axeleocullenAvatar border
TS
axeleocullen
BAJU SYURGA
KUMPULAN CERPEN






Sudah hampir lima tahun aku menikah dengan Hilma, dia satu-satunya wanita yang menerima pinanganku. Kami belum dikarunia seorang buah hati.

Aku lelaki yatim-piatu tinggal sendiri di rumah sederhana. Menyambung hidup bekerja serabutan. Hanya bermodalkan ijazah lulusan pondok pesantren, ketika malam aku mengajar anak mengaji di masjid, Hilma ikut membantu. Inilah alasan dia kenapa menerimaku menjadi pendamping hidupnya.

“Jika lelaki yang datang padaku baik agamanya, kemudian aku menolak. Aku termasuk orang yang merugi,” kata Hilma meyakinkan kedua orang tuanya saat itu.

Betapa hatiku bergetar pada saat itu, kata-katanya membangun keyakinan diri untuk menjadi lelaki yang pantas untuk dirinya.

Hari ini, rezeki yang aku dapatkan cukup banyak. Sudah lama aku tidak memberikan Hilma hadiah, meskipun hanya berupa baju daster yang terpajang murah di depan pasar.

Teringat saat aku membantunya menjemur pakaian. Terlihat baju daster dengan tempelan kain bagian ketiaknya.

Saat berada di pasar. Aku memilih baju dengan motif bunga mawar terlihat manis dan kubelikan juga jilbab yang senada dengan warnanya, terbayang wajah Hilma saat mengenakan baju yang kubelikan. Cantik.

Tiba di rumah.

Tanganku mengetuk pintu tua "Assalamualaikum."

"Waalaikum salam." Suara Hilma terdengar dari dalam, terlihat wajahnya mengintip dari kaca jendela. Lalu kuangkat bingkisan berwarna hitam yang isinya baju daster sembari tersenyum.

Dengan sigap dia membuka pintu, mencium tanganku dengan khidmat dan mengambil bingkisan itu.

Ketika membukanya, rona wajah Hilma terlihat bahagia.

"Waaah ... terima kasih, Mas."

"Maaf, Dek ... aku hanya bisa memberikan daster murahan."

"Tidak apa-apa, Mas. Hilma suka."
Kemudian dia mencoba daster itu, beberapa kali memeriksa bagian: lengannya, motif bunganya, dan memperbaiki jilbab baru agar terlihat rapi.

“Bagaimana, Mas. Cantik nggak?”

“Cantik!”

Istriku terlihat bahagia, ada rasa bahagia pula menyusup sadar saat ini.

"Dek, baju daster kemarin yang ketiaknya ditempel itu, buang saja."

"Ah ... jangan, Mas. Yang penting auratku tertutup. Sayang juga kalau mesti dibuang."

Saat pergi ke rumah mertua, Hilma selalu mengenakan baju yang aku belikan, ketika datang menjemputnya, baru saja kaki ini menyentuh ubin rumah tersebut, terdengar sayup-sayup dari dalam suara wanita bertanya kepada Hilma.

“Apa kamu tidak punya baju lain? Setiap ke sini kamu selalu pakai baju itu. Apa kamu tidak punya uang untuk beli baju?”

Entah apa yang aku rasakan ketika mendengar pertanyaan itu, memang benar! Hilma tidak pernah memakai baju lain, dan tidak ada uang untuk beli baju setiap bulannya. Kadang aku menyuruhnya untuk hutang dulu bayarnya bisa dicicil, tetapi Hilma tidak mau membebankanku karena hal pakaian.

“Bukan karena nggak punya uang, tetapi aku nyaman pakai baju ini, yang penting, ‘kan tutup aurat!”

Jawaban Hilma membuatku bangga memiliki istri seperti dia. Jika tidak ingat aku sedang berada di mana, sudah kupeluk dia.

***
-End

Baca juga: Aku Juga Berhak Untuk Hidup
Diubah oleh axeleocullen 30-10-2019 08:13
RetnoQr3n
tata604
lina.wh
lina.wh dan 17 lainnya memberi reputasi
18
2.2K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
axeleocullenAvatar border
TS
axeleocullen
#1
BAJU SYURGA
KUMPULAN CERPEN






Sudah hampir lima tahun aku menikah dengan Hilma, dia satu-satunya wanita yang menerima pinanganku. Kami belum dikarunia seorang buah hati.

Aku lelaki yatim-piatu tinggal sendiri di rumah sederhana. Menyambung hidup bekerja serabutan. Hanya bermodalkan ijazah lulusan pondok pesantren, ketika malam aku mengajar anak mengaji di masjid, Hilma ikut membantu. Inilah alasan dia kenapa menerimaku menjadi pendamping hidupnya.

“Jika lelaki yang datang padaku baik agamanya, kemudian aku menolak. Aku termasuk orang yang merugi,” kata Hilma meyakinkan kedua orang tuanya saat itu.

Betapa hatiku bergetar pada saat itu, kata-katanya membangun keyakinan diri untuk menjadi lelaki yang pantas untuk dirinya.

Hari ini, rezeki yang aku dapatkan cukup banyak. Sudah lama aku tidak memberikan Hilma hadiah, meskipun hanya berupa baju daster yang terpajang murah di depan pasar.

Teringat saat aku membantunya menjemur pakaian. Terlihat baju daster dengan tempelan kain bagian ketiaknya.

Saat berada di pasar. Aku memilih baju dengan motif bunga mawar terlihat manis dan kubelikan juga jilbab yang senada dengan warnanya, terbayang wajah Hilma saat mengenakan baju yang kubelikan. Cantik.

Tiba di rumah.

Tanganku mengetuk pintu tua "Assalamualaikum."

"Waalaikum salam." Suara Hilma terdengar dari dalam, terlihat wajahnya mengintip dari kaca jendela. Lalu kuangkat bingkisan berwarna hitam yang isinya baju daster sembari tersenyum.

Dengan sigap dia membuka pintu, mencium tanganku dengan khidmat dan mengambil bingkisan itu.

Ketika membukanya, rona wajah Hilma terlihat bahagia.

"Waaah ... terima kasih, Mas."

"Maaf, Dek ... aku hanya bisa memberikan daster murahan."

"Tidak apa-apa, Mas. Hilma suka."
Kemudian dia mencoba daster itu, beberapa kali memeriksa bagian: lengannya, motif bunganya, dan memperbaiki jilbab baru agar terlihat rapi.

“Bagaimana, Mas. Cantik nggak?”

“Cantik!”

Istriku terlihat bahagia, ada rasa bahagia pula menyusup sadar saat ini.

"Dek, baju daster kemarin yang ketiaknya ditempel itu, buang saja."

"Ah ... jangan, Mas. Yang penting auratku tertutup. Sayang juga kalau mesti dibuang."

Saat pergi ke rumah mertua, Hilma selalu mengenakan baju yang aku belikan, ketika datang menjemputnya, baru saja kaki ini menyentuh ubin rumah tersebut, terdengar sayup-sayup dari dalam suara wanita bertanya kepada Hilma.

“Apa kamu tidak punya baju lain? Setiap ke sini kamu selalu pakai baju itu. Apa kamu tidak punya uang untuk beli baju?”

Entah apa yang aku rasakan ketika mendengar pertanyaan itu, memang benar! Hilma tidak pernah memakai baju lain, dan tidak ada uang untuk beli baju setiap bulannya. Kadang aku menyuruhnya untuk hutang dulu bayarnya bisa dicicil, tetapi Hilma tidak mau membebankanku karena hal pakaian.

“Bukan karena nggak punya uang, tetapi aku nyaman pakai baju ini, yang penting, ‘kan tutup aurat!”

Jawaban Hilma membuatku bangga memiliki istri seperti dia. Jika tidak ingat aku sedang berada di mana, sudah kupeluk dia.

***
-End

Baca juga: Aku Juga Berhak Untuk Hidup
Diubah oleh axeleocullen 30-10-2019 08:13
0