MbaWarnaAvatar border
TS
MbaWarna
Masih Menunggu Di STASIUN KERETA API BANDUNG



Quote:


PROLOG
Usiaku sudah memasuki kepala tiga,
belum bungkuk,
tapi kerutan di wajahku sudah ada, 
belum lapuk,
hanya hatiku yang hampir berhenti berdetak terlalu larut menangisi lara,
hati ini sudah terluka sejak lama,
sejak kau tinggalkan aku di perhentian kereta.

Aku hampir gila tidak percaya,
ternyata kau setega itu membiarkanku disini tanpa kabar berita,
tiap tahun tanpa jeda,
aku menunggu di tempat yang sama.
Bukan berharap kau kembali, tapi berharap waktu berputar ke masa pertemuan kita terakhir kali.
Saat kau memintaku untuk mendampingi kepergianmu ke ibu kota
Dan aku masih saja menolaknya dengan alasan yang sama,
Aku tidak bisa membiarkan perjuangan yang sudah kulakukan selama ini berakhir sia sia, hanya sebagai ibu rumah tangga.
Kupikir kau akan mengerti dan tetap menantiku sepenuh cinta,
Lambaian tanganmu dari atas kereta,
Masih ku balas dengan penuh harap kembali bersua,
Nyatanya semua berakhir seiring berlalunya laju kereta.

………


10 Tahun sudah berlalu dan aku masih mengenang hari kepergian Aa Arif di tempat ini, di ruang tunggu stasiun kereta api Bandung. Kadang aku menggerutu pada Tuhan mengapa Ia membiarkanku melepaskan cinta yang kumiliki.

Selama masa 10 Tahun ini, aku menegakkan kepalaku memandang dunia, mengesampingkan persoalan cinta, mengeluarkan segala kemampuan yang kupunya dan menunjukkan bahwa aku tidak terjatuh dengan segala macam rintangan yang datang menghadang.

Teman - temanku kerap kali menasehatiku dalam urusan percintaan ini, kata mereka aku harus melangkah dan berjalan ke depan, tapi si keras hati ini masih saja kembali ke tempat yang sama selama bertahun - tahun.

Bodoh! Aku tau temanku juga berkata begitu tiap kali mereka tahu aku masih memposting foto tempat duduk di statiun kereta.
Aku cuma ingin mengenang hal yang tak bisa lagi diulang. Aku tau dia yang kupuja tak kan lagi kembali ke tempat yang sama. Tapi bukankah disitulah letak uniknya cinta, kisah dan penyelesaiannya pasti berbeda - berbeda.

Seberapa sering mereka, teman - temanku itu memberi barisan kata - kata sang motivator ternama, tetap tak merubah cara pandangku menghadapi perkara cinta di hidupku.

Stasiun Kereta Api Bandung tetap menjadi tempatku untuk menunggu. Bukan menunggu dia kembali, tapi menunggu giliranku diberi kebahagiaan oleh Sang Ilahi.

...........................


Spoiler for INDEX:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 25 suara
Pengen Tahu Kenapa Agan Sista Mau Lanjut Baca Cerita Ini?
Penasaran Jalan Ceritanya
32%
Penulisan Ceritanya
32%
Karena Ada Bandungnya
8%
Profil Picture TS
24%
Hiburan Ngisi Waktu Luang Aja
4%
Diubah oleh MbaWarna 06-12-2019 04:00
someshitness
suryos
indrag057
indrag057 dan 15 lainnya memberi reputasi
14
17.6K
287
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
MbaWarnaAvatar border
TS
MbaWarna
#159
Part 40 - I Dont Know Why
Malamnya aku gelisah, tidur siangku kelamaan bablas sampe sore,  hal itu membuatku malamnya jadi susah untuk memejamkan mata. Bukan hanya karena tidak bisa memejamkan mata yang menyebabkan kegelisahanku, tapi juga karena teringat dengan kejadian siang tadi saat bersama Papa. 

Aku penasaran dengan apa yang dilakukan Papa pada diriku, karena itu aku mengulangi lagi seperti apa yang dilakukan oleh Papa. Kupegang bagian dadaku yang saat itu baru tumbuh, masih memakai mini set. Memberikan gerakan seperti yang Papa lakukan, mengelus dadaku dengan lembut, awalnya aku melakukan hanya dengan satu tangan di dada sebelah kanan, tapi lama kelamaan tangan kiriku juga mengikuti apa yang dilakukan si tangan kanan, ke dada sebelah kiriku.

Aku memutar terus daerah itu hingga terasa sensasi geli tapi tetap dilakukan, lama kelamaan gerakan tanganku tak lagi lembut, gerakannya semakin kencang, kasar meremas semua bulatan yang baru tumbuh kedalam genggaman, kemudian memelintir dan menjepit dengan kuat. Entah sensasi apa yang  kurasakan malam itu , aku tidak mengerti, tapi aku menyukainya, sampai akhirnya aku mengantuk dan memasuki alam mimpi.

Malam - malam berikutnya aku masih mengulangi hal yang sama. Sampai suatu ketika aku teringat dengan peristiwa saat aku mengintip Mama dan Papa dulu, dan dengan pacar - pacar Mama yang lainnya sewaktu di rumah kontrakan.

Aku pernah bertanya pada Mama mengenai hal itu, Mama bilang itu adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa untuk menunjukkan kasih sayangnya. Apakah Papa menunjukkan kasih sayangnya padaku? Atau.... Entalah terlalu polos otakku mungkin untuk memahami apa yang sedang berlaku padaku saat itu.

emoticon-shakehandemoticon-shakehandemoticon-shakehand



Hari minggu berikutnya Papa mengajakku lagi untuk belajar motor, aku mengikuti Papa, tentu saja tanpa prasangka. Papa membawaku ke tempat belajar minggu sebelumnya, perkebunan sawit dengan jalanan yang sepi.

“ Udah siap Zy? Kayanya setelah belajar hari ini kamu udah bisa coba bawa di jalan raya nanti. ” Papa menghentikan motor dan mundur duduk ke bagian belakang, mempersilahkanku duduk di depan.

Kuhidupkan motor seperti yang sudah diajarkan, dan aku berhasil menjalankan dengan lebih mulus dan lebih santai dari sebelumnya. Papa sudah melepaskan tangannya dari stang motor, sejak awal aku yang bawa. Aku ngerasa kayanya sudah bisa bawa motor sendiri. 


Saat berada dijalan yang berlubang - lubang Papa memelukku lagi dari belakang. Posisi duduk Papa bergeser maju semakin dekat menempel di belakangku. 

“ Papa majuan ya duduknya biar kamu bawa motornya ga terlalu berat. " posisi mulut Papa nyaris menyentuh belakang telingaku saat bicara. Hembusan napasnya terasa hangat. Kami tidak menggunakan helm, karena di kampungku saat itu masih santai peraturannya.

" Gimana sekolah kamu Zy? Bentar lagi udah mau ujian kelulusan, udah siap?" dengan jarak sedekat itu, aku bisa merasakan pada saat bicara tarikan napas Papa  tersengal - sengal dan hembusan napasnya menjadi lebih cepat, terengah - engah seperti habis lari. 

" Siap dong Pa, kan Zy sudah terbiasa belajar tiap hari, jadi menghadapi ujian ini ga terlalu cemas" kucoba agak mencondongkan kepalaku menjauh dari Papa. Tapi posisi dudukku yang sudah mentok keujung menjadi lebih susah menyeimbangkan berat badan, karena dibagian belakang lebih berat. 

Aku kembalikan lagi posisi kepalaku seperti semula karena merasa kesusahan. Papa masih di posisinya, aku ingin memintanya untuk geser lagi kebelakang tapi ga tau gimana cara bilangnya ke Papa.

Disaat ada lubang aku sengaja tidak menghindarinya, kujebloskan motorku kedalamnya hingga membuat jalannya motor jadi tersendat - sendat dan mulai oleng, menyadari aku kesusahan dengan reflek papa memegang stang motor dan badannya agak menggeser kebelakang. Ahh lega ucapku dalam hati. 

" Kamu nanti kalau udah bisa bawa motor, mau pakai motor Papa ini atau mau Papa beliin motor yang baru?" tangan Papa masih di stang motor, mengarahkan motor ke arah jalan yang lebih mulus. 


" Bebas Pa, Zy sih gimana Papa mau yang mana aja yang dikasih." 


" Nih kamu yang bawa lagi, udah lancar lah di jalan kayak gini" Papa menyerahkan kemudi kembali kepadaku. 


Selepas tangan Papa dari stang, tangan itu langsung memeluk perutku dan lagi - lagi badannya dimajukan. Tangan itu bergerak lagi mengelus perutku. Ga berapa lama elusan tangannya keatas lagi ke bagian dada. Papa melakukan hal yang sama seperti minggu sebelumnya. Dan, aku menikmati sensasi yang timbul saat Papa mengelus elus bagian tubuhku itu. Rasanya hampir sama seperti saat aku memegang sendiri bagian itu selama beberapa malam kemarin, bedanya saat dipegang oleh tangan Papa terasa lebih geli dan lebih… entahlah aku pun saat itu tidak bisa menerjemahkan rasa apa yang sedang kudapatkan. 

“ Zy…” tangan kanan Papa dilepaskan dari dadaku, tangan yang dilepaskannya itu ditaruh dibelakangku aku merasa tangan itu bergerak - gerak di belakang punggungku. Entah apa yang sedang Papa lakukan dibelakang, tidak sampai akalku menerjemahkan hal itu. Sedangkan tangannya kirinya masih memegang dadaku dengan kencang. Sakit. Aku mau mengatakan pada Papa tapi aku mendengar suara Papa dari belakang.

“ Ah…. Zy… Panggil Papa Zy….”

“ Maksudnya Pa?” tanyaku benar - benar bingung. “

“ Sebut Papa, sebut Papa!!!”

“ Papa?”

“ Iya bilang lagi Zy…”

“ Papa?”

“ Ohhh…..” gerakan Papa dibelakangku semakin terasa, motor bergoyang-goyang, agak susah aku mengendarainya.

Papa terus bergoyang di belakang, aku kesusahan membawa motor yang oleng, bingung mau berhenti atau terus melanjutkan jalan. Sampai akhirnya untungnya Papa kembali tenang, dia tidak lagi melakukan gerakan - gerakan di belakangku. Tangan nya juga sudah tidak berada di dadaku lagi.

“ Yasudah cukup untuk hari ini Zy, kamu udah pinter, dari sini sambil pulang kamu yang bawa ya. ” Papa memundurkan lagi posisi duduknya.

“ Iya Pa” aku mengangguk mengiyakan, untuk pertama kalinya aku mengendarai motor di jalan raya, perjalanan pulang ke rumah, jalan pulang dari perkebunan sawit itu tidak terlalu ramai motor dan mobil. Tapi hal itu tetap membuatku takut saat sesekali berhadapan dengan motor lainnya, atau berhadapan dengan truk, gemeteran sekali tangan dan kakiku. Untung ada Papa di belakang, masih membantuku ketika melihatku kesusahan. Aku membawa motor dengan perlahan, tidak menyalip kendaraan lainnya, hingga agak lama tiba di rumah.

“  Kalau Mama nanya, bilang Papa langsung ke toko ya. ” Papa langsung pergi setelah aku tiba depan rumah.

Di rumah aku bertanya - tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Papa dan apa yang Papa lakukan padaku?
Diubah oleh MbaWarna 07-11-2019 08:23
lumut66
harvey7
midim7407
midim7407 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup