- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
MErudapaksa SETAN SETAHUN DI KONTRAKAN BERHANTU JOGJA
TS
ki.bogowonto
MErudapaksa SETAN SETAHUN DI KONTRAKAN BERHANTU JOGJA
Selamat pagi, siang, sore dan malam agan sista se-jagad KASKUS. Guna meramaikan dunia perdhemitan di Indonesiah ini, perkenankanlah ane yang bisa kalian panggil Kace untuk menceritakan pengalaman horror yang pernah ane dan teman-teman ane alami bertahun-tahun lalu.
Threat ini akan menceritakan bagaimana kisah kami bertujuh (Ane, Ceper, Lepuk, Gembi, Doyok, Kiyer, dan Timbul) sekumpulan remaja senja yang ngontrak bersama di sebuah rumah di sekitaran Ambarukmo Plaza. Pada tahun 2006 kami semua kebetulan kuliah di kota Jogja, dan karena memang sudah punya hubungan dekat sedari dulu, kami memutuskan untuk tinggal bersama. Dan disitulah semua hal-hal aneh bermula, rumah kontrakan yang semula kami anggap biasa ternyata menyimpan residual energi yang begitu banyak.
Cerita ini akan di bagi menjadi beberapa bab, tidak akan terlalu panjang dan semoga bisa dinikmati. Semua tokoh dalam cerita ini menggunakan nama panggilan, alamat kontrakan itu sudah kami sepakati untuk di samarkan. Dan semua tokoh dalam cerita ini sudah di konfirmasi
INDEKS
1. RUMAH BARU
2. MEREKA MULAI MENAMPAKAN DIRI
3. TEROWONGAN CASABLANCA,DAN SESUATU YANG MENGINTIP DARI BALIK PINTU
4. KONTAK FISIK
5.WABAH MISTERIUS
6.EXORCIST!
7.YANG MENAKUTKAN DI RUMAH INI
8.PSYWAR!
9. THERE’S SOMEONE IN THERE?
10. MErudapaksa SETAN!
11. OUT OF NOWHERE (TAMAT)
Threat ini akan menceritakan bagaimana kisah kami bertujuh (Ane, Ceper, Lepuk, Gembi, Doyok, Kiyer, dan Timbul) sekumpulan remaja senja yang ngontrak bersama di sebuah rumah di sekitaran Ambarukmo Plaza. Pada tahun 2006 kami semua kebetulan kuliah di kota Jogja, dan karena memang sudah punya hubungan dekat sedari dulu, kami memutuskan untuk tinggal bersama. Dan disitulah semua hal-hal aneh bermula, rumah kontrakan yang semula kami anggap biasa ternyata menyimpan residual energi yang begitu banyak.
Cerita ini akan di bagi menjadi beberapa bab, tidak akan terlalu panjang dan semoga bisa dinikmati. Semua tokoh dalam cerita ini menggunakan nama panggilan, alamat kontrakan itu sudah kami sepakati untuk di samarkan. Dan semua tokoh dalam cerita ini sudah di konfirmasi
INDEKS
1. RUMAH BARU
2. MEREKA MULAI MENAMPAKAN DIRI
3. TEROWONGAN CASABLANCA,DAN SESUATU YANG MENGINTIP DARI BALIK PINTU
4. KONTAK FISIK
5.WABAH MISTERIUS
6.EXORCIST!
7.YANG MENAKUTKAN DI RUMAH INI
8.PSYWAR!
9. THERE’S SOMEONE IN THERE?
10. MErudapaksa SETAN!
11. OUT OF NOWHERE (TAMAT)
Diubah oleh ki.bogowonto 03-10-2019 21:13
cloud_777 dan 300 lainnya memberi reputasi
295
262.9K
1.2K
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
ki.bogowonto
#389
EXORCIST!
Hari itu, kami semua mengalami demam tinggi ditambah dengan pembengkakan di daerah wajah sampai pipi. Padahal malam sebelum tidur kami merasa sehat-sehat saja. Suhu tubuh kami rata-rata diangka 38⁰C rasanya mual, pusing, dan masih banyak lagi.
“Kita di santet!” kata Doyok serius.
“Ahh, Koe jangan meden-medeni gitu to, Yok” (Jangan nakut-nakutin) Jawab Kiyer sambil memegangi pipinya.
“Priksa ke Dokter wae po?” Si Gembi memberi usulan.
“Husssshh, duit seko endi?” balasku sambil melihat tanggalan yang sudah di angka tua.
“Nganu wae, nanti tak ke warnet. Nyari-nyari ini penyakit apa, kalau udah ketauan kan bisa cari obat tradisonalnya” Gembi kembali usul.
“Begitu ya boleh, “ kata Lepuk sambil ikut duduk di ruang teman, sambil menaruh beberapa bungkus nasi kucing.
“Tapi kok koe nggak kena yo Puk?” tanya Timbul, yang melihat Lepuk dalam kondisi sehat walafiat.
“Lha aku gak tau, malah bagus to…” katanya sambil membuka bungkusan pertama.
“Madang!” (Makan!) kata Lepuk. Kami semua mengambil satu-satu bungkusan tadi, memang dari pagi kami belum makan apa-apa. Dan begitu satu suapan, rasanya tenggorokan dan rahangkami mau lepas, sakit sekali untuk menelan. Ceper yang sedikit emosi gara-gara laper tapi sakit buat nelen lalu meremes nasi kucing itu. Kayak orang mau bikin umpan mancing pake pelet itu lho, lalu menelan nasi kucing tadi bulat-bulat.
“Mbangane modar ra madang!” (Dari pada mokad gara-gara ga makan) kata Ceper. Di ikuti kami melakukan hal yang sama.
**
Selepas makan, kira-kira pukul 20:30 si Gembi sudah kembali dari warnet dengan wajah berseri-seri.
“Piye,Mbi. Ada informasi apa mengenai penyakit kronis ini?” tanyaku.
“Wis, ga perlu bingung. Tadi aku udah konsultasi sama warnet, kalau kita itu cuma kena gondongan” kata Gembi.
“Terus obate?” tanya Ceper.
“Nah, itu yang harus kita cari. Pokoknya nanti aku tak pulang ke wates buat ambil obatnya. Aku dah bilang Mamak. Per, koe juga cari lah” jawab si Gembi. Dan jadilah detik itu Gembi dan Ceper kami utus untuk mencari obat-obatan guna mengobati azab yang sedang kami derita ini.
Malam itu, kami yang masih tersisa di kontrakan terlalu fokus dengan rasa sakit yang kami terima, sehingga tidak terlalu was-was dengan aktivitas gaib yang sebenarnya sedang berlangsung.
Aku dan tiduran di kasur dengan selimut, Sedangkan si Lepuk kebetulan di kamarku untuk main Zuma, meninggalkan si Kiyer yang tergolek lemah di kamarnya. Si Lepuk ini kalau sudah main Zuma itu asu banget, dia satu-satunya orang yang kukenal bisa main Zuma lebih dari 48 jam! Sumpah dulu dia pernah main dari jam 19:00 tak temenin sampai jam 03:00 pagi, trus aku tidur. Pas aku bangun buat berangkat kuliah, dia masih main, pas aku pulang maghrib, dia masih main, trus tak tinggal tidur dan aku bangun, dia gak pindah tempat. Langsung saja tak toyor dari belakang kepalanya.
“Leren cok! Jebol komputerku!!” (Udah cuk! Komputerku jebol) aku heran lho, cuma main Zuma kok bisa se adiksi itu. Tapi selidik punya selidik aku jadi tau kenapa si Lepuk bisa tergila-gila dengan game kodok tersebut. Dulu dia pernah nyoba main conter strike 1,6 dan malah mutah-mutah dan mencret di warnet. Sejak saat itu, dia trauma dan tidak lagi menyentuh game first person perspective lagi, lalu menasbihkan diri menjadi zuma player seumur hidupnya.
Oke, back to story.. malam itu kami tidak mendapat keanehan apapun dan tidur seperti biasa. Paginya aku dan Gembi bangun karena ada keributan kecil di kamar. Si Lepuk yang tampaknya semalaman kerja keras main zuma sedang cekcok dengan Kiyer.
“Koe semalem disini tenan?” tanya Kiyer.
“Iyo, beneran. Sumpah! Tanya wae sama Kace kui” jawab lepuk dengan mata yang tak lepas dari monitor.
“Bener gitu, Ce?” tanya Kiyer yang melihatku sudah terbangun.
“Ho’oh” Jawabku sambil menguap.
“Trus, sik tidur sama aku semalem itu siapa?” Kiyer bertanya dengan suara sedikit bergetar. Mendengar pertanyaan Kiyer yang profokatif aku langsung duduk dan bertanya.
“Maksudmu piye, Yer?” lalu Kiyer mulai bercerita.
Semalam Kiyer tidur lebih awal, karena memang kondisinya sedang sakit. Dia tidur dalam kondisi miring mepet ke tembok, pas malem-malem dia bangun karena posisinya gak enak. ketika mau ganti posisi dia merasa ada yang mengganjal di balik punggungnya.
“Geser to, Puk!” kata Kiyer yang menganggap Lepuklah yang membuat dia kejepit. Tapi begitu dia tanya Lepuk pagi itu, si Lepuk mengaku sama sekali tidak ke kamarnya semalaman. Pertanyaannya sekarang, siapa orang atau sesuatu yang menemani Kiyer malam itu? Kejadian-kejadian semacam ini akan sangat jamak di cerita-cerita kedepan!
Setelah keributan tadi usai, kami mulai menghibur diri dan memilih untuk tidak membicarakannya lebih lanjut. Dan lima menit kemudian suara motor supra milik si Ceper sudah terdengar masuk ke parkiran. Lalu dia masuk dengan wajah sumringah.
“Saya sudah dapat obat untuk wabah yang menyerang kita, wahai kaum-kaum Sodom!” serunya dengan dada membusungkan dada sambil membawa sebuah bungkusan plastik.
“opo kui, Per?” tanya Timbul yang muncul dari balik kamarnya bersama Doyok.
“Ini obat tradisonal dari daratan China hongkong!” katanya ngawur sambil mengambil benda yang ada di bungkusan itu, dan menaruhnya di depan kamu.
“Iki opo,Per?” tanya Doyok.
“Ini obat yang kita butuhkan, namanya blau!” katanya penuh keyakinan.
“Cara penggunaannya piye?” aku bertanya.
“Sini-sini, saya ajari!” kata Ceper yang mulai duduk bersila, diikuti kami semua yang mengelilinginya. Ceper membuka produk pertama itu, warnanya biru dan bersifat serbuk seperti bedak, dia menaruhnya di telapak tangan, berlagak seperti peracik obat professional.
“Iki cuma di lelet leletin ke bagian yang sakit” kata Ceper yang mengoleskan ramuan itu ke wajahnya si Doyok.
“Sini, Mbul!” kata Ceper yang kemudian mengolesi si Timbul, dan urut sampai semua kebagian. Kami sebenarnya ragu, obat macam apa ini, dan dia dapat dari resep mana resepnya, tapi karena dia sudah bersikap bak tabib kerajaan ya kita manut-manut saja untuk dijadikan eksperimenya Ceper.
Ceper jadi orang terakhir yang harus mengoleskan obat itu, dan karena sisa serbuk biru di tangannya masih bangat dia mengoleskan semuanya ke wajah dan leher dengan gerakan seperti orang cuci muka.
“Per,kok koe banyak banget ngolesnya?” tanyaku.
“Yoben! Biar cepet sembuh” jawab Ceper. Kami yang tidak mau kalah akhirnya mengambil lagi obat yang tidak jelas asal-usulnya itu dan mengoleskanny ke sekujur wajah dan leher. Jadilah kami seperti lakon film Avatarnya James Cameroon.
Setelah kami semua selesai mewarnai kulit, tidak lama kemudia si Gembi kembali dengan membawa sebuah karung.
“Loh, kok muka kalian malah di cet?” tanya Gembi heran.
“Rausah cerewet! “ Kata Ceper yang langsung memiting Gembi. Kami yang memang sudah satu frekuensi langsung tanggap dengan mengoleskan obat tadi ke wajahnya.
“Bocah Edan! Iki obat opo?” tanya Gembi.
“Wis, sik penting mari!” jawab Ceper.
“Lha aku juga bawa Obat iki” Gembi mengambil karung yang tadi dia bawa.
“Obat opo itu?” tanya Doyok.
“wuooohhh, obat ini saya dapat dari pedangang Gujarat. Konon, obat ini mampu menyembuhkan penyakit kita dengan cepat dan tanpa efek samping” katanya.
“Halaah, kebanyakan intro!” teriak Ceper sambil merebut karung itu. Dan setelah di buka, isinya tak lain dan tak bukan adalah buah pace (Mengkudu)
“Lahhh, kok malah bawa pace to Mbi?” tanyaku.
“Wellah, buah Pace itu. Dalam kepercayaan jawa bisa menyembuhkan gondongen, tanpa harus memakan buahnya.”
“Carane?” tanya Timbul
“Kita buat kalungan!” jawab Gembi sambil mengangkat sebuah tali raffia berwarna Pink!
“Kalau begitu, kita kombinasikan dua obat dari barat dan timur ini! Siapa tau cepat syembuh.. saya mau pakai 3 biar manjur!” kata Ceper sambil merakit sendiri kalungnya. FYI kami itu memang menggunakan bahasa yang campur, jawa dan Indonesia. Jadi ya bisa kalian bayangkan sendiri, betapa wagunya kami berbicara bahasa Indonesia yang baku tapi dengan aksen jawa yang medok.
Muka biru, dan masing-masing dari kita pakai kalung dari buah pace sebesar helm. Kalau kalian melihat langsung. kalian akan merasa sedangan masuk dalam perkampungan suku amazon.
Saat cerita ini di tulis aku sendiri juga heran, kok bisa kami percaya dengan dua obat itu. Padahal blau itu sebenarnya adalah semacam sabun pencuci kayak byclean, lalu kalungan buah pace ya cuma mitos. Aduuhhh bodohnya..
**
Dua hari kemudian, aku masih ingat waktu itu sore hari pukul 15:00. Kami semua masih dalam kondisi sakit, dan tiduran di kamar masing-masing. Efek obatnya tidak terasa sama sekali.
“Tok tok tok” suara pintu depan diketuk
“Tok tok tok” belum ada ya membuka. Gembi yang lagi nyetel music winamp akhirnya berdiri dengan malas.
“Malesan kabeh!” kata Gembi. Dan beberapa saat kemudian, terdengar Gembi berteriak.
“Cooookkkkk!!!! Penyelamat kita datang!” kami semua langsung berlari menuju ruang depan untuk melihat siapa yang datang, dan ini dia orang yang kami tunggu-tunggu. Noka, dia kemari 3 hari lebih awal dari waktu yang direncanakan.
“ini kok mukanya biru-biru?” tanya dia sambil mengikat rambut panjangnya. Adik perempuanku tadi kemudian masuk sambil memejamkan mata, tanganya menggapai gapai udara.
Kami semua cuma bisa diam, antara takut dan ga tau mau berbuat apa. Untuk sejenak, para koboi disini kalah dengan adik perempuanku ini.
“Rumahe abis di bersihin yo?” tanya Noka.
“Ho’oh. Lha piye?” tanyaku. Noka tidak menjawab, dan kembali memejamkan mata sambil berjalan menuju lorong Casablanca.
“Mesti podo ngawur” kata dia sambil merem.
“Wehh, kita nggak berbuat hal-hal senonoh kok” kata Ceper.
“Lha ini, ratu ular disini kok bisa marah?” tanya Noka.
“wuuuoooohh,iki gara-gara koe sama Gembi ngobok-obok sumur itu, Per!” kata Kiyer.
“Ehh iyo ding… maafff bunda Ratu!” teriak Ceper.
“Mas Lepuk gak ikut? “ tanya Noka lagi
“Iyo, kok bisa tau?” tanya Lepuk.
“Soalnya cuma mas Lepuk yang nggak di serang” kata dia lagi, disambut dengan mulut menganga dari kami semua. Noka tiba-tiba berlari kebelakang, dan kita mengejar seperti orang bodoh di belakangnya..
“Rame” katanya sambil merem.
“apane, Ka?” tanya Doyok.
“Penghunine!” suara Noka terdengar meninggi.
“Aaa. Aada apa aja?” tanya Timbul…
**
“Diluar sana! Di sumur tua itu, kalian sudah membuat penghuninya marah! Sumur itu jadi pintu gerbang dari Siluman ular….. wujudnya perempuan tapi ekornya ular… itu yang bikin kalian sakit” Kata Noka dengan suara yang aneh.
“Di masing-masing kamar…. Ada sosok hitam dengan mulut lebar….. katanya ada rajah diatas pintu?” tanya Noka lagi.
“Iyo, ada rajahannya” jawab Lepuk.
“Itu fungsinya buat menyegel mereka biar ga kemana-mana” balas Noka.
“Asuuuuu, tak kira rajah biar kita aman. Lha kok ternyata malah bikin kita kejebak bareng mereka” teriak Ceper.
“Hussssh, cangkemu itu lho Per!” seru,Gembi.
“Eh iyo… map-maap” kata Ceper sambil mbungkem mulutnya sendiri.
“Terusss opo meneh, Ka?” tanya Kiyer.
“Di ruang depan sik di pake buat parkiran, disana ada Simbah-simbah tapi bulunya banyak banget….”
“Wuuhhhhhh” kami mulai berbisik-bisik
Noka berjalan kedepan, kami lagi-lagi mengikuti.
“Trus, ada peri yang wujudnya cantik. Tapi pemalu” kata dia..
“Kok banyak banget to?” Si Lepuk mulai gelisah.
“Masih ada lagi! dan paling kuat..” ekspresi Noka berubah, aku tidak bisa menggambarkan ekspresi macam apa itu.
“Apa kui?” tanyaku tidak sabar.
“Sosok Genderuwo, gede dan paling usil… katanya ada yang pernah di usili”
“wahhh kui, itu pasti koe Per” kataku.
“Wahh ho’o Kui… tempat pesemayamannya dimana ka?”
“Lha itu, di tempat kalian berdiri!” kata Noka dengan enteng. Langsung saja kami yang kebetulan berdiri di lorong Casablanca bubar seketika.
“Iki njuk kita harus kepiye?” tanya Doyok dengan gugup.
“Kalau di usir bisa?” tanya Ceper. Noka berjalan mondar-mandir dan terlihat berpikir keras.
“Piye? Bisa nggak?” tanyaku.
“Hmmmm… Bisa, tapi ………..” kata Noka dengan nada suara ragu.
**
LANJUTANNYA BESOK!
ADA SALAM NIH DARI PUBLIC ENEMY KONTRAKAN.
“Kita di santet!” kata Doyok serius.
“Ahh, Koe jangan meden-medeni gitu to, Yok” (Jangan nakut-nakutin) Jawab Kiyer sambil memegangi pipinya.
“Priksa ke Dokter wae po?” Si Gembi memberi usulan.
“Husssshh, duit seko endi?” balasku sambil melihat tanggalan yang sudah di angka tua.
“Nganu wae, nanti tak ke warnet. Nyari-nyari ini penyakit apa, kalau udah ketauan kan bisa cari obat tradisonalnya” Gembi kembali usul.
“Begitu ya boleh, “ kata Lepuk sambil ikut duduk di ruang teman, sambil menaruh beberapa bungkus nasi kucing.
“Tapi kok koe nggak kena yo Puk?” tanya Timbul, yang melihat Lepuk dalam kondisi sehat walafiat.
“Lha aku gak tau, malah bagus to…” katanya sambil membuka bungkusan pertama.
“Madang!” (Makan!) kata Lepuk. Kami semua mengambil satu-satu bungkusan tadi, memang dari pagi kami belum makan apa-apa. Dan begitu satu suapan, rasanya tenggorokan dan rahangkami mau lepas, sakit sekali untuk menelan. Ceper yang sedikit emosi gara-gara laper tapi sakit buat nelen lalu meremes nasi kucing itu. Kayak orang mau bikin umpan mancing pake pelet itu lho, lalu menelan nasi kucing tadi bulat-bulat.
“Mbangane modar ra madang!” (Dari pada mokad gara-gara ga makan) kata Ceper. Di ikuti kami melakukan hal yang sama.
**
Selepas makan, kira-kira pukul 20:30 si Gembi sudah kembali dari warnet dengan wajah berseri-seri.
“Piye,Mbi. Ada informasi apa mengenai penyakit kronis ini?” tanyaku.
“Wis, ga perlu bingung. Tadi aku udah konsultasi sama warnet, kalau kita itu cuma kena gondongan” kata Gembi.
“Terus obate?” tanya Ceper.
“Nah, itu yang harus kita cari. Pokoknya nanti aku tak pulang ke wates buat ambil obatnya. Aku dah bilang Mamak. Per, koe juga cari lah” jawab si Gembi. Dan jadilah detik itu Gembi dan Ceper kami utus untuk mencari obat-obatan guna mengobati azab yang sedang kami derita ini.
Malam itu, kami yang masih tersisa di kontrakan terlalu fokus dengan rasa sakit yang kami terima, sehingga tidak terlalu was-was dengan aktivitas gaib yang sebenarnya sedang berlangsung.
Aku dan tiduran di kasur dengan selimut, Sedangkan si Lepuk kebetulan di kamarku untuk main Zuma, meninggalkan si Kiyer yang tergolek lemah di kamarnya. Si Lepuk ini kalau sudah main Zuma itu asu banget, dia satu-satunya orang yang kukenal bisa main Zuma lebih dari 48 jam! Sumpah dulu dia pernah main dari jam 19:00 tak temenin sampai jam 03:00 pagi, trus aku tidur. Pas aku bangun buat berangkat kuliah, dia masih main, pas aku pulang maghrib, dia masih main, trus tak tinggal tidur dan aku bangun, dia gak pindah tempat. Langsung saja tak toyor dari belakang kepalanya.
“Leren cok! Jebol komputerku!!” (Udah cuk! Komputerku jebol) aku heran lho, cuma main Zuma kok bisa se adiksi itu. Tapi selidik punya selidik aku jadi tau kenapa si Lepuk bisa tergila-gila dengan game kodok tersebut. Dulu dia pernah nyoba main conter strike 1,6 dan malah mutah-mutah dan mencret di warnet. Sejak saat itu, dia trauma dan tidak lagi menyentuh game first person perspective lagi, lalu menasbihkan diri menjadi zuma player seumur hidupnya.
Oke, back to story.. malam itu kami tidak mendapat keanehan apapun dan tidur seperti biasa. Paginya aku dan Gembi bangun karena ada keributan kecil di kamar. Si Lepuk yang tampaknya semalaman kerja keras main zuma sedang cekcok dengan Kiyer.
“Koe semalem disini tenan?” tanya Kiyer.
“Iyo, beneran. Sumpah! Tanya wae sama Kace kui” jawab lepuk dengan mata yang tak lepas dari monitor.
“Bener gitu, Ce?” tanya Kiyer yang melihatku sudah terbangun.
“Ho’oh” Jawabku sambil menguap.
“Trus, sik tidur sama aku semalem itu siapa?” Kiyer bertanya dengan suara sedikit bergetar. Mendengar pertanyaan Kiyer yang profokatif aku langsung duduk dan bertanya.
“Maksudmu piye, Yer?” lalu Kiyer mulai bercerita.
Semalam Kiyer tidur lebih awal, karena memang kondisinya sedang sakit. Dia tidur dalam kondisi miring mepet ke tembok, pas malem-malem dia bangun karena posisinya gak enak. ketika mau ganti posisi dia merasa ada yang mengganjal di balik punggungnya.
“Geser to, Puk!” kata Kiyer yang menganggap Lepuklah yang membuat dia kejepit. Tapi begitu dia tanya Lepuk pagi itu, si Lepuk mengaku sama sekali tidak ke kamarnya semalaman. Pertanyaannya sekarang, siapa orang atau sesuatu yang menemani Kiyer malam itu? Kejadian-kejadian semacam ini akan sangat jamak di cerita-cerita kedepan!
Setelah keributan tadi usai, kami mulai menghibur diri dan memilih untuk tidak membicarakannya lebih lanjut. Dan lima menit kemudian suara motor supra milik si Ceper sudah terdengar masuk ke parkiran. Lalu dia masuk dengan wajah sumringah.
“Saya sudah dapat obat untuk wabah yang menyerang kita, wahai kaum-kaum Sodom!” serunya dengan dada membusungkan dada sambil membawa sebuah bungkusan plastik.
“opo kui, Per?” tanya Timbul yang muncul dari balik kamarnya bersama Doyok.
“Ini obat tradisonal dari daratan China hongkong!” katanya ngawur sambil mengambil benda yang ada di bungkusan itu, dan menaruhnya di depan kamu.
“Iki opo,Per?” tanya Doyok.
“Ini obat yang kita butuhkan, namanya blau!” katanya penuh keyakinan.
“Cara penggunaannya piye?” aku bertanya.
“Sini-sini, saya ajari!” kata Ceper yang mulai duduk bersila, diikuti kami semua yang mengelilinginya. Ceper membuka produk pertama itu, warnanya biru dan bersifat serbuk seperti bedak, dia menaruhnya di telapak tangan, berlagak seperti peracik obat professional.
“Iki cuma di lelet leletin ke bagian yang sakit” kata Ceper yang mengoleskan ramuan itu ke wajahnya si Doyok.
“Sini, Mbul!” kata Ceper yang kemudian mengolesi si Timbul, dan urut sampai semua kebagian. Kami sebenarnya ragu, obat macam apa ini, dan dia dapat dari resep mana resepnya, tapi karena dia sudah bersikap bak tabib kerajaan ya kita manut-manut saja untuk dijadikan eksperimenya Ceper.
Ceper jadi orang terakhir yang harus mengoleskan obat itu, dan karena sisa serbuk biru di tangannya masih bangat dia mengoleskan semuanya ke wajah dan leher dengan gerakan seperti orang cuci muka.
“Per,kok koe banyak banget ngolesnya?” tanyaku.
“Yoben! Biar cepet sembuh” jawab Ceper. Kami yang tidak mau kalah akhirnya mengambil lagi obat yang tidak jelas asal-usulnya itu dan mengoleskanny ke sekujur wajah dan leher. Jadilah kami seperti lakon film Avatarnya James Cameroon.
Setelah kami semua selesai mewarnai kulit, tidak lama kemudia si Gembi kembali dengan membawa sebuah karung.
“Loh, kok muka kalian malah di cet?” tanya Gembi heran.
“Rausah cerewet! “ Kata Ceper yang langsung memiting Gembi. Kami yang memang sudah satu frekuensi langsung tanggap dengan mengoleskan obat tadi ke wajahnya.
“Bocah Edan! Iki obat opo?” tanya Gembi.
“Wis, sik penting mari!” jawab Ceper.
“Lha aku juga bawa Obat iki” Gembi mengambil karung yang tadi dia bawa.
“Obat opo itu?” tanya Doyok.
“wuooohhh, obat ini saya dapat dari pedangang Gujarat. Konon, obat ini mampu menyembuhkan penyakit kita dengan cepat dan tanpa efek samping” katanya.
“Halaah, kebanyakan intro!” teriak Ceper sambil merebut karung itu. Dan setelah di buka, isinya tak lain dan tak bukan adalah buah pace (Mengkudu)
“Lahhh, kok malah bawa pace to Mbi?” tanyaku.
“Wellah, buah Pace itu. Dalam kepercayaan jawa bisa menyembuhkan gondongen, tanpa harus memakan buahnya.”
“Carane?” tanya Timbul
“Kita buat kalungan!” jawab Gembi sambil mengangkat sebuah tali raffia berwarna Pink!
“Kalau begitu, kita kombinasikan dua obat dari barat dan timur ini! Siapa tau cepat syembuh.. saya mau pakai 3 biar manjur!” kata Ceper sambil merakit sendiri kalungnya. FYI kami itu memang menggunakan bahasa yang campur, jawa dan Indonesia. Jadi ya bisa kalian bayangkan sendiri, betapa wagunya kami berbicara bahasa Indonesia yang baku tapi dengan aksen jawa yang medok.
Muka biru, dan masing-masing dari kita pakai kalung dari buah pace sebesar helm. Kalau kalian melihat langsung. kalian akan merasa sedangan masuk dalam perkampungan suku amazon.
Saat cerita ini di tulis aku sendiri juga heran, kok bisa kami percaya dengan dua obat itu. Padahal blau itu sebenarnya adalah semacam sabun pencuci kayak byclean, lalu kalungan buah pace ya cuma mitos. Aduuhhh bodohnya..
**
Dua hari kemudian, aku masih ingat waktu itu sore hari pukul 15:00. Kami semua masih dalam kondisi sakit, dan tiduran di kamar masing-masing. Efek obatnya tidak terasa sama sekali.
“Tok tok tok” suara pintu depan diketuk
“Tok tok tok” belum ada ya membuka. Gembi yang lagi nyetel music winamp akhirnya berdiri dengan malas.
“Malesan kabeh!” kata Gembi. Dan beberapa saat kemudian, terdengar Gembi berteriak.
“Cooookkkkk!!!! Penyelamat kita datang!” kami semua langsung berlari menuju ruang depan untuk melihat siapa yang datang, dan ini dia orang yang kami tunggu-tunggu. Noka, dia kemari 3 hari lebih awal dari waktu yang direncanakan.
“ini kok mukanya biru-biru?” tanya dia sambil mengikat rambut panjangnya. Adik perempuanku tadi kemudian masuk sambil memejamkan mata, tanganya menggapai gapai udara.
Kami semua cuma bisa diam, antara takut dan ga tau mau berbuat apa. Untuk sejenak, para koboi disini kalah dengan adik perempuanku ini.
“Rumahe abis di bersihin yo?” tanya Noka.
“Ho’oh. Lha piye?” tanyaku. Noka tidak menjawab, dan kembali memejamkan mata sambil berjalan menuju lorong Casablanca.
“Mesti podo ngawur” kata dia sambil merem.
“Wehh, kita nggak berbuat hal-hal senonoh kok” kata Ceper.
“Lha ini, ratu ular disini kok bisa marah?” tanya Noka.
“wuuuoooohh,iki gara-gara koe sama Gembi ngobok-obok sumur itu, Per!” kata Kiyer.
“Ehh iyo ding… maafff bunda Ratu!” teriak Ceper.
“Mas Lepuk gak ikut? “ tanya Noka lagi
“Iyo, kok bisa tau?” tanya Lepuk.
“Soalnya cuma mas Lepuk yang nggak di serang” kata dia lagi, disambut dengan mulut menganga dari kami semua. Noka tiba-tiba berlari kebelakang, dan kita mengejar seperti orang bodoh di belakangnya..
“Rame” katanya sambil merem.
“apane, Ka?” tanya Doyok.
“Penghunine!” suara Noka terdengar meninggi.
“Aaa. Aada apa aja?” tanya Timbul…
**
“Diluar sana! Di sumur tua itu, kalian sudah membuat penghuninya marah! Sumur itu jadi pintu gerbang dari Siluman ular….. wujudnya perempuan tapi ekornya ular… itu yang bikin kalian sakit” Kata Noka dengan suara yang aneh.
“Di masing-masing kamar…. Ada sosok hitam dengan mulut lebar….. katanya ada rajah diatas pintu?” tanya Noka lagi.
“Iyo, ada rajahannya” jawab Lepuk.
“Itu fungsinya buat menyegel mereka biar ga kemana-mana” balas Noka.
“Asuuuuu, tak kira rajah biar kita aman. Lha kok ternyata malah bikin kita kejebak bareng mereka” teriak Ceper.
“Hussssh, cangkemu itu lho Per!” seru,Gembi.
“Eh iyo… map-maap” kata Ceper sambil mbungkem mulutnya sendiri.
“Terusss opo meneh, Ka?” tanya Kiyer.
“Di ruang depan sik di pake buat parkiran, disana ada Simbah-simbah tapi bulunya banyak banget….”
“Wuuhhhhhh” kami mulai berbisik-bisik
Noka berjalan kedepan, kami lagi-lagi mengikuti.
“Trus, ada peri yang wujudnya cantik. Tapi pemalu” kata dia..
“Kok banyak banget to?” Si Lepuk mulai gelisah.
“Masih ada lagi! dan paling kuat..” ekspresi Noka berubah, aku tidak bisa menggambarkan ekspresi macam apa itu.
“Apa kui?” tanyaku tidak sabar.
“Sosok Genderuwo, gede dan paling usil… katanya ada yang pernah di usili”
“wahhh kui, itu pasti koe Per” kataku.
“Wahh ho’o Kui… tempat pesemayamannya dimana ka?”
“Lha itu, di tempat kalian berdiri!” kata Noka dengan enteng. Langsung saja kami yang kebetulan berdiri di lorong Casablanca bubar seketika.
“Iki njuk kita harus kepiye?” tanya Doyok dengan gugup.
“Kalau di usir bisa?” tanya Ceper. Noka berjalan mondar-mandir dan terlihat berpikir keras.
“Piye? Bisa nggak?” tanyaku.
“Hmmmm… Bisa, tapi ………..” kata Noka dengan nada suara ragu.
**
LANJUTANNYA BESOK!
ADA SALAM NIH DARI PUBLIC ENEMY KONTRAKAN.
Diubah oleh ki.bogowonto 16-09-2019 14:37
symoel08 dan 117 lainnya memberi reputasi
118
Tutup