dwyzelloAvatar border
TS
dwyzello
Jumiati itu adalah aku..
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh ❤


Welcome to my 3rd thread.


Quote:


Let's Cekidot



............

Perjodohan






"Ashshalatu Khairun Minan Naum!” 
“Ashshalatu Khairun Minan Naum!”


Dua kalimat Tatswiib yang dikumandangkan Pak Ngadiyo itu membangunkan tidurku. Tapi tubuhku enggan sekali untuk bangun. Mataku terpejam lagi. Entah berapa banyak setan yang mengencingi telingaku sehingga aku meraih bantalku kembali.


Suara Pak Ngadiyo yang kemudian melantunkan puji - pujian kepada Kanjeng Nabi pun mulai terdengar kembali dan membukakan sedikit mataku. Kelirik jam dinding kayu berwarna cokelat dengan bandul dibawahnya, telah menunjukkan angka lima lebih lima belas menit.


"Jum ... bangun Jum,"


Suara Mamak yang memanggilku berulang kali membuat aku segera beranjak dari tempat tidur.


Mamak kini adalah seorang janda. Umurnya sudah menginjak 64 tahun. Meskipun kulitnya sudah keriput, jalannya yang sudah membungkuk dan rambutnya memutih, namun tidak dengan tenaga dan semangatnya. Di usia senja, Mamak masih harus mengumpulkan koin demi koin untuk menghidupi aku dan Mamak sendiri.


Bapak telah meninggalkan kami, saat usiaku yang masih 5 tahun. Sedikit memori yang aku ingat dari Bapak, Bapak sering mengajakku ke sawah untuk buruh tanam padi. Bapak mengajakku jalan - jalan dengan sepeda tuanya untuk berkeliling desa. Sangat menyenangkan.


Namun setelah bapak telah tiada, tidak ada yang mengajakku jalan - jalan lagi. Kata Mamak saat itu, Bapak pergi jauh ke surga dan kelak akan memberikanku banyak mainan jika aku menjadi anak yang baik dan penurut.


Sudah menjadi kebiasaanku, terkadang setiap pagi, aku membantu Mamak berjualan pecel di pasar. Mamak bahkan sudah bangun dari sepertiga malam untuk mempersiapkan dagangan. Lontong, lalapan, sambal dan aneka gorengan telah siap. Kami menjajakan dagangan kami dengan sepeda. Dan berdagang di jalanan pasar.
Dari hasil berdaganglah Mamak bisa membesarkan aku hingga saat ini.


Aku ingat sekali Mamak sering berjualan sambil menggendongku. Semuanya dilakoni demi hidupku dan Mamak. Di matanya yang sayu, tidak pernah sekalipun aku mendengar Mamak mengeluh.


.............


Namaku Jumiati. Usiaku saat ini adalah 18 tahun. Aku adalah anak semata wayang Mamak. Mamak melahirkanku diusia yang sangat tidak dianjurkan untuk hamil yaitu diusia 46 tahun. Saat itu Mamak tidak pernah terpikirkan untuk mengandungku. Karena penantiannya yang bertahun - tahun menunggu kehamilan, membuatnya mendapat sebutan wanita gabuk atau wanita mandul oleh para tetangga. Mamak hanya pasrah. Menurut beliau, menjadi orang miskin harus legowo menerima kritikan apapun.


Aku hanyalah gadis rumahan yang pendiam. Semenjak kecil, Mamak selalu mengatakan bahwa aku harus menjadi anak yang lurus, sopan dan baik. Kata orang - orang, paras wajahku sangat cantik.


Entahlah! Aku tidak begitu memerdulikannya. Bagiku, kebahagiaan mamak adalah yang terpenting.

.............

Malam ini, tiba - tiba ada banyak tamu yang datang ke rumah. Mamak menyuruhku memakai baju yg rapi. Kupakai baju terusan bunga - bunga, lalu kububuhi wajahku dengan bedak Viva dan kusisir rambutku dengan rapi tanpa tahu siapa gerangan tamu yang datang.


"Jum, sini ikut Mamak duduk di depan."


Mamak menuntunku dari kamar menuju ke ruang tamu. Tampak ruang tamu kecil kami tidak muat dengan adanya tamu yang hadir. Sebagian duduk di teras beralaskan tikar.


Ya, aku manut saja mengikuti Mamak duduk di ruang tamu.
Dan aku hanya menunduk karena tidak berani menatap sekitar.


Kudengar ada suara barithon khas bapak - bapak membuka percakapan. Mereka berbicara menggunakan tatanan khas bahasa kromo inggil Jawa.
Rasa gugup karena tidak terbiasa dikelilingi orang banyak, membuatku tidak begitu jelas mengetahui maksud tamu - tamu itu datang kemari.


Hingga ketika Mamak menyahut percakapan itu, aku baru sadar bahwa aku akan dijodohkan.



Sekali lagi aku hanya manut. Sejak dulu, sudah menjadi tradisi di desa kami mengenai perjodohan ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa menolak, karena kami takut dosa besar akan menimpa kami jika kami tidak mematuhi peraturan orang tua.



Aku yang hanya menunduk tidak sekalipun tahu wajah laki - laki yang akan dijodohkan kepadaku. Yang aku dengar, namanya Wiryo yang kini sudah berumur 30 tahun.


Saat tamu - tamu itu membubarkan diri dan menyisakan gelas - gelas kotor sisa minuman, aku segera membantu Mamak membereskannya.


"Mak, apakah sebentar lagi aku bakal dinikahkan mak?" kataku dengan nada bergetar.


"Jum, maafkan Mamak Nak, Mamak sebenarnya belum ingin melepaskan kamu dari hidup Mamak. Tapi kamu sudah besar Nak, sudah gadis. Sudah saatnya kamu menikah!"


Aku hanya diam. Yang aku bayangkan hanyalah rasa takut. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Siapa Wiryo?
Ujung rambutnya pun aku belum tahu.


"Nak, keluarga Mas Wiryo itu wong sugih, juragan sapi. Hanya dia yang bisa meningkatkan derajat keluarga kita. Kita sudah miskin Nak. Mamak nggak mau kamu hidup susah selamanya."


Aku melihat Mamak menangis. Aku baru tahu jika beban Mamak begitu berat.
Dan aku baru menyadari hutang Mamak banyak. Hasil dagang kami hanya cukup untuk makan, sedangkan biaya hidup semakin tinggi. Belum lagi kebutuhan darurat seperti berobat dan lain lain.


Hutang Mamak akan dibantu dilunasi oleh keluarga Mas Wiryo, dengan persyaratan aku harus bersedia dinikahkan dengan puteranya.


"Maafkan Jum, Mak. Jum janji, akan menuruti kata - kata Mamak. Insha Allah Jum manut mau dinikahkan kapan saja. Yang penting Mamak sehat. Mamak bahagia."



"Matursuwun Nak."


Mamak menyeka air matanya dan memelukku. Kini kebahagiaan Mamak ada di pundakku dan aku harus bisa membuat Mamak bahagia.


.............

Bersambung..

Update :

Jumiati itu Adalah Aku Part 2

Jumiati Itu Adalah Aku Part 3

Jumiati Itu Adalah Aku Part 4

Jumiati Itu Adalah Aku Part 5

Jumiati Itu Adalah Aku Part 6

Jumiati Itu Adalah Aku Part 7

Jumiati Itu Adalah Aku Part 8

Jumiati Itu Adalah Aku Part 9

Jumiati Itu Adalah Aku Part 10

Jumiati Itu Adalah Aku Part 11

Jumiati Itu Adalah Aku Part 12

Jumiati Itu Adalah Aku Part 13

Jumiati Itu Adalah Aku Part 14

Jumiati Itu Adalah Aku Part 15

Jumiati Itu Adalah Aku Part 16

Jumiati Itu Adalah Aku Part 17

Jumiati Itu Adalah Aku Part 18

Jumiati Itu Adalah Aku Part 19

Jumiati Itu Adalah Aku Part 20

Jumiati Itu Adalah Aku Part 21

Jumiati Itu Adalah Aku Part 22

Jumiati Itu Adalah Aku Part 23

Jumiati Itu Adalah Aku Part 24

Jumiati Itu Adalah Aku Part 25

Jumiati Itu Adalah Aku Part 26

Jumiati Itu Adalah Aku Part 27

Jumiati Itu Adalah Aku Part 28

Jumiati Itu Adalah Aku Part 29

Jumiati Itu Adalah Aku Part 30

Jumiati Itu Adalah Aku Part 31

Jumiati Itu Adalah Aku Part 32

Jumiati Itu Adalah Aku Part 33

Jumiati Itu Adalah Aku Tamat

Epilog
Diubah oleh dwyzello 07-05-2020 05:51
Akucantik194
near3st
bukhorigan
bukhorigan dan 37 lainnya memberi reputasi
36
30.2K
534
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
dwyzelloAvatar border
TS
dwyzello
#167
Jumiati Itu Adalah Aku Part 12
Amarah




Ilustrasi gambar : pinterest




..............


"Mas, sudah mau berangkat sekarang ya?" tanyaku sembari membawakan tasnya.


"Iya Dek, Mas harus kerja lagi. Banyak yang harus Mas cek di peternakan. Akhir - akhir ini banyak pesanan ayam potong dan telur."


"Iya juga ya Mas, lagi musim hajatan sih."


"Nah, itu istriku pinter."


"Emang biasanya nggak pinter?" Aku memuncungkan bibirku.


"Pinter kok, pinter marahnya. Hahaha."


"Mas ini, ngeselin!" Aku mencubit lengannya. Dia tertawa menggodaku.


"Yaudah ya sayang, Mas berangkat dulu. Dek Jum baik - baik disini. Maaf ya, Mas sibuk kerja terus. Semuanya demi masa depan keluarga kita."


Tangan kami saling berpegangan.



"Jangan lama - lama nengokin Adek ke sini ya Mas? Kalau Adek kangen gimana? Masak meluk guling terus."


"Duh Dek, sekarang udah berani godain Mas ya. Tunggu pembalasan Mas, kalau Mas kesini lagi."


Tawa kami pecah bersamaan. Dia menyalami tanganku, mengecup kening dan memelukku. Akhir - akhir ini suamiku memang sedang sibuk dengan usahanya. Ya, aku harus bersabar dulu.


Ibu mertuaku keluar dengan tergesa - gesa menghampiri kami.


"Udah mau berangkat Le?"


"Enjeh Bu, nitip Jum ya."


"Iya ndak usah khawatir, hati - hati ya Le. Semoga pekerjaanmu membawa keberkahan untuk keluargamu."


"Makasih ya Bu, salam buat Bapak."


"Iya Le, Bapak semalam nginep di pabrik sampai sekarang belum pulang. Maklum, lagi banyak pesanan daging soalnya."


"Hmm, ya sudah. Wiryo Pamit ya Bu! Dek Jum, baik - baik ya disini ... Assalamualaikum."


Mas Wiryo segera menghidupkan motornya dan berlalu meninggalkan kami.
Ada rasa sedih karena harus berpisah kembali dengannya. Namun, disisi lain aku bangga memiliki suami yang mandiri dan pekerja keras.


"Nduk Jum!"


Panggilan Ibu mertuaku membuyarkan lamunanku.


"Ndak usah sedih ya nduk. Insha Allah Wiryo anak yang bertanggung jawab. Pokoknya Nduk Jum di sini dulu ya, hitung - hitung nemenin Ibu. Maklum anak Ibu laki - laki semua. Pengen ngerasain punya anak perempuan juga. Hehe."


"Enjeh Bu." Aku tersenyum kepada ibu mertuaku. Aku akui beliau adalah ibu yang sangat menyayangi anak dan menantunya.


"Oh iya, Nur mana?"


"Walah, saya nggak tahu bu. Biasanya Mbak Nur main ke rumah Bu Minah."


"Ya sudah, Ibu bisa minta tolong Nduk?"


"Boleh Bu."


"Tolong belikan gula sekilo sama minyak dua liter dirumah Bu Erna ya Nduk. Ibu mau buat kue. Soalnya nanti sore ada undangan syukuran naik haji dirumah teman Ibu," pinta Ibu mertuaku sembari menyerahkan beberapa lembar uang kertas.


"Iya Bu."


Aku segera bergegas menuju warung Bu Erna. Ini pertama kalinya aku berbelanja ke tokonya.


Toko beliau tidak terlalu jauh dari rumah, dan letaknya bersebrangan dengan warung bakso milik Bu Minah.


Saat hendak berbelok ke warung Bu Erna, tampak di sana ada gerombolan ibu - ibu yang sedang mengobrol sembari menikmati bakso.


Tak salah lagi, ada seseorang berbaju kuning yang aku kenal. Siapa lagi kalau bukan Nur. Dugaanku benar, dia ada di sana.


"Mari Bu ..." Aku mencoba menyapa kumpulan ibu - ibu itu, menundukkan kepalaku sembari tersenyum.


Bukannya membalas salamku, mereka justru memandang sinis dan berbisik satu sama lainnya. Aku segera mempercepat langkah kakiku menuju warung Bu Erna.


"Permisi Bu!"


"Iya, mau cari apa Mbak?"
Tampak seorang wanita berjilbab menjawab sapaanku.


"Mau cari gula sekilo sama minyak dua liter Bu."


"Ditunggu ya Mbak. Oh iya, Mbak ini menantunya Bu Ismo ya?"


"Iya Bu."


"Namanya Mbak Jumiati bukan?"


"Enjeh bu."


"Emm, maaf ya Mbak. Mbaknya berarti yang selama ini diomongin ibu - ibu di kompleks ini."


"Maksudnya Bu?"


"Aduh, saya jadi nggak enak nih malah keceplosan." Wajah Bu Erna terlihat gusar.


"Maksudnya diomongin bagaimana ya Bu? Bisa tolong dijelaskan ke saya?" Aku menegaskan suaraku.


Pokoknya aku harus mencari tahu apa maksud perkataan Bu Erna tadi.


"Maaf ya Mbak, gini aja. Mbak bisa masuk ke dalam sebentar?"


Aku menuruti permintaan Bu Erna untuk masuk ke rumahnya. Dia menutup pintu dan mempersilahkanku untuk duduk.


"Anu, sebelumnya maafkan saya. Baru ketemu Mbak udah lancang bilang seperti tadi. Mbak mau minum apa?"


"Nggak perlu Bu. Bisa Ibu cepat jelaskan maksud pernyataan Ibu tadi?" Aku mulai meradang.


"Emmm, anu ... jadi ceritanya, saya kemarin beli bakso di warung Bu Minah. disana rame ada ibu - ibu lagi ngerumpi gitu Mbak. Kebanyakan pakai bahasa jawa. Tapi saya sedikit - dikit paham sih, walaupun aslinya saya orang Padang."


Aku mendengarkan cerita Bu Erna dengan seksama.


"Nah, disana ada Mbak - Mbak yang badannya kecil rambutnya ikal itu, lupa saya namanya," ujar Bu Erna lagi.


"Nur? Maksudnya Mbak Nur Bu?"


"Iya kayaknya Mbak. Maaf ya Mbak, dia bilang Mbak Jum yang udah ngerebut calon suaminya dulu. Padahal dulu mereka udah saling cinta gitu. Tapi gara - gara Mbaknya, mereka jadi pisah terus nggak jadi nikah."


Aku tak bisa berkata apa - apa lagi. Itu jelas fitnah!


"Apa lagi yang dikatakan Nur bu?"


"Sebelumnya, jangan bilang ini info dari saya ya Mbak. Saya takut dibilang pengadu domba," pinta Bu Erna dengan wajah memohon.


"Iya, saya janji."


"Mbak Nur itu bilang, katanya ibu Mbak Jum meninggal karena Mbak Jum pemalas. Nggak pernah bantuin kerjaan rumah sampai - sampai ibu Mbak sakit keras."


Otakku mendidih, hatiku sakit. Aku mencoba menahan tangisku dengan sekuat tenaga karena aku penasaran dengan fitnah keji apalagi yang disampaikan wanita gila itu.


"Dia juga cerita soal kematian bayi Mbak Jum. Katanya selama hamil, Mbak Jum nggak pernah peduli sama kandungannya. Suka makan sembarangan katanya."


"Pokoknya banyak lagi Mbak. Saya nggak bisa nyeritain satu - satu. Soalnya saya juga jarang ngumpul. Itupun saya dengar sekilas aja karena lagi nunggu antrian bakso."


Aku sudah tak sanggup lagi menahan amarah dan kesedihanku. Cerita dari Bu Erna ini telah menyadarkanku akan kebusukan tabiat Nur.


"Oh jadi begitu Bu. Oke, saya rasa cukup Bu. Semoga ibu tidak menelan mentah - mentah fitnah itu ya Bu." Suaraku sudah terdengar terbata - bata. Ingin rasanya aku meledakkan tangisku, tapi aku tetap berusaha menahannya.



"Makanya saya heran, kalau Mbak Jum memang kaya gitu, masak Mas Wiryo yang seganteng itu masih tetep bertahan sama Mbak Jum sampai sekarang kan? Sekali lagi saya minta maaf ya Mbak. Saya nggak enak sudah bikin Mbak sedih. Maafkan saya!"


Aku paham posisi Bu Erna, dia ingin mendapatkan kejelasan benar atau tidaknya informasi itu dari aku. Apalagi berita akan keburukanku sudah menyebar ke para tetangga di lingkungan sekitar. Tapi disisi lain, dia tak enak hati karena telah menjadi pengadu dalam masalah ini.


"Ibu nggak salah kok. Saya yang harusnya berterima kasih atas informasinya Bu. Saya bisa tahu alasan kenapa para tetangga nggak ramah sama saya. Jangan merasa bersalah ya Bu."


Aku segera pamit dengan Bu Erna setelah selesai membeli titipan ibu mertuaku.
Kulirik Warung Bu Minah, rombongan penggosip itu sudah bubar. Itu berarti Nur sudah pulang kerumah.


Sepanjang jalan aku menahan amarah dan tangis. Emosiku sudah benar - benar berada di puncak. Rasanya sudah tak sabar ingin aku luapkan amarahku kepada Nur.


Nur, lidahmu sungguh tak bertulang!
Kau layak disandingkan dengan ular berbisa!


..............

Bersambung..


Next Part

1st Page
Diubah oleh dwyzello 02-02-2020 15:23
jiyanq
robin.finck
indrag057
indrag057 dan 3 lainnya memberi reputasi
4