Jakarta - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengusulkan solusi dialog untuk mengatasi persoalan penolakan pembangunan gereja yang terjadi di sejumlah daerah. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengkritisi solusi tersebut dengan mengungkap masalah yang selama ini mereka temukan di lapangan.
"Sebenarnya kan lebih banyak persoalan IMB ya, persoalan bagaimana mendapatkan IMB yang sebetulnya seharusnya itu harus difasilitasi oleh pemerintah. Bagaimana rumah ibadah mendapatkan IMB. Tapi kan dalam kenyataannya, bahwa justru persoalan ini banyak di pemerintah," kata Humas PGI, Irma Riana Simanjuntak, Selasa (29/10/2019) malam.
Baca juga: KWI Sambut Positif Upaya Menag Cari Solusi Penolakan Pembangunan Gereja
Dia menilai pemerintah kerap melakukan pembiaran ketika ada kelompok yang tidak menginginkan keberadaan pembangunan rumah ibadah agama tertentu di suatu wilayah. Pemerintah juga dinilai kurang memfasilitasi dalam proses perizinan untuk pembangunan gereja
"Pemerintah kurang memfasilitasi bahkan ketika ada kelompok-kelompok intoleran yang tidak menginginkan keberadaan suatu rumah ibadah di suatu tempat itu sepertinya ada pembiaran terhadap kelompok-kelompok itu. Kalau dari data-data yang dikumpulkan Biro Litbang PGI, itu terlihat bahwa aktornya itu kekurang tegasan pihak pemerintah ketika dalam pengurusan IMB ini pertama tidak memfasilitasi, lalu kedua juga seperti melakukan pembiaran terhadap kelompok-kelompok intoleran itu untuk menekan sehingga ketika ada tekanan massa itu justru seperti berada di pihak yang salah," ucapnya.
Irma menyebut sejak tahun 2000-2018, berdasarkan data yang dikumpulkan PGI, lokasi konflik terkait pembangunan gereja paling banyak terdapat di Jawa Barat dengan 113 kasus. Hingga tahun 2019, kata Irma, banyak dari kasus-kasus tersebut belum mendapat jalan keluar.
"Data dari Biro Litbang PGI 2018 menunjukkan bahwa jumlah kasus penutupan rumah ibadah khususnya gereja sejak tahun 2000-2018 adalah di daerah Jawa Barat 113 kasus, Sulawesi 14 kasus, Banten 14 kasus, DKI 13 kasus, Jawa Tengah 12 kasus, Jawa Timur 8 kasus, Sumatera 34 kasus, Kalimantan 3 kasus. Kasus ini hingga tahun 2019 masih banyak yang belum menemui jalan keluarnya," tuturnya.
Dia juga menyoroti keberadaan Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Dalam PBM tersebut, terdapat pasal yang mengatur tentang keharusan mendapat dukungan dari 60 warga setempat untuk mendirikan rumah ibadah, berikut bunyi pasalnya:
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Baca juga: Menag Ungkap Solusi Atasi Persoalan Penolakan Pembangunan Gereja
"Sebenarnya ada PBM itu, nah Peraturan Bersama Menteri itu kan sebetulnya bagaimana pemerintah memfasilitasi sehingga gereja mendapat kan izin termasuk memfasilitasi dialog-dialog dengan warga sekitar. Itu sebetulnya, itu banyak petisi menolak PBM ini, kita melihat sepanjang belum ada peraturan pengganti PBM ini, ya ini yang masih digunakan. Tapi yang kita inginkan UU dibuat dalam memfasilitasi warga menjalankan ibadahnya," ucap Irma.
Sebelumnya, Menag Fachrul Razi berpesan kepada jajaran Kemenag daerah untuk mendorong toleransi antarumat beragama. Fachrul meminta jajarannya mengutamakan dialog dan musyawarah bila terjadi penolakan di masyarakat yang terkait alasan agama. Dia kemudian mencontohkan soal penolakan pembangunan gereja yang sempat terjadi.
"Saya contohkan, bagaimana kalau ditolak bangun gereja ya kita tanya kenapa ditolaknya. Misalnya dibilang, 'Pak dia kan cuma ada 5 KK di sini tapi akan bangun gereja seperti ini, kalau dikecilkan sedikit boleh nggak? Boleh', nah seperti itulah, kita coba dialog. Belum tentu sukses tapi paling nggak ada upaya kita berbuat lebih baik," ujar Fachrul usai rapai koordinasi dengan jajaran Kemenag daerah di kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).
https://news.detik.com/berita/d-4764...ereja?single=1
tapi pas orang lain mau bangun rumah ibadah, imannya kelonjotan .. mirip setan
hai umat nabi palsu, percayalah orang yang beribadah di gereja dan vihara gak akan jadi bomber bunuh diri sambil teriak PAGANHUAKBAR di rumah ibadahmu
inilah akibat dari tuhan yang terlalu banyak ngurusin urusan agama orang lain .. sehingga lupa ngurusin ajaran dan umatnya sendiri