TS
agityunita
Berhenti
Awal dari ini semua hanya ingin. Maka saat dalam pikiranku ada kata berhenti, mungkin itu pun karena ingin.
Menulis sudah lama menjadi terapi terbaik buat jiwa yang gak jelas tinggal seberapa ini. Tetapi sepertinya, obat yang paling mujarab itu udah gak mempan.
Harus ada pintu lain yang aku masuki, mengetuk dengan kosong yang sebenarnya. Untuk kemudian aku isi dengan sepenuhnya. Dan kembali dengan sebaiknya.
Sebanyak apa pun air mata jatuh, tak akan pernah ada yang peduli. Entah mereka yang membuat luka itu ada atau mereka yang bilang dirinya sahabat sehati. Nyatanya, aku sendiri.
Sudah biasa, maka biar saja. Karena hidup memang akan selalu begitu. Tak akan pernah berada pada tempat yang sama. Meskipun pada akhirnya, kita memilih kembali pada titik semula. Tapi pasti ada yang berbeda. Kita bukan lagi pribadi yang lalu. Apakah menjadi semakin baik atau buruk, itu hanya soal pilihan.
Dan pilihan adalah kunci dari semua ini. Saat aku memilih untuk melanjutkan mimpi walaupun tak ada yang menghiraukan. Aku pikir, aku akan baik-baik saja. Sama seperti perasaan yang disimpan sendiri, dan si dia yang tak pernah kuberitahu. Aku tinggal menunggu perih saja. Aku tinggal menikmati lukanya saja.
Seharusnya aku paham. Ini semua tidak akan pernah mudah. Jika hanya sekedar ingin. Karena semua harus diperjuangkan dan dipertahankan. Mungkin aku kurang berjuang. Mungkin pelukku tak terlalu kuat. Mereka sedikit demi sedikit luruh. Jatuh dari sela-sela yang kubiarkan kosong. Karena hingga hari ini, aku tidak pernah tahu caranya.
Bersambung...
Perhentian Pertama
Perhentian Kedua
Perhentian Ketiga
Perhentian Keempat
Perhentian Terakhir
@agityunita
Menulis sudah lama menjadi terapi terbaik buat jiwa yang gak jelas tinggal seberapa ini. Tetapi sepertinya, obat yang paling mujarab itu udah gak mempan.
Harus ada pintu lain yang aku masuki, mengetuk dengan kosong yang sebenarnya. Untuk kemudian aku isi dengan sepenuhnya. Dan kembali dengan sebaiknya.
Sebanyak apa pun air mata jatuh, tak akan pernah ada yang peduli. Entah mereka yang membuat luka itu ada atau mereka yang bilang dirinya sahabat sehati. Nyatanya, aku sendiri.
Sudah biasa, maka biar saja. Karena hidup memang akan selalu begitu. Tak akan pernah berada pada tempat yang sama. Meskipun pada akhirnya, kita memilih kembali pada titik semula. Tapi pasti ada yang berbeda. Kita bukan lagi pribadi yang lalu. Apakah menjadi semakin baik atau buruk, itu hanya soal pilihan.
Dan pilihan adalah kunci dari semua ini. Saat aku memilih untuk melanjutkan mimpi walaupun tak ada yang menghiraukan. Aku pikir, aku akan baik-baik saja. Sama seperti perasaan yang disimpan sendiri, dan si dia yang tak pernah kuberitahu. Aku tinggal menunggu perih saja. Aku tinggal menikmati lukanya saja.
Seharusnya aku paham. Ini semua tidak akan pernah mudah. Jika hanya sekedar ingin. Karena semua harus diperjuangkan dan dipertahankan. Mungkin aku kurang berjuang. Mungkin pelukku tak terlalu kuat. Mereka sedikit demi sedikit luruh. Jatuh dari sela-sela yang kubiarkan kosong. Karena hingga hari ini, aku tidak pernah tahu caranya.
Quote:
Bersambung...
Perhentian Pertama
Perhentian Kedua
Perhentian Ketiga
Perhentian Keempat
Perhentian Terakhir
@agityunita
Diubah oleh agityunita 28-02-2020 00:12
Shajar dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1.4K
12
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
agityunita
#4
Perhentian Pertama
Quote:
Pada titik yang mana aku harus berhenti? Apakah saat pisau tajam itu hampir menggores nadi. Aku pikir itu pilihan yang terbaik. Jelas bukan untukmu. Tapi untukku yang kala itu hanya sedang tersiksa rasa bersalah.
Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi ruang pikir yang sudah terlalu sesak. Mengapa semua orang tega menyakiti. Aku tak sadar, aku pun lebih tega melukai.
Saat hinaan-hinaan itu terlontar, aku memilih untuk tak mendengar. Namun alam bawah sadarku menyimpannya dengan begitu apik. Hingga ia hadir saat ruang sepiku menjelma. Dan aku tergoda untuk berhenti. Mengakhiri.
Quote:
Quote:
Aku tak tahu arah, kemana harus melangkah setelah ini. Saat itu, yang kuakrabi hanya air mata. Aku memutuskan untuk berhenti berharap. Tanpa disadari, aku membiarkan diri semakin jauh tersesat. Inilah fase pertama aku menjauh, semakin jauh. Belum rindu pulang. Karena mencari pengganti masih menjadi tujuan. Menyalahkan masih menjadi kegemaran. Memalukan.
Bersambung....
Diubah oleh agityunita 24-02-2020 00:39
0