dissymmon08Avatar border
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV) [18+] [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA


Halo! emoticon-Hai

Gue ucapkan terima kasih yang teramat sangat terhadap dukungan dan apresiasi agan sista untuk tulisan gue di JILID IIIsebelumnya. Setelah merenung dan mencoba membuka kembali memori lama gue, akhirnya gue mendapatkan khilal gue. Sekarang gue udah siap untuk menulis kelanjutannya, yaitu JILID IV!

Kali ini gue masih menceritakan tentang kisah cinta gue, yang pada cerita sebelumnya masih berkutat di Kampus. Gue yang di kisah kali ini sedang mendekati akhir perjuangan di Kampus pun akan menjalani tahap baru, dimana gue akan bertemu dengan dunia kerja dan dunia nyata. Bakalan banyak konflik di diri gue ini, ketika gue yang tengah mencari jati diri ini dihadapkan dengan kenyataan bahwa hidup itu benar-benar penuh lika liku. Saat kita salah memilih jalan, ga ada putar balik, kita harus terus menjalani dan menghadapinya seraya mencari solusi terbaik atas pilihan kita itu. Dan kesabaran menjadi kunci utama segalanya, buat gue.

Masih dengan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue, kebodohan gue dalam memilih keputusan, pengalaman hidup lain, dan beberapa kali akan nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita gue kali ini. Mungkin akan ada beberapa penyesuaian penggunaan bahasa atau panggilan yang gue lakuin di sini, demi kenyamanan bersama. Semoga ga merusak ciri khas gue dalam menulis! Amiiin.

Dan gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai! emoticon-Peluk

Oh iya, kalau misalnya agan sista belum baca cerita di JILID III atau mau refresh kembali cerita saat itu, monggo mampir ke LINK INI.




Spoiler for INDEX:


Spoiler for MULUSTRASI:


HT @ STORY



Alhamdulillah berkat supportdari agan sista, thread ane ini jadi HT! emoticon-Malu
Terima kasih banyak ane ucapin buat agan sista yang udah setia nunggu update-an cerita-cerita ane.
Semoga tulisan ane bisa terus lebih baik dan bisa menyajikan cerita lebih seru buat dibaca agan sista!

emoticon-Peluk emoticon-2 Jempol emoticon-Kiss


Spoiler for PERATURAN:


Quote:
Diubah oleh dissymmon08 30-12-2019 00:57
meydiariandi
pulaukapok
bukhorigan
bukhorigan dan 48 lainnya memberi reputasi
49
131.8K
1.6K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
dissymmon08Avatar border
TS
dissymmon08
#783
KISAH TENTANG F: (I HOPE) THINGS WILL GET BETTER (PART 02)


Sekarang udah hampir sore hari, kami berdua pun akhirnya sampe di Desa Ujung Genteng, Sukabumi. Perjalanan dari Jabodetabek menuju Ujung Genteng itu cukup jauh. Apalagi mesti ngelewatin naik turun gunung dulu sebelum masuk sini, bener-bener bikin kami sempet berenti beberapa kali. Bukan karena horor atau gimana, tapi cape karena tegang! Hahaha. Tapi kok ya ngeliat masyarakat sekitar keliatan santai banget naik turun gunung curam begitu, bikin kami termotivasi untuk terus melanjutkan perjalanan kami.

Menurut kami, perjalanan menuju Pelabuhan Ratu masih lebih bersahabat daripada menuju Ujung Genteng ini. Kami harus menambah kira-kira 3-4 jam dari Kota Sukabumi kalau mau menuju Ujung Genteng. Sedangkan kalau tujuan awal kami ke Pelabuhan Ratu, jarak ke Kota Sukabumi hanya sekitar 1-2 jam aja. Tadinya sempet kepikiran ke Pelabuhan Ratu aja, tapi karena tujuan utama kami adalah ke Ujung Genteng, kami tetep melanjutkan menuju Ujung Genteng.

Jujur, kami berdua sempet tertegun ngeliat Desa Ujung Genteng saat itu. Kenapa? Karena udah cukup berubah saat gue kesana 2 tahun sebelumnya. Apalagi Bang Firzy, yang kesini dulu saat jalan-jalan dengan anak satu kelasnya beberapa tahun lebih lama dari gue. Dia pasti ngerasa lebih pangling.

Kami kaget, ketika masuk ke wilayah Desa Ujung Genteng, sepanjang pantai banyak kios-kios yang menawarkan hiburan karaoke. Dulu seinget kami, di lokasi yang sama malah lebih banyak tempat kuliner untuk makan masakan laut yang freshdiambil dari laut. Bukan hiburan karaoke begini. Tapi ya gapapa sih, toh itu mungkin kebutuhan pengunjung dan membuka lahan pekerjaan untuk masyarakat sekitar.

Makin masuk ke dalam wilayah desa, kami menemukan banyak pengunjung yang mulai memasang tenda di pinggir pantai. TERLALU pinggir pantai sih menurut kami yang kebetulan paham tentang aturan ‘garis sempadan pantai’ dan ‘pasang surut air laut’. Mungkin mereka ingin merasakan ‘lebih dekat dengan laut' saat itu. Dilalahnya, semakin kami terus jalan, kami malah menemukan LEBIH BANYAK lagi penginapan yang dibangun di garis sempadan pantai yang seharusnya tidak dibangun apapun di sana.

Kami hanya bertukar pendapat dan teori aja saat itu. Percuma juga kalau misalnya kami mau negor si empunya penginapan atau para pengunjung yang membangun tenda di sana. Yang ada nanti kami ditegor balik “HEH BANGS*T! LU SIAPA? EMANG LU PIKIR INI TANAH PUNYA BAPAK MOYANG LU MAEN NGATUR-NGATUR KITA???” Akhirnya kami kembali ke istilah ‘yang waras ngalah’.

“Dulu, jalanan yang kita lewatin ini tuh ga diaspal begini yank… Aku mesti jalan kaki dijalanan berpasir gitu. Walopun udah bisa dilewatin sama kendaraan, tapi tetep berpasir padet. Itu pun yang lewat cuman motor sama mobil kecil. Soalnya pasirnya masih belum rata dan berundak-undak sana sini. Jadi mobil yang bisa lewat sini yang tinggi kayak Jeep gitu.” jelas Bang Firzy.

Gue mengangguk setuju. Karena gue ngerasain banget jalan kaki dari Ujung Genteng sampe ke arah Desa Pangumbahan saat jalan-jalan sama temen-temen gue dulu. “Sekarang enak banget ini, bus juga bisa lewat sini ini mah…” kata gue.

Kami pun terus melanjutkan perjalanan kami sampai ke Desa Pangumbahan. Kami agak kaget saat kami hampir masuk perbatasan antara Desa Ujung Genteng dan Desa Pangumbahan ini. Kami kembali diminta membayar tiket masuk di gapura ‘Selamat Datang’ mereka. Tiket tersebut harus dibayarkan sebelum masuk ke dalam Desa Pangumbahan. Bang Firzy coba menanyakan untuk apa pembayaran tiket tersebut. Jawaban dari mereka sih tiket itu dikelola secara swadaya oleh masyarakat desa yang nantinya untuk membangun akses jalan di Desa Pangumbahan itu sendiri yang kebetulan dalam proses pengaspalan saat itu.

Kami mengiyakan dan membayar tiket masuk itu. Well, ga ada salahnya kan mempertanyakan kemana nantinya uang kami akan dialokasikan kan? Soalnya sebelum kalian masuk ke wilayah Desa Ujung Genteng, kalian akan dikenakan tiket masuk yang (katanya) dikelola oleh Disparbud Kabupaten Sukabumi. Tapi kan kaget aja, pas ternyata saat masuk di Desa Pangumbahan ternyata masih juga ada tiket masuk lainnya yang berbeda dari tiket masuk Disparbud terkait. Hehehe. Entah saat ini masih ada atau ga kebijakan tiket masuk tersebut.

Berbeda dengan Desa Ujung Genteng, Desa Pangumbahan ini bentuknya masih seperti apa yang kami ingat dulu. Masih banyak rumah penduduk, sawah, dan hutan. Masih banyak juga tanaman mangrove di sepanjang jalan. Bedanya emang udah mulai ada warung-warung jajanan dan beberapa penginapan di pinggir pantai. Tapi ga sebanyak saat kami di Desa Ujung Genteng. Atau mungkin karena pantai di Desa Pangumbahan ini sedikit berbeda dengan Desa Ujung Genteng sana? Mungkin ya ini bisa jadi penyebab di Desa Ujung Genteng juga lebih rame pengunjung daripada Desa Pangumbahan.

Jadi begini, kalau kalian mau pengalaman main di pantai yang ombaknya ga tinggi, banyak karang, rumput laut, dan hewan-hewan yang hidup di karang, kalian bisa main di Pantai Ujung Genteng. Tapi kalau kalian memang ingin mengincar pantai dengan ombak yang besar dan pengalaman menikmati konservasi penyu pantai, kalian bisa memilih Pantai Pangumbahan. Walopun kami sangat tidak merekomendasikan untuk bermain dengan ombaknya ya. Karena tipikal pantai selatan yang curam dan arusnya yang kuat sangat membahayakan buat yang ga punya pengalaman sea survival. Even yang pengalaman sea survival pun bisa ga selamat di sana. Jadi nikmati aja pasir putih nan lembut di pantainya ya saat kamu di Pantai Pangumbahan. Hehehe. Namun, kalian jangan aneh kalau kalian main ke Pantai Pangumbahan nanti, ada banyak bule-bule yang malah sibuk surfing menantang ombak di sana. Entah mereka tau apa ga karakteristik pantai selatan Pulau Jawa. Atau ya mungkin nyawa mereka kayak kucing, ada sembilan. Hahaha.

Matahari udah mulai terbenam, kami memutuskan ga sampai ke ujung Desa Pangumbahan. Kami putusin buat lanjutin nanti malam atau besok paginya. Kami pun puter balik dan memutuskan nyari penginapan yang ada di Desa Ujung Genteng, sesuai rencana kami.

Setelah pilah pilih sana sini, ternyata banyak penginapan yang udah penuh. Maklum, udah malam minggu. Menurut beberapa pengelola penginapan, weekend adalah waktu sibuk mereka jadinya pasti penuh banget. Bahkan ada beberapa tipe kamar yang udah full booked sampai beberapa bulan kedepan karena udah di-booking via online. Saat itu belum ada aplikasi semacam Traveloka dkk, jadi booking mereka ngandelin nomor telepon dan nomor handphone yang dipasang di blog atau review orang-orang yang udah pernah main kesana di internet.

Akhirnya, kami pun dapat satu kamar di salah satu penginapan. Rejeki banget saat itu, kamar itu ternyata batal di-booking sama orang. Jadi kami emang ga bisa pilih tipe kamarnya. Kami mendapatkan kamar TANPA AC, hanya dapat kipas angin, dan tanpa sarapan juga. Murni hanya kamar dengan satu kamar mandi. Tapi enaknya kamar di sana bentuknya kayak rumah sendiri-sendiri begitu. Jadi masing-masing punya terasnya sendiri. Dan kami mendapatkan kamar dengan view kolam renang mini di depannya. Walopun sempet mikir, “Ada laut masa iya ada yang berenang di sini?” Tapi ternyata tetep ada yang berenang di sana, kayak anak-anak kecil yang khawatir kebawa ombak pasti diajak berenang di sana.

“Kita istirahat dulu ya yank…” kata Bang Firzy sambil ngebuka bajunya dan tiduran di kasur. Dia cuman tiduran make celana dalem. Udaranya panas banget dengan kipas angin begini. Kami berharap semoga nanti malem lebih sejuk dari sore ini.

“Iya… Yaudah aku mandi dulu ya.” Gue ambil handuk yang dikasih sama pengelola dan masuk ke dalam kamar mandi.

Saat gue mau nutup pintu, si kampret udah ada di depan kamar mandi sambil ikutan bawa anduk. “Bareeeng! Biar ga panas!” Dia pun nutup pintunya dan kunci pintunya.

“TYTYD! GILIRAN BEGINIAN AJA LU SEMANGAT!”


XOXOXO


Perut kami berdua udah cukup keroncongan. Maklum, kami terakhir makan ya siang saat mampir sebentar ke Kota Sukabumi. Kami pun memutuskan jalan kaki dari penginapan kami ke arah Desa Pangumbahan. Kami berniat melanjutkan perjalanan kami di Desa Pangumbahan sebelumnya. Kenapa kami ga naik motor? Soalnya pas malem minggu begini, di sini RAME BANGET! Jalanan rame, di masing-masing penginapan pun rame pada bakar-bakaran. Kenapa ga dinikmati aja gitu. Hehehe.

Belum lagi di pantai udah banyak orang yang pasang tenda.Mungkin emang mereka mau nginep di tenda, atau mereka ga kedapetan penginepan. Cuman di situ agak bikin kami senyum-senyum. Kenapa? Soalnya di dalem tenda yang banyak itu, rata-rata dalam satu tenda isinya hanya sepasang cewek dan cowok. Kami otomatis pasang senyum ‘Sini Sama Om’ sepanjang kami ngeliat tenda di sana.

“KERAMAS TEROOOS!” kata Bang Firzy sambil terus jalan.

Gue nempeleng kepalanya Bang Firzy. “Heh Ban Serep! Lu juga abis keramas keleus!”

“Hahahanj*ng. Iya juga yak! Hahaha. Namanya liburan sama pacar mah bawaannya keramas terus yank!”

“Dih, apaan sih. Hahaha.”

Di depan kami, kami harus ngelewatin sedikit hutan mangrove dan beberapa vegetasi pantai yang bahkan lebih tinggi dari Bang Firzy. Di sebelah kanan kami, rumah-rumah penduduk dan sebelah kiri kami pantai dimana banyak tenda-tenda lainnya. Jalanan ini entah kenapa harus membelah hutan begini. Jadinya saat kami melewati di antaranya, agak horor sih emang. Tapi santai, kami masih ngedenger suara orang-orang ketawa dan sayup-sayup suara dangdutan dari penginapan plus rumah-rumah penduduk. INI BUKAN NO-WHERE. Hahaha.

Tiba-tiba, ada rombongan anak muda berlarian ke arah kami! “ADA BUAYAAAA!” teriak mereka bersamaan dan sukses bikin kami ikut luntang lantung lari sama mereka.

Saat sekiranya udah cukup aman, kami semua berenti. “Mas, ada buaya dimana?” tanya Bang Firzy.

“Di hutan sana, Mas.”

“Masa iya? Wong belakangnya rumah penduduk. Lagian ada yang maen di pantai juga. Masa ada buaya?” tambah gue.

“Kalo ga percaya, cari aja kesana.” Mereka lanjut lari ke arah kerumuman orang banyak.

“Yank, mau lanjut ga?”

“Dulu pas kesini sih kata orang-orang sini, ga ada buaya kok. Masa iya sekarang ada???”

Kami berdua nengok ke arah jalanan kosong di depan kami.

Kemudian…

KAMI NGERASA BEGO DAN TOLOL kenapa bisa percaya sama omongan orang. Karena, di sana bukan ada buaya. Tapi ada dua orang bapak-bapak yang entah lagi nyari apaan di antara hutan. “Pak, lagi nyari apa pak?” tanya Bang Firzy penasaran.

“Ini dek, nyari serangga buat makan peliharaan.” jawab si bapak sambil kembali masuk ke dalem hutan.

"Bingung, segini saya kayak orang kok ya dibilang buaya. Emang saya buaya darat???" gumam bapak-bapak satunya.

Gue nengok ke arah Bang Firzy. “Bego lu, Tytyd!”

“Bego-bego begini, tytydnya lu isep juga.”

“Anj*ng.”

“Iya kan?”

“Bener juga.”

“Enak kan?”

“Biasa aja.”

“Mau lagi ga?”

“Boleh.”

“Di jalanan sini yak?” Bang Firzy megang gesper celana dia.

“Tae.” Gue jalan duluan melewati jalan di depan.

Kami memutuskan melanjutkan ke tempat konservasi penyu keesokan harinya. Karena di sana makin banyak orang sedangkan pasti di tempat konservasi begitu ada pembatasan jumlah pengunjung. Kami khawatir kalau kami ga akan dapet masuk malem ini. Di pantai antara Desa Ujung Genteng dan Desa Pangumbahan ini cukup sepi dan pantainya cukup luas. Kami jalan ke arah pasir pantai. Kami mencari salah satu pohon yang dekat dengan karang tapi masih agak jauh dengan air laut untuk duduk. Pastinya mastiin juga agak jauh dari tenda-tenda orang yak. Ga enak kalo (nanti ga sengaja mesum) diintipin sama orang. Hahahasyuuu.

“Langitnya cerah ya… Jadinya di pantai begini ga begitu gelap.” kata Bang Firzy. Dia menggenggam tangan gue yang lagi mainan pasir. “Sering-sering ya jalan begini…”

“Kita kan emang doyan jalan-jalan, jadi emang mesti diseringin. Tapi jangan sampe tekor gara-gara kebanyakan jalan-jalan yak.”

“Iya soalnya kita masih ada hobi kulineran juga kan…”

“Itu diaaa.”

“Belum datengin eventjuga nih.”

“Sama koleksi kaos metal.”

“NAH!” Bang Firzy menarik kepala gue biar nyender ke dada dia. Dia mencium kening gue lama. “Peluk kenapa. Ga tau apa orang cium jidat itu maksudnya biar dipeluk???”

“Bilang dong! Jangan cium-cium doangan. Punya mulut kan?”

“Tytyd juga punya.”

“Tytyd mulu!” Gue meremas ‘batang’ dia. Dan gue kaget. Gue nengok ke arah dia dan deketin wajah gue ke wajah dia. “Lu belom apa-apa udeh ngac*ng aja, Zy?”

“Ya, namanya juga deket pacar. Gimana dong? Emang salah?” Bang Firzy malah masukin tangan gue celana pendek dia. “Lanjutin dong yank… Tanggung.”

“Dih, nanti kalo ada yang liat gimana? Kalo direkam orang gimana?”

“Tenang aja, ga bakalan kok. Santai. Udah aku atur. Kenapa kita duduk di sini kan karena ga akan keliatan sama orang! Lagian kalopun ada orang yang ngeliatin kita, dia pasti lagi mesum juga!”

“Anj*ng. Masa iya?”

Spoiler for 18+ ALERT:


“Tau ga kalo sperma sama cement itu beda yank?”

“Apa bedanya?”

“Beneran mau dijelasin?”

“Ya kalo mau kamu jelasin sih gapapa… Tapi ya gila juga sih. Yang punya tytyd gue, yang ngejelasin malah elu. Hahaha.”

“Gini-gini, dulu di Kelas Percepatan pas SMA, gue satu-satunya cewek yang nilai Bab Reproduksinya sempurna lho! Hahaha.”

“Pantesan. Hahaha. Coba jelasin ke aku…"

"Sperma itu sel reproduksi laki-laki yang nantinya bakalan berperanan di proses pembuahan telur perempuan. Nah yang biasa orang-orang liat itu cementatau air mani. Bahasa kekinian PEJU! Hahaha. Nah cement itu pembawa sperma yang ada jutaan jumlahnya. Well, satu sendok teh cement aja, ada ratusan juta sperma. Cement itu juga fungsinya kasih nutrisi ke sperma. Di dalemnya cement ada protein, karbohidrat, lemak, kolesterol, vitamin c, kalsium, sodium, zat besi, banyak deh pokoknya. Makanya ada yang bilang kalau nelen cement itu sehat. Iya sih, pada dasarnya kalau komposisinya begitu. Tapi kalau gaya hidup si cowok penghasil cement-nya ga sehat, ya mungkin emang ga banyak manfaatnya juga bahkan malah jadi penyakit. Makanya, jadi cewe liat-liat juga kalo mau atau disuruh nelen cement cowo. Hahaha. Itu sih yang aku inget, masih pro kontra sih infonya. Tapi menurut aku, sehat-sehat aja kalo nelen kamu. Wong, kamu kan orangnya sehat. Ya ga?”

“Gue ga tau mau jawab apa.” Bang Firzy bengong sambil ngeliatin gue.

“Aku tambahin nih ya… Karena kandungan di dalam cement itu yang segitu banyak, itu yang bikin cement cowo ada rasanya. Menurut penelitian begitu ya. Pada dasarnya rasa cement itu agak sedikit rasa asin tapi ada yang bilang sedikit rasa manis. Tapi semuanya tergantung konsumsi si cowonya juga ya, Zy. Kalo cowonya suka ngerokok, minum kopi, minum alkohol, makan daging, bikin rasa cement jadi asin cenderung pait. Nah kalo cowo makan makanan dengan kadar gula tinggi atau buah-buahan gitu, nanti rasa cement-nya cenderung lebih manis. Kalo mau, nanti di kosan atau rumah aku jelasin make penelitiannya deh… Aku rada lupa soalnya.”

“Bangs*t.” Bang Firzy megangin tytyd dia. “Gue ga tau rasa sperma gue sendiri. Gue malah nyuruh telen-telen aje. Hahaha. Tapi seenggaknya gue bener lah, nyuruh mereka telen biar sehat. Toh emang beneran kandungan di dalemnya bikin sehat dan idup gue pun sehat bin ga jorok. Harusnya gue berbagi kebaikan selama ini. Hahaha.”

“Nah, rasa sperma lu tadi rada asin… Kenapa? Karena lu belom makan apapun. Makanya…” Gue narik Bang Firzy berdiri. “Yuk kita cari makan. Udeh malem, belom juga makan. Otak gue udah kopong lagi nih gara-gara berbagi ilmu tadi. Menguras tenaga dan bikin mulut gue pegel abis kulum-kulum tytyd buat bahan percobaan!”

“Tytyd gue dijadiin bahan percobaan. Anj*ng banget emang ini anak!”

“BURU JANGAN BANYAK COT, KANG BAKSO!” Gue jalan duluan ninggalin Bang Firzy.
putudarmaji
singgihwahyu
namikazeminati
namikazeminati dan 26 lainnya memberi reputasi
25
Tutup