Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

juneldiAvatar border
TS
juneldi
[Cerbung] Belahan Jiwa Rahasia oleh Tri Souls

[Cerbung] Belahan Jiwa Rahasia oleh Tri Souls

Sumber : Pinterest dan Canva



Harum khas aroma berbagai jenis kopi menyeruak dari mini bar berdesain minimalis di sebuah coffee shop elegan yang terletak di jantung kota. Cahaya matahari, sedikit demi sedikit masuk menebar ke seluruh ruangan. Pagi itu, semua kursi sudah berderet rapi dengan sentuhan bunga segar di meja. Terpisah pembatas dinding berkaca, dari dalam tampak jalanan mulai ramai dengan laju kendaraan.

Seorang perempuan muda sedang sibuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan, sebelum coffee shop dibuka. Meskipun sebagai pemilik, bukan berarti hanya duduk manis saja di belakang meja. Baginya, kesempurnaan adalah sebuah keharusan. Itu berarti, harus ikut turun tangan menangani berbagai pekerjaan kedai tersebut. Beruntung, ia tidak perlu melakukan semuanya sendirian, ada beberapa orang barista yang menemaninya.

Setelah memastikan semua siap, perempuan yang mengenakan apron berwarna baby pink itu mengikat rambut panjangnya, hingga terlihat leher jenjang yang mulus. Ada aroma wangi mawar lembut menyeruak. Lalu, ia memerintahkan seorang pelayan untuk membukakan pintu masuk. Pengunjung  pun mulai berdatangan. Ada yang sekedar membeli kopi untuk dibawa pergi, nongkrong bersama teman, bahkan terlihat ada sepasang muda-mudi sedang berkencan.

Dasar Madesu, pagi-pagi bukannya kuliah, malah pacaran, rutuk Mozza dalam hati.

Kala sedang sibuk meracik kopi, tanpa ia sadari, seorang perempuan cantik datang.

"Lagi ngapain, Za?" tanya perempuan tersebut, yang langsung duduk di mini bar, kemudian memesan minum.

"Biasa, kerja," jawab Mozza pendek, sambil sepasang matanya menebar pandangan, seperti mencari sesuatu. Nihil.

"Dia nggak datang, sibuk," ucap Bitari, seolah mengerti.

Mozza lalu menghembuskan napas pendek. Ada ekspresi kekecewaan terlukis di wajahnya.

Seorang barista menaruh secangkir latte di hadapan Bitari. Ia menyesap pelan minuman panas tersebut. Tergambar kebahagiaan di wajah perempuan berambut lurus itu.

“Hmm ... Tak ada yang mengalahkan kenikmatan latte di pagi hari,” ujarnya.

"Gimana? Enak?" tanya Mozza.

"Senyuman di wajahku sudah menjawab pertanyaanmu itu. Kamu emang jago. Eh, Kapan-kapan jalan, yuk?"

Mozza tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya diam dan kembali fokus pada pekerjaannya.

"Ih, kebiasaan deh. Aku dicuekin mulu."

"Sori, tadi ngomong apa?" Mozza memalingkan wajahnya sekilas ke Bitari.

"Tau, ah. Kebiasaan!"

"Duh, merajuk lagi. Ya Tuhan, mengapa Engkau mengirimnya kemari pagi ini?" gumam Mozza dengan suara agak kuat.

Bitar membalas komentar barusan dengan mata melotot.

Mozza tidak mengacuhkan kelakuan sahabatnya itu dan kembali berkutat dengan pekerjaan.

"Za, berhenti sebentar! Emangnya kalau sehari nggak kerja, bakalan mati ya?" protesnya dengan muka cemberut.

Mozza hanya meliriknya sekilas.

"Ck! Sebel aku dikacangin dari tadi. Mending pergi aja!" ketusnya lalu bangkit dan mau pergi.

Mozza menarik napas panjang dan menghembuskannya kuat. Perempuan bertubuh sedang itu paham sekali, jika ini tidak diselesaikan segera, sahabatnya akan mengambek tujuh hari tujuh malam.

"Stop! Aku kasih waktu lima menit. Aku lagi sibuk dan banyak kerjaan. Jadi jelasin cepat," tandas Mozza.

Bitari hampir saja melenggang pergi meninggalkan mini bar. Namun, ia tersenyum karena sukses memberi ancaman pada Mozza. Perempuan gila kerja itu sekali-kali emang mesti diginiin, pikirnya.

"Nah, gitu dong! Kenapa nggak dari tadi sih? Aku kan kesel dianggurin," ucapnya dengan senyum kemenangan.

Mozza memutar bola mata malas. "Terus, kamu ngapain ke sini, Bi?"

"Duh! Untung aku sayang sama kamu, Za!" ketus Btari merasa sejak tadi diabaikan oleh Mozza.

Mozza hanya mengangkat alisnya.

"Nanti malam kita hang out bareng. Terserah kemana, nanti aku kirim lokasinya. Kamu tinggal terima beres. Aku tau kalau kamu super sibuk, makanya aku yang urus semua," jelas Bitari panjang lebar.

Mozza mengangguk dan melihat jam di tangannya. Ia mengingat-ingat, apakah ia sudah punya janji acara lain atau tidak. Suasana hening.

"Oke, aku ikut! Kabarin aja nanti detailnya," ucapnya.

"Serius?" Bitari seakan tidak mempercayai pendengarannya sendiri.

Mozza hanya mengangguk. Masih tanpa senyuman.

"Yeaah ... aku seneng banget. Oke, aku ke kantor Dev dulu buat ngabarin dia," teriaknya senang. "Cabut dulu! Makasih kopinya, enak."

Bitari melenggok berjalan tergesa meninggalkan coffee shop. Mozza memicingkan matanya menatap gadis itu melangkah keluar kedai.

“Ngutang lagi,” gumamnya. 


anton2019827
pavidean
phyu.03
phyu.03 dan 31 lainnya memberi reputasi
32
3.3K
42
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
juneldiAvatar border
TS
juneldi
#18
Spoiler for Lanjutan dari sini:


"Pak Dev ada, kan?" Sudah seperti kebiasaan, perempuan bergaun biru motif bunga itu bukannya menunggu jawaban Lily--sekretaris Dev, ia langsung saja membuka pintu dengan papan nama bertuliskan CEO tersebut.

"DEV!"

Lelaki berkacamata baca yang sedang fokus dengan laptop di depannya, terlonjak. Ia mengurut dahi sebagai pemulihan rasa kaget. Lantas, tatapan tajam langsung ia sematkan pada Bitari yang baru saja duduk pada kursi tamu di hadapannya tanpa permisi. Andai saja tidak dihalangi meja kerja, mungkin Dev akan melayangkan satu getokan mesra di kepala perempuan itu.

"Sopan banget, ya Mbak Bitari Aneska," sindir Dev.

Bitari hanya membalas dengan cengiran lebar hingga menampakkan gigi putihnya yang bergingsul.

"Dev, hangout yuk nanti malem!"

"Oke. Ke mana?"

"Ada deh! Pokoknya kamu sama Mozza pasti bakalan suka sama tempat pilihan aku." Bitari menerangkan dengan penuh semangat. Wajah Dev yang tadinya kesal secepat itu berganti dengan senyum hangat.

"Percaya. Mbak Bitari yang cantik ini mana pernah sih mengecewakan. Kecuali ...," Dev tersenyum menggoda.

Bitari langsung terbahak. Mereka memikirkan hal yang sama. Kejadian yang mereka alami sebulan lalu ketika hangout di sebuah tempat baru. Saat itu, Bitari terlalu bersemangat memilihkan tempat yang bertema garden dengan pencahayaan minim. Dalam bayangannya suasana kafe itu pasti akan sangat romantis. Namun, yang mereka dapatkan ternyata adegan plus-plus dari pengunjung yang lain. Sejak itu, ia bertobat tidak akan random memilih tempat, hanya gara-gara tergiur diskon.

"Masih kebayang gimana marahnya si Mozza lihat tayangan live itu," tawa Bitari masih terdengar.

"Bi, jam berapa nanti malem? Aku ada jadwal ketemu klien sore nanti. Takutnya macet pas ke sana."

"Jam delapan, gimana?" ujar Bitari, sambil mengutak-atik ponsel untuk mengecek barang belanjaannya minggu kemarin.

“Sip, cocok kalau jam segitu.”

"Dev, ke kantin yuk! Tadi aku gak sempat sarapan di rumah, karena buru-buru berangkat. Di kafe Mozza, makanannya gak sesuai dengan lidahku."


Dev sedang melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda, karena kehadiran Bitari tadi, menjawab, “oke, aku kirim ini dulu sebentar.”

Setelah mengirimkan beberapa balasan surel klien, ia mematikan laptop dan segera beranjak.


"Kebiasaaan, deh. Kalo gitu terus, kamu bentar lagi bakal nyamain Mozza lho! Kerja mulu sampai lupa makan."

Keduanya berjalan beriringan keluar dari ruang Dev. Lily mengangguk sopan pada atasannya dan Bitari, sahabat si bos yang terkenal cerewet.

"Baru ini aja, kok. Next time gak ulangin lagi deh."

“Aku pegang janjimu, Bi.”

Mereka melangkah masuk ke dalam ruangan kotak bergerak. Dev memencet tombol B. Lift pun bergerak turun. Kantin berada di lantai basemen.

"Dev, aku tuh pingin banget liburan keluar kota gitu pas akhir tahun nanti. Kamu sama Mozza udah ada rencana mau ke mana belum?"

"Aku udah. Nggak tau kalau Mozza. Nanti hubungi aja dia, kamu kayak nggak tau aja sama manusia satu itu."

"Huum. Dipikir bakalan miskin kali ya kalau sampai sehari aja nggak kerja." Bitari membenarkan.

Mereka berdua kalau sudah bertemu, maka gibahan akan mengalir lancar tanpa hambatan. Sampai makan siang pun, tetap mengobrol dengan asyik. Tidak peduli ada banyak sorot mata yang tertuju ke arah mereka. Bukan apa-apa, suara tawa Bitari yang tidak ada anggun-anggunnya itu, sangat menganggu pengunjung lain.

Selepas makan siang, Bitari meninggalkan kantor Dev. Kembali menuju store-nya yang berada di salah satu mall terbesar di Ibukota. Siap mengecek jumlah duit yang masuk ke rekening, walaupun Bitari yakin tak sebesar pendapat Rajen Deva, sahabatnya itu.

Diubah oleh juneldi 29-01-2020 04:16
indahmami
embunsuci
pulaukapok
pulaukapok dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup