EnisutriAvatar border
TS
Enisutri
Cinta Sepekan


Quote:


****


Ponselku berdering tanda notifikasi muncul, kuintip ponselku yang sedari tadi tergeletak diatas ranjang. Ada sebuah pesan

"Assalamu'alaikum, aku Zahir duda, punya anak kembar, ingin mencari pendamping yang serius aja. Jika berkenan aku mau berkenalan, jika tidak abaikan pesan ini."

Seketika mataku terbelalak memandangi layar ponsel, rasa curiga bercampur aduk langsung saja aku menghampiri mbk iparku yang masih asyik memasak sambil mendendangkan lagu dangdut dibarengi tarian yang entah dia ciptakan sendiri atau justru plagiat tapi gagal total. pokoknya yang ada melihat atraksi komedi bukan melihat diva sedang menyanyi.

"mbk Imah... ini pasti ulah mbk Imah"sambil menyodorkan ponsel yang kubawa tadi

"Apa sih nduk?" matanya menyipit melihat dengan seksama ponselku.

"Alhamdulillah akhirnya usaha mbk gak sia-sia ada yang mau ngajakin kamu serius itu nduk, udah cepetan dibalas, jangan kelamaan, nanti keduluan yang lainnya, mbk udah gak sabar dapat adik ipar ini. Kamu udah kelamaan menjomblo umurmu udah pangkat 3 lho".

"Jadi, beneran ini ulah mbk Imah? Mbk...." belum sempat aku bicara mbk Fatimah udah memotong pembicaraanku.

"Nduk kali ini dengarkan mbk!" Wajah serius mbk Fatimah yang jarang aku lihat selama ini

"Nduk apa salahnya dicoba dulu, kenalan kan belum tentu langsung suruh menikah hari ini juga to, kalo gak cocok juga bisa mundur, siapa tahu ini memang jodoh yang dikirim Allah buat kamu, tentang statusnya duda atau perjaka itu gak masalah yang penting pertama agamanya". Jelas mbk Fatimah, aku lalu dia. Tanpa kata apapun aku melangkah gontai menuju kamarku.

Kupandangi chat dari nomor tak bernama itu, dalam hati berkata "Zahir, okeylah aku akan coba mengenalnya." Aku mengikuti saran mbk Imah.

Ku balas chat itu "Wa'alaikumsalam, maaf saya lama balesnya jujur saya terkejut mendapat chat darimu. Kalau memang berkenan silakan berkenalan dulu tak apa-apa. Tujuanku juga serius mencari pendamping hidup". Isi chat tersebut sangat kaku.

Selang beberapa detik ponsel berbunyi, dia membalasnya lagi "Terimakasih, boleh saya telpon kamu?"

Aku berfikir agak lama akhirnya kumengiyakan. Tak lama ponsel berdering tanda panggilan masuk. Rasa gemetar tanganku meraih ponsel.

"Assalamualaikum, ini Ranum ya?." Suara serak dan sedikit berat terdengar merdu membawaku pada lamunan

"Wa....wa'alaikumsalam, iya benar, kamu eh gmn aku panggilnya?"

"Panggil Zahir biar lebih akrab, lagian kita kayaknya masih sebaya, umurku 28 tahun, kamu?"

"Apa? Aku, em...aku sudah 31 tahun." Aku agak malu menyebutkan umur karena usiaku dibilang sudah kadaluwarsa.

"Oh jadi kita selisih 3 tahun ya?"

"Iya, tapi aku lebih tua dari kamu? bagaimana?"

"Gak masalah buatku, yang penting mau aku ajak ibadah dan dalam hal kebaikan"


Lama kami terdiam saling menunggu satu sama lain membuka obrolan lagi, tapi tetap saja hening. Lalu dia kemudian mulai berbicara lagi

"Ranum, aku orang to the point aja ya, niat aku serius sama kamu, aku tidak mau pacaran aku maunya langsung menikah aja."

"Apa?"aku agak gugup karena Zahir tidak suka basa basi

" tapi apa kamu sudah yakin memilih aku, kamu kan belum kenal aku seperti apa?"

"Inshaa Allah aku yakin, jadi kamu siapnya kapan nanti aku akan ketempatmu untuk melamarmu."

" Tapi, kamukan belum tahu tentangku, misalnya saja biodataku."

"Aku sudah tahu kok, kan sudah dapat bio datamu, nama,alamat, nama ayah, cita citamu, semua aku tahu dari biro jodoh online"

"hah??" Aku kaget seingatku aku tidak pernah mengikuti ajang biro jodoh, aku berpikir keras jangan-jangan waktu itu, yah aku ingat waktu itu mbk Imah memintaku menulis biodata selengkap-lengkapnya alasannya untuk mencarikanku pekerjaan, oh ternyata mbk Imah dibalik semua ini.

"Halo, kamu masih dengar suara aku?"

"Iiya...ya aku dengar kok!"

"Ya sudah nanti disambung lagi, aku mau tugas dulu."

"Tunggu sebentar!, aku mau tanya kamu duda karena bercerai atau istri meninggal?"

"Istri aku meninggal waktu melahirkan si kembar, oh ya aku kirim foto anak-anakku ya."

Aku memandangi ponsel ku buka chat di wa, aku menerima foto anak kecil mungil dengan bola mata bulat, cantik sekali.

"Ya aku udah lihat anak-anak, anak-anak sekarang sama siapa kalau kamu kerja?"

"kalau aku kerja sama pengasuhnya, okey udah dulu ya nanti disambung lagi, assalamualaikum."
Ia mengakiri salam dan aku membalas salam itu seketika itu tlp mati. Aku masih terpaku sambil menggenggam ponselku.

Ke esokan harinya, pagi-pagi aku sudah mendapat wa darinya , "assalamualaikum, kamu lagi ngapain?".

Entah kenapa hati ini mulai berdebar membaca pesan itu, lalu kubalasnya.

****


Selama empat hariberurut-turut, kami hanya ngobrol lewat pesan saja. Tapi itu sudah cukup membuat aku bahagia, dan aku sudah mulai menyukainya. Ya...aku sudah jatuh cinta.

Hari kelima, aku memandangi ponsel berharap dapat pesan darinya, tapi tidak. Rasa kangen mulai muncul dengan tiba-tiba. Tapi tetap saja aku tidak berani menulis pesan terlebih dahulu.

Hari keenam, aku bercerita kepada mbk iImah tentang Zahir dan sejauh mana kami merencanakan pernikahan yang dibilang dadakan. Belum bertemu, aku sudah mantap, yang kutahu hanya namanya dan nama kedua anaknya selebihnya aku tidak tahu apapun.

Mbak imah menyarankan. aku untuk bicara ke Bapak, tapi sebelm itu mbk Imah memintaku untuk menanyakan identitasnya lengkap karena hanya itu yang bisa mdnjadi gambaran dan acuan.

Hari ketujuh, sudah dua hari kami tidak komunikasi, akhirnya aku memberanikan diri untuk langsung meneleponnya. Panghilan siara aktif telepon berdering namun tiba tiba panggilan ditolak. Aku penasaran aku ulangi panggilan telpon lagi. Tapi tetap saja ditolak.

Aku mulai khawatir selang beberapa detik wa darinya

"Hmm"

"Kamu lagi ngapain, kok telponku gak diangkat?"

" Aku lagi nyantai, wa aja ya, aku lagi gak pengen terima telpon"

"Lho kenapa, aku mau bicara kan lebih enak bicara langsung dari pada nulis pesan."


Ada perasaan aneh yang aku pun tidak bisa menggambarkannya. Aku mulai tidak yakin bahwa Zahir ini bener-benar serius.

"Oh ya anak-anak mana?" Ku mulai menanyakan anaknya lewat chat

"Dah tidur"

"Fotoin ya, aku mau lihat mereka"

"Ah ribet."


"Lho kok gitu, aku hanya minta foto, aku pengen lihat, aku memang suka sama anak-anak. Ayolah fotoin, oh ya mana biodata kamu? Kok gak kamu kasih sih?" bujukku

" kamu ini belum menikah sudah minta ini itu."

"Apa?" Aku terkejut dengan balasanya itu.
"Lho aku minta apa to? Kan katanya kamu serius sama aku, aku cuma minta biodata dan fotoin anakmu. Kok kamu bilangnya begitu,

"Akhir bulan ini kan aku ketempatmu nanti tahu sendiri to."


"Lho ya gak gitulah, aku kan belum bilang sama bapakku, makanya aku minta biodata sama kamu, la terus apa yang harus kuceritakan sama bpk, aku aja hanya kenal namamu tak lebih dari itu."

"kamu itu ribet ya"

"okey kalau emang kamu gak mau kasih data ke aku, aku tak mundur aja dari perkenalan kita, apalagi kamu bilang aku suka minta hal-hal yang aneh, menurutku itu wajar lho. Aku malah ada kesan curiga sama kamu."

" Jadi kamu mundur berarti selama ini modusin aku, kamu php aku ya?."

"Mana ada aku serius kok, justru aku itu ragu sama kamu".

" ya udah gak usah wa aku lagi, bye...".


Seketika nomorku sudah diblokir, dan aku mencoba menulis pesan terakhir entah itu terkirim atau tidak

" aku minta maaf, selama ini aku percaya sama kamu, sudah kugantungkan harapan kepadamu, dan ada ruang kosong yang aku khususkan untuk kau tempati di hatiku, tapi seketika kamu telah menghancurkannya. Biarlah Allah nanti yang menjelaskan bahwa selama ini aku tidak penah mempermainkanmu, wakaupun cuma sepekan tapi tetap saja kamu punya tempat terindah disini wassalamu'aikum".


Quote:
Diubah oleh Enisutri 06-07-2020 16:31
teguhwidiharto
bukhorigan
dewisuzanna
dewisuzanna dan 48 lainnya memberi reputasi
47
18.3K
457
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
EnisutriAvatar border
TS
Enisutri
#182
Part 17 Bahtera Bag. 2
Aku dan Abid keluar dari kamar menemui bapak untuk membicarakan rencana Abid serta meminta izin kepada beliau. Terlihat bapak duduk santai sambil menoton televisi di ruang tengah. Bapak menyadari kedatangan kami. Beliau melempar senyum.


“Sini nonton televisi sama Bapak,” ajak bapak.

“Nonton acara apa Pak?” tanya Abid sambil mendekati bapak. Ia duduk tepat di sebelah bapak dan aku duduk bersebrangan dengan mereka.

“Ini lho, Bapak lagi nonton berita, banjir di Jakarta, banyak rumah yang terendam banjir, sepanjang tahun musim hujan itu permasalahannya,” kata bapak menjelaskan.

“Bapak mengikuti berita,” tanya Abid.

“Iya tontonan yang paling Bapak suka adalah berita,” jawab bapak semabari memindah chanel televisi.

“Pak, maaf saya mau memebicarakan sesuatu dengan Bapak,” kata Abid dengan serius.

“Ada apa Le? Kok kayak serius banget ini?” tanya bapak menandang Abid dan Aku bergantian.


Aku sedari tadi diam, hanya melirik Abid lalu memberinya isyarat dengan mata agar segera berbicara dengan bapak.


“Begini Pak, saya mau minta ijin membawa Ranum ke Jakarta,” kata Abid dengan menatap mata bapak.

“Ke Jakarta?” tanya bapak memastikan.

“Ia Pak, saya dapat panggilan untuk bergabung membantu kepolisian di Jakarta pak, saya di tugaskan di rumah sakit untuk bagian outopsi.”

Bapak hanya terdiam, aku tahu bapak kaget mendengarnya. Lalu beberapa menit kemudian bapak mulai bicara.


“Le, sebenarnya di lubuh hati ingin Ranum tetap dekat dengan Bapak, tapi, Bapak kemarin sudah menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepadamu, jadi, bapak percayakan Ranum sepenuhnya kepadamu Le, bawa Ranum kemanapun kamu berada, karena ia adalah istrimu,” kata bapak menjelaskan.

Nduk Ranum, kamu sekarang menjadi istri Abid kamu harus tetap berada disampingnya baik dalam keadaan yang bagaimanapun,” kata bapak kepadaku.

“Iya Pak,” jawabku pelan, tak terasa butiran bening menetes.

“Sudah jangan sedih,” kata bapak menatapku, aku beranjak mendekati bapak kurangkul tubuh yang sudah mulai keriput itu. Aku menangis, dan bapak mengelus rambutku.

Benar-benar aku sedih harus meninggalkan bapak, aku memang sejak kecil dekat dan tak bisa jauh dari bapak.


“Assalamua’alaikum,” suara salam terdengar dari luar.

Wa’alaikumsalam,” jawab kami bersamaan.

Aku segera mengelap air mataku.
Terlihat Mbak Imah datang dengan membawa beberapa kantong plastik belanjaan.


Nduk, ambil piring sama pisau Mbak tadi beli semangka murah lho, kita makan semangka,” kata Mbak Imah seraya menaruh barang belanjaannya di atas meja.

Aku beranjak berjalan ke dapur, kuambil sebuah piring besar, aku masih mencari pisau tapi belum kutemukan. Aku memanggil Mbak Imah.


“Mbak, pisau di mana? kok gak ada,” kataku sambil masih mencari di lemari gantung yang terletak di dapur

“Masa sih, coba kamu cari dengan teliti Nduk,” kata Mbak Imah dari ruang tengah.
Lama aku mencarinya tapi tidak kutemukan aku berjalan ke ruang tengah hanya dengan membawa piring saja.

“Mana pisaunya?” Tanya Mbak Imah.
Aku menggeleng tanda tidak bisa menemukan pisau di dapur.

“Aku tahu dimana pisaunya Mbak, aku ambil dulu,” kata Abid dan segera ia beranjak dari duduk untuk mengambil pisau.
Aku duduk di sebelah Mbak Imah.

“Besarnya Mbak semangkanya, beapa kilo ini tadi?” tanyaku sambil memegangi buah semangka yang ada di meja.

“Hampir 6 kiloan, semangka super, harganya murah , cuma 5000/kg,” jawab Mbak Imah.


Beberapa menit kemudian Abid datang, aku tak melihat kedatangannya dia sudah berada didekatku.

“Ini pisaunya,” kata Abid sambil menyodorkan sebuah pisau. Aku melihat pisau itu, mataku terbelalak, dan kurebut pisau itu dari tangannya.


“Dari mana Mas dapat pisau ini?” tanyaku sedikit dengan nada tinggi.

“Dari kamar, memangnya kenapa ? Katanya nyari pisau?” tanya Abid bingung.

“Iya ini pisau masa ini golok, tapi jangan pake ini,”jawabku marah.

“Lho kenapa memangnya?” Abid masih belum mengerti.

“Ini pisau gak boleh buat motong apapun,” kataku sewot.

“Mbak Imah, aku malah bingung, kenapa” Abid mulai minta penjelasan kepada Mbak Imah.

Mbak Imah tersenyum, dan berkata “Nduk ... Nduk, mbok ya dipakai aja itu pisau, kan udah diberikan ke Kamu, pisaunya kan tajem itu, pisaunya chef.” Mbak Imah tersenyum, menggodaku.


“Chef? Siapa yang jadi chef?” tanya Abid kebingungan.


“Tanya saja itu sama Nduk Ranum,” kata Mbak Imah sambil beranjak menuju dapur. Sebelum Mbak Imah beranjak aku mengisaratkan dengan telunjuk yang aku taruh didepan mulut. Abid melirikku dengan perasaan curiga.

Mbak Imah kembali dengan membawa sebilah pisau.

“Ini ada Nduk, didekat wastafel” kata Mbak Imah.

“Owh, pantesan, soalnya aku gak nyari disana tadi."


Aku meletakan pisau pemberian Chef Al di atas meja. Kemudian mengambil pisau yang dibawa Mbak Imah, untuk membelah semangka. Kami berempat menikmati makan semangka sambil sesekali bersenda gurau. Moment itu mungkin aku akan rindukan sebab besok aku dan Abid sudah harus berangkat ke Jakarta.


Hari ini hari dimana aku harus meninggalkan seluruh keluargaku menjalani hidup baru dengan suamiku. Kupandangi sudut kamar, kulihat berbagai bingkai foto yang terpajang di dinding, foto aku dan bapak, foto Almarhumah ibu dan semua keluargaku.


“Aku pasti akan merindukan kamar ini,”kataku.


Dek sudah siap kah? Ayok sudah ditunggu di mobil,” kata Abid mengajakku.


Aku keluar kamar dan menuju luar halaman Bapak, Mas Farhan dan Mbak Imah sudah berada di dalam mobil. Tak lupa aku mengunci pintu, dan kuserahkan kuncinya kepada Mbak Imah. Aku lalu masuk ke dalam mobil.


Mobil melaju menuju Surabaya. Sampai di bandara Juanda aku dan Abid berpamitan, isak tangis tak bisa tertahankan, kurangkul bapakku berkali-kali, begitu juga Mbak Imah yang sudah seperti kakak sekaligus ibu bagiku. Berat rasanya meninggal keluargaku, tapi bagaimana lagi, kini aku adalah seorang istri, aku mempunyai tanggung jawab kepada suamiku. Ini adalah awal perjalanan hidup bersama orang yang aku cintai.



Bersambung

Home
Diubah oleh Enisutri 05-01-2020 05:10
jiyanq
Indriaandrian
indrag057
indrag057 dan 5 lainnya memberi reputasi
6