- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#635
Chapter 2.19
Spoiler for Perang dimulai:
-Tap-
-Tap-
-Tap-
-Tap-
Bunyi langkah-langkah kaki terdengar mendekat dan semakin berderap dijalan setapak yang berada di tengah hutan pohon pinus, seorang pemuda berjaket hoodie berwarna putih dengan ransel beruang merah jambu kesayangan miliknya berjalan ditengah hutan dengan santainya sembari bersenandung pelan, ia berjalan sepanjang jalan setapak yang mengarah lurus menuju kerajaan Pujakerana, di belakang sang pemuda terlihat panjang para pasukan jin kera yang berbaris beriringan dengan tas dari kain lusuh yang terikat di pundak dan senjata seadanya di kedua tangan mereka.
Langkah sang pemuda terhenti tatkala ia berada dipenghujung hutan, dari kejauhan sudah terlihat pemandangan padang sabana dihiasi rerumputan kering berwarna jingga tua dan terlihat gerbang kerajaan Pujakerana yang berdiri dengan megah dan kokoh diujungnya.
-Drap-
Serentak para pasukan jin kera dari desa Raksa menghentikan langkah-langkah mereka disaat menyadari bahwa mereka semua sudah sampai di posisi yang mereka kehendaki. Surya dan para prajurit kera telah sampai diatas bukit perbatasan dengan kerajaan Pujakerana, Surya menoleh kebelakang dan mulai bersua, "laksanakan boi," seru Surya singkat kepada sang kapten dari para jin kera, para jin kera dari desa Raksa segera berbondong-bondong menyebar disekitar hutan dan mulai membuka ikatan tas yang melilit di pundak mereka, didalam tas-tas tersebut terdapat beberapa ranting kering berukuran sedang dan beberapa botol minyak, mereka mulai merobek kain tas tersebut dan melilit dan mengikat diujung ranting kering kemudian membasahi kain tersebut dengan minyak, sementara Surya melangkah perlahan kesebuah batu besar diatas bukit tersebut dan mulai duduk bersila, ia membuka tas ransel miliknya dan mengeluarkan sebuah kitab suci berukuran kecil dan mulai membaca tiap ayat tanpa mengeluarkan sedikitpun suara.
Sementara dilain tempat...
Cahaya redup obor menyinari ruangan bawah tanah dengan sunyi senyap yang menyeruak hingga mereka bahkan bisa mendengar bunyi api obor yang perlahan membakar pangkal kayu kering. Putri Karina terdiam sesaat sembari mengepalkan kedua telapak tangannya setelah dia menyebutkan kata cinta didalam ceritanya.
Bagas menatap tajam putri Karina seraya mulai memecah keheningan, "lalu apa yang terjadi setelah itu?"
Karina menarik nafas panjang dan mulai kembali bercerita tentang masa lalunya.
"Saya dan Gundara pada akhirnya menjalin cinta, walaupun harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi itupun hanya segelintir orang kepercayaan saya saja yang mengetahui hubungan kami tersebut … namun … sepandai-pandainya kami menyembunyikan hubungan ini ayahanda saya pada akhirnya curiga dengan kedekatan kami dan mencium hubungan terlarang kami berdua," seru Karina dengan manik mata yang mulai berlinang air mata.
Naura berdiri dari tempat duduknya dan mulai melangkah kearah putri Karina, ia kemudian duduk disebelah sang putri sembari mendengarkan kembali kata-kata sang putri sembari menepuk-nepuk pundak sang putri untuk menenangkannya.
"Disaat itu ayahanda berbicara empat mata dengan saya dan mulai menceritakan segalanya, mulai dari bagaimana ia mamatahkan kutukan hingga ia mengetahui bahwa Gundara adalah anak kandungnya, sehingga beliau meminta saya untuk memutuskan hubungan cinta yang sudah terjalin selama ini dengan Gundara, namun … tanpa di duga disaat itu bukan hanya saya yang mendengarkan dan mengetahui rahasia sang raja … seseorang dengan sengaja telah menguping pembicaraan kami dan memberitahukannya kepada ibunda ratu, penguping tersebut memberitahukan perihal pembicaraan antara saya dan ayahanda … dan disaat itulah ibunda ratu murka dan melakukan sesuatu yang selayaknya tidak dilakukan oleh seorang ratu."
"Sebenarnya apa yang dilakukan ratu saat itu?" tanya Luna dengan tatapan serius.
"Beliau berencana untuk membunuh Gundara dan itu semua dilakukannya secara terang-terangan didepan kami semua. Dengan memakai kuasanya sebagai ratu beliau mengutus Gundara untuk pergi langsung kedalam daerah musuh … ia mengirim Gundara menuju jantung peperangan dengan hanya segelintir pasukan disisinya untuk menuju kesana, disaat itu yang menentang keras keputusan sang ratu hanyalah jendral Arga seorang diri namun kata-kata sang jendral tidak digubris bahkan ayahanda saya hanya bisa berdiam diri melihat kemarahan sang ratu kala itu karena beliau merasa bersalah telah mengkhianati kesetiaan ratu demi memiliki keturunan … pada akhirnya jendral Arga diturunkan dari jabatannya oleh ratu yang tengah murka menjadi rakyat jelata biasa dan jendral Arga pergi untuk menyusul Gundara, namun … sesampainya beliau di medan bekas pertempuran terjadi dia hanya bisa menemukan segelintir mayat-mayat pasukan milik Gundara tanpa bisa menemukan jasad sahabatnya, lalu sisa ceritanya kalian sudah tahu bukan … Gundara tiba-tiba datang dengan gerombolan jin-jin hitam dari utara dengan kekuatan yang luar biasa dan menggulingkan kerajaan ini semudah membalikkan telapak tangan … mahluk terkutuk itu membunuh raja yang merupakan ayahanda saya dan menyiksa ibunda saya beserta para anak-anaknya dan membiarkan saya sebagai calon ratu baginya hidup untuk menyaksikan segala kebiadabannya di tanah Pujakerana … hiks."
Airmata mulai menetes perlahan dari sela mata putri Karina, disaat itu Naura memeluk Karina erat untuk menenangkan suasana hati sang putri yang tengah bermuram durja. Bagas berdiri dari tempat duduknya dan menatap teduh kearah Karina.
"Baiklah … sepertinya waktu istirahat sudah cukup, sebelum kita melanjutkan perjalanan, saya ingin menanyakan sesuatu kepada anda tuan putri," seru Bagas.
"Hiks … silakan tuan," seru sang putri sembari sedikit terisak.
"Tentang barang yang diinginkan Surya, apakah Gundara telah memilikinya?"
"Maafkan saya tuan Bagas, sekarang saya tidak bisa mengetahui apakah benda tersebut telah berada di tangan Gundara atau tidak, namun saya dapat pastikan siluman itu belum memiliki benda tersebut karena benda terkutuk itu disimpan ditempat tersembunyi yang hanya pewaris dari lingkup keluarga kerajaan Pujakerana saja yang mengetahui keberadaan tempat tersebut," jelas Karina.
"Berarti anda harus ikut dengan saya untuk mengambil benda tersebut?" tanya Bagas yang langsung dibalas anggukan putri Karina.
Luna menatap tajam kearah Bagas, "Tunggu! benda terkutuk!? Sebenarnya benda apa yang anakmu inginkan? ini tidak ada dalam kesepakatan yang kita buat sebelumnya," sergah Luna yang segera berdiri dari tempat duduknya.
"Maafkan saya baru memberitahukan tentang hal ini kepada anda nona Luna, kesepakatan yang kita buat adalah menyelamatkan rekan anda yang ditahan tanpa diketahui pihak Other sedangkan kesepakatan yang Surya buat adalah murni kesepakatan antara dia dengan sang putri," jelas Bagas.
Luna mendesal pelan, "Baiklah aku mengerti, tapi apakah aku boleh tau benda apa yang diinginkan Surya?" tanya Luna.
Putri Karina menoleh kearah Bagas untuk memastikan apakah dirinya boleh memberitahukan Luna tentang informasi benda yang diinginkan Surya tersebut.
"Hmm … beritahukan saja, toh nanti semua akan mengetahuinya," Seru Bagas yang kemudian berlalu kembali berjalan menyusuri lorong bawah tanah tersebut.
Karina beralih menatap Luna seraya berucap, "benda itu adalah Damastra melik … atau dalam bahasa anda bisa disebut sebagai sang taring hitam, senjata yang digunakan raja Kerana di masa kerajaan ini terbentuk, benda yang dititipkan oleh sang petapa sakti kepada raja Kerana namun beliau menyalahgunakannya … siapapun yang menggunakan senjata itu dapat melipat gandakan kekuatan … namun … kutukan mematikan akan selalu menyertai pengguna senjata tersebut sama seperti yang terjadi kepada Kerana raja pertama Pujakerana," seru Karina.
Luna beralih menatap punggung Bagas yang tengah berjalan didepan, "firasatku jelek tentang hal ini, ayo kita segera berangkat," seru Luna kepada Naura dan Karina.
Angin dingin menusuk kulit berhembus pelan diatas bukit perbatasan antara kerajaan Pujakerana dan para prajurit dari desa Raksa. Pemimpin dari para jin kera melangkah perlahan kearah Surya, ia mendekat kemudian bersimpuh dibelakang pemuda tersebut.
"T..Tuan Surya, persiapan telah selesai," seru jin kera tersebut sembari bersimpuh menatap punggung Surya yang tengah duduk bersila.
Surya menghentikan kegiatan membacanya, kemudian dengan perlahan menutup kitab berukuran kecil tersebut dan memasukkannya kembali kedalam tas beruang merah muda miliknya, terlihat ratusan titik-titik cahaya kecil berwarna putih mengelilingi Surya kala itu bagai kunang-kunang yang tengah menari-nari disekitar dirinya digelapnya malam. Surya menatap lurus kedepan seraya merentangkan tangan kanannya dan menjentikkan jari.
-klik-
Sesaat itu juga ratusan titik-titik cahaya tersebut berputar liar searah jarum jam dan berkumpul menjadi satu didepan tubuh Surya hingga membentuk sebuah bola cahaya berdiameter lima belas sentimenter dengan cahaya benderang yang kian menyinari sekelilingnya. Surya langsung berdiri dan membersihkan celananya dari debu yang menempel.
"ZIL!!" teriak Surya.
Sekejap aura hitam seakan membungkus tubuh Surya dan membentuk siluet seekor naga, Zil sang naga hitam membias keluar dari punggung Surya dan seketika berdiri dibelakang sang pemuda sembari membentangkan sayapnya yang lebar, kibasan sayap sang naga sangat kuat hingga membuat pemimpin jin kera dan beberapa prajurit kera terjerembab kebelakang.
"GROOOOAAAARRR!!!" auman Zil menggelegar seakan membelah keheningan sang malam. Zil membuka kedua matanya dan melihat sekeliling dan berakhir menatap Surya, Zil perlahan menurunkan leher panjangnya dan mulai menunjukkan sikap manjanya kepada Surya.
"Issshh … dasar naga manja," seru Surya sambil mengelus dagu sang naga, sembari mengelus-elus Surya membisikkan sesuatu di telinga Zil dan dengan penuh perhatian Zil mengangguk-anggukkan kepala tanda ia mengerti.
"Naga pintar … nih makan dulu," seru Surya.
Sang naga membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan lidahnya diantara gigi-gigi tajam miliknya, Surya pun melayangkan bola cahaya putih yang berada ditelapak tangan kanannya menuju kedalam rongga mulut Zil sang naga dan dengan perlahan Zil menutup mulutnya dengan perlahan.
"Kearah sana ya dan Hati-hati! Salah-salah kamu yang meledak Zil!," seru Surya sembari menjulurkan telunjuknya kearah gerbang Pujakerana.
Zil mengangguk tanda mengerti kemudian mengambil nafas panjang seraya mengangkat kepalanya tinggi keudara, jilatan api merah terlihat terkumpul dan berkobar liar didalam mulutnya.
"MERIAM NAGA!! … TEMBAK!" teriak Surya lantang.
Mendengar aba-aba Surya, Zil sang naga hitam segera menghembuskan nafas api miliknya dengan kuat kearah gerbang utama Pujakerana
-BLAAAAAARRR!!!-
Bola cahaya berselimutkan kobaran api terlontar dari mulut Zil sang naga hitam, bola cahaya tersebut melesat cepat bak peluru meriam kearah gerbang depan kerajaan Pujakerana.
-FWUUUUUSSH!!!-
-DHUAAAAARRRR!!-
Secepat cahaya tembakan meriam naga membelah padang sabana yang luas dan membakar habis rerumputan yang dilewatinya, ledakan besar tak terelakan tatkala bola cahaya tersebut bertubrukan dengan gerbang Pujakerana, ledakan besar sampai melontarkan reruntuhan hingga menghancurkan rumah di sekitar gerbang dan meluluh lantahkan para jin hitam yang berjaga disepanjang tembok depan.
Surya memicingkan pandangannya seraya tersenyum simpul, "Mantul!" sontaknya puas, "baiklah … lanjut rencana berikutnya kapten!" serunya pada pemimpin jin kera.
Sang kapten jin kera segera berdiri dan berlari kebelakang menuju para pasukan untuk memberikan perintah selanjutnya, sementara Surya mulai membuka jaket putih miliknya dan menaruhnya diatas tas beruang teddy merah muda miliknya. Zil kembali menurunkan kepalanya kesebelah Surya dengan mulut yang masih mengeluarkan kepulan asap.
"Jangan ikut!" seru Surya tegas.
"Grrrrrr …" geram sang naga pada Surya.
"Tugas kamu jaga kera-kera ini dan jangan biarkan mereka menyentuh si teddy!" seru Surya sembari bertolak pinggang.
Zil merebahkan tubuhnya diatas tanah sembari mengeleng-gelengkan kepala. Sebenarnya Zil mengerti perintah dari tuannya namun ia membuang muka dari Surya seakan tidak mengindahkan kata-katanya.
"Pokoknya tetap disini!" pinta Surya yang segera berjalan menuruni bukit. Dengan hanya seorang diri ia berjalan lurus kearah Pujakerana.
Sementara di dalam ruang singgasana.
Seekor jin hitam berlari tunggang langgang menuju sebuah pintu besar, dengan tergesa-gesa ia membuka pintu tersebut dan berteriak lantang.
"Pa-paduka Gundara, ma-maaf mengganggu waktu istirahat anda, na-namun kita diserang!" serunya sembari bersimpuh dengan menundukkan kepalanya didepan singgasana.
Dibalik bayangan hitam singgasana terlihat manik mata merah menatap tajam kearah sang jin hitam, tubuhnya yang besar berdiri dan mulai berjalan kearah jin hitam yang tengah bersimpuh itu.
Sesosok kera putih dengan mahkota emas diatas kepalanya dan baju bertahtakan batu mulia menuruni tiap tangga singgasana.
"Sebesar apa kerusakan yang terjadi?" tanya sang kera putih kepada jin hitam bawahannya.
"Ge-gerbang depan luluh lantah dan terlihat ratusan pasukan musuh bersembunyi dibalik hutan, tidak hanya itu darisana juga terlihat sesosok naga berwarna hitam, s-sama persis seperti naga yang diberitakan menyerang kawah hitam," seru sang jin masih menundukkan kepalanya.
"Hmmm … hehehehe … MuaHAHAHAHAHAHA!!" tawa sang kera putih membahana memecah keheningan ruang singgasana, "diluar dugaan … serangga-serangga itu datang secepat ini tanpa perlu bersusah payah aku mencarinya," gumamnya sendiri.
"Apa perintah anda paduka?" seru jin hitam yang bersimpuh didepan sang kera putih.
"Persiapkan semua pasukan didepan!! Kita akan membantai serangga-serangga itu sampai habis," seru Gundara sembari mengepalkan kedua tangannya.
Sang jin hitam segera mundur dan berlari keluar dari ruang singgasana sementara sang kera putih berjalan menuju ke sebuah gada besar disebelah pintu dan mengambilnya hanya dengan satu tangan, dengan berkomat kamit sang kera putih besar itu merapal mantra.
Tiba-tiba sebuah asap ungu violet mengepul dari tengah ruangan dan sebuah proyeksi sesosok wanita terpampang didepan sang kera.
"Ada apa kau memanggilku Gundara! Aku sedang sibuk mempersiapkan ritual untuk persembahan!!" seru sosok wanita cantik yang tengah duduk diatas singgasana yang terbuat dari puluhan tulang tengkorak.
Gundara bersimpuh didepan sosok wanita tersebut seraya menundukkan kepala, "maafkan kelancangan hamba ratu namun hamba memiliki berita gembira untuk anda ratu," seru Gundara.
"Apa yang kau maksud dengan kabar gembira?" tanya sosok wanita cantik tersebut.
"Cucumu tengah berada disini dan berencana mengalahkanku seorang diri, hamba akan mempersembahkan tubuhnya untuk anda wahai ratuku," seru Gundara dengan senyum sumringah tersungging dibibirnya.
Sosok wanita itu menatap tajam pada Gundara dengan senyum miring dibibirnya, "jangan gegabah dulu anakku, kalahkan dia dengan benda yang aku telah berikan kepadamu, niscaya kemenangan mutlak akan berada ditanganmu, HAHAHAHAHA," tawa lepas sosok wanita cantik tersebut.
Asap ungu violet itupun semakin membias dan menghilang, Gundara pun berdiri dan mulai melangkah pergi keluar dari ruangan singgasana dengan gada besar bertengger dipundaknya.
#bersambung.
-Tap-
-Tap-
-Tap-
Bunyi langkah-langkah kaki terdengar mendekat dan semakin berderap dijalan setapak yang berada di tengah hutan pohon pinus, seorang pemuda berjaket hoodie berwarna putih dengan ransel beruang merah jambu kesayangan miliknya berjalan ditengah hutan dengan santainya sembari bersenandung pelan, ia berjalan sepanjang jalan setapak yang mengarah lurus menuju kerajaan Pujakerana, di belakang sang pemuda terlihat panjang para pasukan jin kera yang berbaris beriringan dengan tas dari kain lusuh yang terikat di pundak dan senjata seadanya di kedua tangan mereka.
Langkah sang pemuda terhenti tatkala ia berada dipenghujung hutan, dari kejauhan sudah terlihat pemandangan padang sabana dihiasi rerumputan kering berwarna jingga tua dan terlihat gerbang kerajaan Pujakerana yang berdiri dengan megah dan kokoh diujungnya.
-Drap-
Serentak para pasukan jin kera dari desa Raksa menghentikan langkah-langkah mereka disaat menyadari bahwa mereka semua sudah sampai di posisi yang mereka kehendaki. Surya dan para prajurit kera telah sampai diatas bukit perbatasan dengan kerajaan Pujakerana, Surya menoleh kebelakang dan mulai bersua, "laksanakan boi," seru Surya singkat kepada sang kapten dari para jin kera, para jin kera dari desa Raksa segera berbondong-bondong menyebar disekitar hutan dan mulai membuka ikatan tas yang melilit di pundak mereka, didalam tas-tas tersebut terdapat beberapa ranting kering berukuran sedang dan beberapa botol minyak, mereka mulai merobek kain tas tersebut dan melilit dan mengikat diujung ranting kering kemudian membasahi kain tersebut dengan minyak, sementara Surya melangkah perlahan kesebuah batu besar diatas bukit tersebut dan mulai duduk bersila, ia membuka tas ransel miliknya dan mengeluarkan sebuah kitab suci berukuran kecil dan mulai membaca tiap ayat tanpa mengeluarkan sedikitpun suara.
Sementara dilain tempat...
Cahaya redup obor menyinari ruangan bawah tanah dengan sunyi senyap yang menyeruak hingga mereka bahkan bisa mendengar bunyi api obor yang perlahan membakar pangkal kayu kering. Putri Karina terdiam sesaat sembari mengepalkan kedua telapak tangannya setelah dia menyebutkan kata cinta didalam ceritanya.
Bagas menatap tajam putri Karina seraya mulai memecah keheningan, "lalu apa yang terjadi setelah itu?"
Karina menarik nafas panjang dan mulai kembali bercerita tentang masa lalunya.
"Saya dan Gundara pada akhirnya menjalin cinta, walaupun harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi itupun hanya segelintir orang kepercayaan saya saja yang mengetahui hubungan kami tersebut … namun … sepandai-pandainya kami menyembunyikan hubungan ini ayahanda saya pada akhirnya curiga dengan kedekatan kami dan mencium hubungan terlarang kami berdua," seru Karina dengan manik mata yang mulai berlinang air mata.
Naura berdiri dari tempat duduknya dan mulai melangkah kearah putri Karina, ia kemudian duduk disebelah sang putri sembari mendengarkan kembali kata-kata sang putri sembari menepuk-nepuk pundak sang putri untuk menenangkannya.
"Disaat itu ayahanda berbicara empat mata dengan saya dan mulai menceritakan segalanya, mulai dari bagaimana ia mamatahkan kutukan hingga ia mengetahui bahwa Gundara adalah anak kandungnya, sehingga beliau meminta saya untuk memutuskan hubungan cinta yang sudah terjalin selama ini dengan Gundara, namun … tanpa di duga disaat itu bukan hanya saya yang mendengarkan dan mengetahui rahasia sang raja … seseorang dengan sengaja telah menguping pembicaraan kami dan memberitahukannya kepada ibunda ratu, penguping tersebut memberitahukan perihal pembicaraan antara saya dan ayahanda … dan disaat itulah ibunda ratu murka dan melakukan sesuatu yang selayaknya tidak dilakukan oleh seorang ratu."
"Sebenarnya apa yang dilakukan ratu saat itu?" tanya Luna dengan tatapan serius.
"Beliau berencana untuk membunuh Gundara dan itu semua dilakukannya secara terang-terangan didepan kami semua. Dengan memakai kuasanya sebagai ratu beliau mengutus Gundara untuk pergi langsung kedalam daerah musuh … ia mengirim Gundara menuju jantung peperangan dengan hanya segelintir pasukan disisinya untuk menuju kesana, disaat itu yang menentang keras keputusan sang ratu hanyalah jendral Arga seorang diri namun kata-kata sang jendral tidak digubris bahkan ayahanda saya hanya bisa berdiam diri melihat kemarahan sang ratu kala itu karena beliau merasa bersalah telah mengkhianati kesetiaan ratu demi memiliki keturunan … pada akhirnya jendral Arga diturunkan dari jabatannya oleh ratu yang tengah murka menjadi rakyat jelata biasa dan jendral Arga pergi untuk menyusul Gundara, namun … sesampainya beliau di medan bekas pertempuran terjadi dia hanya bisa menemukan segelintir mayat-mayat pasukan milik Gundara tanpa bisa menemukan jasad sahabatnya, lalu sisa ceritanya kalian sudah tahu bukan … Gundara tiba-tiba datang dengan gerombolan jin-jin hitam dari utara dengan kekuatan yang luar biasa dan menggulingkan kerajaan ini semudah membalikkan telapak tangan … mahluk terkutuk itu membunuh raja yang merupakan ayahanda saya dan menyiksa ibunda saya beserta para anak-anaknya dan membiarkan saya sebagai calon ratu baginya hidup untuk menyaksikan segala kebiadabannya di tanah Pujakerana … hiks."
Airmata mulai menetes perlahan dari sela mata putri Karina, disaat itu Naura memeluk Karina erat untuk menenangkan suasana hati sang putri yang tengah bermuram durja. Bagas berdiri dari tempat duduknya dan menatap teduh kearah Karina.
"Baiklah … sepertinya waktu istirahat sudah cukup, sebelum kita melanjutkan perjalanan, saya ingin menanyakan sesuatu kepada anda tuan putri," seru Bagas.
"Hiks … silakan tuan," seru sang putri sembari sedikit terisak.
"Tentang barang yang diinginkan Surya, apakah Gundara telah memilikinya?"
"Maafkan saya tuan Bagas, sekarang saya tidak bisa mengetahui apakah benda tersebut telah berada di tangan Gundara atau tidak, namun saya dapat pastikan siluman itu belum memiliki benda tersebut karena benda terkutuk itu disimpan ditempat tersembunyi yang hanya pewaris dari lingkup keluarga kerajaan Pujakerana saja yang mengetahui keberadaan tempat tersebut," jelas Karina.
"Berarti anda harus ikut dengan saya untuk mengambil benda tersebut?" tanya Bagas yang langsung dibalas anggukan putri Karina.
Luna menatap tajam kearah Bagas, "Tunggu! benda terkutuk!? Sebenarnya benda apa yang anakmu inginkan? ini tidak ada dalam kesepakatan yang kita buat sebelumnya," sergah Luna yang segera berdiri dari tempat duduknya.
"Maafkan saya baru memberitahukan tentang hal ini kepada anda nona Luna, kesepakatan yang kita buat adalah menyelamatkan rekan anda yang ditahan tanpa diketahui pihak Other sedangkan kesepakatan yang Surya buat adalah murni kesepakatan antara dia dengan sang putri," jelas Bagas.
Luna mendesal pelan, "Baiklah aku mengerti, tapi apakah aku boleh tau benda apa yang diinginkan Surya?" tanya Luna.
Putri Karina menoleh kearah Bagas untuk memastikan apakah dirinya boleh memberitahukan Luna tentang informasi benda yang diinginkan Surya tersebut.
"Hmm … beritahukan saja, toh nanti semua akan mengetahuinya," Seru Bagas yang kemudian berlalu kembali berjalan menyusuri lorong bawah tanah tersebut.
Karina beralih menatap Luna seraya berucap, "benda itu adalah Damastra melik … atau dalam bahasa anda bisa disebut sebagai sang taring hitam, senjata yang digunakan raja Kerana di masa kerajaan ini terbentuk, benda yang dititipkan oleh sang petapa sakti kepada raja Kerana namun beliau menyalahgunakannya … siapapun yang menggunakan senjata itu dapat melipat gandakan kekuatan … namun … kutukan mematikan akan selalu menyertai pengguna senjata tersebut sama seperti yang terjadi kepada Kerana raja pertama Pujakerana," seru Karina.
Luna beralih menatap punggung Bagas yang tengah berjalan didepan, "firasatku jelek tentang hal ini, ayo kita segera berangkat," seru Luna kepada Naura dan Karina.
Angin dingin menusuk kulit berhembus pelan diatas bukit perbatasan antara kerajaan Pujakerana dan para prajurit dari desa Raksa. Pemimpin dari para jin kera melangkah perlahan kearah Surya, ia mendekat kemudian bersimpuh dibelakang pemuda tersebut.
"T..Tuan Surya, persiapan telah selesai," seru jin kera tersebut sembari bersimpuh menatap punggung Surya yang tengah duduk bersila.
Surya menghentikan kegiatan membacanya, kemudian dengan perlahan menutup kitab berukuran kecil tersebut dan memasukkannya kembali kedalam tas beruang merah muda miliknya, terlihat ratusan titik-titik cahaya kecil berwarna putih mengelilingi Surya kala itu bagai kunang-kunang yang tengah menari-nari disekitar dirinya digelapnya malam. Surya menatap lurus kedepan seraya merentangkan tangan kanannya dan menjentikkan jari.
-klik-
Sesaat itu juga ratusan titik-titik cahaya tersebut berputar liar searah jarum jam dan berkumpul menjadi satu didepan tubuh Surya hingga membentuk sebuah bola cahaya berdiameter lima belas sentimenter dengan cahaya benderang yang kian menyinari sekelilingnya. Surya langsung berdiri dan membersihkan celananya dari debu yang menempel.
"ZIL!!" teriak Surya.
Sekejap aura hitam seakan membungkus tubuh Surya dan membentuk siluet seekor naga, Zil sang naga hitam membias keluar dari punggung Surya dan seketika berdiri dibelakang sang pemuda sembari membentangkan sayapnya yang lebar, kibasan sayap sang naga sangat kuat hingga membuat pemimpin jin kera dan beberapa prajurit kera terjerembab kebelakang.
"GROOOOAAAARRR!!!" auman Zil menggelegar seakan membelah keheningan sang malam. Zil membuka kedua matanya dan melihat sekeliling dan berakhir menatap Surya, Zil perlahan menurunkan leher panjangnya dan mulai menunjukkan sikap manjanya kepada Surya.
"Issshh … dasar naga manja," seru Surya sambil mengelus dagu sang naga, sembari mengelus-elus Surya membisikkan sesuatu di telinga Zil dan dengan penuh perhatian Zil mengangguk-anggukkan kepala tanda ia mengerti.
"Naga pintar … nih makan dulu," seru Surya.
Sang naga membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan lidahnya diantara gigi-gigi tajam miliknya, Surya pun melayangkan bola cahaya putih yang berada ditelapak tangan kanannya menuju kedalam rongga mulut Zil sang naga dan dengan perlahan Zil menutup mulutnya dengan perlahan.
"Kearah sana ya dan Hati-hati! Salah-salah kamu yang meledak Zil!," seru Surya sembari menjulurkan telunjuknya kearah gerbang Pujakerana.
Zil mengangguk tanda mengerti kemudian mengambil nafas panjang seraya mengangkat kepalanya tinggi keudara, jilatan api merah terlihat terkumpul dan berkobar liar didalam mulutnya.
"MERIAM NAGA!! … TEMBAK!" teriak Surya lantang.
Mendengar aba-aba Surya, Zil sang naga hitam segera menghembuskan nafas api miliknya dengan kuat kearah gerbang utama Pujakerana
-BLAAAAAARRR!!!-
Bola cahaya berselimutkan kobaran api terlontar dari mulut Zil sang naga hitam, bola cahaya tersebut melesat cepat bak peluru meriam kearah gerbang depan kerajaan Pujakerana.
-FWUUUUUSSH!!!-
-DHUAAAAARRRR!!-
Secepat cahaya tembakan meriam naga membelah padang sabana yang luas dan membakar habis rerumputan yang dilewatinya, ledakan besar tak terelakan tatkala bola cahaya tersebut bertubrukan dengan gerbang Pujakerana, ledakan besar sampai melontarkan reruntuhan hingga menghancurkan rumah di sekitar gerbang dan meluluh lantahkan para jin hitam yang berjaga disepanjang tembok depan.
Surya memicingkan pandangannya seraya tersenyum simpul, "Mantul!" sontaknya puas, "baiklah … lanjut rencana berikutnya kapten!" serunya pada pemimpin jin kera.
Sang kapten jin kera segera berdiri dan berlari kebelakang menuju para pasukan untuk memberikan perintah selanjutnya, sementara Surya mulai membuka jaket putih miliknya dan menaruhnya diatas tas beruang teddy merah muda miliknya. Zil kembali menurunkan kepalanya kesebelah Surya dengan mulut yang masih mengeluarkan kepulan asap.
"Jangan ikut!" seru Surya tegas.
"Grrrrrr …" geram sang naga pada Surya.
"Tugas kamu jaga kera-kera ini dan jangan biarkan mereka menyentuh si teddy!" seru Surya sembari bertolak pinggang.
Zil merebahkan tubuhnya diatas tanah sembari mengeleng-gelengkan kepala. Sebenarnya Zil mengerti perintah dari tuannya namun ia membuang muka dari Surya seakan tidak mengindahkan kata-katanya.
"Pokoknya tetap disini!" pinta Surya yang segera berjalan menuruni bukit. Dengan hanya seorang diri ia berjalan lurus kearah Pujakerana.
Sementara di dalam ruang singgasana.
Seekor jin hitam berlari tunggang langgang menuju sebuah pintu besar, dengan tergesa-gesa ia membuka pintu tersebut dan berteriak lantang.
"Pa-paduka Gundara, ma-maaf mengganggu waktu istirahat anda, na-namun kita diserang!" serunya sembari bersimpuh dengan menundukkan kepalanya didepan singgasana.
Dibalik bayangan hitam singgasana terlihat manik mata merah menatap tajam kearah sang jin hitam, tubuhnya yang besar berdiri dan mulai berjalan kearah jin hitam yang tengah bersimpuh itu.
Sesosok kera putih dengan mahkota emas diatas kepalanya dan baju bertahtakan batu mulia menuruni tiap tangga singgasana.
"Sebesar apa kerusakan yang terjadi?" tanya sang kera putih kepada jin hitam bawahannya.
"Ge-gerbang depan luluh lantah dan terlihat ratusan pasukan musuh bersembunyi dibalik hutan, tidak hanya itu darisana juga terlihat sesosok naga berwarna hitam, s-sama persis seperti naga yang diberitakan menyerang kawah hitam," seru sang jin masih menundukkan kepalanya.
"Hmmm … hehehehe … MuaHAHAHAHAHAHA!!" tawa sang kera putih membahana memecah keheningan ruang singgasana, "diluar dugaan … serangga-serangga itu datang secepat ini tanpa perlu bersusah payah aku mencarinya," gumamnya sendiri.
"Apa perintah anda paduka?" seru jin hitam yang bersimpuh didepan sang kera putih.
"Persiapkan semua pasukan didepan!! Kita akan membantai serangga-serangga itu sampai habis," seru Gundara sembari mengepalkan kedua tangannya.
Sang jin hitam segera mundur dan berlari keluar dari ruang singgasana sementara sang kera putih berjalan menuju ke sebuah gada besar disebelah pintu dan mengambilnya hanya dengan satu tangan, dengan berkomat kamit sang kera putih besar itu merapal mantra.
Tiba-tiba sebuah asap ungu violet mengepul dari tengah ruangan dan sebuah proyeksi sesosok wanita terpampang didepan sang kera.
"Ada apa kau memanggilku Gundara! Aku sedang sibuk mempersiapkan ritual untuk persembahan!!" seru sosok wanita cantik yang tengah duduk diatas singgasana yang terbuat dari puluhan tulang tengkorak.
Gundara bersimpuh didepan sosok wanita tersebut seraya menundukkan kepala, "maafkan kelancangan hamba ratu namun hamba memiliki berita gembira untuk anda ratu," seru Gundara.
"Apa yang kau maksud dengan kabar gembira?" tanya sosok wanita cantik tersebut.
"Cucumu tengah berada disini dan berencana mengalahkanku seorang diri, hamba akan mempersembahkan tubuhnya untuk anda wahai ratuku," seru Gundara dengan senyum sumringah tersungging dibibirnya.
Sosok wanita itu menatap tajam pada Gundara dengan senyum miring dibibirnya, "jangan gegabah dulu anakku, kalahkan dia dengan benda yang aku telah berikan kepadamu, niscaya kemenangan mutlak akan berada ditanganmu, HAHAHAHAHA," tawa lepas sosok wanita cantik tersebut.
Asap ungu violet itupun semakin membias dan menghilang, Gundara pun berdiri dan mulai melangkah pergi keluar dari ruangan singgasana dengan gada besar bertengger dipundaknya.
#bersambung.
Diubah oleh ayahnyabinbun 25-01-2020 14:56
ariefdias dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Kutip
Balas