Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

alfath.officialAvatar border
TS
alfath.official
Pengalaman Mistis di Sindoro
Spoiler for :


Sebuah kisah nyata dengan beberapa penambahan dan penyamaran....

Pengalaman Mistis di Sindorogambar

Kejadian ini sudah cukup lama terjadi, tetapi aku masih bisa mengingatnya dengan jelas. Berawal ketika aku mendapat pesan dari salah seorang temanku di grup pendaki. Temanku ini bercerita kalau kantornya mendanai pendakian ke gunung Sindoro untuk para karyawan. Namun, sebulan sebelum hari H, ternyata para karyawan tidak bisa mengikuti pendakian tersebut karena suatu alasan. Sementara dana sudah disiapkan dan tidak bisa dibatalkan. Karena itu temanku menawarkan penghuni grup untuk mengikuti acara pendakian tersebut.

Mendapat tawaran gratisan, membuat aku dan beberapa penghuni grup chat yang notabene berjiwa pendaki itu langsung tertarik untuk ikut. Siapa sih, yang tidak suka gratisan? Segala perlengkapan rombongan sudah disiapkan, kami hanya perlu menyiapkan perbekalan pribadi. Jadilah aku dan sembilan teman lainnya menerima tawaram tersebut.

Tanggal 23 Oktober 2017, kami berkumpul di terminal Mendolo. Kami berjumlah sepuluh orang, dan semuanya cewek. Dari terminal Mendolo kami meluncur ke base camp Kledung menaiki pick up untuk bertemu porter.

Pertama kali melihat porter, perasaanku langsung tak enak. Mereka adalah dua orang cowok dari luar daerah. Sudah pasti tak begitu mengenal gunung Sindoro. Kami sedikit ragu, tetapi karena ini acara gratisan, maka kami terpaksa menerima apa yang ada. Pengemis tak bisa pilih-pilih, ‘kan?

Ketika mendaftar, petugas jaga bertanya apakah ada yang sedang haid? Karena cewek yang sedang haid tidak diperbolehkan mendaki Sindoro. Kami pun serempak menjawab tidak.

Setelah selesai mendaftar kami memesan ojek untuk mengangkut kami menuju pos 1. Sampai di sini perjalanan lancar, tidak ada gangguan apa pun.

Saat itu matahari cerah, dan cenderung terik. Namun, energi kami yang masih full membuat kami tetap semangat melanjutkan perjalanan. Kami mulai mendaki dari pos 1, sementara porter di belakang membawakan perlengkapan kami.

Tujuh temanku berjalan dengan cepat di depan, sehingga aku dan dua temanku yang lain–Desi dan Gina–agak tertinggal di belakang, karena kami berjalan sambil ngerumpi juga sekalian menunggu porter agar tak tertinggal terlalu jauh.

Suasana pendakian saat itu agak lengang, karena kami mendaki di hari Senin, sedangkan orang biasanya mendaki di akhir pekan. Ada sedikit perasaan resah menyelusup, tetapi kupendam saja karena tak mau teman-temanku menjadi panik.

Mendekati pos 2, barisan pepohonan tampak agak rimbun. Tiba-tiba aku merasa kakiku agak lelah. Mungkin efek lama tak mendaki.

“Des, Gin, istirahat, yuk!” cetusku.

“Yaelah, baru segini udah istirahat aja. Tanggung, nih, pos 2 dikit lagi,” sergah Gina.

“Gatau deh, kakiku pegel, kalian jalan duluan, deh, nanti kususul,” ucapku.

Akhirnya Desi dan Gina berjalan mendahuluiku. Aku membentang kain di bawah sebatang pohon, menyelonjorkan kedua kaki, lalu meneguk air mineral.

Pengalaman Mistis di Sindorogambar

Belaian angin sepoi-sepoi membuatku agak mengantuk. Setelah agak rileks, aku segera melanjutkan perjalanan. Takut jika kelamaan aku bisa tertidur di tempat.

Tiba-tiba pandanganku menangkap sosok cewek tengah sendirian di bawah sebatang pohon. Awalnya kukira itu salah satu temanku, setelah kudekati, ternyata bukan. Sepertinya dia pendaki yang sedang beristirahat seperti yang kulakukan barusan. Cewek itu berambut hitam nan panjang melebihi bahu. Kulitnya putih seperti jarang terkena sinar matahari. Dia mengenakan jaket hijau yang agak kusam.

Aku menyapanya, “Mbak, pendaki, ya?”

Cewek itu mengangguk tanpa menoleh padaku. Tiba-tiba muncul gagasan untuk mengajaknya berjalan bareng.

“Saya juga ketinggalan rombongan, nih. Mau jalan bareng?”

Dia masih membisu, hanya membalas dengan gelengan.

Entah dia bisu atau pemalu, yang jelas dia bukan teman yang enak untuk diajak jalan bareng. Aku pun lantas berpamitan, ijin berjalan terlebih dahulu yang lagi-lagi tak berhasil membuatnya mengeluarkan suara.

Beberapa saat kemudian, aku berhasil menyusul kedua temanku yang tengah beristirahat di pos 2. Kuceritakan perihal cewek yang kutemui tadi. Ekspresi teman-temanku terlihat bingung setelah mendengar ceritaku.

“Kalian gak ada ketemu cewek itu? Atau rombongannya, gak ada?” tanyaku bingung.

Mereka kompak menggeleng. “Halu kali kamu,” cetus Desi seenak jidatnya.

“Enak aja! Aku masih waras, ya. Cewek tadi emang beneran ada,” tampikku tak senang.

”Au ah, skip aja. Jangan nakutin!” seru Gina yang penakut.

Aku hanya terkekeh geli melihat ekspresi Gina yang mulai berubah. Beberapa saat kemudian kami melanjutkan perjalanan.

Menuju pos 3 pepohonan tidak lagi selebat tadi. Namun, suasana sepi masih terasa melingkupi. Panas menyengat di atas ubun-ubun. Kami mendaki tanah berbatu yang cukup curam. Aku tak menghitung berapa jam perjalanan yang telah kami lalui, tetapi sekitar jam lima sore akhirnya kami tiba di pos 3. Di sana akhirnya seluruh rombongan kami berkumpul. Ada satu rombongan lain juga telah tiba di sana. Aku langsung teringat dengan cewek yang tadi kutemui. Mungkin ini rombongan cewek itu. Namun, ketika kuperhatikan tak ada sosok cewek itu di antara mereka. Alih-alih aku menyadari kalau salah satu porter kami tak tampak batang hidungnya.

Pengalaman Mistis di Sindorogambar

“Loh, mas satu lagi di mana?” tanyaku yang membuat teman-temanku celingak-celinguk.

“Bukannya tadi bareng kalian, ya?” tanya Sella yang ditujukan kepadaku.

“Enggak, kok, dari tadi enggak keliatan,” sahutku bingung.

Kami tak ingin berprasangka buruk, barangkali dia masih ketinggalan di belakang. Jadi, kami memutuskan untuk menunggu sebelum melanjutkan perjalanan ke Sunrise Camp.

Rombongan yang satu lagi telah berjalan mendahului kami. Sementara kami bersiap-siap melaksanakan salat asar sembari menunggu porter satu lagi menyusul. Tiba-tiba salah satu temanku yang bernama Sella menyeletuk setengah berbisik, mengaku kalau dirinya masih dalam kondisi haid, dan sedang menunggu masa suci. Kontan kami pun berbisik-bisik heboh. Was-wes-wos. Berusaha tak didengar oleh makhluk apa pun selain kami.

“Mau gimana lagi, orang udah telanjur siapin bekal. Masa aku ditinggal sendiri,” kilah Sella tak tampak menyesal.

Kami pun berusaha tetap tenang. Berdoa semoga segalanya baik-baik saja. Selesai salat, ternyata sang porter masih tak tampak wujudnya. Sementara matahari mulai tenggelam di ufuk barat, udara semakin menurun. Terpaksa kami harus melanjutkan perjalanan menuju Sunrise Camp, dan memutuskan untuk menunggu di sana.

Pengalaman Mistis di Sindorogambar

Sampai di Sunrise Camp sudah magrib. Kami segera melaksanakan salat magrib di sana. Selesai magrib masih tak tampak kehadiran sang porter. Karena suasana semakin gelap, dan dingin semakin menusuk kami memutuskan untuk mendirikan tenda. Aku ingin mendirikan tenda di Sunrise Camp karena di sanalah aku biasa membuat tenda, tetapi mas porter yang masih tersisa mengajak untuk turun sedikit, dan mendirikan tenda agak ke bawah Sunrise Camp. Karena tak ingin berdebat, kami pun mengikuti arahannya. Selesai mendirikan dua tenda kami menyalakan api untuk memasak. Kami makan, minum, dan mengobrol. Ketika kami sedang memasak, datanglah satu rombongan mas-mas mendirikan tenda di dekat kami. Namun, hingga saat itu porter yang gaib itu tak kunjung tiba. Kami agak kebingungan sebab sebagian logistik di bawa oleh porter tersebut. Aku memutuskan untuk kembali ke pos 3 sendirian. Sampai di sana, akhirnya aku bertemu dengan porter itu. Dia mengaku telah tersesat di lokasi pos 2. Tampangnya kusut, wajahnya seputih kertas. Barang bawaannya pun sudah agak berantakan. Antara iba dan ingin tertawa, aku lantas membantunya membawa perlengkapan naik ke Sunrise Camp. Kuberi dia makanan. Dia makan dan tak banyak bicara.

Malam semakin larut, teman-teman cewekku sudah masuk ke tenda masing-masing. Tinggallah aku beserta dua porter dan mas-mas tenda sebelah yang masih mengobrol di dekat api unggun.

Porter yang tersesat tadi akhirnya buka mulut. Usut punya usut, ternyata dirinya tersesat karena seorang cewek berjaket hijau. Jantungku langsung berdetak lebih cepat. Itu pasti cewek yang tadi kutemui. Menurut cerita si porter yang bernama Rudi itu, dia menemani cewek tersebut menuju pos 2. Mereka berdua berjalan bersama melewati hutan. Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah pohon besar. Cewek itu meminta Rudi untuk menunggu, sementara dirinya buang air. Namun, selang beberapa menit cewek itu tak kunjung kembali. Rudi mencari ke sekeliling, tetapi nihil. Karena waktu terus berjalan, dan takut tak bisa sampai ke pos 3 pada waktunya, Rudi pun bergegas melanjutkan perjalanan tanpa cewek itu. Namun, dia kesulitan menemukan jalur yang tepat yang berujung dirinya tersesat selama beberapa waktu.

Semua menertawakan nasib Rudi, menganggap cowok itu telah dibohongi seorang cewek. Namun, tidak denganku, aku merasa ada sesuatu yang tak wajar sedang terjadi di sini.

Tiba-tiba dari arah tenda terdengar jeritan para cewek. Mereka berhamburan keluar tenda.

“Ada babi!” jerit Sella.

Salah satu tenda kami tampak rusak parah, bolong besar yang tak bisa diperbaiki. Carrier milik Sella juga rusak, isinya berhamburan keluar.

“Mana babinya?” tanya salah satu pemuda.

Cewek-cewek menunjuk ke satu arah. Kami bersama-sama mencari babi tersebut, tetapi babi itu tak terlihat di mana pun. Perasaanku makin tak enak.

Kami bingung apa yang harus kami lakukan sekarang. Tenda itu rusak parah, tak bisa diperbaiki, dan tak bisa digunakan lagi. Kami hanya memiliki tiga tenda. Satu tenda berkapasitas 3-4 orang, sementara kami bersepuluh, mau bagaimanapun tetap tak akan muat.

Setelah berdiskusi, akhirnya mas-mas porter menyerahkan tenda khusus milik mereka untuk kami. Mereka berencana untuk bergadang sampai pagi.

Aku masih berbincang dengan para pemuda hingga larut malam. Kebetulan saat itu adalah musim bintang jatuh, kami berhasil menyaksikan bintang jatuh dua kali. Pukul dua dini hari aku baru masuk ke tenda. Aku satu tenda bersama Sella, Desi, dan Gina. Karena kecapaian, tak sampai dua menit berbaring, aku telah hanyut ke alam bawah sadar tanpa mimpi.

Rasanya belum lama terlelap ketika suatu gerakan di dekatku membangunkanku. Kubuka mataku yang seperti beratus-ratus kilogram beratnya. Samar-samar kulihat Sella berjalan merangkak ke luar tenda sembari mengeluarkan suara racauan lirih.

“Sel?” panggilku. Tak ada sahutan, sosok Sella menghilang di balik tenda.

Karena khawatir aku pun bangkit hendak menyusul gadis itu ke luar. Sella masih merangkak di atas tanah, gerak-geriknya tampak aneh di tambah suara racauan yang keluar dari bibirnya. Apa gadis itu mengigau?

“Sella!” Panggilanku tak digubrisnya. Dia terus merangkak menuju kegelapan. Aku bingung, tak bawa senter. Kupanggil mas-mas porter yang masih bergadang. Mereka bergegas menghampiriku dengan senter di tangan.

“Ada apa?” tanya porter yang bernama Rendi.

Aku menjelaskan terburu-buru, sementara Sella telah tertelan kegelapan. Mereka menyorotkan senter ke arah Sella menghilang. Gadis itu merangkak dan meracau. Kami bergegas menghampirinya. Ketika Rendi mencoba menyentuh Sella, gadis itu berbalik, mencakar dan mendorong Rudi dengan tenaga yang tak terduga. Aku refleks mengucapkan istighfar.

Mata Sella tampak merah di bawah sorotan cahaya senter. Dia kembali merangkak menjauh dengan cepat, turun menuju pos 3.

“Sella!” Aku berteriak. Tanpa sadar kegaduhan itu membangunkan anak-anak lainnya. Kami mengejar Sella, berusaha memeganginya. Namun, entah bagaimana tenaga Sella seolah meningkat sepuluh kali lipat dari biasanya. Aku yang mencoba memeganginya terlempar oleh dorongannya. Beberapa anak terluka terkena cakaran. Sella meronta, meraung, bahkan tenaga beberapa cowok tak mampu membendungnya.

Sella kini berlari dengan cepat menuruni gunung dalam kegelapan. Kami kesulitan untuk mengejar karena jalur yang agak curam dan berbatu. Kulihat sesekali Sella jatuh terguling, tetapi cewek itu seolah tak merasakan sakit dan terus berlari.

Beberapa cewek menangis karena kejadian itu. Kami terguncang, khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada Sella. Karena kondisi yang gelap dan berbahaya pencarian Sella tak dilanjutkan.

“Kok bisa gini, Ris ...,” isak Gina. Aku mencoba menenangkannya meskipun hatiku sendiri tak tenang.

Pikiranku berkecamuk, bertanya-tanya kenapa Sella menjadi korban. Lalu benang-benang merah mulai terangkai dengan sendirinya. Sella yang haid, babi yang tak pernah ditemukan dan mengincar carrier-nya, lalu kini dia kesurupan.

Bulu kudukku seketika berdiri. Kami sudah ditandai sejak awal. Sejak ketika aku bertemu dengan cewek asing di jalan, dan porter yang tersesat karena cewek itu. Ya, Tuhan ....

Pengalaman Mistis di Sindorogambar

Aku hanya tertidur beberapa menit sebelum dibangunkan untuk salat subuh. Ketika matahari mulai terbit kami telah selesai sarapan dan membereskan perlengkapan. Kami turun sembari melakukan pencarian. Jika Sella tidak ditemukan, terpaksa kami harus melaporkan kehilangan Sella. Perjalanan menjadi agak lambat, menjelang siang kami baru mencapai pertengahan pos 2.

Kami sudah tak berharap banyak lagi untuk menemukan Sella. Pasrah. Berjalan dalam diam tanpa semangat. Tak ada yang berani bersuara, semua sibuk dengan pikiran masing-masing.

Lalu tiba-tiba salah seorang cewek berteriak menyebut nama Sella. Kontan semua kepala menoleh. Di sanalah Sella, tergeletak di dekat semak-semak tak berdaya. Jaketnya kotor dan compang-camping, wajahnya pucat, tampak beberapa baret luka di wajah dan tangannya. Kami merengkuhnya dalam isak haru. Meneteskan air ke bibirnya, dan mengoleskan minyak telon di bawah hidungnya. Tak lama kemudian dia sadarkan diri.

Kami semua pada akhirnya berhasil turun dengan selamat, tak kurang suatu apa. Setelah sampai di base camp Kledung, Sella segera di rawat di rumah sakit dan membaik dalam sehari.

Sella bercerita kalau dirinya tak tahu apa yang telah terjadi. Malam itu ketika sedang tidur ia merasakan tubuhnya panas, ketika terbangun ia tak mampu menggerakkan tubuh. Dia melihat sosok cewek di hadapannya, cewek yang sama yang pernah kuceritakan. Namun, kali ini penampilannya begitu buruk, Sella tak mampu mengingatnya dengan baik. Setelah penampakan itu, ia pun tak sadarkan diri dan sadar kembali ketika kami temukan tubuhnya.

Perjalanan itu begitu membekas dalam hatiku, tak mungkin bisa kulupakan. Penting bagi kita untuk menjaga diri ketika sedang mendaki. Karena keberadaan makhluk gaib itu benar adanya. Semoga dari cerita saya ini bisa dipetik sebuah pelajaran berharga.

Spoiler for Gambar:
Diubah oleh alfath.official 30-09-2019 16:46
sebelahblog
zafinsyurga
dian14aja
dian14aja dan 11 lainnya memberi reputasi
12
2K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
mbak.farAvatar border
mbak.far
#10
apakah inih true story? emoticon-Bingung
alfath.official
alfath.official memberi reputasi
1
Tutup