”

Aira tidak bisa melarang laki-laki itu untuk mengikutinya. Dan membuat kerja Aira jadi tidak tenang. Ia seperti merasa terus diperhatikan. Iya, laki-laki itu terus memperhatikannya. Baru saja mereka beradu pandang. Dan laki-laki itu tersenyum ke arahnya.

     “Hey, kamu gak akan pulang?” Aira memberanikan diri bertanya pada laki-laki itu.  

     “Aku kan mau pulang bareng kamu!” 

     “Kok, kenapa?” 

     “Ya gak apa-apa, atau udah ada yang jemput kamu pulang ya? Tapi kayaknya sih gak ada, aku perhatiin kamu kemana-mana sendiri, pasti masih jomblo, hehe!”

     “Kamu suka ngikutin aku ya?”

     “Haha, ngapain, aku kan suka nongkrong di cafe ini, kamu aja yang gak pernah sadar ada cowok seganteng aku duduk di sini!”

      “Ih, pede banget sih!” Aira pun berlalu, ia meninggalkan lelaki yang tertawa itu. Sebentar lagi memang waktunya pulang. 

       Kafe pun tutup dan Aira tidak mendapati laki-laki itu di kursinya. Baguslah, dia pulang duluan. Aira pun ke luar dari cafe.

       “Hey, nyari aku ya!”

Aira kaget, tiba-tiba laki-laki itu ada di hadapannya. Memberikan senyumannya yang manis. Oh, ya ampun, jantung Aira kembali berdetak tak karuan. 

      “Gak, kok, siapa yang nyariin kamu, malah aku seneng kalo kamu udah pulang!” 

      “Oh gitu ya, tapi muka kamu kayak yang seneng lho liat aku!”

Aira segera mengusap wajahnya. Ia jadi salah tingkah, ah ya ampun. Siapa sih laki-laki ini?

        Tanpa ada yang mengiyakan atau menolak. Mereka pun pulang bersama. Naik bus kota. Aira sudah biasa.

***

         Dan sejak saat itu, entah kenapa mereka jadi dekat. Ah, bukan berarti Aira berani lama-lama menatap wajah laki-laki yang ternyata bernama Nandy itu. Nandy yang selalu dengan senang hati menemani Aira, meski Aira tidak pernah memintanya. Dia yang lebih banyak bercerita daripada Aira. 

         Hingga lama-lama, Aira pun merasakan keberadaan Nandy di dekatnya memberi warna baru dalam hari-harinya. Ia sudah tidak merasa canggung lagi. Meskipun wajahnya tetap merah jika beradu pandang dengan Nandy. 

         Apakah Aira sedang jatuh Cinta?

         Jika iya, ini adalah cinta pertamanya. Tapi Aira masih mencoba menampik itu. Dia merasa, Nandy teman yang baik. Meski dia memang tampan. 

Hingga beberapa bulan kemudian….

         “Ra, besok kamu ada acara gak?”

         “Besok, hari minggu ya, kayaknya sih gak, emangnya kenapa?”

         “Besok aku ingin ngajak kamu jalan-jalan, gimana?” 

         “Kemana?”

         “Ya kemana aja, namanya juga jalan-jalan, mau ya!”

         Nandy menggenggam tangan Aira. Yang dipegang tangannya cuma masang wajah merah dan mengangguk perlahan.

         Dan besoknya, mereka pun jalan-jalan. Nandy menggunakan motornya menjemput Aira sekitar pukul 7 pagi.

        “Nan, ini masih pagi lho, dan ini hari minggu, aku masih ngantuk!”

         “Tapi kamu udah mandi kan?” goda Nandy pada Aira dan Ia mendapatkan dorongan lembut dari Aira.

          Mereka pun pergi meninggalkan rumah Aira. Entah mereka mau kemana. 

          Tadi malam, sebelum tidur, Aira memikirkan perasaannya pada Nandy. Dia menerka-nerka, apakah ia menyukai Nandy. Dan itu membuat Naira senyum-senyum sendiri. Dan dia berjanji akan menyimpan ini sendiri saja. Nandy tidak perlu tahu. Aira tidak mau, pertemanan nya dengan Nandy jadi berantakan. Hanya karena perkara jatuh cintanya itu.

         Dan sampailah mereka, di sebuah pantai. Aira yang sedari tadi asyik dengan pikirannya sendiri. Tidak menyangka akan dibawa oleh Nandy sejauh ini.

        “Gimana, kamu suka gak?”

        “Indah banget Nan, aku udah lama gak main ke Pantai, makasih ya!” tanpa sadar Aira merangkul lengan Nandy, karena terlalu senang. Langsung Aira melepaskan tangannya dari lengan Nandy, tapi ditahan oleh Nandy.

        “Gak apa-apa kan kayak gini, kamu tuh kalau dekat aku, kayak yang takut gitu!”

         “Eh, gak kok Nan, aku bukannya takut sama kamu!”

         “Terus kenapa? Malu ya jalan sama aku, kenal sama aku, apalagi kalau aku ajak ngobrol kamu, kayaknya kamu tuh ingin cepat-cepat pergi dari aku!” sambil terus memegang tangan Aira yang melingkar di lengannya, Nandy menunduk. Membuat Aira jadi tak enak hati. 

        “Nan, kamu kok bisa mikir kayak gitu sih? Aku tuh seneng ngobrol sama kamu, aku seneng kok kenal sama kamu, aku juga gak malu kalau dekat-dekat sama kamu!”

        “Beneran?” 

        “Iya, bener!”

        “Kalau gitu, hari ini kita jalan-jalan berdua, kamu harus mau ikut kemana pun aku ajak!”

        “Emang kita masih mau pergi lagi?”

        “Hhmm iya, tapi kita makan siang dulu, tuh ada warung makan, di sana ikan bakarnya enak banget, yuk!” Nandy menggandeng dangan Aira. 

          Ah, Nandy. Aku jadi ingin tahu. Apa kamu juga menyukaiku. Tapi apa aku harus menanyakannya langsung padamu. Ya ampun, bagaimana kalau kamu menertawakan perasaan ku ini. Apalagi ini kali Pertama nya aku jatuh cinta. 

          Selesai makan, Nandy membawa Aira menaiki bukit yang ada di sekitar pantai. 

          “Ra, aku mau kasih kamu sesuatu!”

          “Apa?”

           Nandy memberikan buku sketsanya.

           “Buat kamu!”

           “Buat aku, tapi ini kan buku gambar kamu, nanti kamu gambar pake apa?

           “Kamu tuh lucu banget sih ra!” Nandy menyentuh dagu Aira, membuat wajah Aira memerah. 

           “Aku masih punya banyak kok, lagian itu sketsa lama. Kira-kira dari setahun yang lalu.” 

           “Hmm, makasih kalau gitu Nan, Boleh aku lihat isinya?”

           “Bolehlah, disimpan lho ya, jangan buat bungkus gorengan, hehe!”

           “Ya gak dong Nan, Apalagi isinya…..!” Aira terkejut, melihat lembar demi lembar sketsa itu. Memang warna kertasnya mulai menguning. Mungkin karena yang tadi Nandy Bilang, itu sudah setahun usianya. Tapi, yang lebih membuat Aira tidak dapat berkata apa-apa adalah. Apa yang Nandy gambarkan di setiap lembar kertasnya. Itu adalah gambar dirinya.

              “Ini, aku?” Aira merasa terharu, hampir saja ia membasahi kertas itu dengan air matanya.

             “Iya, Ra, itu kamu… kamu benar waktu kamu bilang aku tukang ngikutin. Karena memang aku sudah memperhatikanmu sejak lama, maafin aku, aku suka sama kamu Ra!” pengakuan Nandy jelas membuat Aira kaget. Tapi tidak dipungkiri jika hatinya merasa senang.

       Cinta pertamanya, ternyata tidak bertepuk sebelah tangan.

           “Kamu, kenapa malah nangis? Maafin aku Ra, kalau apa yang aku lakuin ini gak kamu suka, kamu gak perlu kasih aku jawaban apa-apa kok, aku cuma mau jujur aja sama kamu!”

Aira menghapus Air matanya. Ia tersenyum pada Nandy. Merangkulkan tangannya di lengan Nandy dengan lebih erat. Dan Menyandarkan kepalanya di bahu Nandy. Untuk pertama kalinya, Nandy yang merasa salah tingkah.

         “Aku nangis karena bahagia Nan, jujur, aku juga suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama semua yang kamu lakuin ke aku. Dan kamu cinta pertama buat aku!”

          Bukan Nandy, kalau bertahan serius lama.

          “Wah, jadi aku cinta pertama kamu nih, senangnya, jadi mulai hari ini kita resmi pacaran, ya udah yuk pulang!”

Aira bengong. Sikap romantis Nandy buyar sudah, kembali ke Nandy yang berisik dan sedikit nyeleneh. Tapi Aira Langsung tersadar. Itulah yang membuat ia menyukai Nandy. Berbeda.

            “Nandy, tunggu, siapa bilang kita pacaran” 

            “Akulah, aku kan cinta pertama kamu!” Nandy berlari meninggalkan Aira menuju ke pantai. Dan mereka pun  menghabiskan waktu di sana hingga matahari terbenam. 

Aira senang. Bisa berada dalam dekapan Nandy. Semoga cinta pertamanya ini, juga  menjadi cinta terakhir baginya.


Selesai




Cerita Kedua

Cerita Ketiga

Cerita Keempat

Cerita Kelima

Cerita Keenam

Cerita Ketujuh

Cerita Kedelapan

Cerita Kesembilan

Cerita Kesepuluh

Cerita Kesebelas

Cerita Kedua Belas

Cerita Ketiga Belas

Cerita Keempat Belas

Cerita Kelima Belas


@agityunita




Kumpulan Cerita Selanjutnya
Diubah oleh agityunita 02-03-2020 01:51
Gimi96
NadarNadz
nona212
nona212 dan 18 lainnya memberi reputasi
17
3.9K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
agityunitaAvatar border
TS
agityunita
#50
Curahan Hati Seorang Istri



        Suatu pagi, di bulan April 2018. Aplikasi Whatsappku tiba-tiba penuh oleh pesan dari seorang sahabat. Ada apa? Padahal kami tak saling dekat sebelumnya. Biasa saja.

         Tapi sepertinya hatinya sedang gundah. Ia sedang memiliki masalah rumah tangga. Oh ya ampun, ini masalah sensitif bagiku. Karena rumah tanggaku pun jauh dari kata sempurna. Tapi sepertinya dia hanya butuh kawan bicara.

***

Dia akhirnya pergi Lis’

          Begitulah pesan awal yang kuterima dari Qay, temanku. Tentu saja aku bingung. Siapa yang pergi?

          Aku lupa, kalau sebelumnya Qay memang sudah bercerita tentang perubahan suaminya beberapa bulan ini. Namun saat itu, sebagai kawan, aku hanya bisa menyuruhnya tenang dan bicara baik-baik dengan suami.

          Namun sepertinya, permasalahan mereka belum tuntas. Malah semakin meluas. Qay bercerita, dia mencurigai suaminya memiliki perempuan idaman lain. Dan orangnya Qay kenal.

        Aku membaca tiap kata yang dikirim Qay, jadi ikut tak karuan suasana hatinya. Aku merasa tak habis pikir. Jika memang benar suami Qay memiliki kekasih lain, apa yang ia cari? Tidakkah cukup memiliki istri yang cantik, baik dan solehah macam Qay. 

         Pikiranku melayang saat dulu mereka masih baru pertama kenal. Qay yang memang tidak ingin menjalin hubungan semacam pacaran. Maka Ray, yang kini menjadi suaminya itu, mendekati Qay dengan berbagai cara. Pantang menyerah ia. Hingga akhirnya memutuskan untuk melamar Qay. 

           Aku pikir kegigihan itu cukup membuktikan betapa ia setia hingga maut memisahkan. Namun ternyata, godaan duniawi telah mengalahkan cintanya pada Qay. Aku pikir ia hanya khilaf dan pasti akan kembali. Namun sepertinya tidak. 

***

      ‘Lis, sepertinya aku mau cerai saja sama Mas Ray’

Sekali lagi, pagiku tiba-tiba berubah menjadi kelabu. Keputusan mengerikan apa itu. Kembali aku hanya bisa menasehati Qay untuk membicarakannya baik-baik dengan suami.

       ‘Dia sudah tidak mau kembali lagi Lis’pesan Qay padaku berikutnya.

       ‘Kamu sudah bertanya padanya?’

       ‘Sudah!’

Qay akhirnya menceritakan panjang lebar. Bagaimana sikap sang suami yang telah berubah. Berucap sayang namun tak diiringi dengan niat baik. Memilih pergi dari sisi Qay dan kembali kepada orang tuanya.

         Mas Ray nya itu menginginkan Qay untuk menyusulnya saja dan dia akan memperbaiki semuanya. Namun hati Qay sudah terlanjur hancur. Betapa terasa setengah hatinya suaminya itu. Jika ia memang ingin memperbaiki semuanya, seharusnya ia lah yang datang menemui Qay dan orang tuanya.

         Namun tidak dilakukan oleh Ray. Aku yang hanya menjadi tempat Qay mencurahkan segala bebannya pun jadi ikut gregetan. 

***

       Dan sejak ia memutuskan untuk menyudahi hubungannya dengan suaminya itu. Qay sudah jarang mengirimiku pesan. Sesekali ia hanya minta didoakan.

         Ah Qay, tanpa kau pinta pun. Aku akan selalu mendoakanmu. Kau adalah wanita yang baik. Aku yang hanya kawanmu saja begitu ikut sedih membaca setiap pesan darimu. Aku tak membayangkan bagaimana duka yang ibumu rasakan. 

          Perceraian bagiku bukanlah pilihan. Ia hanya sebuah keegoisan. Tapi bagaimanapun menurutku. Pastilah tidak akan Sama dengan pendapat orang lain. Jika menurut mereka dengan bercerai hidup mereka akan lebih baik. Maka pilihan paling buruk itu memang sepertinya harus diambil. 

          Aku jadi berkaca pada diriku sendiri. Pada perjalanan Pernikahan ku yang tidaklah mudah. Jika perceraian adalah pilihan yang gampang. Mungkin aku sudah memilihnya sejak lama. Namun pernikahan tak sebatas soal itu. Tak akan pernah kau temukan persamaan jika yang kau cari hanyalah sama. Tak akan pernah ada kebahagiaan, Jika yang kau cari hanyalah kepuasaan. Semuanya seharusnya saling mengisi.

           Namun sepertinya, jika untuk Qay, dengan segala persoalan rumah tangga yang menekannya. Maka perceraian bukanlah sebuah kesalahan. Aku percaya, jauh di dasar hati Qay yang terdalam. Masih banyak cinta untuk suaminya. Ray. Namun entah di hati Ray.

          Dan ketika sebuah pernikahan sudah tak satu hati lagi. Jika diteruskan, mereka hanya akan saling melukai.

***

       Qay kembali menghubungi ku. Berkata akhirnya sang suami setuju untuk bercerai saja. Qay tidak melihat kesedihan di wajah suaminya. Meski terakhir mereka berkomunikasi, Ray masih meminta mereka memperbaiki semuanya.

        Namun sepertinya, kata-katanya itu hanya sekedar basa-basi saja. Ah, aku jadi merasa ikut tersayat. Lelaki yang dulu berjuang atas nama cinta itu. Kini rela melepaskan yang telah mendampinginya dalam duka dan suka. Sebegitu mudahnyakah cinta itu berpaling.

         Jika benar permasalahan ini karena orang ketiga. Aku jadi ingat suamiku sendiri. Dia bukan pria yang jaim. Dia akan terang-terangan memuji perempuan lain yang menurutnya cantik meski ada aku di sebelahnya. Dan itu malah jadi obrolan mengasyikan ketika aku mengiyakan memang iya, perempuan itu cantik.

          Jadi, mungkin siapa saja lelaki manapun bisa tergoda oleh perempuan lain. Pun jika dia biasa saja daripada istrinya. Namanya juga godaan. Tetapi apakah si suami mau mengikuti arus godaan itu atau tidak, itulah penentunya.

        Dan untuk Qay. Aku percaya, dia akan menemukan seseorang yang lebih tepat nantinya. Mungkin garis jodoh dengan suaminya hanya sampai di sini saja. Dan Qay harus bisa menata hatinya agar lebih baik lagi. 

***

        Qay pun datang ke rumahku, di suatu sore.  Sambil memegangi amplop, ia menangis terisak. 

“Apa itu?” tanyaku akhirnya begitu hati-hati

“Aku sudah resmi bercerai Lis!”

Tiba-tiba aku seperti mendengar petir menyambar. Padahal sore masih terasa panas.

Aku hanya bisa memberikan pelukanku pada Qay. Berharap itu meringankan bebannya meski hanya sedikit. 

“Tapi aku lega, Lis!” ucap Qay dengan isak masih tersisa.

“Alhamdulillah, semoga ini memang pilihan yang terbaik untuk hidupmu Qay. Setelah ini, waktunya dirimu untuk memperbaiki diri dan menjadikan semua ini pelajaran yang sangat berharga!”

“Terima kasih ya Lis, maaf aku sudah merepotkanmu dengan masalahku ini!”

“Ah Qay, kita ini kan teman. Dan hanya ini yang bisa aku lakukan. Berdoa dan menemanimu. Memberimu semangat!”

“Sekali lagi terima kasih Lis, aku doakan pernikahan mu dan suami tetap langgeng hingga akhir hayat!”

“Aamiin!”

***

        Dan setelah itu, semoga tidak ada lagi kudengar curahan hati seorang istri yang memilukan hati. Berbahagialah kalian dengan pasangan pilihan dan memilih kalian. Jadilah istri yang terbaik.

          Ah, ternyata aku sedang menasehati diriku sendiri.


Selesai
0